Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH IMUNOLOGI

‘SITOKIN PADA SISTEM IMUN NON SPESIFIK”

OLEH:

SARAH AMELIA AZHAR

1701081

S1-VIB

DOSEN PENGAMPU :
Syilfia Hasti,M.Farm,Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan

makalah tentang SITOKIN PADA SISTEM IMUN NON SPESIFIK ini

dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan. Saya sangat berharap

makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan

kita dalam Mata Kuliah Imunologi.

saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap

adanya kritik atau saran untuk perbaikan makalah yang telah saya buat di masa

yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang

membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang

yang membacanya dan juga dapat berguna bagi saya sendiri maupun bagi orang

yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan

kata-kata yang kurang berkenaan.

Pekanbaru, 2 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seperti diketahui hampir semua sistem biologi memerlukan

komunikasi antar sel untuk pertumbuhan dan pengaturannya. Pada sistem

imun komunikasi antar sel umumnya melibatkan sitokin. Mediator ini

diperlukan untuk proliperasi dan diferensiasi sel-sel hematopoitik dan

untuk mengatur dan menentukan respon imun. Sitokin dalam menjalankan

fungsinya sebagai mediator saling berinteraksi antara sitokin sendiri dan

interaksi ini dapat berjalan sinergis atau antagonis. Oleh karena interaksi

tersebut, konsep kerja sitokin sebagai suatu “network”.

Sitokin merupakan protein atau glikoprotein yang diproduksi oleh

leukosit dan sel-sel berinti lainnya. Bekerja sebagai penghubung kimia

antar sel dan tidak bertindak sebagai molekul efektor. Sitokin mempunyai

berbagai macam fungsi, namun pada umumnya sitokin bertindak sebagai

pengatur pertahanan tubuh untuk melawan hal-hal yang bersifat patogen

dan menimbulkan respons inflamasi. Hampir seluruh sitokin akan

disekresi dan sebagian dapat ditemukan pada membran sel, sisanya

disimpan dalam matriks ekstraseluler. Sitokin dibagi menjadi beberapa

famili menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-4,- IL-6/IL-12, Interferon,

TNF, IL-l, Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan Kemokin.

Pada umumnya sitokin merupakan faktor pembantu pertumbuhan dan

diferensiasi. Sebagian besar sitokin bekerja pada selsel dalam sistim

Hemapoetik.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan sitokin ?

2. Kapan sitokin diproduksi ?

3. Fungsi dari Sitokin?

4. Bagaimana mekanisme kerja dari sitokin ?

5. Bagaimana Sitokin Pada Sistem Imun Non Spesifik?

6. Apa saja sifat dari sitokin ?

7. Bagaimana ciri-ciri dari sitokin

8. Apa saja reseptor dari sitokin ?

1.3 TUJUAN MASALAH

1. Agar mahasiswa memahami pengertian dari sitokin sebagai regulator

tubuh.

2. Agar mahasiswa mengetahui kapan sitokin diproduksi.

3. Agar Mahasiswa mengetahui fungsi dari sitokin

4. Agar mahasiwa mengetahui dan paham mekanisme kerja dari sitokin.

5. Agara mahasiswa mengetahui sitokin pada sistem imun non

spesifik

6. Agar mahasiswa memahami sifat dari sitokin baik secara langsung dan

tidak langsung.

7. Agar mahasiwa mengetahui fungsi dari sitokin yang terlibat dalam

system imun.
8. Agar mahasiwa mampu menjelaskan reseptor yang dimiliki sitokin

untuk menghasilkan efek biologisnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Sitokin

Sitokin merupakan peptide pengatur (regulator) yang dapat

diproduksi oleh amper semua jenis sel yang berinti dalam tubuh

(Subowo, 2009).

Jan Vilcek pada tahun 1998 menyatakan, Sitokin adalah protein

regulator yang dilepaskan oleh sel-sel darah putih (leukosit) dan berbagai

jenis sel lain dalam tubuh; kegiatan pleiotropik sitokin mencakup efek

pada sel dari system imun dan modulasi respons radang. Sebagian besar

sitokin berbentuk polipeptida atau glikoprotein sederhana dengan BM

sebesar 30 kd atau kurang (tetapi banyak sitokin membentuk molekul

oligomer dengan berat molekul lebih dan satu sitokin (IL-2) merupakan

heterodimer).

Sitokin merupakan protein pembawa pesan kimiawi, atau perantara

dalan komunikasi antar sel yang sangat poten, aktif pada kadar yang

sangat rendah (10-10 – 10-15). (Baratawidjaja, 2012)

Sitokin adalah golongan protein / glikoprotein/ polipeptida yang

larut dan diproduksi oleh sel limfosit dan sel-sel lain seperti makrofag,

eosinofil, sel mast dan sel endotel. (Admadi, 2007).


Sitokin mempunyai berat molekul rendah, sekitar 8-40 KD, di

samping kadarnya juga sangat rendah. Biasanya diproduksi oleh sel

sebagai respons terhadap rangsangan. Sitokin yang dibentuk segera dilepas

dan tidak disimpan di dalam sel. Sitokin yang sama dapat diproduksi oleh

berbagai sel. Satu sitokin dapat bekerja terhadap beberapa jenis sel dan

dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme. (Admadi, 2007).

2.2. Produksi Sitokin

Umumnya produksi sitokin sangat rendah atau sama sekali tidak

diproduksi, produksi sitokin diatur oleh berbagai rangsang melalui induksi

pada tingkat transkripsi atau translasi. Produksi sitokin hanya selintas dan

jarak kegiatannya dengan sel sasaran biasanya pendek (sangat jelas pada

autokrin atau parakrin yang berbeda dengan endokrin). ( Baratawidjaja,

2012).

2.3. Fungsi Sitokin

Sitokin berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir

semua proses biologis penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan,

proliferasi, diferensiasi, proses inflamasi sel, imunitas, serta pertahanan

jaringan ataupun morfogenesis. Kesemuanya terjadi akibat rangsangan

dari luar. Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun.

Efek biologis sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang

diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Reseptor yang


diekspresikan dan afinitasnya merupakan factor kunci respons selular.

( Baratawidjaja, 2012).

Abbas pada tahun1994 menyatakan bahwa fungsi sitokin dapat

disebutkan dalam beberapa kategori, yaitu sebagai mediator imunitas

bawaan mengatur aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit,

mengatur immune mediated 7 inflammation, merangsang leukosit yang

belum matang/ immature dalam pertumbuhan dan diferensiasi.

Theze pada tahun 1999 menyatakan bahwa fungsi dasar sitokin

yang diproduksi akibat adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat

imunologik, berperan utama dalam kelanjutan hidup sel, proliferasi sel,

diferensiasi sel dan kematian sel.

Adapun fungsi sitokin yaitu :

 Menstimulasi berbagai respon sel yang terlibat dalam sistem imun dan

peradangan.

 Merangsang pertumbuhan dan diferensiasi limfosit .

 Mengaktivasi berbagai sel efektor yang berbeda untuk mengeleminasi

mikroba dan antigen lainnya.

 Merangsang perkembangan sel hematopoetik.

 Digunakan sebagai obat dan target antagonis spesifik dalam berbagai

penyakit imun dan peradangan

Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran

spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger

(tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).


2.4. Mekanisme Kerja Sitokin

Mekanisme kerja sitokin pada sel sasarannya melalui ikatan

dengan reseptor permukaan sel sasarannya yang bersifat sangat spesifik

dengan afinitas tinggi. Sebagian besar mekanisme kerja sitokin

dimanifestasikan dalam pola alternative pada ekspresi gen dalam sel

sasarannya. Mekanisme kerja tersebut mendorong kearah peningkatan atau

perubahan ekspresi beberapa fungsi diferensiasi. Walaupun rentang efek

dari masing-masing sitokin dapat sangat lebar dan beraneka ragam, paling

sedikit beberapa efek setiap sitokin ditunjukkan pada sel-sel

hematopoietic. (Subowo,2009).

2.5. Sitokin Pada Sistem Imun Non Spesifik

Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya

mensekresi sitokin untukmemperantarai reaksi selular pada imunitas non

spesifik. Sitokin merupakan protein yang mudahlarut (soluble protein),

yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan

sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin

dengan alasanmolekul tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada

leukosit (namun definisi ini terlalusederhana karena sitokin juga

diproduksi dan bekerja pada sel lainnya). Pada imunitas nonspesifik,

sumber utama sitokin adalah makrofag yang teraktivasi oleh mikroba.

Terikatnya LPSke reseptornya di makrofag merupakan rangsangan kuat

untuk mensekresi sitokin. Sitokin jugadiproduksi pada imunitas selular

dengan sumber utamanya adalah sel T helper (Th).


Respoms imun nonspesifik dini yang penting terhadap virus dan

bakteri berupa sekresi sitokin yang diperlukan untuk fungsi banyak sel

efektor. Interaksi antigen dan makrofag dan yang menimbulkan aktivasi

Th menimbulkan pelepasan sejumlah sitokin dan menimbulkan jaring

interaksi kompleks dalam respons imun.

SITOKIN Sumber Utama Sasaran Utama dan Efek


Biologik
IL-1 Makrofag, endotel, beberapa Endotel : aktivasi (inflamasi,
sel epitel koagulasi)
Hipotalamus: panas
Hati : APP
IL-6 Makrofag, sel endotel, sel T Hati : sintesis APP
Sel B : proliferasi sel plasma
IL-10 Makrofag, Sel T terutama Makrofag, sel dendritik :
Th2 mencegah produksi IL-21 dan
ekspresi kostimulator dan
MHC-II
IL-12 Makrofag, sel dendritik Sel T: diferensiasi Th1
Sel NK dan sel T : sintesis
IFN-γ, meningkatkan aktivitas
sitolitik
IL-15 Makrofag, sel lain Sel NK : proliferasi
Sel T : proliferasi (sel memori
CD8+)
IL-18 Makrofag Sel NK dan sel T : sintesis
IFN-γ
IFN-α, IFN-α : makrofag Semua sel : antivirus,
IFN-β IFN-β : fibroblas peningkatan ekspresi MHC-I
Sel NK : aktivasi
IFN-γ Th1 Aktivasi sel NK dan
makrofag, induksi MHC II
Kemokin Makrofag, sel endotel, sel T, Leukosit : kemotaksis,
fibroblas, trombosit aktivasi, migrasi ke jaringan
TNF Makrofag, sel T Sel endotel : aktivasi
(inflamasi, koagulasi)
Neutrofil : aktivasi
Hipotalamus : panas
Hati : sintesis APP
Otot, lemak : katabolisme
(kaheksia)
Banyak jenis sel : apoptosis

Gambar Peran Sitokin pada Imunitas nonspesifik


terhadap mikroba yang memproduksi LPS (endotoksin

1. TNF (Tumor Necrosis Factor)

TNF merupakan sitokin utama pada respons inflamasi akut

terhadap bakteri negatif-gram dan mikroba lain. Infeksi yang berat dapat

memicu produksi TNF dalam jumlah besar yang menimbulkan reaksi

sistemik .
TNF disebut TNF-α atas dasar historis dan untuk membedakannya

dari TNF-β atau limfotoksin. Sumber utama TNF adalah fagosit

mononuklear dan sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast. Pada

kadar rendah, TNF bekerja terhadap leukosit dan endotel, menginduksi

inflamasi akut. Pada kadar sedang, TNF berperan dalam inflamasi

sistemik. Pada kadar tinggi, TF menimbulkan kelainan patologik syok

septik.

Pada kadar rendah,TNF bekerja terhadap leukosit dan endotel,

menginduksi inflamasi akut. Pad kadar sedang, TNF berperan dalam

inflamasi sistemik. Pada kadar tinggi, TNF menimbulkan kelainan

patologik syok septik.

TNF memiliki efek biologis sebagai berikut :

 Pengerahan neutrofil dan monosit ketempat infeksi serta mengaktifkan

sel – sel tersebut untuk menyikngkirkan mikroba.

 Memacu ekspresi molekul adhesi sel endotel vaskular untuk leukosit.

Molekul adhesi terpenting adalah selektif dan ligan untuk integrin

leukosit.

 Merangsang makrofag mensekresi kemokin dan mengunduksi

kemptaksis dan menginduksi kemotaksis dan mengerahan leukosit.

 Merangsng fagosit moninuklear untuk mensekresi IL- 1 dengan efek

seperti TNF.

 Menginduksi apoptosis sel inflamasi yang sama.

 Merangsang hipotalamus yang menginduksi panas dan oleh karena itu

disebut pirogen endogen. Panas ditimbulkan atas pengaruh


prostaglandin yang di produksi sel hipotalami yang dirangsang TNF

dan IL-1. Inhibitor sintesi prostaglandin seperti aspirin, menurunkan

panas. TNF seperti halnya denan IL – 1 dan IL – 6 menigkatkan sintesi

protein serum tertentu seperti amyloid A protein dan fibrinogen oleh

leukosit.

 Produksi TNF dalam jumlah besar dapat mencegah kontraktilitas

miokard dan tonus otot polos vaskular yang menurunkan tekanan darah

atau syok dan sel lemak yang menimbulkan kaheksia, gangguan

metabolisme berat seperti gula darah turun sampai kadar yang tidak

memungkinkan untuk hidup. Hal ini disebabkan karena penggunaan

glukosa yang berlebihan oleh otodan hati dan gagal untuk

kemggantikannnya.

 Komplilasi sindrom sepsis yang ditimbulkan bakteri negatif –Gram

(atau syok endotoksin) ditandai dengan kolaps vascular.

 DIC dan gangguan metabolik disebabkan produksi TNNF yang

dirangsang LPS, dan sitokin lain IL – 12, IFN –у dan IL – 1. Kadar

TNF darah mempunyai nilai prediksi yang akan terjadi akibat infeksi

bakteri negatif –Gram yang berat

Berbagai efek TNF dengan manifestasi sebagai berikut (Subowo,

2009):

 Efek sitotoksik
Efek sitiotoksik terlihat pada beberapa jenis jaringan tumor yang

mengalami kemunduran dan nekrosis yang disertai perdarahan.

Mekanisme kematian sel tumor in vivo oleh TNF belum jelas, tetapi

yang jelas bahwa kematian sel tumor membutuhkan reseptor untuk

TNF. Kematian sel tumor secara in vivo bukan pengaruh langsung

TNF melainkan secara tidak langsung. Kemungkinan kematian sel

tumor karena tejadinya nekrosis jaringan tumor sebagai akibat

gangguan vaskularisasi untuk jaringan tumor. Terdapat bukti bahwa sel

makrofag teraktifkan dapt membunuh sel-sel tumor, sedang TNF

merupakan produk sel makrofag.

 Efek radang

Kini TNF lebih diangga sebagai mediator utama dalam radang.

Mekanisme pada beberapa kejadian radang setempat diramalkan

berdasarkan pengamatan dalam percobaan in vitro. Misalnya sel netrfil

yang bereaksi engan TNF meningkat pengikatannya dengan sel

emdotel, letupan respiratori dan degranulasinya. Pola kerusakan

jaringan radang mirip dengan kerusakan oleh IL-1. Demikian pula

kemampuan TNF dalam menginduksi prolifeasi fibroblast mirip IL-1,

sehingga TNF dianggap penting dalam proses penyembuhan luka.

 Efek hematopoietic

Efek TNF terhadap aktivitas hematopoietic terlihat dalam bentuk

hambatan pembentukan koloni buakan granulosit-monosit, eritroid dan

koloni sel multipotensial pada jaringan sumsum tulang manusia. Tetapi


sebaliknya pada mencit, TNF meningkatkan sel-sel progenitor dalam

jaringan sumsum tulang pada percobaan in vivo.

 Efek imunologik

Walaupun TNf dalam beberapa aktovotas biologic mirip IL-1,

namun ada beberapa perbedaan dalam mekanisme pengaturan imun.

Secara umum Nampak perbedaan bahwa TNF tidak banyak terlibat

dalam pengaturan tersebut. TNF mempunyai aktivitad perangdangan

yang multiple terhadap limfosit T teraktifkan, misalnya respons

proliferative limfosit T terhadap antigen, peningkatan reseptor untuk

IL-2 dan indiksi produksi IFN-. Demikian juga imunitas spesifik

terhadap tumor ditingkatkan oleh TNF. TNF dapat meningkatkan

ekspresi antigen kelas I pada fibroblast dan sel endotel. 19 Efek

perlingungan non-spesifik terhadap pathogen telah dilaporkan pula

untuk TNF. Misalnya aktivitas antivirus dan beberapa parasit.

Gambar efek biologis TNF


2. IL-1

Fungsi utama IL-1 adalah sama dengan TNF, yaiu mediator

inflamasi yang merupakan respons terhadap infeksi dan rangsangan lain.

Bersama TNF berperan pada imunitas nonspesifik. Sumber utama IL-1

juga sama dengan TNF yaitu fagosit mononuklear yang diaktifkan.

 Peran IL-1 dalam Peradangan

IL-1 dianggap sebagai mediator yang snagat penting dalam proses

radang. Hal ini dapat dilihat dari munculnya gejala yang menyertai

radang yang dapat diamati dari munculnya gejala yang menyertai

radang yang dapat diamati secara in vitro maupun in vivo. Keterkaitan

IL-1 dengan gejala tersebut dijelaskan melalui pengamaan in vitro.

Dalam pengamatan gejala radang secara in vivo, terungkap misalnya

demam dan perubahan sususnan biokimia darah dan komponen sel

darah. Timbulnya demam merupakan efek neroendokrin IL-1, karena

terangsangnya pusat panas pada daerah hipotalamus. Telah lama

diketahui bahwa mediator yang dihasilkan oleh leukosit yang semula

dinamakan endogenous pyrogen (EP) bertanggung jawab dalam

induksi produksi prostaglandin (PG) oleh sel-sel yang terdapat di

sekitar pusat demam di hipotalamus. Efek neroendokrin lain

berlangsung karena produksi “cortico releasing factor” yang pada

gilirannya akan merangsang produksi hormone ACTH dari hipofisa

yang akan ,enginduksi produksi hormone kortikosteroid dari kelenjar

adrenal. Hormone kortikosteroid mendorong pelepasan sel-sel netrofil

dari sumsum tulang kedalam peredaran darah yang dibarengi dengan


peningkatan hematopoiesis menyebabkan perubahan susunan

komponen sel darah.

Pengaruh IL-1 lainnya yang dapat diamati, yaitu induksi pelepasan

sejumlah mediator (mediator sekunder) misalnya : PAF (Platelet

activating factor), IL-6, TNF, CSF, dan bahkan untuk induksi IL-1

sendiri. Produksi IL-1 dapat dihambat oleh inhibitor yang dilepaskan

oleh sel makrofag juga.

 Efek pada Aktivasi Limfosit T

Dalam mengawali respon imun, aktivasi limfosit T merupakan

tahap yang menentukan. Kecocokan akan MHC kelas II dari sel

makrofag dalam menyajikan antigen kepada limfosit T sangat

diperlukan dalam mengawali respons imun. Sel-sel penyaji ini tidak

saja menghadirkan antigen dengan cara kontak dengan klon limfosit T

yang cocok, namun juga diperlukan adanya pelepasan IL-1 sebagai

signal kedua. Aktivasi limfosi T berlangsung dengan adanya 2 signal

tersebut, akan diususul kemudian oleh proliferasi dan diferensiasi sel.

Namun jelaslah bahwa tanpa keterlibatan molekul MHC kelas II, IL-1

tidak dapat berfungsi sendiri dalam membangkitkan respons imun

melalui aktivasi limfosit T.

Atas dasar kenyataan tersebut, oleh Oppenheim (1987) diusulkan

urutan tahap peristiwa siklus limfosit setelah menerima rangsan

antigen yang dihasilkan oleh sel penyaji (sel makrofag). Epitope

antigen spesifik atau poliklonal yang diproses oleh sel makrofag akan

merupakan rangsangan ketika hasil pemprosesan tersebut disajikan


kepada limfosi T. pada tahap ini akan terjadi perubahan status limfosit

T dari G0 menjadi tahap G1 awal yang mampu mengadakan

biosintesis. Beberapa dari limfosit T tersebut melanjutkan

perkembangannya dalam tahap G1 lanjut, sehingga mereka mampu

mengekspresikan resptor untuk IL-2. Sebagian dari limfosit T lain

setelah menerima rangsangan IL-1 akan melepaskan IL-2. Limfosit

yang menerima rangsangan IL-2 ini selanjutnya akan mengekspresikan

resptor untuk transferin, sehingga dapat meneruskan perkembangannya

dalam tahap siklus sel yang berakhir dengan sitosis.

 Efek pada Diferensiasi Limfosit T

Disamping sebagai mediator yang penting dalam proses

peradangan , IL-1 juga merupakan mediator yang berperan dalam

aktivitas imunologik. Pengaruh IL-1 dalam imunitas ini terutama

melalui dorongannya terhadap diferensiasilimfoit T yang dapat

dipantau melalui perubahan-perubahan marka pada membrannya ;

misalnya IL-1 akan lebih menstabilkan CD2 pada limfosit T, yang

merupakan resptor untuk eritrosit domba sehingga mempermudah

pembentukan kloset dengan eritrosit domba (SRBC). Dengan demikian

meIL-1 meningkatkan funhsi limfosit T dan memproduksi limfokin

seperti IL-2, CSF, BCGF (IL-4 dan IL-5), IFN-, dan LDCF

(Limphocyte derived chemotatic factor).

 Efek pada Limfosit B


Dalam perbobaan in vitro, IL-1 memperkuat proliferasi diferensiasi

dan fungsi produksi antibody oleh limfosit B. pengaruh IL-1 terhadap

limfosit B dapat secara tidak langsung melalui limfosit Th yang

menghasilkan BCGF (IL-4 dan IL-5). Oleh karena IL-1 dapat

dihasilkan juga oleh limfosit B sendiri, maka interleukin ini dapat

bertindak sebagai autorkin yang dapat mengatur aktivitasnya sendiri.

3. Il-6

IL-6 berfungsi dalam imunitas nonspesifik, diproduksi fagosit

mononuklear, sel endotel vaskular, fibroblas dan sel lain sebagai respons

terhadap mikroba dan sitokin lain. Dalam imunitas nonspesifik, IL-6

merangsang hepatosit untuk memproduksi APP dan bersama CSF

merangsang progenitor di sumsum tulang untuk memproduksi neutrofil.

Dalam imunitas spesifik, IL-6 merangsang pertumbuhan dan diferensiasi

sel B menjadi sel mast yang memproduksi antibodi.

4. IL-10

IL-10 merupakan inhibitor makrofag dan sel dendritik yang

berperan dalam mengontrol reaksi imun nonspesifik dan imun selular. IL-

10 diproduksi terutama oleh makrofag yang diaktifkan. IL-10 mencegah

produksi IL-12 oleh makrofag dan sel dendritik yang diaktifkan. IL-10

mencegah ekspresi kostimulatori molekul MHC-II pada makrofag dan sel

dendritik.
5. IL-12

IL-12 merupakan mediator utama imunitas nonspesifik dini

terhadap mikroba intraselular dan merupakan induktor kunci dalam

imunitas selular spesifik terhadap mikroba. Sumber utama IL-12 adalah

fagosit mono nuklear dan sel dendritik yang diaktifkan. Efek biologis IL-

12 adalah merangsang produksi IFN- oleh sel NK dan sel T, diferensiasi ˠ

oleh sel T CD4+ menjadi sel Th1 yang memproduksi IFN- . IL-12 juga

meningkatkan fungsi sitolitik sel NK dan sel CD8+ / CTL.

Gambar efek biologis IL-12

6. IFN tipe I

IFN tipe I (IFN-α dan IFN-β) berperan dalam imunitas nonspesifik

dini pada infeksi virus. Nama interferon berasal dari kemampuannya

dalam intervensi infeksi virus. Efek IFN tipe I adalh proteksi terhadap
infeksi virus dan meningkatkan imunitas selular terhadap mikroba

intraselular. IFN tipe I mencegah replikasi virus, meningkatkan ekspresi

molekul MHC-I, merangsang perkembangan Th1, mencegah proliferasi

banyak jenis sel antara lain limfosit in vitro.

IFN tipe I diproduksi oleh sel terinfeksi virus dan makrofag.

Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag

yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus

dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. IFN mempunyai sifat

antivirus dan dapat menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus

menjadi resisten terhadap virus.

Produksi IFN diinduksi oleh infeksi virus atau suntikan

polinukleotida sintetik. IFN dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu, Tipe I dan

Tipe II. Tipe I terdiri atas IFN-α yang disekresi makrofag dan leukosit lain

serta IFN-β disekresi oleh 25 fibroblast. IFN Tipe II adalah IFN- yang juga

disebut IFN ˠ imun, disekresi sel T setelah dirangsang oleh antigen

spesifik. Efek protekso IFN- terjadi melalui reseptor di membrane sel ˠ dan

mengaktifkan gen yang menginduksi sel untuk memproduksi protein

antivirus yang mencegah translasi mRNA virus. IFN juga meningkatkan

aktivitas sel T, makrofag, ekspresi MHC dan efek sitotoksik sel NK. MHC

berfungsi untuk mengikat peptide dalam presentasi ke sel T.

Gambar efek biologis IFN tipe I


7. IL-15

IL-15 diproduksi fagosit mononuclear dan mungkin jenis sel lain

sebagai respons terhadap infeksi virus, LPS dan sinyal lain yang memicu

imunitas nonspesifik. IL-15 yang disintesis fagosit pada ekspansi virus,

merangsang ekspansi sel NK dalam beberap ahari pasca infeksi. IL-15

dapat dianggap ekuivalen dengan IL-2. IL-15 dianggap ekuivalen dengan

IL-2. IL-15 berperan pada imunitas nonspesifik dini dan IL-2 pada

imunitas spesifik dini. IL-15 juga merupakan factor pertumbuhan dan

factor hidup terutama untuk sel CD8+ yang hidup lama.

8. IL-18.

IL-18 memiliki stuktur yang homolog dengan IL-1, namun

mempunyai efek yang berlainan. IL-18 diproduksi makrofag sebagai

respons terhadap LPS dan produk mikroba lain, merangsang sel NK dan

sel T untuk memproduksi IFN-γ. Jadi IL-18 adalah induktor imunitas

selular bersama IL-21.

9. IL-19, IL-20, IL-22, IL-23, IL-24

Beberapa sitokin lain telah dapat diidentifikasi dan diketahui

sebagai homolog dengan IL-10. Diduga sitokin-sitokin ini berperan pada

inflamasi kulit. Fungsi IL-19 belum diketahui secara jelas. IL-21 homolog
dengan IL-15, merangsang proliferasi sel NK. IL-23 serupa dengan IL-12,

dapat merangsang respons imun selular.

10. Sitokin lain

Interleukin lain seperti : IL-25, IL-26, IL-27, IL-28, IL-29, IL-30,

IL-31, IL-32, BCAF dan sebagainya dapat dilihat pada Apendiks B.

2.6. Sifat Umum Sitokin


Sifat umum sitokin:

 Masa paruhnya singkat

 Cepat terurai sebagai metode regulasi sehingga sulit diukur dalam

sirkulasi kebanyakan bekerja lokal dalam lingkungan mikrosel

 Beberapa bekerja pada produkidi sel itu sendiri, meningkatkan aktivasi

dan diferensiasi melalui resptor permukaan dengan afinitas tinggi

 Kebanyakan efek biolohis sitokin bersifat pieonotropik misalnya

mempengaruhi organ multipel damam tubuh

 Kebanyakan juga menunjukkan fungsi biologis yanh tumpang tindi,

sehingga menggambarkan redundansi pada kelompoknya.Karena

alasan inilah sasaran terapeutik sitokin tertentu sering gagal

Sitokin dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung.

Sitokin yang berefek langsung memiliki ciri ( Baratawidjaja, 2012) :

 Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleiptropi)

 Autoregulasi (fungsi autokrin)

 Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (fungsi parakin)


Sedangkan Sitokin yang berefek tidak langsung mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut :

 Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama

dengan sitokin lain dalam merangsang sel (sinergisme)

 Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)

Gambar Sifat-Sifat Sitokin

2.7. Karakteristik Sitokin

Sitokin sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Baratawidjaja,

2012) :

 Sitokin adalah polipeptida yang diproduksi sebagai respons terhadap

rangsang mikroba dan antigen lainnya dan berperan sebagai mediator

pada reaksi imun dan inflamasi.

 Sekresi sitokin terjadi cepat dan hanya sebentar, tidak disimpan

sebagai molekul preformed. Kerjanya sering pleiotropik (satu sitokin

bekerja terhadap berbagai jenis sel yang menimbulkan berbagai efek)


dan redundan (berbagai sitokin menunjukkan efek yang sama). Oleh

karena itu, efek antagonis satu sitokin tidak akan menunjukkan hasil

nyata karena ada kompensasi dari sitokin yang lain.

 Sitokin sering berpengaruh terhadap sintesis dan efek sitokin yang lain.

 Efek sitokin dapat lokal atau sistemik.

 Sinyal luar mengatur ekspresi reseptornya pada membrane sel sasaran.

 Respons selular terhadap kebanyakan sitokin terdiri atas perubahan

ekspresi gen terhadap sel sasaran yang menimbulkan espresi fungsi

baru dan kadang proliferasi sel sasaran.

2.8. Reseptor Sitokin

Dalam beberapa tahun terakhir, reseptor sitokin telah banyak

menyita perhatian para ahli dibandingkan dengan sitokin itu sendiri,

sebagian karena karakteristiknya yang luar biasa, dan sebagian karena

defisiensi reseptor sitokin secara langsung berkaitan dengan melemahnya

immunodefisiensi. Dalam hal ini, dan juga karena redundansi dan

pleiomorpishm sitokin, pada kenyataannya merupakan konsekuensi dari

reseptor homolog sitokin, banyak para ahli berfikir bahwa klasifikasi

reseptor akan lebih berguna secara klinis dan eksperimental.

Agar sitokin menunjukkan efek pada sel sasarannya, sel sasaran

tersebut harus dilengkapi dengan molekul reseptor pada permukaanya.

Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor

membran spesifik. Reseptor dan 8 sitokin yang cocok dengan reseptor

tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan struktur dan


aktivitasnya. Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-

dimensi yang dimiliki.

1. Keluarga Reseptor Sitokin Kelas I Reseptor dalam keluarga ini

berstuktur heterodimer, beberapa bentuk homodimer, sebagian lagi

berbentuk heterotimer. Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu

pada ekstraseluler asam-amino domain. Keluarga reseptor sitokin kelas

I mencakup resptor untuk sitokin yang mempunyai peran penting,

yaitu : IL-2, IL-4, IL-6, IL-12, untuk factor hematopoietic ( GCSF,

GM-CSF, dan eritropoetin, growth factor hormone dan prolactin).

( Subowo, 2009).

2. Keluarga Reseptor Sitokin Kelas II Keluarga reseptor sitokin kelas II

banyak kemiripan strukturnya dengan keluarga reseptor kelas I dan

disebut pula keluarga reseptor interferon. Keluarga reseptor ini

merupakan reseptor heterodimer untuk sitokin yang termasuk IFN-/

dan IFN- dan resptor untuk IL-10. Subowo, 2009).

3. Keluarga reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family Semua

anggota keluarga reseptor TNF berstuktur rantai tunggal. Keluarga ini

terdiri atas 2 reseptor yang terpisah yang mengikat TNF- dan TNF-.

4. Immunoglobulin (Ig) superfamili Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada

seluruhnya pada beberapa sel dan jaringan dalam tubuh vertebrata, dan

berbagi struktural homologi denga n immunoglobulin (antibodi), sel

molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.

5. Keluarga reseptor TGF- Anggotanya dari transformasi faktor

pertumbuhan beta superfamili, yang tergolong kelompok ini, meliputi


TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3.2 Reseptor sitokin bisa keduanya

merupakan membran berbatas dan larut. Reseptor sitokin yang larut

umumnya secara ekstrim sebagai pengatur fungsi sitokin. Aktivitas

sitokin bisa dihambat oleh antagonisnya, yaitu molekul yang mengikat

sitokin atau reseptornya. Selama berlangsungnya respon imun,

fragmen- fragmen membran reseptor terbuka dan bersaing untuk

mengikat sitokin.

6. Keluarga reseptor chemokine Reseptor kemokin mempunyai tujuh

transmembran heliks dan berinteraksi dengan G protein. Kelompok ini

mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. Reseptor

kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV

(CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.


BAB III

PENUTUP

3. 1 . Kesimpulan

 Sitokin adalah protein dengan berat molekul kecil yang diproduksi dan

dilepas berbagai jenis sel. Sitokin berperan utama dakam induksu dan

regulasi interaksi selular yang melibatkan sel inflamasi imun dan

sustem hematopoietic.

 Aktivitas biologis sitokin dapat berupa pleiotopik, redundancy, sinergi

dan antagonis.

 Sitokin bekerja dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik,

yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui second messenger

(tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi gen).

 Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi

yang dimiliki terdapat 5 jenis ; Reseptor Sitokin Kelas I, 1) Reseptor

Sitokin Kelas II, reseptor sitokin Tumor Necrosis Factor family,

Immunoglobulin (Ig) superfamili, reseptor TGF- dan reseptor

chemokine.

 Berdasarkan fungsinya sitokin dibagi 3 ; Sitokin pada Hematopoiesis,

Sitokin pada imunitas spesifik dan Sitokin pada imunitas nonspesifik.


 Semua reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein

transmembran yang berfungsi untuk mengikat sitokin dan bagian

sitoplasmanya berperan untuk mengawali jalur sinyal intraselular.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular an

Molecular Immunology, International edition, WB Sounders Co ,

Philadelphia , London , Toronto, Monreal, Sydney, Tokyo, p.240-260.

Baratawidjaja KG. 2012. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : Balai

penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Oppenheim JJ, Ruscetti FW (2001), Cytokines in Medical Immunology,

tenth edition by Parslow GT; Stites PD, Terr IA, Imboden BJ,

LangeMedical Book / Mc Graw-Hill, Medical Publishing Division,

p.148-164.

Subowo. 2009. Imunobiologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford

University Press, New York.

Anda mungkin juga menyukai