Anda di halaman 1dari 17

ASKEP ANAK DENGAN HISPRUNG

Apr13

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan


pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya
sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang
dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter
rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun
1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan
megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik
dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hisprung di Indonesia tidak
diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.

Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak
diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi
aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan
termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan
konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan
faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan
colostomi.

1. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para
pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit hisprung.
Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah
keperawatan anak.

BAB 11

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga
usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik


karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

1. Macam-macam Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan.

1. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)

1. Etiologi Hisprung
2. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi
ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
3. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di
kolon.
4. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

1. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.


2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242).

1. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)


2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran
gas yang banyak.

karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.Gejala pada anak yang lebih besar

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir


2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.

1. V.            Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson ).

1. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti
pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai
mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

 Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.

 Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)
1. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)

1. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

(Ngatsiyah, 1997 : 139)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

1. Penatalaksanaan

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau
double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel            :Penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson            : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion
dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave      : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4. Intervensi bedah

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan
prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu
kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

1. Persiapan prabedah
1. Lavase kolon
2. Antibiotika
3. Infuse intravena
4. Tuba nasogastrik
5. Perawatan prabedah rutin
6. Pelaksanaan pasca bedah
1. Perawatan luka kolostomi
2. Perawatan kolostomi
3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu.
4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan
suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana
membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.
(Betz, 2002 : 198)

1. B.     ASUHAN KEPERAWATAN HIRSPRUNG

1. I.       Pengkajian
2. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi.
3. Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada
klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

1. Riwayat kesehatan sekarang

Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.

1. Riwayat kesehatan masa lalu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

1. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
2. Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri
atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

1. Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.

1. Riwayat social

Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan hubungan
dengan orang lain.

1. Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

1. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

v  Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil,
warna kulit, edema kulit.

1. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

1. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.

1. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

1. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.

1. II.                Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Post operasi

1. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan


2. Nyeri b/d insisi pembedahan
3. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.
1. III.             Intervensi Keperawatan

v  Pre operasi

1. 1.            Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus


dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak
distensi abdomen.

Intervensi :

1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi.

Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya

1. Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan

1. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.

Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

1. 2.            Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai
kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

1. Pantau pemasukan makanan selama perawatan.

Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

1. Pantau atau timbang berat badan.


Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

1. 3.            Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor
kulit normal.

Intervensi :

1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

1. Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

1. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.

Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

1. Kaji terhadap tanda nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

v  Post operasi

1. 1.      Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan

Tujuan :memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi

1. kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.


2. Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
3. Oleskan krim jika perlu.
4. 2.      Nyeri b/d insisi pembedahan
Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur.

1. Observasi dan monitoring tanda skala nyeri.

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

1. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dansentuhan.

Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

1. 3.      Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan


perawatan kolostomi.

Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi,


pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.

Intervensi :

1. Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di rumah dan
pengobatan.
2. Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan perhatian
tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.
3. Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
4. Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi misalnya
bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.
5. Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervisi saat
orang tua melakukan perawatan ostomi.
1. Evaluasi

Pre operasi Hirschsprung

1. Pola eliminasi berfungsi normal


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4. Nyeri pada abdomen teratasi

Post operasi Hirschsprung

1. Integritas kulit lebih baik


2. Nyeri berkurang atau hilang
3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan kolon

BAB III

PENUTUP
 

1. KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.

1. SARAN

Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd),


Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.

Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta :
FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKU

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN HEPATITIS

1. Landasan Teori
1.1 Pengertian
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toxin, seperti kimia atau obat
atau agen penyebab infeksi (Suriadi, Skp dan Rita Yuliani, 2001:131).
Hepatitis adalah keradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,
bahan toxin, obat-obatan, atau bahan-bahan lain yan dapat merusak hati (RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, 1998 : 77)
Hepatitis adalah radang hati yang disebabkan oleh virus,ada 4 jenis virus : virus A(penyebab
hepatitis A),virus B(penyebab hepatitis B),dan serum hepatitis atau yang disebutikterus serum
hemologik,virus lain ialah virus non A& non B yang sering pada pasien pasca tranfusi ,virus
C,D,dll.9Ngastiyah,1997:191)Kesimpulan
Hepatitis adalah suatu keradangan hati yang disebabkan oleh virus.

1.2 Etioligi
Hipatitis virus dapat disebabkan oleh :
• Virus hipatotropik
– Virus hepatitis A
– Virus hepatitis B
– Virus hepatitis Non A dan Non B
– Virus hepatitis D/Delta
• Virus hepatitis Epidemik Non A : virus Epstein- Barr, virus sitomegali, virus herpes
simplex, virus varisela dan virus adeno.

1.2.1 Penularan
-Untuk HepatitisA
Melalui Fecal-oral route yang tebawa oleh makanan dan minuman,sanitasi buruk,institusi
yang ramai seperti rumahperawatan,RSJ,masa inkubasi 15-50 hari.
-Untuk Hepatitis B
1) Secara transmisi vertikal ialah dari ibu ke anak
Transmisi vertikal dapat terjadi intra uterin,intra partumdan post partum.
2) Secara horisontalialah dari anak ke anak.
Transmisi horisontal dapat terjadi melalui luka yang dibuat (parenteral) misalnya dengan
transfusi darah,tindik,menyuntik,khitan jika penggunaan alat-alatnya secara bersama-
sama,juga dapat melalui kulit/selaput lendir yang terluka seperti koreng,luka dimulut atau di
dubur,masa inkubasi :1,5-6 bulan.
1.3 Patofisiologi
1) Virus Hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrasi pada
hypatocytes oleh sel mononuclear. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel
parenchyma hati.
2) Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system drainage hati,
sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan statis empedu (biliary), dan
empedu tidak dapat di ekskresikan ke dalam kantong empedu dan bahkan ke dalam usus
sehingga meningkat dalam darah sehingga hyperbilirubinemia dalam urine sebagai
urobilinogen dan kulit hepatoceluler jaundece.
3) Hepatitis terjadi dari yang asymtomatic sampai dengan timbulnya sakit dengan gejala
ringan, sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2–3 bulan, lebih gawat bila
dengan nekrosis sel hati dan bahkan kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat
permanen dengan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan
sebagai carrier penyakit dan resiko berkembang menjadi penyakit kronik hati atau kanker
hati.

1.4 Komplikasi
1) Gangguan fungsi hati
2) Penyakit kronik hati seperti cirosis atau hepatitis kronik persisten
3) Carsinoma hepatik
4) Kematian karena fungsi hati
1.5 Manifestasi Klinik
1.5.1 Hepatitis A (Inteksiosa)
1) Stadium pre ikterus (prodromal) 4 – 7 hari.
Pada stadium ini gejala masih umum ialah : demam, nyeri kepala, lemah, anoreksia, mual
muntah, kadang-kadang di sertai dengan nyeri perut kanan atas atau saluran napas bagian
atas. Dapat terjadi obstipasi atau diare. Urine berwarna lebih tua (kuning pekat).
2) 3 – 6 mingguStadium ikterus
Pada stadium ini mulai tampak ikterus pertama-tama pada sclera kemudian menyebar ke
seluruh tubuh, bergantung dari imunitas pasien dan virulensi virus. Suhu tubuh mulai turun,
hati membesar dan nyeri tekan, faeces kecoklatan.
3) pada bulan kedua.Stadium pasca ikterik (rekonfalensesi)
Umumnya pada anak penyembuhan terjadi sempurna pada akhir bulan kedua (hanya sedikit
yang masih menunjukan kelainan fungsi hati). Ikterus berkurang, warna urine dan faeces
kembali biasa.
1.5.2 Hepatitis B, C, D, dan E
1) Awitan tersembunyi dan berbahaya
2) Ikterus
3) Anoreksia
4) Malaise
5) Mual
6) Akrodermatitis popular (sindroma Gianotti – Croski)
7) Gejala prodormol – ortrolgia, ostritis, room eritoma makula popular
8. ) Poliarteritis nodusa
9) Glomerulonefritis
10) Hepatitis D memperhebat gejala Hepatitis B dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
kondisi kronik

11) Hepatitis C ditandai infeksi asimtomatik ringan dengan awitan ikterus dan malaise yang
tersembunyi

1.6 Uji Laboratorium dan Diagnostik


1. Serum glutamic-axoloacetic transaminase (SGOT) – meningkat
2. Serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) – meningkat
3. Bilirubin – meninggi
4. Antibodi IgM (Antibodi virus hepatitis A dan IgM anti hepatitis A) – diagnostik untuk
hepatitis A
5. Antibodi IgM (antigen inti hepatitis B, IgM, anti-HBs)
6. Antibodi IgG (antibodi virus hepatitis A dan antihepatitis) – menunjukkan kerentanan atau
pernah terpajan hepatitis A
7. Titer HbsAg – diagnostik untuk hepatitis B, jika bertahan lebih dari 6 bulan, menunjukkan
hepatitis B kronik yang akut
8. Titer anti-HbsAg – diagnostik untuk hepatitis kronik
9. Anti-HBs – adanya zat anti ini menunjukkan pemulihan dan imunitas terhadap hepatitis B
10. Anti-Hbe – bila ada menunjukkan titer rendah terhadap hepatitis B dan penularan
penyakit yang insufisien
11. Anti-HCV (IgG, IgM) – diagnostik untuk hepatitis C, kira-kira dua pertiga orang dengan
HCV tidak akan membentuk antibodi selama 5 sampai 12 bulan setelah infeksi.
12. Aminotransferase asparat (AST) – meningkat pada hepatitis akut
13. Aminotransferase alanin (ALT) – meningkat pada hepatitis akut

1.7 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan yang dilakukan terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat, hidrasi, dan
asupan makanan yang adekuat. Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi,
faktor pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal hati, yang membahayakan (gelisah,
perubahan kepribadian, letargi, penurunan tingkat kesadaran, dan perdarahan). Terapi IV,
studi laboratorium yang berulangkali, dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit
adalah tujuan utama penatalaksanaan di rumah sakit.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapta digunakan :
1. Globulin imun (Ig) – digunakan sebagai profilaksis sebelum dan sesudah terpajan hepatitis
A (diberikan dalam waktu 2 minggu setelah pemajanan)
2. HBIG – diberikan sebagai profilaksis setelah pemajanan (tidak divaksinasi : diberikan per
IM dan mulai dengan vaksin HB. Divaksinasi : diberikan per IM ditambah dosis booster.
Perinatal : 0,5 ml per IM dalam 12 jam setelah kelahiran)
3. Vaksin Hepatitis B (Hevtavax B) – digunakan untuk mencegah munculnya hepatitis B
(Perinatal : diberikan per IM dalam 12 jam setelah kelahiran, diulangi pada usia 1 dan 6
bulan. Anak-anak yang berusia kurang dari 10 tahun. Tiga dosis IM (paha anterolateral /
deltoid), dua dosis pertama diberikan berselang 1 bulan, dan booster diberikan 6 bulan setelah
dosis pertama. Anak-anak yang berusia lebih dari 10 tahun. Diberikan tiga dosis ke dalam
otot deltoid. Perhatikan bahwa anak yang menjalankan hemodialisis jangka panjang dan anak
dengan sindrom Down harus divaksinasi secara rutin karena tingginya resiko memperoleh
infeksi Hepatitis B ini).

2. Konsep Dasar Askep


2.1 Biodata / Identitas / Demografi
Presentasi tersering terjadi pada neonatus 95 % sedang pada anak-anak dan dewasa masing-
masing 10 %.
2.2 Keluhan utama
Kelemahan, kelelahan

2.3 Riwayat penyakit sekarang


Ibu klien mengatakan klien demam, nafsu makan menurun, perut sebelah kanan teraba tegang
dan nyeri perut sebelah kanan di sertai mual, muntah dan kelelahan sehingga mengganggu
aktivitas klien.
2.4 Riwayat penyakit dahulu
1) Adanya satu / lebih faktor predisposisiRiwayat Pre Natal terjadinya hepatitis yaitu
infeksi Rubella, TORCH, Coxackie, Virus, Herpes pda ibu saat hamil
2) Persalinan dengan ibu hepatitis.Riwayat Natal
3) Kurangnya kebersihan oral dan anal pada ibuRiwayat Post Natal penderita hepatitis.
2.5 Riwayat penyakit keluarga.
Kemungkinan ibu klien atau keluarganya menderita hepatitis
2.6 ADL
1) Nutrisi : Hilangnya nafsu makan (Anoreksia) penurunan berat badan.
2) Eliminasi : Urine lebih tua (Kuning pekat), diare / konstipasi (Feces kecoklatan).
3) Aktivitas : Kelemahan, kelelahan, malaise umum.
2.7 Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
(1) Suhu : normal
(2) Nadi : normal
(3) TD : menurun
2) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala : Ikterus pada kulit, mukosa, sclera, nyeri kepala.
(2) Thorax : –
(3) Abdomen : Terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, nyeri epigastrium, kram
abdomen, hepatomegali.
(4) Extremitas : Mengalami kelelahan, kelemahan
(5) Rectum : Terdapat diare / konstipasi.
3) Pemeriksaan Penunjang
(1) Albumin serum : Menurun
(2) Darah lengkap : SDM menurun
(3) SGOT / SGPT : Meningkat
(4) Alkali fosfatase : Agak meningkat
(5) Tes fungsi hati : Abnormal
(6) Faeces : Warna kecoklatan
(7) Bilirubin serum : Di atas 2,5 mg/100 ml
(8) Tes eksresi BSP : Kadar darah meningkat
(9) Urinalisa : Peningkatan kadar bilirubin.
2.8 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul (Suriadi, Skp dan Rita Yuliana, Skp)
1) Intoleransi aktivitas s/d kelemahan, penurunan kekuatan otot
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh s/d anoreksia, mual, muntah
3) Resiko infeksi pada orang lain s/d pertahanan primer tubuh tidak adekuat
4) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan s/d kehilangan berlebihan melalui
muntah, diare, perdarahan.
5) Resiko injuri s/d hepatitis fulminans
6) Kurang pengetahuan s/d perawatan di rumah dan prognosis yang lama.
7) Nyeri(akut/Kronis)s/d keletihan,reflek spasme ototskunder akibat hepatitis.

2.9 Intervensi
DX . Kep I : Intoleransi aktivitas
Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas kembali secara normal
Criteria hasil : Kemampuan untuk melakukan aktivitas
Intervensi :
1) Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk
penyembuhan. Aktivitas dan posisi duduk tegak di yakini menurunkan aliran darah ke kaki
yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
2) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik.
R/ Meningkatkan fungsi pernafasan dan menimbulkan pada area tertentu untuk menurunkan
resiko kerusakan jaringan.
3) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
R/ Memungkinkan periode tembahan istirahat tanpa gangguan.
4) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif /
aktif.
R/ Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
5) Dorong penggunaan teknik manajemen stress.
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
6) Berikan obat sesuai indikasi.
R/ Membentu dalam manajemen kebutuhan tidur.
DX. Kep II : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Klien dapat menunjukan / mempertahankan BB yang normal
Kriteria hasil : Adanya minat / selera makan, porsi makan sesuai kebutuhan, BB
dipertahankan sesuai usia, BB meningkat sesuai usia

Intervensi :
1) Awasi pemasukan jumlah diit / jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekwensi
sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
R/ Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia.
2) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
R/ Menghilangkan rasa tak enak dan dapat meningkatkan nafsu makan.
3) Anjurkan makan pada posisi tegak
R/ Menurunkan rasa jenuh pada masa abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
4) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai
program.
R/ Di butuhkan bila intake nutrisi oral sudah tidak mencukupi.
5) Berikan diet rendah lemak tinggi kalori
R/ Rendah lemak meminimalkan fungsi hatidan tinggi kalori membantu mempercepat
penyembuhan.

DX. Kep III : Resiko terjadinya infeksi pada orang lain


Tujuan : Mengurangi resiko terjadinya infeksi pada orang lain
Criteria hasil : Pasien mampu melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi
ulang / transmisi ke orang lain.
Intervensi :
1) Lakukan teknik isolasi sesuai dengan kebijakan RS terutama cuci tangan efektif
R/ Mencegah transmisi penyakit / virus ke orang lain
2) Awasi / batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ Pasien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi sekunder.
3) Jelaskan prosedur isolasi pada orang tua pasien / orang terdekat
R/ Pemahaman alas an mengurangi perasaan terisolasi.

DX. Kep IV : Kekurangan volume cairan


Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat.
Criteria hasil : Turgor kulit baik, haluaran urine sesuai, tanda vital stabil.
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan BB harian. Catat kehilangan melalui
usus seperti muntah, diare.
R/ Memberika informasi tentang kebutuhan penggantian / efek terapi.
2) Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R/ Indikator volume sirkulasi / perfusi.
3) Observasi tanda perdarahan seperti hematuria, melena, perdarahan gusi atau bekas injeksi.
R/ Kadar protombin dan waktu koagulasi menunjang bila observasi vitamin K terganggu
pada traktus G1 dan sentesis protombin menurun karena mempengaruhi hati.
Dx Kep. V : Nyeri
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria hasil : -Mengidentifikasi sumber nyeri
-Mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
-Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri
Intervensi :
1) Kaji pengalaman nyeri anak,minta anak menunjukkan area sakit.
R/Mengidentifikasi letak nyeri
2) Jangan mengancam.
R/ Menurunkan kecemasan anak
3) Persiapkan anak untuk proseduryang menimbulkan nyeri.
R/ Mengurangi ketegangan anak saat dilakukan tindakan.
4) Berikan pujian pada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah
ditangani dengan baik.
R/ Memberikan pengalaman yang menyenangkan untuk tibulnya nyeri pada tahap
selanjutnya.
5) Batasi penggunaan analgesik
R/ Analgesik memperberat kerja hati
2.10 Pelaksanaan
Prinsip-prinsip pelaksanaan rencana asuhan keperawatan pada anak dengan Hepatitis.
1) Mempertahankan kebutuhan aktivitas yang cukup
(1) Atur periode istirahat dan aktivitas
(2) Kaji tingkat aktivitas anak
(3) Hindari untuk aktivitas berlebihan
(4) Jelaskan pentingnya istirahat.
2) Mengajarkan orang tua bagaimana mempertahankan status nutrisi yang adekuat.
(1) Kaji kesukaan makanan anak
(2) Berikan istirahat yang adekuat.
(3) Pemberian nutrisi secara parenteral untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai
program.
3) Ajarkan pada orang tua bagaimana mencegah penularan infeksi
(1) Ajarkan tehnik mencuci tangan yang benar.
(2) Ajarkan tentang kebersihan perseorangan (personal Hygiene)
(3) Imunisasi bila indikasi potensial ketularan.
4) Mempertahankan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2.11 Evaluasi
1) Melaporkan kemampuan peningkatan toleransi aktivitas
2) Peningkatan BB dan mempertahankan BB ideal.
3) Mempertahankan hidrasi adekuat.
4) Menunjukan tehnik / perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang

Anda mungkin juga menyukai