Anda di halaman 1dari 13

PELAKSANAAN REKAM MEDIS ELEKTRONIC (EMR) :

BAGAIMANA PENYEDIA LAYANAN KESEHATAN MENGELOLA

TANTANGAN MENUJU PERUBAHAN SISTEM DIGITAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata ajar Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Dosen pengampu : Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp., MARS.

Dsusun Oleh :

BUDIYATI

NPM : 0906620083

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2010
ABSTRAK

Electronic Medical Record (EMR) bukan sistem baru dalam dokumentasi catatan
medik pasien. Electronic Medical Record adalah sebuah sistem yang berisi riwayat kesehatan
dan penyakit pasien, hasil tes diagnostik, data-data medis yang lain dan informasi biaya
perawatan. EMR akan meningkatkan pelayanan kesehatan oleh pemberi pelayanan dalam
perawatan pasien, tetapi pengelola pelayanan kesehatan harus mengeluarkan biaya yang
cukup tinggi untuk menyediakan sistem teknologi informasi untuk menggunakan EMR.
Implementasi tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba tetapi membutuhkan waktu yang cukup
lama. Implementasi EMR merupakan sebuah proses dan proyek besar dari sisitem teknologi
informasi karena penuh dengan tantangan. Pengelola tidak selalu dapat menerima tantangan
dan mengatur dengan efektif dan kritis agar dapat melakukan perubahan sistem informasi dan
teknologi yang baru. Pada akhirnya teknologi informasi elektronik yang baru diharapkan
dapat meningkatkan privacy dan confidentiality. EMR sudah digunakan di berbagai rumah
sakit di dunia sebagai pengganti atau pelengkap rekam kesehatan berbentuk kertas. Di
Indonesia dikenal dengan Rekam Medis Elektronik (RME). Sejak berkembangnya e-Health,
EMR menjadi pusat informasi dalam sistem informasi rumah sakit. EMR sudah mulai
digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia khususnya rumah sakit dengan penanam
modal asing (PMA), namun demikian para tenaga kesehatan dan pengelola sarana pelayanan
kesehatan masih ragu untuk menggunakannya karena belum ada peraturan perundangan yang
secara khusus mengatur penggunaannya.Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas
keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk implemetasi EMR. Artikel ini
hasil studi pustaka tentang implementasi EMR, mencakup: studi kasus pemakaian EMR
(Journal AHIMA), dampak EMR pada fungsi-fungsi Manajemen Informasi Kesehatan (MIK)
dan pengujian penerimaan EMR.

I. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan Rekam Medis di rumah sakit Indonesia dimulai Tahun 1989 sejalan
dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.749a/Menkes/PER/XII/
1989 tentang Rekam Medis, yang mana pengaturannya masih mencakup rekam medis
berbasis kertas (konvensional). Rekam medis konvensional dianggap tidak tepat lagi untuk
digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi secara intensif dan lingkungan yang
berorientasi pada otomatisasi pelayanan kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang
melanda dunia telah berpengaruh besar bagi perubahan pada semua bidang, termasuk bidang
kesehatan. Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi
tren dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam kesehatan elektronik. Selama ini
rekam medis mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan Permenkes No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai
pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan No.749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat EMR sudah
banyak digunakan, namun belum mengatur mengenai EMR. Begitu pula Peraturan Menteri
Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis belum sepenuhnya mengatur
mengenai EMR. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Rekam medis harus
dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat
tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medis secara
elektronik (EMR).
Penyelenggaraan EMR di rumah sakit sejalan dengan adanya tuntutan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang semakin berkualitas, karena salah satu keuntungan yang
dapat diperoleh dengan EMR yaitu mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme
yaitu (1) pencegahan adverse event, (2) memberikan respon cepat segera setelah terjadinya
adverse event dan (3) melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event.
(Anis Fuad, 2005)
Keuntungan lain dari EMR yaitu dapat memberikan peringatan dan kewaspadaan
klinik (clinical alerts and reminders), hubungan dengan sumber pengetahuan untuk
menunjang keputusan layanan-kesehatan (health care decision support) dan analisis data
agregat (Johan Harlan).
Selain itu dengan adanya EMR memungkinkan terselenggaranya komunikasi silang
yang semakin kompleks antara sesama tenaga kesehatan dengan berbagai pihak yang sama-
sama memberikan pelayanan kepada pasien di sarana pelayanan kesehatan, dan EHR juga
dapat digunakan sebagai salah satu masukan penting dalam mengukur keberhasilan program
kesehatan di instansi pelayanan yang ada. (Menkes RI, 2005).
Saat ini di Indonesia tercatat sekitar 1300 RS dan ribuan puskesmas (Menkes RI)
yang tentunya pemerintah perlu memikirkan rancangan induk (grand disain) EMR yang
disusun secara strategis per regional meliputi wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat.
Rancangan EMR tersebut tentunya harus dapat mengatasi hal-hal yang sering terjadi pada
rekam medis berbasis kertas antara lain: (1) Aksesibilitas informasi kesehatan pasien belum
real time, (2) kelengkapan, keakuratan dan keamanan informasi kesehatan pasien masih
rendah, (3) Pemanfaatan data pasien dalam pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi di sarana pelayanan kesehatan oleh para pengelola sarana
pelayanan kesehatan belum optimal, (4) Data pasien belum dioptimalkan oleh para tenaga
kesehatan untuk memberikan pelayanan secara berkesinambungan dalam rangka pelayanan
yang efektif dan efisien.
II. KAJIAN LITERATUR
A. Pengertian EMR
Rekam Medis Elektronik atau Electronic Medical Record sering disingkat EMR.
EMR merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam medis dan proses yang
berhubungan dengannya. Pada awalnya rekam medis di Indonesia masih dikenal dengan
istilah rekam medis yang sampai saat inipun sebagian rumah sakit di Indonesia masih
menggunakan istilah yang sama. Rekam Medis Kesehatan menurut Lampiran SK PB IDI No
315/PB/A.4/88 adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien.
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor:269/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis
menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien (Bab I pasal 1).
Rekam medis yang memuat informasi evaluasi keadaan fisik dan riwayat penyakit
pasien amat penting dalam perencanaan dan koordinasi pelayanan pasien, bagi evaluasi lanjut
serta menjamin kontinuitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu kelengkapan,
keakuratan dan ketepatan waktu pengisian harus diupayakan dalam organisasi kesehatan
karena amat penting bagi kelayakan tindakan pelayanan dan rujukan.
EMR bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan diinstall seperti paket word-
processing atau sistem informasi pembayaran dan laboratorium yang secara langsung dapat
dihubungkan dengan sistem informasi lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu.
EMR merupakan sistem informasi yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu
set fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health Records: A
Practical, Guide for Professionals and Organizations harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
- Mengintegrasikan data dari berbagai sumber (Integrated data from multiple source)
- Mengumpulkan data pada titik pelayanan (Capture data at the point of care)
- Mendukung pemberi pelayanan dalam pengambilan keputusan (Support caregiver
decision making).
Sedangkan Gemala Hatta menjelaskan bahwa EMR terdapat dalam sistem yang secara
khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas untuk
kelengkapan dan keakuratan data; memberi tanda waspada; peringatan; memiliki sistem
untuk mendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis
serta alat bantu lainnya.
WHO juga memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian EMR, yang
berlandaskan pada beberapa perbedaan penerapan EMR di beberapa negara. Namun
demikian, WHO menjelaskan bahwa EMR idealnya harus mampu:
- Collect clinical, administrative and financial data at the point time;
- Exchange data more easily between health professionals to facilitate continuing care;
- Measure clinical improvement and health outcomes, compare the outcomes againts
benchmarks and facilitate research and clinical trials;
- Provide valuable statistical data in a timely and efficient manner to public health and
goverment ministries (such reporting of health data is important in the detection and
monitoring of disease outbreaks, as well as providing meaningful and accurate
statistics to measure the health status of the population; and Support management in
administrative and financial reporting and other processes.

B. Komponen EMR
Menurut Johan Harlan, komponen fungsional EMR, meliputi:
1. Data pasien terintegrasi
Repository (gudang data) yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau
cara lain untuk mengintegrasikan data.
2. Dukungan keputusan klinik
Rules engine, yang menyediakan program logic yang dapat dipakai untuk menunjang
keputusan seperti: kewaspadaan dan pernyataan, daftar permintaan (order set) dan
protokol klinis.
3. Pemasukan perintah klinikus
Human interface, memperoleh data dalam waktu yang tepat bagi pelayanan (at the
point of care) dan kemampuan untuk mengakses data, aturan dan proses data (mined
data) melalui data agregat dan analisis data.
4. Akses terhadap sumber pengetahuan
Sumber pengetahuan, yakni membuat informasi yang selalu tersedia bagi kepentingan
sumber-sumber luar.
5. Dukungan komunikasi terpadu
Gudang data (data warehouse) data spesifik yang dapat diproses (yakni data agregat
dan data yang akan dianalisis) yang menghasilkan informasi yang amat berguna.
Pengambilan keputusan untuk menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara apapun termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal
komputer, komputer pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan dll.

C. Implementasi EMR di Sarana Pelayanan Kesehatan


Salah satu aspek yang paling sulit dalam menerapkan EMR adalah pada tahapan
implementasi. Ada beberapa alternatif implementasi yaitu:
1. Implementasi seluruh fungsi di semua unit (instalasi) pada saat yang sama secara
menyeluruh di rumah sakit,
2. Implementasi seluruh fungsi pada satu unit (instalasi). Jika di lokasi tersebut sudah
stabil, kemudian dilanjutkan ke seluruh lokasi lain pada saat yang sama,
3. Implementasi fungsi-fungsi terbatas pada seluruh unit (instalasi), misalnya permintaan
tes laboratorium secara elektronik. Jika fungsi ini sudah menjadi bagian dari kegiatan
klinik secara rutin, kemudian menerapkan lebih banyak fungsi lagi,
4. Kombinasi dari pendekatan-pendekatan di atas, misalnya menerapkan fungsi terbatas
pada satu lokasi. Jika fungsi tersebut sudah stabil, kemudian memperluas berbagai
fungsi pada lokasi tersebut dan kemudian diperluas ke berbagai unit di seluruh rumah
sakit.
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan EMR yaitu mencegah kejadian medical error
melalui tiga mekanisme yaitu:
1. Pencegahan adverse event,
2. Memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan
3. Melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. (Anis Fuad)
Kelemahan EMR di Sarana Pelayanan Kesehatan:
1. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada rekam medis kertas, untuk
perangkat keras, perangkat lunak dan biaya penunjang
2. Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari sistem dan
merancang ulang alur kerja.
3. Konversi rekam medis kertas ke EMR membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan
kepemimpinan
4. Risiko kegagalan sistem komputer
5. Masalah pemasukan data oleh dokter
6. Analisis data agregat
Beberapa permasalahan yang akan muncul pada sistem EMR, yaitu
1. Pemasukan data (data entry), meliputi: pengambilan data (data capture), input data,
pencegahan error, data entry oleh dokter,
2. Tampilan data (data display), meliputi: flowsheet data pasien, Ringkasan dan abstrak,
turnaround documents, tampilan dinamik,
3. Sistem kuiri (tanya; query) dan surveilans, meliputi pelayanan klinik, penelitian
klinik, studi retrospektif dan administrasi.
Isu utama yang harus di atasi menurut Johan Harlan, yaitu: (1) Kebutuhan terhadap standar di
bidang terminology klinik, (2) Keperdulian terhadap privacy, kerahasiaan, dan keamanan
data, (3) Penentangan terhadap pemasukan data (data entry) oleh dokter dan (4) Kesulitan
sehubungan dengan integrasi system rekam medis dengan sumber informasi lain dalam
pelayanan kesehatan.

D. Strategi Implementasi dan Pengembangan EMR


Faktor yang mendukung adopsi EMR di sarana pelayanan kesehatan:
1. Perubahan ekonomi kesehatan dengan adanya trend untuk melakukan penghematan,
2. Peningkatan komputer literacy dalam populasi umum, termasuk generasi baru
klinikus,
3. Perubahan kebijakan pemerintah,
4. Peningkatan dukungan terhadap komputasi klinik.
Faktor-faktor yang menghambat adopsi EMR:
1. Pihak Manajemen RS
a. Ketidakmatangan teknologi, termasuk disparitas antara tingkat pertumbuhan
kapasitas perangkat keras dengan tingkat produktivitas pengembangan perangkat
lunak
b. Butuh modal awal untuk investasi
c. Penyelesaian dan instalasi perangkat lunak seringkali terlambat dari yang
direncanakan
d. Perbaikan untuk implementasi butuh tambahan biaya besar dan waktu yang lama
e. Permasalahan pada pengembangan perangkat lunak meningkatkan resistensi lokal
dan menurunkan produktivitas klininikus.
2. Pihak Klinikus
a. Aplikasi tidak ramah pada pengguna,
b. Fokus utama administrator kesehatan tertuju pada sistem keuangan,
c. Membutuhkan waktu yang lama untuk penanganan pasien khususnya dalam
pengisian data
d. Sistem EMR meningkatkan dokter menyelesaikan pengumpulan informasi secara
intensif, tetapi sulit memfokuskan perhatian pada aspek komunikasi lain dengan
pasien,
e. EMR memerlukan terlalu banyak langkah untu menyelesaikan tugas sederhana,
f. EMR tidak efektif mengakomodasi dengan masalah berganda,
g. Dekstop di ruang periksa mengganggu arah posisi duduk dokter dan pasien,
h. Keamanan desktop di ruang periksa tidak terjamin jika pengunjung membawa
anak-anak yang sangat aktif.
Berdasarkan beberapa hal yang diketahui dalam implementasi EMR, maka diperlukan standar
EMR untuk meningkatkan kualitas dan pengembangan kebijakan kesehatan, yaitu (1)
Mengurangi biaya pengembangan, (2) Meningkatkan keterpaduan data, (3) Memfasilitasi
pengumpulan data agregat yang bermakna.
Sebagai strategi dalam implementasi EMR yang pertama, yaitu perlu adanya pemilihan
Sistem EMR di sarana pelayanan kesehatan, melalui tahapan:
1. Penelusuran kebutuhan
a. Tim kerja/komite
Merupakan komponen yang esensial dalam asesmen dan seleksi sistem.
Kepemimpinan tim ini bisa berdampak pada kesuksesan atau kegagalan proyek.
Tim ini umumnya dipimpin oleh seorang manajer atau direktur pelayanan
informasi atau orang yang memiliki posisi administratif yang menentukan dalam
struktur di organisasi tersebut
b. Konsultan
Konsultan dapat dibutuhkan dan dilibatkan dalam setiap tahap seleksi sistem
termasuk tahap penelusuran kebutuhan.
2. Pengembangan visi
Pada tahap ini sudah harus bisa direfleksikan visi, misi, tujuan, lingkup pelayanan dari
organisasi. Hal-hal ini harus mengidentifikasi bagaimana langkah pengembangan dari
organisasi akan dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen/klien (termasuk
misalnya meningkatkan arti dan keakuratan data klien, peningkatan kualitas dan juga
peningkatan kenyamanan kerja karyawan).
3. Pemahaman sistem yang ada
Dengan memahami keadaan tentang bagaimana saat ini proses pencatatan data,
pemrosesan dan pendayagunaan informasinya bisa menjadi ”starting point” dalam
penelusuran kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan untuk kebutuhan ini meliputi wawancara (dengan atau
tanpa kuesioner) dan observasi terhadap kegiatan harian dalam lingkup yang akan
dikembangkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahap ini adalah untuk mengetahui:
a. jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap pengguna
b. siapa saja yang menggunakan informasi yang dihasilkan oleh sistem
c. bagaimana informasi tersebut didayagunakan
d. di tingkat mana saja dan dalam konteks apa saja informasi tersebut dibutuhkan
e. media apa saja yang dibutuhkan dalam penangkapan data dan penyampaian
informasinya.
4. Penentuan kebutuhan sistem
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem adalah
dengan interview terhadap staf dari setiap unit atau area kerja yang terkait.
Interviewer harus menanyakan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh unit tersebut
dan apa yang diinginkan tapi tidak bersifat esensial (tidak harus ada). Hal yang
”dibutuhkan” selanjutnya akan termasuk dalam kriteria necessary/must sedangkan hal
yang ”diinginkan” akan termasuk dalam kriteria desired/wants.
Contoh informasi yang esensial tentang klien misalnya nama pasien, dokter yang
merawat, dan informasi tentang asuransinya. Hal yang tidak dibutuhkan saat ini
(wants) bisa ditelaah lagi apakah memang akan menjadi penting pada saat yang akan
datang, misalnya penerapan teknologi pengenal suara/voice recognation.
Sebagai strategi lain dalam implementasi EMR, yaitu harus diantisipasi adanya kesalahan
(error) yang mungkin terjadi, yakni error within dan error without.
1. The Errors Within (Intrinsic risk factors): Intrinsic risk factors are anticipated
sources of errors, which are within the control of the information producer or
user, include:
a. Design: Proses disain mendefinisikan kebutuhan users, fungsi sistem dan
alur kerja sistem
b. Data; perlu adanya standarisasi (alur data)
c. Deployment; ujicoba sistem baru
d. Development; fase pengembangan konstruksi dan verifikasi disain system
e. Detection; Deteksi kesalahan perlu dilakukan
2. The Errors Without (Extrinsic risk factors): Extrinsic risk factors are unanticipated
errors caused by factors outsides of the system and beyond the control of
information producers or users, include:
a. Change; perlu adanya perubahan-perubahan sesuai perkembangan
b. Communication; diperlukan antar para pengguna (users)
c. Complexity; banyaknya variasi komponen dan interface pada sistem RME
d. Corruption
e. Conversion; terjadi pada penyatuan, pemisahan dan transformasi informasi ke
media lain
Teknologi penunjang EMR merupakan strategi keberhasilan implementasi EMR, yaitu:
1. Teknologi dan Kualitas Data; teknologi dan database serta manajemen basis data
a. Aplikasi
b. Pelayanan rawat jalan
c. Pelayanan rawat inap
d. Penunjang diagnostik
e. Lain-lain: registrasi, statistik kesehatan, riset dan epidemiologi dll
f. Tipe Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
1) Tipe Data: tulisan, angka, suara, image/film, video, gambar, tanda (EEG dan
ECT)
2) Perangkat keras (Hardware); pheriperal equipment (CD Rom), Data input
device (workstation dan PC), Output Devicenya (printer dan modem)
3) Perangkat lunak (Software); programming language, database.
4) Lain-lain.
Hasil survey Capgemini seperti dijelaskan pada jurnal American Health Information
Management Association (AHIMA) Januari 2005 bahwa 90% pimpinan dari sarana
pelayanan kesehatan merencanakan untuk menerapkan EMR dalam enam bulan yang akan
datang. Lebih dari 50% responden mengatakan sudah melakukan diskusi internal atau rapat
yang membahas tentang penerapan EMR serta para pimpinan tersebut telah mengembangkan
analisis keuangan terhadap dampak penerapan EMR. Pada survey tersebut juga diperoleh
informasi bahwa lebih dari 70% responden setuju bahwa penerapan EMR akan memberikan
keuntungan finansial.
Modal atau investasi awal merupakan barrier utama dalam penerapan EMR. Kendala-
kendala lain dalam penerapan EMR meliputi: (1) Physician resistance, (2) Lack of
technology standards, (3) Staff workload. Beberapa renponden juga menyatakan bahwa
budaya pelayanan kesehatan masa kini merupakan barrier pada EMR. Berdasarkan survey ini
juga dijelaskan bahwa perbedaan luas adopsi EMR memerlukan perubahan utama perilaku,
aliran kerja (workflows), hubungan antara organisasi kesehatan. Para pimpinan menyarankan
kepada pemerintah untuk:
a. Mengembangkan standar teknologi (developed technology standards),
b. Menyediakan subsidi keuangan untuk mendorong penerapan EMR (provide
subsidies or tax credits to encourage adoption of EMRs),
c. Menjalankan tugas (mandate compliance),
d. Mengedukasi para dokter dan masyarakat tentang keuntungan EMR (educate
physicians and the public about EMR benefits),
e. Menetapkan departemen pusat untuk menyediakan pandangan secara nasional
(establish a federal department to provide national oversight).

III. KESIMPULAN

Implementasi EMR merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi setiap sarana
pelayanan kesehatan yang dipicu oleh peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu
diperlukan pemahaman bersama dalam strategi imlementasi EMR.

Kunci sukses implementasi EMR di sarana pelayanan kesehatan tidak terlepas dari
peran serta pemerintah dalam menyiapkan kebijakan terkait dengan implementasi EMR
antara lain: Standarisasi model EMR yang sesuai di sarana pelayanan kesehatan Indonesia,
Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari UU ITE No. 11 tahun 2008 dan Pedoman
pelaksanaan EMR di sarana pelayanan kesehatan termasuk standarisasi istilah-istilah data
dasar yang diperlukan dalam EMR.
DAFTAR PUSTAKA

Amatayakul Margret K., Electronic Health Records: A Practical Guide for Professionals and
Organizations, American Health Information Management Assosiation (AHIMA),
Chicago Illinois, 2004, diperoleh tanggal 1 29 Oktober 2010.

Berg Marc, Health Information Management Integrating Information Technology in Health


Care Work, Routledge, New York, 2004 diperoleh tanggal 1 November 2010.

Deborah Kohn, When the Writ Hits the Fan: The Importance of Managing Electronic Health
Records (EHR), Journal AHIMA, September 2004 – 75/8, diperoleh tanggal 1
November 2010.

Elaine O’Bleness, From Electronic Document Management to EHR, Journal Health


Manajement Technology, Januari 2005- 26/1, ABI/INFORM Global pg 54. Diperoleh
tanggal 1 November 2010.

Fuad Anis, Persiapan Tenaga Medis dalam Persiapan RKE di Indonesia, Makalah dalam
seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005

Fuad Anis, Teknologi Informasi untuk Keselamatan Pasien, (artikel elektronik) diperoleh
tanggal 29 oktober 2010, http://www.desentralisasi-kesehatan.net

Hatta Gemala, Paradigma Baru Rekam Medis: Manajemen Informasi Kesehatan, Makalah
dalam seminar sehari Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta 2005

Hanson Susan P., The EHR in India, Journal AHIMA, January 2005 – 76/1, diperoleh tanggal
1 November 2010

Harlan Johan, Dari Rekam Medik Kertas ke Rekam Kesehatan Elekronik, (artikel elektronik)
diperoleh tanggal 29 oktober 2010.

Madhavan Nayar and Sharon Miller, Anticipating Error: Identifying Weak Links in the
Electronic Healthcare Environment, Journal AHIMA, September 2004 – 75/8,
diperoleh tanggal 1 November 2010.

Menteri Kesehatan, 2008: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 269/Menkes/PER/III/2008


tentang Rekam Medis, Depkes RI, Jakarta

Mon Donald T., E-HIM Fundamentals: Defining the Differences between the CPR, EMR, and
EHR, Journal AHIMA, October 2004 – 75/9, diperoleh tanggal 1 November 2010.

Rochelle Brooks., Courtney Grotz., Implementation of Electronic Medical Records : How


Healthcare Providers are Managing The Challenges of Going Digital, Journal of
Bussines & Economic Research, Juni 2010-8/6, ABI/INFORM. Global pg.73, diperoleh
tanggal 29 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai