I. DEFINISI
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan
terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2012).
ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit. Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah
yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak
terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih
dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah
keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-
anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun. ALL adalah
patologis dari sel pembuluh darah yang bersifat sistematik dan biasanya berakhir fatal
(Nurarif,2015).
Klasifikasi leukimia:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-
rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis
terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik
dan bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia
Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat.
Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik
dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang
dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita
LGK/LMK. Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit,
disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang.
II. PATOFISIOLOGI
A. Etiologi
1. Faktor Prediposisi
a. Genetik
1) Keturunan
Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun
pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi
2) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-
sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini
berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan
lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain:
produk – produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik
2) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom
yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan
pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi,
dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada
penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan
resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi
misal: pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA .
f. Faktor lain
Penyebab ALL sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, diduga
kemungkinan besar karena virus (virus onkologik), faktor lain yang turut
berperan adalah:
1) Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan
kimia (bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2) Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).
VI. PENATALAKSANAAN
A. Medis
Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:
1. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia yang
berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan bila
terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering
terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leucopenia,
infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000 /
mm3 pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10 5-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).
VII.ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan kimia,
radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya. Selain itu
sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun,
demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal. Kelelahan dan
petekie berhubungan dengan trombositopenia juga merupakan gejala-gejala umum
terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet
dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan pengawet dan
penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat meningkatkan resiko
pada janinnya. Lebih sering pada saudara sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang
terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu makan,
pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak tersebut. Anak
keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan
aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat melakukan
aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak energi).
Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas
ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan tidak
membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit
yang dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta
masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak lemah
sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang berat.
Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi bermain
yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan. Anak
suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak tidak suka
makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga zat besi yang
diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka masak
menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan siap saji
dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan tidur
karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya dibantu
oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak terganggu
karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin sedikit
yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna urine kuning
keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur. Sebagaian
aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita PDA, manifestasi kliniknya pada umumnya anak sesak
nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat dan
cepat (takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh
hiperviskositas darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik (hipertermi,
>37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1) Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri),perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap, ada
atau tidaknya karies gigi.
2) Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3) Telinga : ketulian
4) Leher: distensi vena jugularis
5) Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah
(gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental,
kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic
fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada, penggunaan
otot bantu pernapasan
2) Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4) Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi (terjadi
penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika
ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar limfe,
ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus, palpasi nyeri
tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
2) Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1) Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
2) nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah, diaforesis
(gejala hipermetabolisme).
3) peningkatan suhu tubuh
4) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Adakah sianosis, kekuatan otot
2) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia
B. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan
atau stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi dan TTV dbn.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan
2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi
mencuci tangan sebelum selanjutnya
menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada
3. Berikan periode istirahat tanpa organisme infektif
gangguan 3. menambah energi untuk
4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler
pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau
ketentuan mengobati infeksi khusus
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang
2. Berikan cairan oral dan akan dilakukan
parinteral 2. Sebagai upaya untuk mengatasi
3. Pantau intake dan output cairan yang keluar
4. Kolaborasi Pemberian obat 3. Dapat mengetahui keseimbangan
anti diare cairan
4. Menghentikan diare
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Dorong masukan nutrisi dengan Mempertahankan asupan nutrisi
jumlah sedikit tapi sering
2. Karena jumlah yang kecil biasanya
2. Timbang berat badan pasien
ditoleransi dengan baik
3. Kolaborasi dengan tim
3. Membantu dalam mengidentifikasi
kesehatan dalam pemberian
malnutrisi protein kalori.
nutrisi
4. Membantu proses penyembuhan
dalam kebutuhan nutrisi
Daftar Pustaka
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika