Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MUHAMMAD DIMAS PURBAYA

NPM : C1C018051
KELAS : S1 AKUNTANSI A’18
TUGAS : SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
DOSEN : VIKA FITRANITA, S.E., M.Ak.

Tak Pernah Kehabisan Ide Kembangkan Traveloka


"Kami selalu melihat apa saja kebutuhan pelanggan. Harus peka sekali. Saya juga
menjadi pelanggan Traveloka," kata Ferry.

Senin, 18 Juni 2018 | 19:14 WIB

Yuliawati

CEO TRAVELOKA FERRY UNARDI ILUSTRATOR BETARIA SARULINA

Perusahaan rintisan (startup) teknologi perjalanan Traveloka lahir dari kesulitan pendirinya,


Ferry Unardi (30), mencari tiket pesawat dari Amerika Serikat menuju Padang, Sumatera
Barat. Selepas SMA pada 2004, Ferry tinggal di Amerika selama delapan tahun dan kerap
merasakan tak mudahnya memesan tiket saat hendak mengunjungi tanah kelahirannya. 

Selama di Amerika, Ferry mengenyam pendidikan Matematika dan Ilmu Komputer di


Purdue University, kemudian bekerja sebagai Software Engineer di Microsoft selama tiga
tahun. Pada 2011, dia melanjutkan jenjang Master Business Administration di Harvard
Business School.
Saat masa kuliah di Harvard itu, Ferry bersama dua teman asal Indonesia yang sama-sama
pernah bekerja di Microsoft yakni Derianto Kusuma dan Albert Zhang,
menggagas startup yang memudahkan travelling  terutama untuk tujuan Asia Tenggara.
Tepat pada Maret 2012 Traveloka berdiri, yang kemudian membuat Ferry meninggalkan
Harvard untuk fokus membangun bisnisnya itu. 

Ferry dan dua pendiri lainnya sama-sama berlatar belakang pendidikan teknik sehingga
mereka menyiapkan sendiri sistem perusahaan, mulai dari analisis bisnis e-
commerce hingga  coding. Setelah enam bulan persiapan, pada Oktober 2012, situs Traveloka
terbuka untuk publik.

Satu bulan setelah peluncuran, Traveloka mendapat suntikan modal awal dari East Venture,
perusahaan modal ventura berbasis di Jakarta, Singapura, dan Tokyo. Setahun kemudian,
Traveloka mendapatkan pendanaan seri A dari Global Founder Capital, perusahaan modal
ventura asal Jerman.

Terakhir, pada 2016, Traveloka mendapat suntikan dana dari Expedia. Dalam siaran pers
pada Juli 2017, startup teknologi perjalanan ini mengumumkan selama periode 2016-2017
menerima suntikan modal US$ 500 juta atau sekitar Rp 6,9 triliun bila mengacu pada nilai
kurs saat ini. Pendanaan tersebut gabungan dari perusahaan perjalanan online global, yakni
Expedia, East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com dan Sequoia Capital.

Berikut wawancara dengan Ferry Unardi dalam beberapa kesempatan, di sela-sela


ajang The 1st Next Indonesia Unicorn (NextICorn) International Summit di Nusa Dua, Bali mau
pun ketika Ferry menjadi pembicara dalam peluncuran EV Growth di Djakarta Theater,
Jakarta.

Apa yang dikembangkan Traveloka belakangan ini?

Kami terus diversifikasi promosi, awalnya hanya di televisi, sekarang kami juga berpromosi
di bandara, billboard, juga menjadi sponsor Piala Dunia 2018. Jadi lumayan beragam
bentuknya, tak hanya untuk satu  channel saja.

Untuk produk yang terpenting kami akan terus satisfied customer, tadinya kami
menyediakan layanan tiket pesawat dan hotel, sekarang menyediakan layanan pemesanan
taksi dan review restoran. Kami ingin membuat Traveloka menyediakan layanan yang
sangat lengkap dengan memberikan rekomendasi yang tepat. Ini yang tidak dipunyai oleh
produk lainnya.

Mengapa membuat review restoran?

Saat orang traveling itu mereka selalu bertanya "wah makan apa hari ini?". Dengan
melihat review, pelanggan dapat mencari makanan dan minuman, kuliner menjadi lebih
mudah, baik untuk orang Indonesia dan luar negeri. Kami kerja sama dengan restoran
untuk membuat deal agar pelanggan dapat melihat value for money.

Kami bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata untuk membantu memasarkan ini.
Bagaimana membuat satu daerah bisa naik pengunjungnya, sebenarnya banyak faktor
pendukung.
Pertama, konektivitas mesti ada, pemerintah dan perusahaan maskapai terus menggenjot
rute baru. Kedua, akomodasinya, kalau ke sana mungkin tempatnya kurang enak atau
bagaimana. Ketiga, orang mengetahuinya.

Sebagai platform tugas kami membantu pelanggan agar lebih mudah mencari, kadang-
kadang kan karena tidak tahu jadi kesannya susah menjangkaunya. Jadi tugas kami sebagai
perusahaan teknologi, membantu discovery-nya.

Bagaimana dengan inisiatif pemerintah menarik turis ke Indonesia?

Target perjalanan Indonesia untuk 20 juta wisatawan sangat agresif. Saat ini jumlah
perjalanan kita masih kurang dari Thailand. Banyak tujuan baru yang kami butuhkan, dan
kami berharap dapat berpartisipasi. Misalnya, kami hadir di banyak negara di Asia Selatan,
jadi kami berharap dapat memfasilitasi proses pemesanan pelanggan ke Indonesia.

Bagaimana perkembangan ekspansi ke negara lain?

Bagus sekali, yang kurang diketahui orang Indonesia, Traveloka sudah ekspansi ke enam
negara dan di beberapa negara sudah menjadi market leader. Bisa dicek, aplikasi kami yang
terpopuler di Thailand.

Bahkan orang Thailand, kami merupakan perusahaan lokal karena namanya asal kata
bahasa Sankrit, bahasa yang berkembang di sana juga. Kami sudah dua tahun ekspansi dan
jadi market leader di beberapa negara termasuk Thailand.

Traveloka merupakan startup Indonesia pertama yang berekspansi ke luar negeri.


Bagaimana tips mencapainya?

Sebenarnya ini merupakan proses pengalaman belajar. Bukan hal yang biasa bagi
perusahaan yang baru berdiri beberapa tahun, kan. Kami berekspansi ke negara lain, perlu
menyesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing.

Memang sangat sulit untuk dilakukan, kami harus melakukan perubahan, tidak hanya
produk yang harus disesuaikan secara lokal tetapi juga kebiasaan perusahaan, seperti hal
yang sederhana menyangkut struktur perusahaan.

Kami juga menerapkan kebiasaan SDM kami yang sebagian besar di Indonesia harus
berbicara bahasa Inggris di perusahaan. Sehingga tidak ada masalah kolaborasi dalam
bahasa, misalnya. Jadi kami perlu melakukan perubahan-perubahan untuk memastikan
bahwa kami mengerjakan hal dengan benar.

Anda membangun Traveloka saat berumur 20-an tahun. Sekarang staf


perusahaan sekitar 2.300 orang, bagaimana Anda belajar untuk mengelolanya?

Sangat sulit memang untuk mengerahkan ribuan orang yang berbeda dari Indonesia,
Thailand, Singapura, Filipina, untuk dapat benar-benar bekerja bersama. Orang-orang
dengan perbedaan budaya, pengalaman, harapan, dan bagaimana kami harus bekerja
sama dan menyatukan mereka, dan memastikan misi tercapai adalah hal yang sulit.
Pengalaman saya, kita perlu mempelajari psikologi untuk memahami manusia dan pola
pikir. Sekadar untuk memahami, sembari terus bekerja dan berharap menemukan solusi.
Kita perlu mengalami, melihat, dan mengamati.

Bagaimana Anda memandang kompetisi antar penyedia aplikasi perjalanan?

Dengan berkompetisi, akan semakin banyak pilihan, kami pun menjadi lebih tertantang
untuk menjadi lebih baik.

Kami sebenarnya masuk agak telat tahun 2012, saat itu sudah banyak perusahaan dari
Amerika yang sudah berkembang di sana dan Indonesia. Tapi yang kami lakukan berbeda,
bukan cuma punya kemampuan teknologi untuk menciptakan produk yang kompetitif, tapi
kami juga sangat mengerti sekali (dengan kebiasaan pelanggan) dan itu yang membuat
kami berbeda.

Bisa dilihat Traveloka dinobatkan menjadi sebagai aplikasi yang populer di Indonesia
berdasarkan report dari perusahaan global yang memonitor seluruh penjualan tiket di
dunia. Kami nomor satu dan akan selalu dipakai oleh orang Indonesia ketika bepergian.

Bagaimana membuat Traveloka terus berkembang?

Awalnya memang dari pengalaman personal bahwa saat itu saya sedang kerja di luar negeri
dan ingin pulang ke Padang dan saya susah mencari tiket. Sejak itu sampai sekarang saya
terus melihat di lingkungan sekitar, apa yang menjadi masalah dan apa yang dapat kami
bantu mengatasinya dengan teknologi dalam lingkup travel.

Kami selalu melihat apa saja kebutuhan pelanggan. Harus peka sekali. Saya juga menjadi
pelanggan Traveloka, karyawan, juga teman-teman pun seperti itu. Sehingga
mendapat feedback banyak sekali dan idenya tak pernah habis. Ide sangat banyak, tapi
tentunya harus prioritas mana yang merupakan masalah utama yang perlu segera
diselesaikan.

Makanya kami selalu aktif launching produk dan fitur baru. Untuk pesawat, awalnya hanya
bisa membeli tiket, sekarang bisa online schedule,  monitor promosi,  notifikasi ketika harga
tiket turun. Bisa juga  online refund, online checking, dan lainnya.

Boleh dibilang kami yang paling mendalam mengenali kebutuhan pelanggan, apa yang
sebenarnya menjadi problem mereka. Aplikasi yang lain kan hanya menjual tiket saja,
namun kami sangat dalam karena melihatnya bukan sekedar transaksi tapi sebagai
platform yang sebisa mungkin membantu segala hal yang berhubungan dengan perjalanan.

Seberapa besar mengembangkan riset?

Kami fokus sekali, perusahaan kami memiliki lini recearch and  development yang besar di
Indonesia. Sepertiga dari total karyawan bekerja di bagian pengembangan produk. Bukan
hanya produk yang baru, tapi yang telah dipakai sehari-hari agar lancar dan bagus. Banyak
orang yang mengandalkan kami, jadi bila terjadi apa-apa tanggung jawab kami besar.

Apakah Traveloka masih mencari investor?


Terakhir dapat (tambahan modal) tahun 2016 dengan Expedia dll. Banyak hal yang bisa
didapat bukan hanya kapital tapi sharing knowledge. Dengan bergabungnya Expedia yang
sangat kuat posisinya di Amerika, jadi bisa saling tukar (pengetahuan), juga bagaimana bila
orang Indonesia ke Eropa dan lainnya.

Perkembangan digital di Indonesia dianggap mirip seperti Tiongkok beberapa tahun


yang lalu. Bagaimana menurut Anda?

Ekosistemnya sangat berbeda. Secara personal yang saya pelajari, saya pikir kita perlu
berhati-hati untuk tidak membuat perbandingan.
Analisis Hadirnya Traveloka Terhadap Sistem
Informasi Manajemen
SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa
pemakai dengan kebutuhan yang sama. Sejalan dengan perkembangan teknololgi informasi, tidak
heran jika sekarang pemesanan tiket pun dapat dilakukan secara online, baik tiket hotel, tiket
pesawat dan lainnya. Namun hal tersebut dapat dilakukan karena telah hadirnya e-commerce yang
bergerak dibidang pemesanan tiket online (e-ticketing).

Traveloka salah satunya, Traveloka.com adalah salah satu website e-commerce terbesar di


Indonesia. Dilihat dari kategori e-commerce, Traveloka.com termasuk dalam Business to Consumer
(B2C) dengan menjual jasa dalam bentuk pemesanan tiket pesawat dan hotel ke dalam suatu
website. Dengan hadirnya traveloka konsumen telah dipermudah baik dalam hal pemesanan tiket
maupun mencari hotel yang sesuai dengan keinginan tanpa harus repot-repot.

Kelebihan Traveloka :

1. E-ticket tidak mungkin hilang


2. E-ticket lebih mudah diperoleh
3. E-ticket fleksibel dan lebih efisien
4. E-ticket ramah lingkungan
5. E-ticket memuat voucher belanja

Kekurangan Traveloka :

1. Dalam penerbangan internasional, belum mencakup seluruh wilayah dunia, hanya untuk
beberapa wilayah terfavorite.
2. Dengan sistem online, masyarakat didaerah pelosok yang tidak dapat mengakses jaringan
internet tidak dapat memanfaatkan situs ini
3. Jika sewaktu-waktu terjadi pembatalan penerbangan yang di akibatkan oleh bencana alam atau
non tekhnis maka pengembalian uang konsumen atas tiket yang terlanjur dibeli tidak bisa
langsung diproses.

Traveloka dalam sistem pembayaran bekerjasama dengan pihak bank, sehingga secara tidak
langsung perkembangan teknologi dan sistem informasi ini saling menguntungkan terhadap
beberapa pihak. Secara tidak langsung kita sebagai warga negara akan terus merasakan atmosfer
perkembangan zaman ini. Tentunya sebagai warga negara yang baik kita harus terus mendukung
karya anak bangsa seperti Traveloka.com ini, secara lambat laun akan ada kalanya segala hal
berbasis online dan kita harus siap akan hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai