Anda di halaman 1dari 26

BIOLOGI 4B

PRODI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKHNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2010

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan
tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mokroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan
untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai
penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah
berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.

Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang
mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur
dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat
meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan
konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan
melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah
berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.

Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, kaesaman
tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik
apabila factor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi sistem pertanian manusia
akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada penggunaan bahan kimia telah mengusik habitat cacing
tanah. Keseimbangn lingkungan akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami
kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi
kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.

Jadi, dalam praktikum kali ini ingin diketahui:

Apakah keberadaan cacing tanah akan mempengaruhi kualitas tanah

Apakah adanya vegetasi akan mempengaruhi keberadaan (kepadatan Biomassa) serta pola
penyebaran populasi cacing tanah.

I.2 Tujuan
Membandingkan kepadatan biomassa cacing tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi

Membandingkan kualitas tanah antara tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi dengan
menggunakan cacing tanah sebagai bioindikator kualitas tanah

Membandingkan pola penyebaran cacing tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Biologi cacing tanah

Menurut Neal D. Buffaloe dalam buku Animal and Plant Diversity maka sistematika cacing tanah
dapat ditulis sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Annelida

Class : Oligochaeta

Famili : Lumbridae

Genus : Lumbricus

Spesies : Lumbricus sp

Secara sederhana class Oligochaeta dibagi menjadi lima famili yaitu Moniligastridae, Eudrillidae,
Glosscolidae, Lumbridae dan Megascolidae. Lumbridae dan Megascolidae adalah Oligochaeta yang
bersifat teristris. Jenis dari kedua famili ini meliputi : Lumbricus, Allobophora, Eutyphoeus, Eisenia,
Pheretima, Perionyx, Diplocardia, Lidrillus.

Identifikasi cacing tanah secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (morfologi) dan yang
lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar
dapat dilakukan dengan dengan memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan
banyaknya segmen. Misalnya pada lumbricus letak klitelumnya pada segmen 27 s/d 32, sedangkan
pada pheretima letak klitelumnya pada segmen 14 s/d 16. Banyaknya segmen pada cacing tanah
juga bervariasi, pada pheretima jumlah segmen berkisar antara 90-132, sedangkan pada lumbricus
jumlah segmennya antara 90-195.

Mengingat fungsinya yang penting secara ekologi dan kesejahtraan manusia, maka perlu dikaji
secara lebih mendalam tentang karakteristik cacing tanah. Pengkajian ini meliputi aspek tingkah laku
dan adaptasi cara hidup dari cacing tanah di habitatnya.

Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan
segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf
di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh
berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).

Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk
pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-
7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak
rusakyaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
antara 15oC-25oC.

Pengaruh pH

Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya enzim
pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk
merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya
menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada yang
membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan terlalu asam
sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok
cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu
basah, mengakibatkan cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang
baik dan optimal diperlukan pH antara 6,0 sampai 7,2.

Pengaruh kelembaban

Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga
media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing
mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di
permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan
kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 %
kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke
lingkungan yang lebih cocok.

Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara
terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk
kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban
terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran
udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas
untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30%.
Pengaruh Suhu

Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti
pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon
sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing
tanah setra perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu
yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang
optimal.

II.2 Tanah

Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu; komponen biotik dan abiotik

a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari
dan sebagainya

b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.

Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk
keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang
berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur
aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Tingkat
dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan
gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi
awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor,1996). Kualitas tanah
umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah secara kimia
perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah
dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti et al. (1991)
mendemonstrasikan bahwa fauna tanah dan mikroorganisme dapat digunakan sebagai bioindikator
kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia.

II.3 Populasi

Populasi sering didefinisikan sebagai sekelompok organisme dari spesies yang sama yang secara
kolektif menempati suatu ruang atau tempat tertentu dan waktu tertentu. Oleh karena itu bila kita
membicarakan populasi kita harus menyebutkan jenis individu (spesies) yang kita bicarakan dan kita
perlu juga menentukan batas-batas waktu dan tempat bahkan kuantitas.Untuk memahami tentang
hal-hal yang berkaitan dengan populasi kita harus mengenal istilah-istilah yang dipakai, bahkan
karena penelitian tentang populasi menggunakan angka-angka, maka juga harus mengerti tentang
matematika. Istilah-istilah yang dimaksud misalnya yang dijumpai dalam mempelajari karakteristik
populasFaktor yang menentukan populasi

Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah
yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai
efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang
membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan
mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.

Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut
dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih
kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim
mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.

Faktor-faktor yang merubah populasi

Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini
disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan
beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya
penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau
hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam
atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa
wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.

Pola Penyebaran Individu

Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi.
Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi bias bermacam – macam, pada umumnya
memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : enyebaran secara acak, penyebaran secara merata,
dan penyebaran berkelompok (Rahardjanto, 2001)

Penyebaran secara teratur (regular dispersion) dengan individu – individu yang kurang lebih berjarak
sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem
yang dikelola, dan disini tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang
sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999).

Penyebaran acak (random dispersion) juga sangat jarang terjadi dialam. Penyebaran semacam ini
biasanya terjadi apabila factor lingkunganya sangat seragam unuk seluruh daerah dimana populasi
berada, selain itu tidak ada sifat – sifat untuk berkelompok dai organisme tersebut,, dalam
tumbuhan ada bentuk – bentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompokan
tumbuhan (Azhari, 2007).

Penyebaran secara merata, umum terdapat padaa tumbuhan. Penyebaran seacam ini terjadi apabila
adapersaingan yang kuat diantara individu – individu dalam populasi tersebut. Pada tumuhan
misalnya untuk mendapatkan nutrisi dan ruang (Lestari, 2001).

Penyebaran secara berkelompok (clumped dispersion) dengan individu – individu yang bergerombol
dalam kelompok – kelompok adalah yang paling umum terdapat dialam, terutama untuk hewan
(Hastuti, 2007).
Di dalam populasi, ada tiga pola penyebaran secara umum, yaitu acak, teratur, dan berkelompok.
Sedangakan faktor-faktor yang berperan dalam penyebarannya antara lain:1. Suhu2. Kelembaban3.
Cahaya4. Struktur tanah dan nutrient5. Kimia air, pH, dan salinitas6. Aliran air, O2, dsb.

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yaitu yang bervegetasi di depan/di sekeliling
pusat laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullan Jakarta, oleh kelompok 2,4, dan 6 dan tidak
bervegetasi oleh kelompok 1,3, dan 5. Kondisi lingkungan secara umum pada habitat bervegetasi
dengan kondisi tanah yang agak basah dengan keadaan cuaca yang kurang intensitas cahayanya,
dengan suhu yang tidak terlalu panas karena tertutup oleh pohon / vegetasi, sama halnya dengan
yang tidak bervegetasi namun pada yang tidak bervegetasi kondisi tanah agak kering karena tidak
adanya pohon / vegetasi yang menutupi. Penelitian di adakan pada hari selasa 23 maret 2010 pada
siang hari.

III.2 Bahan dan alat

Bahan yang digunakan yaitu; larutan formalin

Alat yang digunakan yaitu; Roll meter, penggali, plot (25X25cm), plastik koleksi, Koran bekas (kertas
pengisap), Timbangan

III.3 Cara kerja

Pengumpulan cacing tanah dengan menggunakan metode hand sorting dengan langkah- langkah ;
Bersihkan serasah penutup tanah pada petakan yang akan diamati, batasi petak 25cm persegi,
Semprotkan larutan formalin 4% pada permukaan tanah, Diamkan selama beberapa menit,
Kumpulkan cacing tanah yang ada dipetakan mulai dari kedalaman 10cm sampai 30cm simpan dalan
plastic koleksi, Dilaboratorium keringkan cacing dengan kertas pengering timbang dengan timbangan

III.4 Analisis data

Pengukuran kepadatan biomassa cacing tanah, pertama dengan mengambil cacing tanah dari tanah
dimana kita melakukan penelitian kemudian timbanglah total berat cacing tanah yang di dapat/
diperoleh lalu masukkan dalam rumus

Kerapatan biomassa = Total berat cacing tanah dalam kuadrat

Luas kuadrat

Penentuan kualitas tanah berdasarkan kepadatan biomassa, ada 5 hal yang dapat dilakukan
pengukuran; kandungan air tanah, kandungan ortanik tanah, kandungan mineral tanah, bulk density,
dan total porositas.

Untuk kandungan air tanah pertama ambil tanah dengan menggunakan bor tanah sedalam 10cm ,
lalu ambil kurang lebih 10gram dan masukkan dlam wadah tertutup, dengan menggunakan
timbangan tantukan berat segarnya, lalu dilaboratorium masukkan cup[likan tanah dalam oven yang
bersuhu 1050c selama 24 jam atau sampai berat konstan lalu setelah itu dingankan sebentar dan
timbang berat kering tanah tersebut, masukkan kedalam rumus;

Kandungan air tanah (%)= berat segar tanah – berat kering tanah X 100%

Berat segar tanah

Untuk kandungan organik dan mineral tanah dengan cara dari cuplikan tanah yang sudah kering
kemudian masukkan kedalam porselen kering yang telah diketahui beratnya, lalu kita lakukan proses
pengabuan dengan tungku pembakaran dengan suhu tinggi (1000 – 12000c )kemudian masukkan
dalam rumus

Kandungan organik tanah (%)= berat kering tanah – berat abu tanah X100%

Berat kering tanah

Kandungan mineral tanah = berat abu tanah X100%

berat kering tanah

Untuk pengukuran bobot isi ( Bulk density ) dengan cara permukan tanah dibersihkan dari rumput
dan serasah lalu Core sampler diletakkan diatas tanah kemudian buatlah lingkaran dengan pusat
yang sama dengan Core sampler dan jari jari dua kali jari –jari Core sampler. Pada lingakran tersebut
buatlah lubang sedalan 10cm agar pada saat Core sampler dimasukkan mudah ditekan dalam tanah.
Kira- kira Core sampler sudah masuk kedalam tanah potonglah bagian bawah Core sampler dengan
pisau atau sekop, ratakan mulut Core sampler dengan pisau atau benang nilon tipis. Cuplikan dijaga
agar tidak hancur saan dibawa ke laboratorium untuk proses lebih lanjut. Dilaboratorium cuplikan di
timbang dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01gram, kemudian cuplikan dioven pada
suhu 1050c selama 24 jam dan timbang berat konstan. Lalu masukkan nilai dalam rumus:

Bulk density = Berat kering tanah

Volume Core sampler

Untuk porositas dihitung dari Bulk density dan particle density. Particle density atau kepadatan
partikel tanah berkisar antara 2,6 - 2,7 gcm-1 dengan rumus;

Total Porositas (%) = 1 - Bulk density X 100%

Particle density

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1

Tempat kelompok pH Tanah Suhu Tanah (0C ) Kand. Air Tanah (%) Kand. Organik (%) B Kand.
Anorganik (%) Bobot isi (gr/cm3) Porositas tanah (%)

Vegetasi 2 5 28 32 86,76 97,87 0,9629 63,66

4 5,4 29 28 13,89 86,11

6 6 28 11,43 88,57

Non-Vegetasi 1 5,2 30 24 2,13 97,8 0,9694 63,42

3 4,5 29 31 13,41 89,06

5 5 30 29 29,80 70,20

Pada hasil pengukuran faktor abiotik tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi terdapat
perbedaan menurut saya perbedaan itu terjadi karena pada tempat yang bervegetasi cenderung
lebih rendah suhu lingkungannya karena tertutup oleh pepohonan dan juga kandungan air tanah
yang besar terdapat pada tempat yang bervegetasi karena adanya komponen biotiknya yaitu
pepohonan.

Ukuran cacing tanah yang ditemukan pada tempat non vegetasi relative lebih kecil dibandingakan
dengan yang bervegetasi ini di mungkinkan karena di daeran non vegetasi kurang adanya nutrisi bagi
cacinga tanah tersebut dan cacinga ini ditemukan pada kedalaman tdak lebih dari 15cm. berbeda
halnya dengan tempat yang bervegetasi cacing tanah yang di temukan pada tempat itu relative lebih
besar dari pada di tempat non vegetasi dan ditemukan pada kedalaman lebih dari 15 cm masih
ditemukan cacing tanahsampai kedalaman 30cm. hal ini juga berhubungan dengan suhu tanah dan
juga pH tanah yang berbeda-beda pada setiap tempatnya.

Tabel 2

Tempat Kelompok Biomassa total/Plot (gr) Kepadatan Biomassa (gr/m2) Rata-rata kepadatan
biomassa (gr/m2) Kualitas tanah

Vegetasi 2 7 112 44,8 Tercemar berat

4 0,4 6,4 Tercemar berat

6 1,0 16 Tercemar berat

Non-Vegetasi 1 0,6 9,6 11,2 Tercemar berat


3 0,8 12,8 Tercemar berat

5 0,7 11,2 Tercemar berat

Pada hasil perhitungan kepadatan biomassa cacing tanah pada habitat bervegetasi memiliki rata-
rata kepadatan biomassa sebesar 44,8 gr/m2 sedangkan pada tempat non-vegetasi sebesar 11,2
gr/m2 , pada hasil perhitungan ini dapat ddiketahui keepadatan rata-rata biomassa pada tempar
yang bervegetasi lebih besar dari pada ditempat non-vegetasi, karena pada tempat vegetasi
memang ditemukan banyak cacing tanah yang terdapat disana sedang yang non vegetasi hanya
sedikit, cacing tanah ditemukan pada kedalam bervariasi ada yang sampai 30cm masih ditemukan
cacing tanah ada juga yang hanya pada kedalaman 10cm. pada kedalaman 30cm masih terdapat
/ditemukan cacing tanah itu adalah di tempat yang bervegetasi karena cacing dapat bertahan di
tempat itu dengan nutrisi yang tersedia, sedang yang hanya terdapat pada kedalaman 10cm saja
berada pada tempat non vegetasi karena cacing tanah tidak dapat nutrisi pada kedalaman sampai
30cm karena tidak adanya vegetasi disana. Cacing tanah yang ditemukan adalah cacing tanah
dengan tipe endogenik / cacing tanah yang hidupnya di dalam tanah. Berdasarkan kedalamannya
cacing tanah terbagi menjadi 3 tipe yaitu ; tipe epigeik / hidup dipermukaan tanah, tipe endogeik /
hidup didalam tanah, dan tipe anecigeik / hidup dalam tanah dan sekresi di permukaan tanah.

Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk
keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang
berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur
aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Tingkat
dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan
gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi
awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor,1996). Kualitas tanah
umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah secara kimia
perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah
dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti et al. (1991)
mendemonstrasikan bahwa fauna tanah dan mikroorganisme dapat digunakan sebagai bioindikator
kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia.

Tanah

Sekitar 75-90% bobot cacing tanah hdup adalah air (Grant cit, Anas, 1990) sehingga dehidrasi
( pengeringan) merupakan hal yang sangat menentukan bagi cacing tanah. Secara alamiah, cacing
akan bergerak ke tempat yang lebih basah atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak
terhindar dari tanah kering, ia teta[ da[at bisa bertahan hidup meskipun banyak kehilangan air
tubuhnya. Sebagian besar Lumbrisidae dapat hidup meski tubuhnya telah kekeringan hingga 50% ait
bahkan L. terrestris hingga 70% dan a. chlorotica hingga 75%.

Meskipun dapat bertahan hidup pada kondisi kering, kesuburan cacing tanah sangat terpengaruh.
Hal ini dapat terlihat apabila cacing tanah mengalami kekeringan dalam waktu lama secara
berkelanjutan, maka pada kondisi normal, untuk pemulihannya ke populasi asal perlu 2 tahun
( Evans dan Guilds cit. hanafiah, 2002)
Dalam perhitungan jumlah populasi decomposer digunakan cara formalin karena dianggap paling
mudah dilaksanakan atau dilakukan, namun dalam literature dikatakan bahwa pada metode ini
bnyak kekurangannya. Menurut Surin,nurdin Muhammad (1989). Metode formalin, pertama kali
ditemukan oleh Raw tahun 1959. Metode ini kurang baik untuk jenis cacing tanah yang membuat
lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai sempurna pada cacing.
Konsentrasi formalin yang digunakan disarankan adalah berkisar antara 0,165-0,55% dan sebaiknya
0,27%. Namun itu bergantung pada tingkat kekeringan tanah tersebut.

Dalam jumlah cacing tanah yang telah ditemukan dalam populasi yang diamati , terdapat sedikit
populasi hewan decomposer didalamnya. Terutama pada plot non vegetasi, ukurannya pun
tergolong kecil karena memang tanah yang dijadikan plot merupakan tanah liat dan mengandung pH
yang cukup asam yakni sekitar 4,5 (kelompok 3). Pada 15menit setelah penyemprotan formalin ke
tanah tdak di jumpainya cacing yang keluar dari dalam tanah ini di karenakan keadaan tanah yang
belum terlalu jenuh, namun sampai batas waktu yang telah di tentukan tidak ada cacing yang keluar
mungkin karena kerapatan tanah sehingga zat kimia (formalin) tidak sampai dengan sempurna pada
cacing. Kemudian tanah di congkel sedalam 30 cm secara bertahap ( 10 cm ) dan kemudian diambil
dari tanah kedalaman 10cm untuk dilihat / di ambil cacing yang terdapat pada kedalaman 10cm
berlanjut sampai kedalaman 30 cm.

Tabel 3

Tempat Kelompok Kepadatan Biomassa (x) (gr/m2) Rata-rata kepadatan Biomassa (X) (gr/m2) S2
S2 /X

Pola Penyebaran

Vegetasi 2 112 44,8 6021,12 134,4 Berkelompok

4 6,4

6 16

Non-Vegtasi 1 9,6 11,2 376,32 33,6 Berkelompok

3 12,8

5 11,2
Pola penyebaran pada cacing tanah pada tempat bervegetasi maupun non vegetasi adalah
berkelompok tidak terdepat perbedaan pada keduanya walaupun menurut literature seharusnya
yang berkelompok adalah yang bervegetasi karena cacing tanah memiliki cukup nutrisi dari vegetasi
yang berada pada sekeliling lingkungannya. Pada non vegetasi sebenarnya ada vegetasi seperti
rerumputan jadi kemungkinan ada cacing yang terdapat pada lingkungan tersebut karena terdapat
vegetasi rerumputan. Cacing tanah yang ditemukan adalah cacinga tanah dengan tipe endogenik /
cacing tanah yang hidupnya di dalam tanah. Berdasarkan kedalamannya cacing tanah terbagi
menjadi 3 tipe yaitu ; tipe epigeik / hidup dipermukaan tanah, tipe endogeik / hidup didalam tanah,
dan tipe anecigeik / hidup dalam tanah dan sekresi di permukaan tanah.

Dari penelitian terhadap family Lumbricidae di British, terlihat bahwa tipe epigeik meliputi spesies
D.octaendra dan B.eiseni yang hidup secara permanen pada horizon organic permukaan tanah. Tipe
endogeik meliputi cacing tanpa pigmen, yang mempunyai trowongan permanen hingga kedalaman
sekitar 45cm, serta L. terrestis yang berterowongan permanen hingga kedalaman 1,5 – 2 m. tipe
Aneciqueik meliputi O. lacteum dan O. cyancum, serta cacing- cacing besar berpigmen seperti A.
longa dan A. noctura dewasa yang terdapat pada kedalaman hingga 45 cm, serta E. rosea.

Faktor-faktor ekologis yang mempengaruhi cacing tanah meliputi:

Keasaman (pH) tanah

Kelengasaan tanah

Temperature

Aerasi dan CO2

Bahan organic

Jenis tanah

Dan suplai nutrisi

BAB V

KESIMPULAN

Terdapat perbedaan rata-rata biomassa pada tempat yang bervegetasi dengan tempat yang non-
vegetasi karena cacinga tanah yang ditemukan pada tempat yang bervegetasi relative lebih banyak
dan lebih besar ukurannya dari pada yang non vegetasi. Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perbedaan populasi dekomposer pada kedua tempat yang berbeda itu adalah faktor abiotik seperti
suhu tanah, pH tanah, kelembaban dan juga kandungan nutrisi dan faktor biotiknya. Pola
penyebaran cacinga tanah adalah berkelompok / seragam. Adanya cacinga tanah juga dapat
mempengaruhi kesuburan dan produktivitas tanah

JUDUL PRAKTIKUM
Freferensi hewan terhadap suhu

B.   TUJUAN
Mengetahui pengaruh faktor lingkungan (suhu) terhadap organisme

C.   ALAT DAN BAHAN


1.    bak kaca disertai dengan thermometer di setiap zonanya
2.    lampu spiritus
3.    spiritus
4.    kaki bak kaca
5.    ikan seribu
6.    es batu
7.    air
8.    styroform
9.    cutter
10.  plastik mika warna gelap

D.   CARA KERJA
Langkah pertama yang harus dilakukan kelompok adalah melakukan setting alat
agar bak kaca berada pada tempat dan kondisi yang memungkinkan untuk perlakuan
selanjutnya. Pastikan bak sudah terbagi menjadi 3 zona dengan masing-masing zona
memiliki alat pengukur suhu yang mudah dibaca dari lubang bidik. Bak kaca harus berada
pada ketinggian yang sesuai dengan ketinggian titik api dari lampu spiritus untuk menghidari
pemanasan air yang terlalu cepat. Tempat pengamatan juga harus terbebas dari segala
kondisi yang membuat ikan terganggu dari segala macam stimulus seperti getaran,
kegaduhan, gerakan bayangan, dan sebagainya.

Langkah kedua ialah mengisi bak kaca dengan air hingga ketinggian mencapai 4 cm.
Pada zona satu, bagian bawah bak ditempatkan lampu spritus, zona 2 tanpa perlakuan dan
zona 3 ditambah dengan menempatkan kantung berisi es batu.

Setelah semua persiapan selesai barulah lampu spiritus dinyalakan kemudian


memasukkan 15 ekor ikan seribu ke bagian tengah bak.

Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 2 menit sejak menit pertama selama 30
menit. Pengamatan pada masing-masing zona meliputi perilaku ikan (tenang, gelisah,
bergerak aktif, dsb), jumlah ikan, dan suhu air.

E.    HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan Preferensi Hewan Terhadap Suhu

Zona Perilaku
o
Interval ke- Pengamatan Suhu  C Jumlah Ikan ikan
I 27 6 Tenang
II 25 4 Tenang
1 III 24 5 Tenang
I 27 6 Tenang
II 25 6 Tenang
2 III 24 3 Agak  lincah
I 27 6 Tenang
II 25 6 Tenang
3 III 24 3 Bergerak
I 28 5 Tenang
II 25 7 Tenang
4 III 24 3 Tenang
I 28 9 Tenang
II 25 5 Tenang
5 III 24 1 Bergerak
I 28 7 Tenang
II 25 4 Tenang
6 III 24 4 Bergerak
I 28 10 Tenang
II 25 3 Tenang
7 III 24 2 Tenang
I 28 9 Tenang
II 25 6 Tenang
8 III 24 0 -
I 28 10 Tenang
II 25 3 Tenang
9 III 24 2 Tenang
I 28 8 Bergerak
II 25 5 Tenang
10 III 24 2 Tenang
I 28 9 Tenang
II 25 2 Tenang
11 III 24 4 Tenang
I 29 8 Bergerak
II 26 2 Bergerak
12 III 26 5 Tenang
I 29 7 Tenang
II 26 4 Bergerak
13 III 26 4 Bergerak
I 29 6 Tenang
II 26 3 Bergerak
14 III 26 6 Bergerak
I 29 6 Tenang
II 27 3 Tenang
15 III 26 6 Bergerak

F.    DISKUSI
1.     Jika memperhatikan hasil pengamatan saudara, apakah terdapat pola yang dapat diidentifikasi menurut

ruang   dan waktu pengamatan? Jika ada atau tidak, berikan argumen teoritis yang menunjang?

Jawab:

Ada. Semakin lama waktu pengamatan maka semakin terlihat preferensi ikan terhadap suhu. Hal ini karena

terdapat perlakuan berbeda pada setiap ruangnya. Pada ruang 1 semakin lama waktu pengamatan maka suhu

airnya semakin naik yang akhirnya menimbulkan ikan yang sengaja disimpan di ruang 2 (tanpa perlakuan)

bergerak menuju ruang 1 tersebut. Sebaliknya pada ruang 3 semakin lama waktu pengamatan semakin dingin

suhu air sehingga ikan bergerak agresif pada ruang ini. Akibat dari perubahan suhu di ruang 1 dan ruang 3,

akhirnya terjadilah perputaran suhu yang mengakibatkan suhu diruang 3 menjadi naik sama dengan suhu di

ruang 2.

2.     Berkaitan dengan perilaku, waktu dan hasil pengamatan adakah hal-hal menarik yang ditemukan pada

percobaan saudara?

Jawab:

Ada, pada saat pertama kali ikan dimasukan, ikan menyebar merata disetiap ruang, tetapi setelah es batu

diamsuka di ruang 3 dan api dinyalakan pada ruang 1 terjadi perubahan gerakan ikan. Yakni ikan pada ruang 3

(es batu) bergerak agresif lalu akhirnya berpindah dari ruang 3 ke ruang 2 dan 1 yang lebih hangat. Sedangkan

pada ruang 1, ikan bergerak tenang. Dan setelah selang waktu 25 menit terjadi perputaran suhu di semua ruang

yang diakibatkan perubahan suhu pad ruang 1 dan 3.

3.     Kesimpulan apa yang saudara tarik dari percobaan ini?

Jawab:

Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan, Umumnya ikan lebih agresif jika mendiami air dengan suhu

yang dingin hal ini dikarenakan ikan lebih banyak mendiami air dengan suhu yang hangat.

4.     Berikan saran untuk kegiatan praktikum ini?

Jawab:

Disarankan kepada mahasiswa agar bisa lebih tertib dan disiplin dalam kegiatan praktikum ini.
G.   KESIMPULAN
Menurut hasil pengamatan yang telah dilakukan, Umumnya ikan lebih agresif jika mendiami air dengan suhu

yang dingin hal ini dikarenakan ikan lebih banyak mendiami air dengan suhu yang hangat.

DAFTAR PUSTAKA
Penuntun praktikum Ekologi Hewan.

PRAKTIKUM II

A.   JUDUL PRAKTIKUM
Pola distribusi intrapopulasi organisme

B.   TUJUAN
Mengetahui pola penyebaran organisme dalam populasi hewan dikaitkan dengan kondisi
lingkungan yang menjadi habitatnya.

C.   ALAT DAN BAHAN


1.    kuadrat ukuran 40x40 cm2
2.    cangkul
3.    kantung plastik
4.    plastik meja ukuran 50x50 cm2
5.    thermometer tanah
6.    thermomter lingkungan
7.    hygrometer sling
8.    neraca o-Hauss
9.    labu erlenmeyer
10.  batang pengaduk
11.  gelas ukur
12.  aquades
13.  pH Indikator
14.  spiritus
15.  lampu spiritus
16.  porselen bakar/tahan api
17.  kalkulator scientifik

D.   CARA KERJA
1.    Pencuplikan cacing tanah
a.    Setiap kelompok mengambil lokasi pengamatan yang berbeda. Pada setiap lokasi
pengamatan, tentukan lima titik sampel secara acak. Berikan catatan ringkas mengenai
gambaran kondisi fisik dan vegetasi lingkungan dari lokasi tempat saudara melakukan
pengamatan.
b.    Setiap titik tersebut selanjutnya diambil sampel dengan luasan  yang dibatasi oleh kuadrat
dan dengan kedalaman 20 cm. Setiap hasil galian harus ditampung dalam plastik untuk
kemudian dicacah jumlah cacing tanah sambil menutupi kembali galian dengan tanah asal.
2.    Pengukuran suhu tanah
Suhu tanah diukur untuk setiap titik pengamatan dengan cara menancapkan
thermometer di tengah kedalaman tanah sebelum digali.
3.    Pengukuran pH tanah
Dilakukan dengan mengambil 5 gr sampel tanah dan menyimpannya dalam wadah
kemudian encerkan dengan aquades sebanyak 12.5 ml. Saring hasil pengenceran tersebut
dengan kertas saring dan tempatkan dalam lempeng porselen. Selanjutnya uji pH
menggunakan pH indikator.
4.    Pengukuran kandungan air
Pengukuran kandungan air dalam tanah dilakukan dengan mengambil tanah sampel
sebesar ibu jari tangan kemudian timbang dan catat. Hasil penimbangan tersebut kemudian
dijemur di terik matahari hingga menunjukkan tanda-tanda kering sempurna. Timbang
kembali hasil penjemuran dan catat.
Kandungan air dalam tanah ialah selisih berat antara sebelum (a) dan setelah (b) tanah
dijemur dibagi berat sebelum dijemur kemudian hasilnya dikalikan dengan 100%.
5.    Pengukuran kandungan serasah
Serasah di ambil pada permukaan tanah di dalam kuadrat dimasukkan ke dalam
kantong dan ditimbang.
6.    Pengukuran kandungan bahan organik tanah
Bahan yang akan diukur ialah hasil pengeringan pada langkah pengukuran
kandungan air. Catat berat kering tanah tersebut sebagai berat awal (a), kemudian tanah
tersebut dibakar dalam oven selama 6 jam atau bakar menggunakan spiritus hingga tanah
berwarna merah bata dan kandungan organik tanah bebas terbakar. Timbang hasil
pembakaran tersebut kemudian catat sebagai berat akhir (b).
Kandungan bahan organik diperoleh dengan menghitung menggunakan rumus seperti
pada pengukuran kadar air.

E.    HASIL PENGAMATAN
Sp Udara Tanah Hewan
Berat Tanah (gr) Baha
Kelemb Kelemb Sesu Sesu Kad n
aban aban dah dah ar Orga
(mmHg (mmHg P Sebe dije diba Air nik Juml
ot ) ) h lum mur kar (%) (%) Jenis ah
85 16.5 6. 28 semu
1 mmHg mmHg 4 7.7 5.5 5 % 10% t 11
cacin
g 5
Kutu
tana
h 2
Kaki
serib
u 2
Belal
ang 1
78mmH 25mmH 6. 29
2 g g 1 9 6.4 6 % 6.2% Kuul 1
Belal
ang 5
Jangk
rik 1
Laba-
laba 4
Cacin
g 1
Tata
man 2
23mmH 6. 25 Cacin
3 71 g 5 10 7.5 6,75 % 10% g 1
Sem
ut 23
belal
ang 2
Jangk
rik 1
Raya
p 26
34 jangk
4 78 60 5 6.65 4.4 4 % 9% rik 1
semu
t 15
Raya
p 16
Cacin
g 2
5. 30 jangk
5 78 52 7 7.17 5 4.55 % 9% rik 2
Sem
ut 21
cacin
g 2

Keterangan:
  Kelembaban dan pH Tanah di ukur dengan soil tester
  Kelembaban Udara di ukur dengan hygrometer sling
  Kadar Air:

Spot I:
Spot II:
Spot III:
Spot IV:
Spot V:

  Kandungan Bahan Organik

Spot I:
Spot II:
Spot III:
Spot IV:
Spot V:

F.    DISKUSI
1.     Dari hasil perhitungan pada percobaan ini, memiliki pola distribusi manakah hewan yang anda amati tersebut?
Jawab:

Pola distribusi teratur/merata, karena terjadi penjarakan yang kurang lebih merata antara individu-individu yang

satu dengan lainnya menempati suatu area/tempat.

Contohnya di semua spot merata terdapat spesies cacing. Di spot 2, 3, 4, dan 5 terdapat spesies jangkrik. Di

spot 1, 2, dan 3 terdapat spesies belalang.

2.     Berikan gambaran kondisi lingkungan tempat Saudara mengambil sample, kemudian beri alasan mengapa

menentukan lokasi tersebut   sebagai tempat pengambilan sampel!

Jawab:

Kondisi lingkungan tempat pengambilan sampel semua spot yaitu di dekat rimbunan pohon bambu, rumput yang

hijau, suhu udara yang lembab dan tanah yang gembur. Dipilihnya lokasi pengambilan sampel tersebut karena

awalnya kelompok kami menduga akan terdapat banyak spesies/individu yang hidup di lokasi tersebut, seperti

cacing dan serangga, karena hewan-hewan tersebut banyak hidup di tempat yang teduh oleh rimbunan pohon,

tanahnya gembur dan suhu udaranya lembab.

3.     Dari data yang berhasil Saudara amati, hubungkan data lingkungan dengan distribusi hewan yang diamati,

berikan deskripsi logis dan teoritis dari fakta yang ditemukan tersebut!

Jawab:

Secara teori hewan tanah seperti cacing atau serangga tanah, banyak hidup menempati daerah tanah yang

lembab dan gembur. Hal tersebut terbukti dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan ternyata banyak

individu yang menempati spot-spot yang dibuat pada tanah yang lembab karena terbukti pada:
         Spot 1  : pH 6,4 ; kelembaban   tanah 16,5 dan kelembaban udara 85 mmHg terdapat hewan semut, cacing, kutu

tanah, kaki seribu dan belalang.

         Spot 2  :   pH 6,1 ; kelembaban tanah 25 dan kelembaban udara 78 mmHg terdapat hewan kuul, belalang,

jangkrik, laba- laba, cacing dan tataman.

         Spot 3 : pH 6,5 ; kelembaban tanah 23 dan kelembaban udara 71 mmHg terdapat hewan cacing, semut,

belalang, jangkrik dan rayap.

         Spot 4  : pH 5 ; kelembaban tanah 52 dan kelembaban udara 78 mmHg terdapat hewan jangkrik, semut, rayap

dan cacing.

         Spot 5 : pH 5,7 ; kelembaban tanah 52 dan kelembaban udara 78 mmHg terdapat hewan jangkrik, semut dan

cacing.

4.     Kesimpulan apa yang dapat saudara tarik dari percobaan ini?

Jawab:

Jika kelembaban tanah semakin rendah, kelembaban udara semakin rendah dan pH nya semakin besar maka

semakin banyak spesies yang hidup. Misalnya cacing dan jangkrik.

5.     Berikan saran- saran untuk memperbaiki kegiatan praktikum ini!


Jawab:

Kegiatan ini seharusnya menempati tempat yang kondisi geografis lingkungan yang berbeda- beda sehingga

spesies yang diamati lebih beragam.

G.   KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diatas dapat di simpulkan jika kelembaban tanah semakin rendah, kelembaban udara

semakin rendah dan pH nya semakin besar maka semakin banyak spesies yang hidup. Misalnya cacing dan

jangkrik.

DAFTAR PUSTAKA
Penuntun praktikum Ekologi Hewan.

PRAKTIKUM III

A.   JUDUL PRAKTIKUM
Gerak taksis pada cacing tanah (Stimulus – Respons)

B.   TUJUAN
Mempelajari perilaku naluriah hewan cacing dalam merespons rangsang dari lingkungan

C.   ALAT DAN BAHAN


1.    toples bekas kue astor 4 buah
2.    gelas kimia 500 ml
3.    gelas kimia 50 ml
4.    gelas ukur 25 ml
5.    kabel listrik
6.    batu baterai
7.    gunting kertas
8.    kertas karton hitam
9.    kertas alumunium foil
10.  kertas saring
11.  hati ayam
12.  aquades
13.  cacing tanah yang masih bugar
14.  tanah
15.  humus

D.   CARA KERJA
Hal pertama yang harus dikerjakan untuk praktikum ini ialah membuat sediaan
feromon dan ekstrak hati ayam. Feromon dibuat dengan memberikan kejutan listrik (dari
batu baterai) kepada minimal lima ekor cacing. Untuk sediaan ini pemberian kejutan listrik
dilakukan di atas lembaran alumunium foil ukuran 10x10 cm 2. Feromon yang telah
dikeluarkan dengan kejutan listrik selanjutnya diencerkan dengan 15 ml air yang kemudian
dicampurkan dengan tanah. Sediaan ekstrak hati ayam dibuat dengan menumbuk hati
ayam, mengencerkannya dan menyaringnya menggunakan kertas saring. Ekstrak ini juga
kemudian dicampurkan ke dalam tanah sebagai sediaan yang berbeda.

Pekerjaan lain yang harus dilakukan ialah mempersiapkan empat wadah toples yang
akan diisi dengan berbagai jenis zat perangsang. Ke dalam wadah toples tersebut dilakukan
pengisian tanah yang terbagi menjadi dua belah area tanah yang disekat dengan kertas
karton hitam berlapis alumunium foil. Kertas tersebut dilubangi sebesar diameter cacing
yang akan ditanamkan ke dalam setiap wadah.

Semua belahan pertama toples diisi dengan tanah lembab sedangkan belahan
lainnya diisi dengan beragam zat perangsang, ialah:

Belahan kedua pada toples I  : tanah yang dicampur dengan feromon
Belahan kedua pada toples II : tanah yang dicampur dengan ekstrak hati ayam
Belahan kedua pada toples III: tanah humus
Belahan kedua pada toples IV: tanah lembab
Perlakuan terhadap cacing

Setelah semua sediaan dimasukkan ke dalam toples maka langkah selanjutnya


memilih empat puluh ekor cacing yang masih bergerak aktif dan bugar dan membaginya
menjadi empat kelompok maing-masing sepuluh ekor, yang akan mengisi setiap toples yang
telah dipersiapkan. Masing-masing toples yang telah berisi sediaan tanah dengan berbagai
perlakuan diberi cacing dalam waktu yang bersamaan.

Biarkan perlakuan tersebut selama empat jam, kemudian periksa masing-masing


belahan dari setiap perlakuan tersebut. Banyaknya cacing pada tanah yang berisi rangsang
tertentu menunjukkan kekuatan rangsang untuk dapat menarik respons cacing.

E.    HASIL PENGAMATAN
Tabel Rekapitulasi Data Hasil Pengamatan gerak taksis pada cacing tanah

(STIMULUS – RESPON)

No Perlakuan Jumlah
Tanah lembab 4
1 Toples I Tanah lembab + feromon 6
Tanah lembab 9
2 Toples II Tanah lembab +ekstrak hati ayam 1
3 Toples III Tanah lembab 7
Tanah humus 3
Tanah lembab 3
4 Toples IV Tanah lembab 7

F.    DISKUSI
1.    Dari perbandingan banyaknya cacing yang berkumpul pada akhir pengamatan, apakah zat perangsang yang

saudara manipulasi sebgaia penarik rangsang hewan cacing dianggap mampu membuat cacing mendekati arah

rangsangan tersebut? Berikan alasan!

Jawab:

Zat perangsang mampu membuat cacing bergerak menuju rangsang untuk mendapatkan makanan atau bahkan

mendapatkan kondisi lingkungan yang cocok untuk tempat hidupnya.

2.    Dengan membandingkan banyaknya anggota populasi cacing pada akhir pengamatan perlakuan, menurut

saudara zat perangasang manakah yang paling kuat bagi cacing tersebut untuk didekati? Berikan alasannya!

Jawab:

Zat perangsang dengan feromon seharusnya lebih mampu mempengaruhi gerak taksis cacing tanah. Hal ini

dikarenakan feromon yang digunakan sebagai zat perangsang diambil dari feromon cacing tersebut sehingga

tanah yang dicampur zat feromon tersebut mampu menciptakan tanah yang digunakan sebagai media menjadi

tanah dengan kondisi yang cocok dengan habitat asalnya.

3.    Adakah hal menarik yang terjadi selama percobaan berlangsung? Berikan argumen dengan deskripsi yang jelas?

Jawab : ada, yakni cacing yang awalnya diletakkan di tengah toples akhirnya bergerak kearah tanah yang

dicampuri feromon cacing tersebut.

4.    Kesimpulan apa yang bisa ditarik dari percobaan ini?

Jawab: dari hasil pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa zat perangsang mampu

mempengaruhi gerak taksis pada cacing tanah.

G.   KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa zat perangsang mampu mempengaruhi

gerak taksis pada cacing tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Penuntun praktikum Ekologi Hewan.

PRAKTIKUM IV

A.   JUDUL PRAKTIKUM
Estimasi populasi hewan

B.   TUJUAN
Mencoba mengestimasi (menduga) jumlah anggota populasi dari suatu spesies pada
habitatnya.

C.   ALAT DAN BAHAN


1.    hewan yang akan diestimasi jumlah anggota populasinya
2.    alat dan bahan pemberi tanda (berbeda-beda tergantung spesies yang akan ditangkap)
3.    tally counter.

D.   CARA KERJA
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah menentukan spesies dan habitat yang
akan diestimasi. Perhatikan beberapa asumsi di atas. Dengan perlengkapan untuk
menangkap dan dan memberi tanda selanjutnya lakukan penangkapan terhadap hewan
dimaksud. Semua hewan yang tertangkap diberi tanda, selanjutnya lepaskan kembali
hewan-hewan tersebut ke habitat seperti semula.

Melewati selang waktu satu atau dua minggu lakukan penangkapan kedua.
Penangkapan kedua ini harus memperhatikan waktu, lokasi, dan cara penangkapan
pertama. Artinya, usahakan ketiga hal tersebut sama (pukul berapa, lokasinya dimana saja
dan dengan cara apa hewan tsb ditangkap). Kemudian hitunglah berapa jumlah individu
yang bertanda dan tidak bertanda pada penangkapan kedua ini, selanjutnya masukkan data
yang diperoleh ke rumus di bawah ini.

  atau sama dengan

Keterangan:
N   = estimasi jumlah anggota populasi spesies
M  = jumlah anggota populasi tangkap pertama (yang
        ditandai)
n   = jumlah anggota populasi tangkap kedua (yang ditandai
        dan tidak ditandai)
R   = jumlah anggota populasi tangkap kedua (hanya yang
        ditandai)

Perhitungan statistik selalu mewaspadai adanya faktor kesalahan yang terjadi baik
pada saat menentukan luas habitat, ketika proses penentuan sampel dan waktu/cara
pengambilan sampel. Dalam konteks ini maka perhitungan estimasi di atas harus
memperhitungkan margin of error-nya sehingga pendugaan akan memiliki angka yang
diperkirakan mendekati kenyataan. Margin of error dihitung dengan mencari standard of
error (SE) melalui rumus di bawah ini.
Margin of error dihitung dengan rumus
Keterangan: jika t terletak pada degree of freedom tak hingga dengan alpha 5% maka diketahui nilai t =
1,96.
E.    HASIL PENGAMATAN
Tabel Rekapitulasi Estimasi Ikan

Jumlah ikan
Penangkapan Penangkapan kedua (ekor)
Spot pertama (ekor) Ikan yang ditandai Ikan yang tidak ditandai
1 53 3 48
2 48 9 37
3 56 0 39
Rumus:
  atau sama dengan

Keterangan:
N   = estimasi jumlah anggota populasi spesies
M  = jumlah anggota populasi tangkap pertama (yang
        ditandai)
n   = jumlah anggota populasi tangkap kedua (yang ditandai
        dan tidak ditandai)
R   = jumlah anggota populasi tangkap kedua (hanya yang
        ditandai)
Spot I:

Spot II:

Spot III:

F.    DISKUSI
1.     Berdasarkan percobaan yang telah saudara lakukan, mengapa hewan tersebut dapat diduga jumlah anggota

populasinya menggunakan metode TBTLTL?

Jawab:

Karena dengan metode TBTLTL semua individu (ikan) dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk tertangkap dengan distribusi acak dan karena sudah diberi tanda maka ikan yang tertangkap bisa

diketahui jumlahnya sebab ikan yang sudah di tangkap kemudian di lepaskan lagi.

2.     Menurut saudara, seberapa tepat penggunaan metode ini mampu memperkirakan jumlah populasi yang

sebenarnya? Jelaskan alasan saudara?

Jawab:
Kurang tepat. Karena metode ini hanya metode menduga, dan tidak dapat semua individu dapat tertangkap,

sehingga jumlah populasi yang sebenarnya belum diketahui secara pasti.

3.     Kesimpulan apa yang dapat saudara tarik dari percobaan ini?

Jawab:  dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dengan melalukan percobaan ini kita bisa mengetahui

jumlah populasi suatu hewan tanpa dihitung satu persatu.

4.     Berikan saran- saran untuk memperbaiki kegiatan praktikum ini!

Jawab: disarankan mencari metode lain yang lebih akurat.

G.   KESIMPULAN
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dengan melalukan percobaan ini kita bisa mengetahui jumlah

populasi suatu hewan tanpa dihitung satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA
Penuntun praktikum Ekologi Hewan.

PRAKTIKUM V

A.   JUDUL PRAKTIKUM
Menghitung Volume Curah Hujan

B.   TUJUAN
Mencoba menghitung (menduga) volume curah hujan dalam waktu 2 minggu.

C.   ALAT DAN BAHAN


1.    Botol Sirup Indofood
2.    Corong
3.    Lakban
4.    Penggaris
5.    Gelas Ukur

D.   CARA KERJA
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah menyimpan corong diatas mulut botol
kemudian direkatkan dengan lakban. Tempatkan Botol pada tempat yang terbuka, jangan
sampai ada menghalangi jatuhnya air hujan.

Selama 2 Minggu, dalam setiap hujan hitung volume air hujan yang di dapat di dalam
botol, hitung juga tinggi serta lamanya hujan (waktu).

Kemudian hitung curah hujan dengan rumus:

E.    HASIL PENGAMATAN
Tabel rekapitulasi curah hujan selama 2 mingggu

Luas Permukaan Corong


Hari/tgl Volume (ml) ( r2 ) r =14 (m2)
Minggu / 13 Juni 2012 350 0,6
Senin/14 Juni 2012 105 0,6
Sabtu/ 19 juni 2012 450 0,6

Hujan I:
Hujan II:
Hujan III:
Hujanrata-rata:

F.    DISKUSI
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu.
Besarnya curah hujan yang dihasilkan setiap harinya tidak dapat dipastikan, kadang naik
dan bisa juga turun. Ini semua tergantung pada evaporasi yang terjadi,kelembaban suatu
daerah, tiupan angin,letak daerah tersebut dan faktor-faktor lainnya. Semakin banyak panas
yang diterima maka semakin tinggi evaporasi yang dihasilakan dan begitu juga sebaliknya.
Ini semua dipengaruhi oleh besar   kecilnya pengaruh penyinaran matahari yang
diterima,sehingga ikut mempengaruhi jumlah penguapan yang dihasilkan. Berarti hubungan
antara curah hujan dan evaporasi berbanding terbalik dimana jika evaporasinya besar
maka curah hujannya kecil begitu juga sebaliknya sehingga terbukti bahwa dalam waktu
satu minggu terjadi defisit air, yaitu nilai evaporasinya lebih tinggi dibanding curah hujan.

G.   KESIMPULAN
Besarnya curah hujan yang dihasilkan setiap harinya tidak dapat dipastikan, kadang naik
dan bisa juga turun. Ini semua tergantung pada evaporasi yang terjadi,kelembaban suatu
daerah, tiupan angin, letak daerah tersebut dan faktor-faktor lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://echievitanovita.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Share :
Share

Anda mungkin juga menyukai