Anda yang mencari rezeki di dunia mata (online), ketahulah bahwa ada
model bisnis online yang melanggar syariat. Agar tidak terjerumus ke
kubangan harta haram, ketahuilah batasan penting agar bisnis online Anda
berada di zona halal.
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima secara tunai dalam
transaksi, yaitu seluruh jenis barang, selain emas, perak dan mata uang,
bisa di-transaksikan melalui internet. Hukumnya ini ditakhrij (diturunkan)
dari kasus jual-beli melalui surat-menyurat.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990—
dalam Jurnal Majma’ Al Fiqh Al Islami edisi VI jilid II hal 785, juga
memutuskan: “Apabila akad terjadi antara dua orang yang berjauhan, tidak
berada dalam satu majelis dan satu dengan lainnya tidak saling melihat
atau mendengar, sedangkan media perantara antara mereka adalah
tulisan atau surat atau orang suruhan, sebagaimana hal ini dapat
diterapkan pada faksmili, teleks dan layar komputer (Internet). Dalam hal
ini akad berlangsung dengan sampainya ijab dan qabul kepada masing-
masing pihak yang bertransaksi“.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990 juga
menyebutkan, Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu sedangkan
kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan, seperti yang
diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka
akad ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung, karena seolah-olah
keduanya berada dalam satu tempat”.
Pendapat pertama: Tidak sah jual-beli barang yang tidak dihadirkan pada
saat akad, sekali pun barang tersebut ada. Pendapat ini merupakan
mazhab Syafi’i.
An Nawawi dalam Minhajut Thalibin, jilid II, hal 12 menulis, “Pendapat yang
kuat dalam mazhab bahwa tidak sah bai’ alghaib ala shifat“. Pendapat ini
berpegang pada riwayat dari Abu Hurairah bahwa “Nabi melarang jual beli
Gharar.”—HR Muslim
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung
unsur gharar, dan jual-beli barang yang tidak terlihat oleh mata.
Sementara menjual dengan sekadar penjelasan melalui keterangan
termasuk jual-beli gharar, karena objeknya tidak jelas.
Allah berfirman, (yang artinya): “Maka setelah datang kepada mereka apa
yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya“.—Al-Baqarah:
89. Dalam ayat di atas, Allah menghukumi orang Yahudi sebagai kafir
karena keingkaran mereka terhadap Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Padahal mereka telah mengetahui sifat-sifatnya dari
penjelasan kitab mereka. Allah menghukumi sama antara pengetahuan
melalui uraian keterangan dengan menyaksikan langsung.
Pendapat kedua: bai’ alghaib ala shifat hukumnya sah. Pendapat ini
merupakan mazhab mayoritas para ulama: Hanafi, Maliki dan Hanbali
dalam Al Mausu’ah al Kuwaitiyah jilid IX, hal 16.
Dalil pendapat kedua adalah nash-nash yang menjelaskan bahwa hukum
jual-beli pada dasarnya adalah boleh/halal. Seperti firman Allah, yang
artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli”.—Al-Baqarah: 275
Bai’ alghaib ala shifat termasuk jual-beli. Sementara hukum asal jual-beli
adalah halal. Dengan demikian, bai’ alghaib ala shifat hukumnya halal.
Juga tidak ada hal-hal yang menyebabkan jual-beli ini menjadi haram
sehingga hukumnya tetap pada kaidah dasar yaitu halal.
Hal tersebut berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam,
dia berkata, “Wahai Rasulullah!Seseorang datang kepadaku untuk membeli
suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah
boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang dia inginkan
dari pasar? Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Jangan
engkau jual barang yang belum engkau miliki!” –HR Abu Daud;
dishahihkan al-Albani
Untuk menghindari hal di atas dan agar jual-beli menjadi sah, pemilik situs
dapat melakukan langkah-langkah berikut:
1. Penjual (B) memberi tahu kepada setiap calon pembeli (C) bahwa
penyediaan aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari
penjual (B).
2. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi dan mengirimkannya, B tidak
boleh menerima akad jual-beli langsung, akan tetapi dia beli terlebih
dahulu barang tersebut dari si A dan diantar ke tempat B, kemudian
baru B dibolehkan menjawab permohonan C dan memintanya untuk
transfer uang ke rekeningnya, lalu mengirimkan barang ke pembeli
(C).
3. Untuk menghindari kerugian akibat pembeli via Internet
membatalkan niatnya selama masa tunggu, sebaiknya
penjual online (B) meminta syarat kepada pemilik barang (A) bahwa
ia berhak mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang
dibeli, ini yang dinamakan khiyar syarat.— http://www.islamqa.com
Jika langkah-langkah di atas diikuti, jual-beli menjadi sah dan
keuntungannya pun halal. Wallahu’alam.***