Anda di halaman 1dari 10

Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini

Tugas IV

Pengembangan Nilai-nilai Moral Untuk Membentuk


Karakteristik Anak Usia Dini

Disusun Oleh:
Nama: Mutiara Nur Alifah
NIM : 19022029

Dosen Pengampu: Serli Marlina,M.Pd (4533)

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

April 2020
A. Pengertian Moral
Menurut Sjarkawi, (2006: 28), mengemukakan bahwa moral merupakan pandangan
tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain
itu moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan
dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Menurut
Jamie (2003; 15) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dan kelakuan (akhlak). Sedangkan pengertian akhlak itu sendiri oleh Al-Ghazali sebagai
padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa
manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah
dan ringan, tanpa perlu dipikirkan clan direncanakan sebelumnya.
Pendidikan moral perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini, sebab usia dini
merupakan saat yang baik untuk mengembangkan kecerdasan moral anak.. Dari pendapat di
atas, moral dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma.
Akan tetapi lebih konkret dari itu, moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah
laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada ajaran nilai, prinsip atau norma.
Untuk menciptakan dan mengarahkan seseorang menjadi lebih bermoral maka
diperlukanlah pendidikan moral, dengan pendidikan moral dimaksudkan agar manusia
belajar menjadi manusia yang bermoral. Yang dimaksud dengan pendidikan moral adalah:
suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan
"menyederhanakan" sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan
pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. (Nurul Zuriah, 2007:22). Pendidikan
moral juga dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang
diberikan atau diajarkan kepada peserta didik (generasi muda dan masyarakat) untuk
membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat
dalam, Pancasila dan UUD 1945. (Hamid Darmadi 2007: 56-57).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan moral bukan sesuatu
yang dapat ditambahkan atau boleh dikaitkan pada pendidikan begitu saja, melainkan
sesuatu yang hakiki dan bahkan menduduki tempat yang amat sentral dan strategis dalam
pendidikan sehingga perlu dirancang secara khusus agar dapat mentransferkan makna
pendidikan nilai moral yang hakiki menuju peradaban bangsa.
B. Nilai-nilai Moral
Menurut Henry Hazlitt ( 2003: 32) mengemukakan bahwa nilai adalah suatu kualitas atau
penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Menurut Sjarkawi, 2005: 29 Nilai moral diartikan sebagai isi mengenai keseluruhan tatanan
yang mengatur perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam masyarakat
berdasarkan pada ajaran nilai, prinsip dan norma.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa di dalam moral yang menjadi
tolak ukur suatu perbuatan itu bernilai baik atau buruk adalah adat istiadat yang berlaku di
dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai moral yang bersifat objectivistic dikategorikan
sebagai moral kesusilaan, seperti kejujuran, keadilan, keikhlasan, tanggung jawab dan lain-
lain. Adapun nilai-nilai moral yang bersifat relativistic dikategorikan sebagai moral
kesopanan, seperti berbicara secara sopan, hormat kepada orang yang lebih tua, tidak
bertamu pada jam istirahat dan sebagainya. Di dalam nilai moral juga terdapat batasan-
batasan berlakunya nilai tersebut. Batasan- batasan tersebut di antaranya nilai universal,
berlaku bagi seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi manusia.
Nilai partikular yakni hanya berlaku bagi sekelompok manusia tertentu atau dalam
kesempatan tertentu, misalnya nilai sebuah tutur kata. Nilai abadi, yakni berlaku kapanpun
dan dimanapun seperti kebebasan beragama.

C. Pengertian Karakter
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang berarti mengukir sehingga
terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh
setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui
pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Dalam istilah bahasa Arab, karakter
ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang
baik. Al-Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal
dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk
membentuk kebiasaan yang baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil.
Tuhan menurunkan petunjuk melalui para nabi dan rasul-Nya untuk manusia agar
senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di
muka bumi (Mega-wangi, 2008: 23).
Karakter menurut Alwisol diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan
nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda
dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun
demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun,
mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu (Suwito, 2008: 27-28).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa karakter adalah kualitas
atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan
kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Dengan demikian, dapat
dikemukakan juga bahwa karakter adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak
atau budi pekerti dari nilai-nilai dan keyakinan yang ditanamkan dalam proses
pendidikan yang merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada anak.
Anak dapat dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah berhasil menyerap nilai
dan keyakinan yang telah ditanamkan dalam proses pendidi-kan serta digunakan sebagai
kekuatan moral dan spiritual dalam kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan
kewajibannya mengelola alam (dunia) untuk kemanfaatan dan kebaikan masyarakat dan
dirinya.
Membangun karakter ibarat mengukir. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda
yang diukir, tidak mudah usang tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan
ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan
menyatu dengan bendanya. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola,
baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang
dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan. Proses membangun karakter pada anak juga ibarat
mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan
berbeda antara satu dengan lainnya. Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap
anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu ayah membentuk
karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah perilaku positif
tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya.
D. Karakteristik AUD
Masa-masa keemasan seorang anak (the golden age) ,yaitu masa ketika anak mempunyai
banyak potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Pada masa inilah, waktu yang sangat
tepat untuk menanamkan nilai-nillai karakter-kebaikan yang nantinya diharapkan akan
dapat membentuk kepribadiannya. Menurut Gardner (1998) sebagaimana dikutip Mulyasa
(2012) menyebutkan bahwa anak usia dini memegang peranan yang sangat penting karena
perkembangan otak manusia mengalami lompatan dan berkembang sangat pesat ,yaitu
mencapai 80%. Ketika dilahirkan ke dunia anak manusia telah mencapai perkembangan
otak 25% , sampai usia 4 tahun perkembangannya mencapai 50 % ,dan sampai 8 tahun
mencapai 80% , selebihnya berkembang sampai usia 18 tahun.
Atas dasar inilah, penting kiranya dilakukan penanaman nilai-nilai karakter pada anak
usia dini dalam memaksimalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki anak . Oleh karena
itu jangan sampai kita sebagai orang tua dan pendidik mematikan segenap potensi dan
kreativits anak karena ketidak tahuan kita. Memanfaatkan masa golden age ini sebagai masa
penanaman nilai-nilai karakter, pembinaan,pengarahan, pembimbingan,dan pembentukan
karakter anak usia dini. Oleh sebab itu, dengan dilakukannya penanaman nilai-nilai karakter
sejak dini, diharapkan kedepannya anak akan dapat menjadi manusia yang berkepribadian
baik sehingga bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat , maupun bangsa dan negara.
Perlunya menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter untuk mempersiapkan mereka
kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai identitas diri, sekaligus menuntun anak
untuk menjadi manusia berbudi pekerti, melalui pembiasaan dan keteladanan. Pada
pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak
berpikir,bersikap,bertindak sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan dan pembentukan
karakter anak usia dini dalam meningkatkan pembiasaan-pembiasaan dalam melaksanakan
suatu kegiatan disekolah. Pembiasaan adalah pengulangan.Dalam pembiasaan sangat efektif
digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak usia dini.
Sebagai contoh,apabila guru setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu sudah dapat
diartikan sebagai usaha pembiasaan. Bila mana ada anak masuk kelas tidak mengucapkan
salam,guru sebaiknya mengingatkan anak agar bila masuk ruangan mengucapkan salam. Ini
juga salah satu cara membiasakan anak sejak dini.
Anak usia dini cenderung memiliki sifat meniru apa yang dilakukan oleh orangorang
yang ada disekitarnya, baik saudara terdekat,ataupun bapak ibunya, bahkan apa yang dilihat
di TV. Anak adalah peniru ulung, oleh karena itu, sebaiknya guru menjadi figur yang
terbaik dimata anaknya.Jika kita menginginkan anak tumbuh dengan melalukan
kebiasaankebiasaan yang baik dan mempunyai karakter yang terpuji serta mempunyai
kepribadian yang baik sebaiknya orang tua/guru mampu mendidik dan mengajarkan serta
mengenalkan nilai-nilai karakter sejak anak usia dini .
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter akan bermakna bilamana nilainilai tersebut
dapat diimplentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan
karakter lebih menekankan pada kebiasaan anak untuk melakukan hal-hal yang positif dan
keteladanan /contoh yang ditampilkan guru. Kebiasaan-dan keteladanan inilah yang
kemudian akan menjadi suatu karakter yang membekas dan tertanam dalam jiwa sang anak.
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial,
moral, dan sebagainya. Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting
untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan
fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya.
Pengalaman yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap
kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama, bahkan tidak dapat
terhapuskan (Mashar, 2015: 7).
1. Prinsip-prinsip Pengembangan Karakter AUD
Pengembangan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru
dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pengembangan karakter.
Kemendiknas memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pengembangan
karakter yang efektif sebagai berikut (Gun-awan, 2012: 35-36)
a) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
b) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran,
perasaan, dan perilaku
c) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
mengembangkan karakter
d) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian
e) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik
f) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua peserta didik, mengembangkan karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses
g) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik
h) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggungjawab untuk pengembangan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama
i) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun
inisiatif pengembangan karakter
j) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter
k) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik
2. Tahapan Pengembangan Karakter AUD
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan
kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja.
Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak
sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk
melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of
good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling
atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan
bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang
terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan,
menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral)
(Megawangi, 2008: 25).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan
antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat
dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan
nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia
internasional.
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah
terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena
mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah,
bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat
jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang
tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri.
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai pendidikan karakter yang wajib diterapkan dan ditanamkan pada anak
usia dini sebagai berikut:
a) Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
b) Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c) Toleransi, sikap tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari durinya.
d) Disiplin, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
e) Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
f) Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
g) Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
h) Demokratis, cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i) Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya , dilihat , dan didengar.
j) Semangat kebangsaan, cara berpikir, bertindak, dan berwawasan, yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara, diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
k) Cinta tanah air, cara berpikir,bertindak,dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan, yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Eka Sapti Cahyaningrum, dkk. 2017. Pengembangan Nilai-nilai Karakter Anak Usia Dini
Melalui Pembiasaan Dan Keteladanan. Vol 6 Edisi 7

https://journal.uny.ac.id/index.php/jpa/article/download/17707/10181

Hamid Darmadi. (2009). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: ALFABETA

Henry Hazlitt. (2003). Dasar-dasar Moralitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jamie C. Miller. (2003). Mengasah Kecerdasan Moral Anak. Bandung: KAFIA

Nurul Zuriah. (2007). Pendidikan Moral &. Budi Pekerti dalam perspektif Perubahan. Jakarta:
Bumi Aksara.

Sjarkawi. (2005). Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara.

Umi, Rohmah. 2018. Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini. Jurnal: Pendidikan Anak.
Vol 4 No 1

https://www.researchgate.net/publication/330410708_Pengembangan_Karakter_Pada_Anak_Usi
a_Dini_AUD di akses juni 2018

Anda mungkin juga menyukai