PENDAHULUAN
hewan liar di masyarakat meningkat dan menjadi tidak terkontrol. Populasi hewan
liar yang tidak terkontrol dapat mempercepat penyebaran penyakit dan masalah
ini harus diselesaikan. Salah satu metode dalam pencegahan kebuntingan pada
hewan yaitu dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang dapat dijadikan
kontrasepsi yang mudah didapat adalah ragi (Duwiri et al., 2019). Pemberian ragi
tape mempengaruhi perubahan histopatologi uterus tikus putih dilihat dari adanya
proliferasi sel epitel uterus. Selain adanya proliferasi sel epitel, juga ditemukan
memiliki mitotoksin yang paling banyak ditemukan dan sangat berbahaya disebut
juga aflatoxin (Rahmanna & Taufiq, 2003). Aflatoksin dalam konsentrasi yang
rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan nekrosis pada sel hati dan ginjal
(Saad, 2001).
1
glukosa, sedangakan Saccharomyces, Candida, dan Hansenulla dapat
mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula (sukrosa) yang terlarut dalam air
menjadi gula sederhana yang terdiri atas glukosa dan fruktosa yang
makanan fermentasi gula atau pati (Onyeka et al., 2015). Contoh ragi yang sering
lainnya (Usmana et al., 2012). Etanol yang dikonsumsi akan diabsorbsi oleh
lambung dan usus lalu terdistribusi dalam cairan tubuh. Etanol yang telah
organ hepar.
metabolisme (Salasia & Hariono, 2010). Salah satunya sebagai tempat utama
metabolisme obat. Hepar yang merupakan tempat utama metabolisme obat yang
disebut juga sebagai biotransformasi dan hasil akhir dari reaksi ini berupa
substansi yang tidak aktif dan lebih larut dalam air, sehingga cepat diekskresi
melalui empedu dan urin. Kerusakan sel-sel hepar dapat disebabkan antara lain
2
oleh obat, virus, dan berbagai senyawa kimia lain mempunyai daya hepatotoksik
(Puspitasari, 2010).
dengan menggunakan hewan coba tikus putih sudah ada. Namun, informasi
mengenai dampak ragi tape sebagai kontrasepsi terhadap organ hepar belum ada.
Karena itu, sangat menarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perubahan
Histopatologi Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberikan Ragi Tape”.
diambil yaitu apakah hepar tikus putih mengalami perubahan histopatologi setelah
kontrasepsi yang aman terhadap organ hepar yang di uji coba pada tikus putih.
Dengan melihat histopatologis hepar tikus putih, maka ragi tape dapat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
manusia untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi baik. Tikus yang
banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dan peliharaan adalah tikus
putih (Rattus novergicus). Tikus putih atau biasa dikenal dengan nama lain
Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat
(Sirois, 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina,
Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Taksonomi tikus putih
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Genus : Rattus
yaitu tikus tidak dapat muntah. Hal tersebut karena struktur anatomi yang tidak
kantong empedu (Smith & Mangkoewidjojo, 1998). Selain itu, tikus putih
4
memiliki keuntungan sebagai model yang mencerminkan karakter fungsional dari
sistem tubuh mamalia. Tikus juga merupakan salah satu hewan eksperimental
yang populer dalam studi fungsi reproduksi. Salah satu keuntungannya adalah
memiliki waktu siklus reproduksi yang lebih singkat (Krinke, 2000). Tikus putih
mencit, dan mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga
memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih
kemampuan laktasi tinggi, dan cukup tahan terhadap perlakuan. Biasanya pada
umur empat minggu tikus putih mencapai berat 35-40 gram, dan berat dewasa
Tabel 2.1 Data fisiologi tikus putih (Wolfenshon dan Lloyd, 2013)
5
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-
galur tersebut antara lain : Wistar, Sparague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman.
Dalam penelitian ini digunakan galur Wistar. Tikus galur Wistar merupakan salah
satu galur tikus paling populer yang digunakan untuk penelitian laboratorium
yaitu sebagai model dalam penelitian biomedik (Johnson, 2012). Tikus galur
Karakteristik tikus galur Wistar adalah kepala tikus yang lebar, telinga panjang,
dan memiliki panjang ekor yang kurang dari panjang tubuhnya. Tikus galur
Wistar lebih aktif (agresif) dari pada jenis lain seperti tikus Sprague-Dawley
(Sirois, 2005).
2.2 Hepar
Hepar atau hati merupakan organ atau kelenjar terbesar di dalam tubuh
(Wibowo & Paryana, 2009), memiliki berat sekitar 1-2,3 kg (Waugh & Grant,
6
2011) atau sekitar 2,5% dari berat badan (Moore & Dalley, 2006). Hepar memiliki
struktur yang halus, lunak dan lentur, serta terletak di bagian atas rongga abdomen
yang menempati bagian terbesar regio hipokondrium (Waugh & Grant, 2011;
Snell, 2012). Sebagian besar hepar terletak di bawah arcus costalis kanan dan
perikardium dan jantung (Moore & Dalley, 2006). Hepar merupakan organ yang
mudah diraba dengan melakukan palpasi dinding abdomen di bawah arcus costalis
kanan, yaitu dengan memeriksa pada waktu inspirasi dalam sehingga tepi bawah
Hepar dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang tidak elastis yang disebut
& Grant, 2011). Dalam keadaan segar, hepar bewarna merah tua atau kecoklatan
yang disebabkan oleh adanya darah yang sangat banyak dalam organ ini (Leeson
et al., 1996).
Hepar memiliki 4 lobus. Dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas
terlihat adalah lobus kanan yang berukuran lebih besar, sedangkan lobus kiri
berukuran lebih kecil dan berbentuk baji (Waugh & Grant, 2011). Diantara kedua
lobus tersebut terdapat vena portae hepatis, jalur masuk dan keluarnya pembuluh
darah, saraf, dan ductus. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus
caudatus karena adanya vesical biliaris, fisurra untuk ligamentum teres hepatis,
vena cava inferior, dan fisurra untuk ligamentum venosum. Hilus hepatis atau
7
porta hepatis terdapat pada permukaan posteroinferior dan terletak di antara lobus
caudatus dan lobus quadratus. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat
pada pinggir porta hepatis dan terdapat ductus hepaticus dexter dan sinister,
cabang dextra dan sinistra arteria hepatica, vena porta, serabut-serabut saraf
simpatik dan para simpatik, serta beberapa kelenjar limfe hepar (Snell, 2012;
dari jumlah seluruh cairan limfe tubuh. Pembuluh limfe meninggalkan hepar dan
masuk ke dalam sejumlah kelenjar limfe yang ada di dalam porta hepatis.
Pembuluh eferen berjalan ke nodi cocliaci. Beberapa pembuluh limfe berjalan dari
Sistem persarafan hepar terdiri atas saraf simpatik dan para simpatik membentuk
8
Hepar sebagai kelenjar terbesar di dalam tubuh mempunyai fungsi yang
sangat bervariasi. Tiga fungsi dasar hepar adalah membentuk dan mensekresikan
menyingkirkan bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam darah (Snell, 2012).
Hepar mensekresi cairan empedu sekitar 500 sampai 1000 mL setiap hari
(Price & Wilson, 2012). Cairan empedu dialirkan ke dalam saluran empedu yang
terdiri dari pigmen empedu dan asam empedu. Bilirubin dan biliverdin merupakan
pigmen empedu yang memberi warna tertentu pada feses, sedangkan asam
empedu yang dibentuk dari kolesterol membantu pencernaan lipid (Wibowo &
Paryana, 2009). Pengeluaran empedu dari hepar dan vesica biliaris terutama diatur
oleh hormon. Aliran empedu meningkat jika kolesistokinin dikeluarkan oleh sel
vesica biliaris dan relaksasi sfingter, sehingga empedu dapat masuk ke duodenum
(Eroschenko, 2012).
karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam hepar dalam bentuk glikogen (Price & Wilson,
2012). Glikogen hepar merupakan timbunan glukosa dan dimobilisasi jika kadar
glukosa darah menurun dibawah normal (Junqueira & Carneiro, 2012). Dari depot
9
jaringan untuk menghasilkan panas dan energi, sisanya diubah menjadi glikogen
dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hepar juga mensintesis glukosa dari
hidup. Semua protein plasma (kecuali gamaglobulin) disintesis oleh hepar, yaitu
fibrinogen, dan faktor pembekuan lain. Sebagian besar degradasi asam amino
dimulai dalam hepar melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amino
(NH2) (Price & Wilson, 2012). Hepar juga berperan penting dalam sistem imun.
Antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma di lamina propria usus diserap dari
darah oleh hepatosit dan diangkut ke dalam canalikulus dan empedu serta antibodi
masuk ke lumen usus, tempat zat ini mengontrol flora bakteri usus (Eroschenko,
2012).
berperan dalam melindungi tubuh dari berbagai racun dan benda asing yang
masuk ke dalam tubuh dengan merubah semua bahan-bahan asing atau toksin dari
luar tubuh. Bahan-bahan asing atau toksin tersebut dapat berupa makanan, obat-
obatan dan bahan lainnya, dapat juga bahan dari dalam tubuh sendiri yang
menjadi bahan yang tidak aktif. Kemampuan detoksifikasi ini terbatas, sehingga
tidak semua bahan yang masuk dapat didetoksifikasi dengan sempurna, tetapi
10
tubuh diubah oleh enzim hepatosit melalui oksidasi, hidrolisis, atau konjugasi
(Price & Wilson, 2012) menjadi senyawa yang tidak lagi bersifat toksik, dan
kemudian dibawa oleh darah ke ginjal untuk diekskresi (Junquiera & Carneiro,
2012).
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel
hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar
1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
Gambar 2.3 Histologi normal hepar tikus.LiPa: liver parenchyma, PoTr: portal
triad, CeVe:central verin, BiDu: Biler duct, HeAr:hepatic arteri, PoVe:portal vein,
KuCe:kuffer cell, He: hepatocit, Si:sinusoid, (Anonim, 2004)
tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh
11
3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer
yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik
ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal
vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Gibson, 2003). Traktus portal
terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari
vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari
3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah
venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat
arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri
hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain
Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus
hepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal.
Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatik terminal, dimana darah
mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini
terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal
sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak
paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet
berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini paling mudah terkena jejas iskemik
(Junqueira, 2000).
12
Hepar merupakan organ yang berpotensi mengalami kerusakan akibat
a. Kongesti
Kongesti ditandai dengan warna merah pada sel hal tersebut terjadi
akibat reaksi keradangan dan kerusakan bagian organ (Royan at al,. 2014).
darah di dalam pembuluh darah sehingga akan ampak kapiler darah melebar
b. Degenerasi sel
hati diawali dengan adanya degenerasi sel pada hati. Degenerasi sel adalah
perubahan struktur sel normal sebelum terjadi kematian sel (Spector, 2006).
c. Nekrosis
jarungan hepar diantara sel yang masih hidup. Tahapan nekrosis berkaitan
dangan tepi perubahan inti. Perubahan itu adalah piknosis, karyoreksis dan
13
keryolisis. Pada piknosis, inti sel menyusut dan tampak adanya “awan gelap”.
terbesar didalam inti. Sedangkan pada saat karyolisis inti menjadi hilang
(lisis) sehingga pada pengamatan tampak sebagai sel yang kosong (Price and
Lorraine, 2006).
nekrosis terbagi menjadi tiga yaitu nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis
submasif. Nekrosis sel hati fokal adalah nekrosis yang terjadi secara acak
pada satu sel atau sekelompok kecil sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus
hati. Nekrosis ini dikenali pada biopsi melalui badan asidofilik (councilman)
yang merupakan sel hati nekrotik dengan inti piknotik atau lisis dan
sitoplasma terkoagulasi berwarna merah muda. Selain itu dapat dikenali juga
pada daerah lisis sel hati yang dikelilingi oleh kumpulan sel kupffer dan sel
radang. Nekrosis zona sel hati adalah nekrosis sel hati yang terjadi pada
merupakan nekrosis sel hati yang meluas melewati batas lobulus, sering
14
Gambar 2.4 Gambaran histopatologi hepar tikus putih (HE. 400X).
Terlihat adanya hemoragi yang ringan pada hepar (A), kongesti yang ringan
pada sel hepatosit (B), degenerasi yang ringan pada sel hepatosit (C), dan
nekrosis yang ringan pada sel hepatosit (D). (Gunawan, 2019)
2.3 Ragi Tape
Ragi tape merupakan bibit atau starter membuat berbagai macam makanan
fermentasi, seperti tape, ketan atau singkong tape ubi jalar, brem cair atau padat
dan lainnya. Ragi tape umumnya terdiri dari kapang khamir dan bakteri. Ragi
yang mengandung mikroflora seperti kapang, khamir dan bakteri dapat berfungsi
sebagai stater fermentasi. Selain itu ragi juga kaya akan protein yakni sekitar 40 –
50% jumlah protein ragi tersebut tergantung dari jenis bahan penyusun (Susanto
Ragi tape berwujud padat dengan bentuk bulat pipih berwarna putih,
sedangkan ragi tempe berbentuk bubuk. Ragi tape terdiri mikroba bibit atau
disebut juga starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi, seperti
tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat dan lainnya (Hidayat
et al., 2006).
15
ragi umumnya terdiri atas berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang) terdiri
Aspergillus flavus memiliki mitotoksin yang paling banyak ditemukan dan sangat
berbahaya disebut juga aflatoxin (Rahmanna & Taufiq, 2003). Aflatoksin dalam
(sukrosa) yang terlarut dalam air menjadi gula sederhana yang terdiri atas
(Oktaviana et al., 2015). Alkohol, terutama etanol dan metanol adalah produk
atau pati (Onyeka et al., 2015). Contoh ragi yang sering digunakan pada
2012).
16
2.3.1 Etanol
etanol dengan melibatkan enzim yang berasal dari mikrobia. Etanol memiliki
struktur kimia CH3CH2OH, memiliki sifat mudah menguap, tidak berwarna, dan
(Sebayang, 2006).
asam asetat oleh aldehid dehidrogenase (ALDH). Baik etanol maupun asetaldehid
2.3.2 Metanol
CH3OH, dengan berat molekul 32. Titik didih 640-650 C (tergantung kemurnian),
dan berat jenis 0,7920-0,7930 (juga tergantung kemurnian). Secara fisik metanol
merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol, dapat bercampur dengan air,
dan mudah terbakar dengan api yang berwarna biru (Spencer, 1988).
Metabolisme metanol sebagian besar terjadi di hepar, karena itu salah satu
organ yang mengalami kerusakan akibat metanol adalah hepar. Kerusakan pada
sel hepar disebabkan karena radikal bebas, formaldehid dan asam format.
17
2.4 Kerangka Konsep
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik
dari singkong maupun beras ketan. Menurut Dwijoseputro dalam Tarigan (1998)
ragi tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari spesies-spesies genus
Aspergullis. Ragi tape merupakan populasi campuran yang terdiri dari spesies-
mengandung beberapa macam spesies fungi yang bergabung dan bekerja sama
diketahui, metabolit utama berupa metanol, etanol, karbondioksida, air dan sedikit
akan diabsorbsi oleh lambung dan usus lalu terdistribusi dalam cairan tubuh.
Etanol yang telah dikonsumsi akan masuk ke dalam hepar. Penggunaan etanol
kontrasepsi pada anjing dan kucing. Pada saat ini belum ada informasi lebih lanjut
mengenai efek samping pemberian ragi tape terhadap organ tubuh lainnya, salah
18
Berikut skema kerangka konsep dan variable-variabel dalam bentuk
bagan:
Tikus Putih Betina Variabel bebas :
Ragi Tape
Variabel Kendali:
Umur
Berat Badan
Jenis kelamin
Lingkungan
Cara pembelian
Histopatologi Hepar
Keterangan : diteliti
tidak diteliti
2.5 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
terjadi perubahan histopatologi organ hepar akibat pemberian ragi tape pada tikus
19
20
BAB III
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan coba berupa 24
ekor tikus putih betina berumur 4-5 bulan, dengan berat 100-200 gr. Hewan ini
rumus Federer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pakan tikus, air,
Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%, alkohol 70%, 80%, 90%, dan alkohol
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang hewan
percobaan, tempat minum, glove, tissue processor, alas kandang, tempat pakan,
Haematoksilin-Eosin.
rumus Federer yaitu (t-1) (n-1) ≥ 15, dimana t adalah jumlah perlakuan (4) dan n
adalah banyaknya ulangan tiap perlakuan (Abdullah, 2010). Jumlah objek dari
21
kali ulangan. Spesimen yang digunakan adalah organ hepar dan dilanjutkan
Penelitian ini menggunakan Ragi tape dengan dosis bertingkat yaitu 100
Tikus putih betina dibagi ke dalam empat kelompok secara acak yang terdiri
dari: kelompok kontrol (P0) yang diberi pakan dan minum saja. Kelompok (P1)
22
yang diberikan Ragi Tape melalui pakan dengan dosis 100 mg/kg BB. Kelompok
(P2) yang diberikan Ragi Tape melalui pakan dengan dosis 200 mg/kg BB.
Kelompok (P3) yang diberikan Ragi Tape melalui pakan dengan dosis 300 mg/kg
BB. Ragi pada pakan dicampur dengan cara mengahaluskan pakan dan ragi
berdasarkan dosis perlakuan per kelompok. Lalu pakan dan ragi dicampurkan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ hepar dari 24 ekor
tikus putih betina galur wistar yang berumur 4-5 bulan dengan berat badan 100-
200 gram. Selanjutnya diberikan perlakuan selama 21 hari, dan dinekropsi pada
Skema perlakuan:
kontrol P3 P2 P3
Tikus putih betina diadaptasi selama 7 hari dan perlakuan dilakukan selama 30
hari
23
3.7.3 Pembuatan preparat histologi
perlakuan selama 21 hari, pada hari ke-22 dinekropsi dan diambil heparnya, lalu
(HE).
hepar selanjutnya diperkecil lagi dengan irisan tipis dan disimpan dalam tissue
cassette, lalu difiksasi dalam larutan (NBF) selama 18-24 jam. Setelah fiksasi
selesai, dilakukan proses dehidrasi dan clearing dengan satu sesi larutan yang
absolut, toluene, dan parafin, secara bertahap dan dalam waktu satu hari.
Spesimen diblocking dengan embedding set yang dituangi parafin cair lalu
didinginkan.
24
1. Kongesti
2. Degenerasi sel
3. Nekrosis
dosis yang diberikan dikumpulkan dan dianalisis secara statistik non parametrik
menggunakan uji Kruskal-Wallis. Jika ada perbedaan nyata (P < 0,05) dilanjutkan
25
3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian
Udayana.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adiyati PN. 2011. Ragam jenis ektoparasit pada hewan coba tikus putih (Rattus
norvegicus) galur Sprague dawley. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Anonim,2004.http://www.ctrgenpath.net/static/atlas/mousehistology/Windows/ly
mphati/heart4.html diakses tanggal 28 Februari 2020 pukul 20.00 WITA.
Eroschenko, VP. 2012. Atlas Histologi difiore: dengan korelasi fungsional Ed.11.
EGC. Jakarta.
Gunawan Made Dodi, I Made Merdana, I Made Kardena, Ketut Budiasa. 2019.
Histopatologi Hepar Tikus Putih Setelah Pemberian Ekstrak Sarang Semut
yang Diinduksi Paracetamol Dosis Toksik. Buletin Veteriner Udayana.
Volume 11 No. 1: 14-20.
27
Junquiera, LC and Carneiro, J 2012. Histologi dasar, Edisi 10. trans. A Dharma,
EGC, Jakarta.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods. 2nd ed. Canada:
Pergamen Pr.
Krinke GJ. 2000. The Handbook of Experimental Animals: The Laboratory Rat.
London: Academic Press.
Moore, KL and Dalley, AF 2006, Clinically oriented anatomy, 5th Ed, Lippincott
Williams and Wilkins, Philadelphia, Pp. 289.
Netter, Frank MD. 2006. Atlas of Human Anatomy. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Oktaviana, Y.A., Dadang, S., Endang, S. 2015. Pengaruh Ragi Tape terhadap pH,
Bakteri Asam Laktat dan Laktosa Yogurt. Fakultas Pertanian, Universitas
Bengkulu.
Price, SA., Wilson, LM. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
6 Vol.1. trans. H. Pendit, M. Wulansari. EGC. Jakarta.
Puspitasari ika. 2010. Jadi Dokter Untuk Diri Sendiri. Yogyakarta:B First.
28
Rahmanna dan A. Taufiq. 2003. Aflatoksin: senyawa racun pada biji kacang
tanah. Bulletin Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Sharp P, Villano J, 2013, The Laboratory Rat Second Edition (The Laboratory
Animal Pocket Reference Series), CRC Press, Taylor and Francis Group,
6000 Broken Sound Parkway NW Suite 300, USA. pp 6-7.
Snell, RS. 2012. Anatomi klinis berdasarkan sistem, trans. L Sugiharto, EGC,
Jakarta, Hal. 122-127.
Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik (Terjemahan: Bambang Sumantri). Jakarta: PT.
Gramedia.
29
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina
Ilmu, Surabaya.
Usmana, A.S., Rianda, S., & Novia. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu
fermentasi terhadap kadar etanol (Bahan baku tandan kosong kelapa sawit
dengan pretreatment alkali). Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, 18(2), 17-25.
Wibowo, DS., Paryana, W. 2009, Anatomi tubuh manusia, Graha Ilmu, Bandung,
Hal. 345-352.
30