Anda di halaman 1dari 2

Kemiskinan Semakin Merajalela

KEMISKINAN merupakan suatu fenomena yang selalu diusahakan untuk diminimalisasi, bahkan bila
mungkin dihilangkan. Namun dalam kenyataannya kemiskinan masih selalu melekat dalam sendi-sendi
kehidupan manusia. Sehingga memerlukan suatu upaya penanggulangan secara komprehensif, integral
dan berkelanjutan.

Beragam konsep tentang kemiskinan. Mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan. Kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang
lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa,
kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Atau ada pula
yang mengatakan bahwa kemiskinan, merupakan ketidak berdayaan sekelompok masyarakat terhadap
sistem yang diterapkan oleh pemerintahan.

Sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural).
Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan
material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu
memenuhi standar minimum kebutuhan pokok. Untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut
dengan kemiskinan konsumsi.

Kemiskinan, ketertinggalan dan kebodohan seperti 3 mata uang. Karena kemiskinan, ketertinggalan dan
kebodohan lahir secara bersama, karena ketiganya merupakan permasalahan sosial yang ada seperti
lingkaran setan (yang saling kait-mengkait). Sehingga mengakibatkan kondisi ekonomi dan sosial yang
semakin parah dan memprihatinkan.

Kemiskinan tidak bisa dilepaskan dari kebodohan dan ketertinggalan. Demikian pula kebodohan, sangat
erat hubungannya dengan kemiskinan dan ketertinggalan, dalam ekonomi dan kemakmuran. Meski
kenyataannya ada anak-anak keluarga miskin berotak cemerlang. Ketertinggalan untuk meraih
kesempatan dalam berbagai bidang kehidupan, selain akibat kebodohan dan kemiskinan, juga akibat
diskriminasi lantaran status sosial dan ekonomi yang rendah.

Untuk memerangi kemiskinan tentu harus bekerja keras. Memerangi kebodohan tentu harus giat
belajar, namun ongkos pendidikan kian sulit terjangkau kebanyakan rakyat. Memerangi ketertinggalan
akan jadi tambah sulit, bila kebodohan berkolusi dengan kemiskinan, yang akan melahirkan tindakan-
tindakan amoral dan kriminalitas.

Masyarakat kita sudah terasuki oleh penyakit "keserakahan, ketamakan, kesombongan, kedengkian,
kemalasan dan masa bodoh". Masalahnya, siapa mau mengaku memiliki kualitas pribadi negatif seperti
itu, lalu secara ikhlas memeranginya sementara godaan material kian meningkat?

Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Maka cara
penanggulangan kemiskinan pun, membutuhkan analisis yang tepat. Melibatkan semua komponen
permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat
temporer. Sulit untuk menentukan sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan
kemiskinan. Sebab variabel yang akan dihasilkan dapat untuk menentukan serangkaian strategi dan
kebijakan.

Khususnya penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi
pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi
kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi
ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya
keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural
juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting, yang menentukan tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut. Tetapi
dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan. Antara lain faktor penyebab yang
sangat banyak, dengan indikator-indikator yang jelas. Sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan,
tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai