Anda di halaman 1dari 23

PEDOMAN PELAYANAN GIZI

PUSKESMAS LOSARANG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, persentase bayi
baru lahir yang mendapat IMD pada tahun 2016 sebesar 51,9% yang terdiri
dari 42,7% mendapatkan IMD dalam <1 jam setelah lahir, dan 9,2% dalam
satu jam atau lebih. Persentase bayi 0-5 bulan yang masih mendapat ASI
eksklusif sebesar 54,0%, sedangkan bayi yang telah mendapatkan ASI
eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5%. Mengacu pada
target renstra tahun 2016 yang sebesar 42%, maka secara nasional
cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan
sebesar 54,0% telah mencapai target.
Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016 dengan indeks BB/U
pada balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%,
gizi kurang sebesar 14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi
kurang sebesar 14,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%. Hasil pengukuran status
gizi PSG 2016 dengan indeks BB/U pada balita 0-23 bulan mendapatkan
persentase gizi buruk sebesar 3,1%, gizi kurang sebesar 11,8% dan gizi
lebih sebesar 1,5%. Dibandingkah hasil PSG 2015 juga relatif sama yaitu
gizi buruk sebesar 3,2%, gizi kurang sebesar 11,9% dan gizi lebih sebesar
1,6%.
Status gizi balita 0-59 bulan dengan indeks TB/U menunjukkan
persentase balita pendek dan sangat pendek. Hasil PSG 2016 mendapatkan
persentase balita sangat pendek sebesar 8,6% dan pendek sebesar 19,0%.
Target persentase balita pendek dan sangat pendek adalah kurang dari
20%. Sedangkan pada balita 0-23 bulan persentase sangat pendek sebesar
7,1% dan pendek sebesar 14,6%.
Status gizi balita 0-59 bulan dengan indeks TB/BB menunjukkan
persentase kurus dan sangat kurus. Hasil PSG 2016 mendapatkan
persentase balita 0-23 bulan yang sangat kurus sebesar 3,1%, kurus
sebesar 8,0% dan gemuk sebesar 4,3%. Sedangkan pada balita 0-23 bulan
persentase sangat kurus sebesar 3,7%, kurus sebesar 8,9% dan gemuk
sebesar 4,3%
Dari data di atas, gizi kurang dan stunting merupakan masalah gizi
yang belum terselesaikan sedangkan gizi lebih merupakan masalah gizi
yang mengancam dimana kegemukan atau obesitas semakin meningkat
yang merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit degenartif.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan tujuan perbaikan gizi adalah untuk meningkatkan mutu gizi
perorangan dan masyarakat. Mutu gizi akan tercapai antara lain melalui
penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional di semua
institusi pelayanan kesehatan. Salah satu pelayanan kesehatan yang
penting adalah pelayanan gizi di Puskesmas, baik pada Puskesmas Rawat
Inap maupun pada Puskesmas Non Rawat Inap. Pendekatan pelayanan gizi
dilakukan melalui kegiatan spesifik dan sensitif, sehingga peran program
dan sektor terkait harus berjalan sinergis. Pembinaan tenaga
kesehatan/tenaga gizi puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat
menjadi hal sangat penting.
Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya
kesehatan tingkat pertama. Untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya,
Puskesmas diperkuat dengan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
dan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang disebut sebagai
Puskesmas dan jejaringnya. Puskesmas dan jejaringnya harus membina
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat.
Pelayanan gizi di Puskesmas terdiri dari kegiatan pelayanan gizi di
dalam gedung dan di luar gedung. Pelayanan gizi di dalam gedung
umumnya bersifat individual, dapat berupa pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Kegiatan di dalam gedung juga meliputi
perencanaan program pelayanan gizi yang akan dilakukan di luar gedung.
Sedangkan pelayanan gizi di luar gedung umumnya pelayanan gizi pada
kelompok dan masyarakat dalam bentuk promotif dan preventif. Dalam
pelaksanaan pelayanan gizi di Puskesmas, diperlukan pelayanan yang
bermutu, sehingga dapat menghasilkan status gizi yang optimal dan
mempercepat proses penyembuhan pasien. Pelayanan gizi yang bermutu
dapat diwujudkan apabila tersedia acuan untuk melaksanakan pelayanan
gizi yang bermutu sesuai dengan 4 pilar dalam Pedoman Gizi Seimbang
(PGS) yaitu makan bervariasi sesuai kebutuhan, aktivitas fisik secara teratur
dan terukur, menjaga kebersihan diri dan lingkungan dan pertahankan berat
badan ideal.

B. Tujuan Pedoman
Tersedianya pedoman bagi Tenaga Gizi dalam melakukan tugas di
Puskesmas Losarang sehingga terlaksana pelayanan gizi yang berkualitas

C. Sasaran Pedoman
Sasaran pada pedoman ini adalah Tenaga Gizi Puskesmas Losarang

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam buku pedoman ini adalah
Penyelenggaraan Pelayanan gizi di dalam gedung (rawat jalan) maupun luar
gedung (gizi masyarakat) di Puskesmas Losarang.
.
E. Batasan Operasional
1. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur
yang memungkinkan untuk identikasi kebutuhan gizi dan penyediaan
asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Berpikir Kritis adalah kemampuan menganalisis masalah gizi,
merumuskan dan mengevaluasi pemecahan masalah dengan
mendengarkan dan mengamati fakta serta opini secara terintegrasi.
Karakteristik dan cara berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir
konseptual, rasional, kreatif, mandiri, dan memiliki keinginan untuk tahu
lebih dalam.
3. Dietetik adalah integrasi, aplikasi dan komunikasi dari prinsip-prinsip
keilmuan makanan, gizi, sosial, dan keilmuan dasar untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal secara individual melalui
pengembangan, penyediaan dan pengelolaan pelayanan gizi dan
makanan di berbagai area/lingkungan/latar belakang praktek pelayanan.
4. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi
dua arah yang dilaksanakan oleh Tenaga Gizi untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap dan perilaku pasien dalam mengenali
dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan apa
yang akan dilakukannya.
5. Kolaborasi yaitu proses dimana individu, kelompok dengan kepentingan
yang sama bergabung untuk menangani masalah yang teridentikasi.
Mengkomunikasikan rencana, proses, dan hasil monitoring evaluasi
kegiatan asuhan gizi kepada pasien dan petugas kesehatan lain yang
menangani masalah gizi tersebut.
6. Membuat keputusan yaitu proses kritis dalam memilih tindakan yang
terbaik dalam proses asuhan gizi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
7. Memecahkan masalah yaitu proses yang terdiri dari identikasi masalah
gizi, formulasi pemecahan masalah, implementasi dan evaluasi hasil.
8. Monitoring dan Evaluasi Gizi adalah kegiatan untuk mengetahui respon
pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
9. Pelayanan Gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi,
makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan,
pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi,
makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal
dalam kondisi sehat atau sakit.
10. Rujukan Gizi adalah sistem dalam pelayanan gizi puskesmas yang
memberikan pelimpahan wewenang yang timbal balik atas pasien
dengan masalah gizi, baik secara vertikal maupun horizontal.
11. Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang
gizi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya


Di Puskesmas Losarang pemegang program gizi terdapat satu tenaga
DIII gizi untuk pelayanan :
1. Rawat jalan
2. Gizi masyarakat
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 tahun 2013,
Pasal 3, berdasarkan pendidikannya Tenaga Gizi lulusan Diploma Tiga Gizi
sebagai Ahli Madya Gizi dan Pasal 4 Tenaga Ahli Madya Gizi yang telah lulus
uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan merupakan Tenaga Gizi Technical Registered Dietesien (TRD).
Bab III pasal 17 dan 18 ayat 1, Tenaga Gizi Technical Registered
Dietesien (TRD) mempunyai kewenangan memberikan pelayanan konseling,
edukasi gizi dan dietetik hanya terbatas pada pemberian pelayanan gizi untuk
orang sehat dan dalam kondisi tertentu yaitu ibu hamil, ibu menyusui, bayi,
anak, dewasa dan lanjut usia serta pelayanan gizi untuk orang sakit tanpa
komplikasi.

B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan gizi di Puskesmas Losarang, tenaga gizi sebagai
koordinator dan pelaksana pelayanan gizi di :
1. Rawat jalan
2. Gizi masyarakat

C. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan program gizi terlampir
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

Pintu
Alat Antropometri

Jendela

Meja Konsultasi

Jendela

B. STANDAR FASILITAS
Untuk menunjang tercapainya tujuan kegiatan pelayanan gizi di Puskesmas
Losarang, maka harus memilki sarana prasarana yang menunjang, yaitu :
Kegiatan Pelayanan Sarana Prasarana
Gizi
 Meja, Kursi
 Alat tulis
 Pengukur tinggi badan (microtoice)/panjang
badan dan timbangan berat badan untuk dewasa
dan bayi, Pita Lingkar Lengan Atas (LILA), Pita
Dalam Gedung Lingkar Kepala (LIKA), dll.
 Buku Register, Buku Pencatatan Kegiatan
 Leaflet
 Alat peraga/Food Model
 Buku Panduan : Buku Pedoman Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) Kemenkes RI, 2014, Buku
Pedoman ASUHAN Gizi di Puskesmas, WHO
dan Kemenkes RI, 2011.
 Meja, Kursi
 Alat tulis
 Dacin, Pengukur tinggi badan (microtoice)/
panjang badan dan timbangan berat badan untuk
dewasa dan bayi, Pita Lingkar Lengan Atas
Luar Gedung (LILA), Pita Lingkar Kepala (LIKA), dll.
 Buku Register, Buku Pencatatan Kegiatan
 Leaflet, lembar balik
 Kapsul Vitamin A, Tablet Tambah Darah (TTD)
 Materi konseling antara lain : Makanan Sehat Ibu
Hamil, Inisiasi Menyusui dini (IMD), ASI
Eksklusif, Makanan MP-ASI kepada bayi mulai
uisa 6 bulan dan terus memberikan ASI sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih, Makanan
Sehat Ibu Menyusui
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN GIZI

A. Lingkup Kegiatan
1. Pelayanan Gizi di dalam Gedung
2. Pelayanan Gizi di Luar Gedung

B. Strategi / Metode
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan Pelayanan
Gizi. Ada tiga strategi yaitu :
1. Strategi advokasi
Merupakan kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar membantu atau
mendukung pelaksanaan program. Advokasi adalah pendekatan kepada
pengambil keputusan dari berbagai tingkat dan sektor terkait dengan
kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meyakinan para pejabat
pembuat keputusan atau penentu kebijakan bahwa program kesehatan yang
akan dilaksanakan tersebut sangat penting oleh sebab itu perlu dukungan
kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut. Dukungan dari pejabat
pembuat keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat
instruksi, dana atau fasilitas lain.
2. Strategi kemitraan.
Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dapat tercapai apabila ada
dukungan dari berbagai elemen yang ada di masyarakat. Dukungan dari
masyarakat dapat berasal dari unsur informal (tokoh agama dan tokoh adat)
yang mempunyai pengaruh dimasyarakat. Tujuannnya adalah agar para
tokoh masyarakat menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai
pelaksana program dengan masyarakat sebagai penerima program
kesehatan. Strategi ini dapat dikatakan sebagai upaya membina suasana
yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa pelatihan
tokoh masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat
dan sebagainya.
3. Strategi pemberdayaan masyarakat.
Adalah strategi yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung. Tujuan
utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Bentuk kegiatan
pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan antara lain
penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat
dalam bentuk usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan
meningkatkan kemampuan ekonomi keluarga akan berdampak terhadap
kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan. Misalnya terbentuk dana sehat,
terbentuk pos obat desa, dan sebagainya.

C. Langkah Kegiatan

1. Pelayanan Gizi di Dalam Gedung

Kegiatan pelayanan gizi di dalam gedung pada pasien rawat jalan meliputi :
a. Pengkajian Gizi
Tujuan : mengidentifikasi masalah gizi dan faktor penyebab melalui
pengumpulan, verifikasi dan interprestasi data secara sistematis, meliputi :
1) Data antopometri
2) Data pemeriksaan klinis
3) Data riwayat gizi
4) Data hasil pemeriksaan laboratorium
b. Penentuan Diagnosis
Tujuan : mengidentifikasi adanya masalah gizi, faktor penyebab, serta
tanda dan gejala yang ditimbulkan.
c. Pelaksanaan Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah suatu tindakan yang terencana yang ditujukan untuk
mengubah perilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek status kesehatan
individu, meliputi
1) Penentuan jenis diet sesuai dengan kebutuhan gizi individu
2) Edukasi Gizi
3) Konseling Gizi
d. Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi Rawat Jalan
Tujuan : mengetahui tingkat kemajuan, keberhasilan pelaksanaan
intervensi gizi pada pasien/klien dengan cara :
1) Menilai pemahaman dan kepatuhan pasien/klien terhadap intervensi
gizi
2) Menentukan apakah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana diet yang telah ditetapkan.
3) Mengidentifikasi hasil asuhan gizi yang positif maupun negatif.
4) Menginformasikan yang menyebabkan tujuan intervensi gizi tidak
tercapai.
5) Menetapkan kesimpulan yang berbasis fakta.
Hal-hal yang dimonitor dan dievaluasi dalam pelaksanaan asuhan gizi
antara lain :
a) Perkembangan data antopometri
b) Perkembangan data hasil pemeriksaan laboratorium terkait gizi
c) Perkembangan data fisik/klinis
d) Perkembangan data asupan makan
e) Perkembangan diagnosis gizi
f) Perubahan perilaku dan sikap

2. Kegiatan Pelayanan Gizi di Luar Gedung

Secara utuh kegiatan pelayanan gizi di luar gedung tidak sepenuhnya


dilakukan hanya di luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan
di dalam gedung. Kegiatan pelayanan gizi di luar gedung ditekankan ke arah
promotif dan preventif serta sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas. Beberapa kegiatan pelayanan gizi di luar gedung dalam rangka
upaya perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas antara lain :

1. Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi


a. Tujuan edukasi gizi adalah untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat mengacu pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS)
dan sesuai dengan risiko/masalah gizi.
b. Sasarannya adalah kelompok dan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas.
c. Lokasi edukasi gizi antara lain: Posyandu, Pusling, Institusi Pendidikan,
Kegiatan Keagamaan, Kelas Ibu, Kelas Balita, Upaya Kesehatan Kerja
(UKK), dll.
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam edukasi gizi disesuaikan dengan
situasi dan kondisi serta berkoordinasi dengan tim penyuluh di
Puskesmas misalnya tenaga promosi kesehatan, antara lain:
1) Merencanakan kegiatan edukasi di wilayah kerja Puskesmas.
2) Merencanakan materi edukasi yang akan disampaikan kepada
masyarakat.
3) Memberikan pembinaan kepada kader agar mampu melakukan
pendidikan gizi di Posyandu dan masyarakat luas.
4) Memberikan pendidikan gizi secara langsung di UKBM, institusi
pendidikan, pertemuan keagamaan, dan pertemuan-pertemuan
lainnya.
5) Menyusun laporan pelaksanaan pendidikan gizi di wilayah kerja
Puskesmas.

2. Konseling ASI Eksklusif


a. Tujuan konseling ASI Eksklusif adalah
1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga sehingga
bayi baru lahir diberikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
meneruskan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan.
2. Sejak usia 6 bulan di samping meneruskan ASI mulai diperkenalkan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
3. Meneruskan ASI dan MP-ASI sesuai kelompok umur sampai usia 24
bulan.
b. Sasaran konseling adalah ibu hamil dan atau keluarga dan ibu yang
mempunyai anak usia 0-24 bulan.
c. Lokasi konseling antara lain : Posyandu, Kelompok Pendukung Ibu
(KP-Ibu), terintegrasi dengan program lain dalam kegiatan kelas balita,
kelas ibu.
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam konseling ini disesuaikan dengan
situasi dan kondisi, antara lain:
1. Merencanakan kegiatan konseling ASI di wilayah kerja Puskesmas.
2. Menyiapkan materi dan media konseling yang akan digunakan.
3. Melakukan pembinaan kepada tenaga kesehatan lain atau kader
yang ditunjuk untuk melaksanakan konseling ASI.
4. Memberikan konseling kepada sasaran sesuai permasalahan
individualnya.
5. Materi konseling antara lain :
a) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
b) ASI Eksklusif
6. Membuat laporan bulanan pelaksanaan konseling gizi di wilayah
kerja Puskesmas.

3. Pengelolaan Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu

a. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau status gizi Balita


menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) atau Buku KIA.
b. Sasaran kegiatan ini adalah kader Posyandu
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas antara lain:
1) Merencanakan kegiatan pemantauan pertumbuhan di wilayah kerja
Puskesmas.
2) Memberikan pembinaan kepada kader posyandu agar mampu
melakukan pemantauan pertumbuhan di Posyandu.
3) Melakukan penimbangan.
4) Membina kader dalam menyiapkan SKDN dan pelaporan.
5) Menyusun laporan pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di wilayah
kerja Puskesmas.
6) Memberikan konfirmasi terhadap hasil pemantauan pertumbuhan.

4. Pengelolaan Pemberian Kapsul Vitamin A


a. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan
pemberian vitamin A melalui pembinaan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan sehingga kegiatan
pencegahan kekurangan vitamin A dapat berjalan dengan baik.
b. Sasaran: kegiatan ini antara lain bayi, balita, dan ibu nifas.
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di Posyandu.
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen
pemberian vitamin A antara lain :
1) Merencanakan kebutuhan vitamin A untuk bayi 6-11 bulan, anak usia
12-59 bulan, dan ibu nifas setiap tahun.
2) Memantau kegiatan pemberian vitamin A di wilayah kerja
Puskesmas yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.
3) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi vitamin A di wilayah kerja
Puskesmas.
e. Ketentuan dalam pemberian vitamin A:
1) Bayi 6-11 bulan diberikan vitamin A 100.000 SI warna biru, diberikan
dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
2) Balita 12-59 bulan diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI warna
merah, diberikan dua kali setahun yaitu pada bulan Februari dan
Agustus.
3) Bayi dan Balita Sakit
Bayi usia 6-11 bulan dan balita usia 12-59 bulan yang sedang
menderita campak, diare, gizi buruk, xerofthalmia,diberikan vitamin A
dengan dosis sesuai umur.
4) Ibu nifas (0-42 hari)
Pada ibu nifas diberikan 2 kapsul merah dosis 200.000 SI, 1 kapsul
segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam berikutnya.

5. Pengelolaan Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu


Hamil dan Ibu Nifas
a. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan
pemberian TTD untuk kelompok masyarakat yang rawan menderita
anemia gizi besi yaitu Ibu Hamil melalui pembinaan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan sehingga kegiatan
pencegahan anemia gizi besi.
b. Sasaran kegiatan ini adalah Ibu hamil dan ibu nifas
c. Lokasi: di tempat praktek bidan, Posyandu.
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen
pemberian TTD antara lain :
1) Merencanakan kebutuhan TTD untuk kelompok sasaran selama
satu tahun.
2) Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan di wilayah kerja
puskesmas.
3) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah kerja
Puskesmas.
4) Ketentuan dalam pemberian TTD untuk Ibu hamil dan ibu nifas:
a) Pencegahan : 1 tablet/hari sejak awal kehamilan dan
dilanjutkan sampai masa nifas.
b) Pengobatan : 2 tablet/hari sampai kadar Hb Normal.

6. Edukasi Dalam Rangka Pencegahan Anemia pada Remaja Putri dan


WUS
a. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan keberhasilan program
pencegahan anemia gizi besi pada kelompok sasaran.
b. Sasaran kegiatan ini adalah Remaja Putri, WUS
c. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini di UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
d. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam pengelolaan manajemen
pemberian TTD antara lain :
1) Memberikan pendidikan gizi agar remaja putri dan WUS
mengkonsumsi TTD secara mandiri.
2) Apabila di suatu daerah prevalensi anemia ibu hamil >20% maka
tenaga gizi puskesmas merencanakan kebutuhan TTD untuk
remaja putri dan WUS dan melakukan pemberian TTD kepada
kelompok sasaran.
3) Memantau kegiatan pemberian TTD oleh bidan di wilayah
kerja Puskesmas.
4) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi TTD di wilayah
kerja Puskesmas.
5) Ketentuan dalam pemberian TTD untuk Remaja Putri dan WUS
a. Pencegahan: 1 tablet/hari selama haid dan 1 tablet/minggu
b. Pengobatan: 1 tablet/hari sampai kadar Hb Normal

7. Pengelolaan Pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan


a. MP-ASI
MP-ASI Bufferstock adalah MP-ASI pabrikan yang disiapkan oleh
Kementerian Kesehatan RI dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan gizi terutama di daerah rawan gizi/keadaan
darurat/bencana. MP-ASI Bufferstock didistribusikan secara
bertingkat. Tenaga Gizi Puskesmas akan mendistribusikan
kepada masyarakat. Sasaran MP-ASI Bufferstok : balita 6-24
bulan yang terkena bencana.
MP-ASI Lokal adalah MP-ASI yang dibuat dari makanan lokal
setempat dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman dan
keterampilan tenaga kesehatan. MP- ASI lokal dapat dialokasikan
dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Dana Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) atau dana lain sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Sasaran MP-ASI lokal : balita gizi kurang 6-
24 bulan. Tugas tenaga gizi puskesmas dalam hal ini adalah:
1. Merencanakan menu MP-ASI lokal.
2. Mengadakan bahan MP-ASI lokal.
3. Mengolah MP-ASI lokal dibantu oleh kader.
4. Mendistribusikan kepada sasaran dibantu oleh kader.
b. PMT Pemulihan
1. Sasaran: balita gizi kurang, balita pasca perawatan gizi buruk, ibu
hamil KEK (Kurang Energi Kronik).
2. PMT Pemulihan untuk balita gizi kurang adalah makanan ringan
padat gizi dengan kandungan 350--400 kalori energi dan 10--15
gram protein.
3. PMT bumil KEK Bufferstock diberikan dalam bentuk makanan padat
gizi dengan kandungan 500 kalori energi dan 15 gram protein.
4. Lama pemberian PMT Pemulihan untuk balita dan Ibu Hamil KEK
adalah 90 hari makan anak (HMA) dan 90 hari makan bumil (HMB).
Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam manajemen pemberian MP-ASI
dan PMT Bumil KEK antara lain:
a) Merencanakan kebutuhan MP-ASI dan PMT Bumil KEK untuk
sasaran selama satu tahun.
b) Memantau kegiatan pemberian MP-ASI dan PMTBumil KEK, di
wilayah kerja Puskesmas.
c) Menyusun laporan pelaksanaan distribusi MP-ASI dan PMT Bumil
KEK wilayah kerja Puskesmas.

8. Surveilence Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan
data yang dilakukan secara terus menenus, penyajian serta diseminasi
informasi bagi Kepala Puskesmas serta Lintas Program dan Lintas
Sektor terkait di tingkat kecamatan. Informasi dari kegiatan surveilans
gizi dimanfaatkan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk
perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang. Sebagai acuan bagi petugas gizi puskesmas dalam melakukan
surveilans gizi bisa menggunakan buku Surveilans Gizi, Kementerian
Kesehatan RI, 2014.
a. Tujuan:
a) Tersedianya informasi berkala dan terus menerus tentang besaran
masalah gizi dan perkembangan di masyarakat.
b) Tersedianya informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab masalah gizi dan faktor-faktor terkait.
c) Tersedianya informasi kecenderungan masalah gizi di suatu
daerah.
d) Menyediakan informasi intervensi yang paling tepat untuk dilakukan
(bentuk, sasaran, dan tempat).
b. Lingkup data surveilans gizi antara lain:
1) Data status gizi
2) Data konsumsi makanan
3) Data cakupan program gizi
c. Sasaran: bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibu hamil, ibu
menyusui, pekerja serta lansia.
d. Dalam pelaksanaan surveilans gizi, tenaga gizi puskesmas
berkoordinasi dengan tenaga surveilans di Puskesmas dengan fungsi
antara lain:
1) Merencanakan surveilans mulai dari lokasi, metode/cara
melakukan, dan penggunanaan data.
2) Melakukan surveilans gizi meliputi mengumpulkan data,mengolah
data, menganalisa data, melaksanakan diseminasi informasi.
3) Membina kader posyandu dalam pencatatan dan pelaporan
kegiatan gizi di posyandu.
4) Melaksanakan intervensi gizi yang tepat.
5) Membuat laporan surveilans gizi.
e. Contoh Kegiatan dalam Survilans Gizi antara lain:
1) Pemantauan Status Gizi (PSG)
a) Tujuan : mengetahui status gizi masyarakat sebagai bahan
perencanaan
b) Sasaran : disesuaikan dengan kebutuhan setempat (bayi,
balita, anak usia sekolah, remaja, WUS, ibuhamil, ibu
menyusui, pekerja serta lansia.)
2) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
a) Tujuan:
1) Tersedianya informasi secara terus menerus, cepat, tepat
dan akurat sebagai dasar penentuan tindakan dalam upaya
untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi.
2) Memantau situasi pangan dan gizi antar desa/kelurahan
dalam 1 kecamatan.
b) Sasaran: Lintas program dan lintas sektor di tingkat kecamatan
di wilayah kerja Puskesmas.

3) Sistem Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa/SKD-KLBGizi


Buruk
a) Tujuan: mengantisipasi kejadian luar biasa gizi bburuk disuatu
wilayah pada kurun waktu tertentu.
b) Sasaran: balita dan keluarganya, posyandu.
4) Pemantauan Konsumsi Garam beriodium di rumah tangga
a) Tujuan : memperoleh gambaran berkala tentang cakupan
konsumsi garam beriodium yang memenuhi syarat di
masyarakat. Dilaksananakan setiap satu tahun sekali.
b) Sasaran : rumah tangga

9. Kerjasama lintas sektor dan lintas program


a. Tujuan: meningkatkan pencapaian indikator perbaikan gizi di tingkat
puskesmas melalui kerjasama lintas sektor dan lintas program.
b. Sasaran: seksi pemberdayaan masyarakat kantor camat, Penyuluh
Pertanian Lapangan, juru penerang kecamatan, TP PKK, Dinas
Pendidikan, Kepala Desa/Kelurahan, program KIA, bidan koordinator,
tenaga sanitarian, tenaga promosi kesehatan, perawat, sanitarian, juru
imunisasi, dan lain-lain.
c. Fungsi tenaga gizi puskesmas dalam kerjasama lintas sektor dan lintas
program adalah:
1) Merencanakan kegiatan sensitif yang memerlukan kerjasama.
2) Mengidentifikasi sektor dan program yang perlu kerjasama.
3) Melakukan pertemuan untuk menggalang komitmen kerjasama.
4) Melakukan koordinasi dalam menentukan indicator indikator
keberhasilan kerjasama.
5) Mengkoordinasikan pelaksanaan kerjasama.
6) Membuat laporan hasil kerjasama.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN/SASARAN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan Pelayanan gizi perlu


diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi resiko terhadap
segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan.Upaya
pencegahan resiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan
yang akan dilaksanakan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan pelayanan gizi perlu


diperhatikan keselamatan kerja karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait
dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko harus
dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan Pelayanan gizi dimonitor dan dievaluasi dengan


menggunakan indikator sebagai berikut :
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual.
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan.
3. Ketepatan metoda yang digunakan.
4. Tercapainya indikator Pelayanan Gizi.
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lintas program setiap bulan
sekali dan lintas sector 3 bulan sekali.
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan bagi petugas kesehatan terkait pelayanan gizi
dengan tetap memperhatikan prinsip proses pembelajaran dan manfaat.
Keberhasilan pelayanan gizi tergantung pada komitmen yang kuat dari semua
pihak terkait dalam upaya peningkatan pelayanan gizi di Pusesmas Losarang.

Anda mungkin juga menyukai