Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A.  KONSEP DASAR MEDIS HIPEREMESIS GRAVIDARUM


1.  Pengertian

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan selama masa hamil karena
intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama kehamilan trimester pertama
(Varney,2006).

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil hingga
mengganggu aktivitas. Batasan mual dikatakan lebih dari 10 kali muntah dengan penurunan
keadaan umum ibu.

Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual muntah pada ibu hamil trimester pertama yang
terjadi setiap saat (Wiknjosastro,2007).

Hiperemesis gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nausea dan
vomitus dalam kehamila yang berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik,
dehidrasi dan penurunan berat badan. (Ben-zionMD,Hal : 232).

Hiperemesis diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan.
(Hellen Farrer, 1999, hal : 112)

2. Tujuan perawatan secara umum


a. Untuk menghentikan mual dan muntah
b. Menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah yang berlebihan
c. Menambah asupan nutrisi didalam tubuh
d. Mengembalikan nafsu makan

3.  Anatomi fisiologi


a.  Anatomi
1)  Alat kelamin luar (genetalia eksterna)
a)  Monsveneris
Bagian yang menonjol meliputi bagian simfisis yang terdiri dari jaringan lemak, daerah ini
ditutupi bulu pada masa pubertas.
b)  Vulva
Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labio
mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan membentuk kommisura posterior
dan perineam. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak seperti yang ada di mons veneris.
c)  Labio mayora
Labio mayora (bibir besar) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva, terdiri atas kulit,
jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas tumbuh rambut di mons veneris dan
pada sisi lateral.
d)  Labio minora
Labio minora (bibir kecil) adalah dua lipatan kecil diantara labio mayora, dengan banyak
kelenjar sebasea. Celah diantara labio minora adalah vestibulum.
e) Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labio minora), maka
belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari
liang senggama (introetus vagina uretra), kelenjar bartholimi dan kelenjar skene kiri dan
kanan.
f)  Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dan liang senggama ditengahnya berlubang
supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina pada bagian ini,
bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan yang
lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari.
g) Perineum
Terbentuk dari korpus perineum, titik temu otot-otot dasar panggul yang ditutupi oleh kulit
perineum.
2) Alat kelamin dalam (genetalia interna)
a) Vagina
Tabung, yang dilapisi membran dari jenis jenis epitelium bergaris, khusus dialiri banyak
pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7½ cm.
Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan liang senggama
(vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada puncak vagina sebelah dalam
berlipat-lipat disebut rugae.
b) Uterus
Organ yang tebal, berotot berbentuk buah Pir, terletak di dalam pelvis antara rectum di
belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus terapung di
dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus 7½ cm, lebar  5 cm, tebal 
2 cm. Berat 50 gr, dan berat 30-60 gr. Uterus terdiri dari :
(1) Fundus uteri (dasar rahim)
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan kehamilan,
perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan.
(2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bgian ini berfungsi sebagai tempat janin
berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
(3) Servix uteri
Ujung servix yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan
kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
(1) Endometrium
(2) Myometrium
(3) Parametrium
c)  Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus dibawah tuba uterine dan
terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.
d) Tuba Fallopi
Tuba fallopi dilapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan sehingga
memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba mensekresikan cairan
serosa yang memberikan nutrisi pada ovum. Tuba fallopi disebut juga saluran telur terdapat 2
saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12 cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada
ujung-ujungnya terdapat fimbria, untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk ke dalam
tuba (Tambayong, 2002).

4.  Etiologi
Penyebab hiperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti, Frekuensi kejadian adalah
3,5 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang yang dikemukakan :
a.  Faktor organik, yaitu karena masuknya vili khriales dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik akibat kehamilan serta resustensi yang menurunkan dari pihak
ibuterhadap perubahan-perubahan ini serta adanya alergi, yaitu merupakan salah satu respon
dari jaringan ibu terhadap janin.
b.  Faktor psikologik.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan
sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keenggangan manjadi hamil atau sebagai pelarian
kesukaran hidup.
c.  Faktor endikrin
Hopertiroid, diabetes, peningkatan kadar HCG dan lain-lain.

5. Patologi
Pada otopsi wanita meninggal karena hiperemesis Gravidarum diperoleh keterangan bahwa
terjadinya kelainan pada organ-organ tubuh adalah sebagai berikut :
a. Heper : pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa
nekrosis.
b.  Jantung : jantung atrofi, menjadi lebih kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan
sub-endokardial.
c.  Otak : terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensepalopati
wirnicke.
d. Ginjal : ginjal tampak pucatdan degenerasi lem dapat ditemukan pada tubuli kontorti.

6.  Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada
trimester I. Bila terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi dan imbangnya
elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan korbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurnah, terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida bitirik, dan aseton dalam
darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun. Selain itu, dehidrasi menyebabkan homokonsentrasi,
sehingga aliran darah kejaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan
oksigen kejaringan berkurang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksit. Disamping
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.

7. Tanda dan gejala


Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada
kesepakatan. Ada yang mengatakan, bila lebih dari 10 kali muntah. Akan tetapi, apabila
keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dibagi menjaditiga tingkatan, yaitu:
a. Tingkat I ( Ringan )
1) Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita.
2) Ibu merasa lemah.
3) Nafsu makan tidak ada.
4) Berat badan menurun.
5) Merasa nyeri pada epigastrium.
6) Nadi meningkat sekitar 100 per menit.
7) Tekanan darah menurun.
8) Turgor kulit berkurang.
9) Mata cekung.

b. Tingkat II ( Sedang )
1) Penderita tampak lemah dan apatis.
2) Turgor kulit mulai jelek.
3) Lidah mengering dan tampak kotor.
4) Nadi kecil dan cepat.
5) Suhubadan naik (dehidr asi).
6) Mata mulai ikteris
7) Berat badan turun dan mata cekung.
8) Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria, dan konstipasi.
9) Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.

c. Tingkat III ( Berat )


1) Keadaan umu lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma).
2) Dehidrasi berat.
3) Nadi kecil, cepat dan halus.
4) Suhu meningkat dan tensi turun.
5) Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensepalopati wernicke,
dengan gejala nigtasmus, diplopia, dan penurunan mental.
6) Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

8. Penanganan
a. Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan
penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologi. Hal itu
dapat dilakukan dengan cara :
1) Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada
kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
2) Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makana dalam jumlah
kecil tapi sering.
3) Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan
roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Hindari makanan berminyak dan berbau lemak.
4) Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas ataupun terlalu dingin.
5) Usahakan defekasi teratur.
b. Terapi obat-batan
Apabila dengan cara diatas keluhan dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang
diperlukan pengaobatan :
1)Tidak memberikan obat yang teratogen.
2) Sedetiva yang sering diberikan adalah Phenobarbital.
3) Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.
4) Anthistaminika seperti dramamin, avomin.
5) Pada keadaan berat, antiemetik seperti disiklomin hidrokloride atau khlorpromasin.
c. Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap dirumah sakit.
Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1) Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah, dan peredaran darah baik.
Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk.
Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan.
2) Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar, normal, dan fisiologis, jadi
tidak perlu takut dan khawatir.yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan
dihilangkan masalah atau konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
3) Terapi paretal
Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukaosa 5%
dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium
dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein,
dapat diberikan pula asam amino secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang
masuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang disebutkan diatas.
4) Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan
pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi,
ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan
demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abotus terapiutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu
cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada
organ vital.

B.  Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.  Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu pemantauan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan (Mocthar, 2006)
a. Data dasar pengkajian
1) Aktifitas istirahat; tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (>100 kali per
menit)
2) Integritas ego; konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi
tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
3) Eliminasi; perubahan pada konsistensi, defekasi, peningkatan frekuensi berkemih
Urinalis ;peningkatan konsistensi urine.
4) Makanan/cairan; mual dan muntah yang berlebihan (4-8 minggu), nyeri epigastrium,
pengurangan berat badan (5-10 kg), membrane mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht
rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
5) Pernafasan; frekuensi pernapasan meningkat.
6) Keamanan; suhu kadang naik, badan lemah, ikterus, dan dapat jatuh dalam koma
7) Seksualitas; penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan
abortus terapeutik.
8)  Interaksi sosial; perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon
anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospotalisasi dan sakit, system pendukung
yang kurang.
9)  Pembelajaran dan penyuluhan; segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi
kalau berlangsung lama, berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badab normal, turgor
kulit, lidah kering, adanya aseton dalam urine.

Keluhan
● Muntah yang hebat
● Mual, muntah pada pagi hari dan setelah makan
● Nyeri epigastrik
● Merasa haus
● Tidak nafsu makan
● Muntah makanan/cairan asam

Faktor predisposisi
● Umur ibu < 20 tahun
● Multiple gestasi
● Obesitas
● Trofoblastik desease

Pemeriksaan fisik
● Asidosis metabolik yang ditandai dengan sakit kepala, disorientasi
● Takikardi, hypotensi, vertigo
● Konjungtiva ikterik
● Gangguan kesadaran, delirium
Tanda-tanda dehidrasi :
● Kulit kering, membran mukosa bibir kering
● Turgor kulit kembali lambat
● Kelopak mata cekung
● Penurunan BB
● Peningkatan suhu tubuh
● Oliguria, ketonuria
● Urin pekat
● Data laboratorium:
- Proteinuria
- Ketonuria
- Urobilinogen
- Penurunan kadar potasium, sodium, klorida, dan protein
- Kadar vitamin menurun
- Peningkatan Hb dan Ht

2.  Diagnosa keperawatan


a.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nausea dan vomitus yang
menetap.
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan akibat vomitus dan asupan
cairan yang tidak adequat.
c. Ketakutan berhubungan dengan efek hiperemesis pada kesejahteraan janin.
d. Gangguan rasa nyaman : nyeri (perih) berhubungan dengan muntah yang berlebihan,
peningkatan asam lambung.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
informasi.
f. Resiko perubahan integritas kulit berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi
kejaringan-jaringan sekunder akibat dehidrasi
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber energi sekunder.

3. Intervensi keperawatan
a.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nausea dan vomitus yang
menetap.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Klien akan mengkonsumsi asupan oral diet yang mengandung zat gizi yang adequat.
2) Klien tidak mengalami nausea dan vomitus.
3) Klien akan menoleransi diit yang telah di programkan.
4)  Klien akan mengalami peningkatan berat badan yang sesuai selama hamil.
Intervensi Rasional

a) Catat intake dan output a) menentukan hidrasi cairan dan


b) Anjurkan makan dalam porsi pengeluaran melalui muntah.
kecil tapi sering. b) dapat mencukupi asupan nutrisi
c) Ajurkan untuk menghindari yang dibutuhkan tubuh.
makanan yang berlemak. c) dapat merangsang mual dan
d) anjurkan untuk makan makanan muntah
selingan seperti biskuit, roti dan d) makanan selingan dapat
teh (panas) hangat sebelum bagun mengurangi atau menghindari
tidur pada siang hari dan sebelum rangsang mual muntah yang berlebih.
tidur. e) Untuk mempertahankan
e) Catal intake TPN, jika intake keseimbangan nutrisi.
oral tidak dapat diberikan dalam f) untuk mengetahui integritas
periode tertentu. inukosa mulut.
f) Inspeksi adanya iritasi atau Iesi g) untuk mempertahankan integritas
pada mulut. mukosa mulut.
g) Kaji kebersihan oral dan h) mengidenfifikasi adanya anemi
personal hygiene serta penggunaan dan potensial penurunan kapasitas
cairan pembersih mulut sesering pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan
mungkin. kadar Hb < 12 gr/dl atau kadar Ht <
h) Pantau kadar Hemoglobin dan 37 % dipertimbangkan anemi pada
Hemotokrit trimester I.
i) Test urine terhadap aseton, i) menetapkan data dasar ; dilakukan
albumin dan glukosa. secara rutin untuk mendeteksi situasi
potensial resiko tinggi seperti
ketidakadekuatan asupan
karbohidrat, Diabetik kcloasedosis
dan Hipertensi

b.  Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan akibat vomitus dan asupan
cairan yang tidak adequat.
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Keseimbangan cairan dan elektrolit akan kembali ke kondisi normal, yang terbukti dengan
turgor kulit normal, membran mukosa lembab, berat badan stabil, tanda-tanda vital dalam
batas normal; elektrolit, serum, hemoglobin, hematokrit, dan berat jenis urin akan berada
dalam batas normal.
2) Klien tidak akan muntah lagi
3) Klien akan mengkonsumsi asupan dalam jumlag yang adequat.

Intervensi rasional

a) Tentukan frekuensi atau a) Memberikan data berkenaan


beratnya mual/muntah. dengan semua kondisi. Peningkatan
b) Tinjau ulang riwayat kadar hormon Korionik gonadotropin
kemungkinah masalah medis lain (HCG), perubahan metabolisme
(misalnya Ulkus peptikum, karbohidrat dan penurunan motilitas
gastritis. gastrik memperberat mual/muntah
c) Kaji suhu badan dan turgor pada kehamilan.
kulit, membran mukosa, TD, b) Membantu dalam
input/output dan berat jenis urine. mengenyampingkan penyebab lain
Timbang BB klien setiap hari. untuk mengatasi masalah khusus
d) Anjurkan peningkatan asupan dalam mengidentifikasi intervensi.
minuman berkarbonat, makan c) Sebagai indikator dalam
sesering mungkin dengan jumlah membantu mengevaluasi tingkat atau
sedikit. Makanan tinggi karbonat kebutuhan hidrasi
seperti : roti kering sebelum d) Membantu dalam meminimalkan
bangun dari tidur. mual/muntah dengan menurunkan
keasaman lambung.

c. Ketakutan berhubungan dengan efek hiperemesis pada kesejahteraan janin.


Tujuan : ketakutan klien teratasi
Kriteria hasil : klien memverbalisasi perasaan dan kekhawatirannya tentang kesejahteraan
janin.

Intervensi Rasional

a) Memperlihatkan sikap menerima a) Memperlihatkan sikap menerima


rasa takut klien. rasa takut klien
b) Mendorong untuk b) Pengetahuan tentang risiko
mengungkapakan perasaan dan potensial pada janin dapat
kekhawatirannya. membantunya menghilangkan rasa
c) Memberi informasi yang takut.
berhubungan dengan risiko c) Strategi koping yang efektif
potensial yang dapat terjadi pada dibutuhkan untuk memampukan
janinnya. klien mengatasi penyakit yang
dideritanya dan efek-efek penyakit
tersebut

d.      Gangguan rasa nyaman : nyeri (perih) berhubungan dengan muntah yang berlebihan,
peningkatan asam lambung.
Tujuan : nyeri hilang/berkurang.
Kriteria hasil :
1) Klien mengungkapkan secara verbal.
2) Nyeri hilang atau berkurang
3) pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi Rasional

a) kaji skala nyeri, karakteristik, a) menentukan perubahan dalam


kualitas, frekuensi dan lokasi nyeri. tingkat nyeri dan mengevaluasi nilai
b) Anjurkan penggunaan tekhnik skala nyeri. Mengidentifikasi
relaksasi dan distraksi. sumber sumber multiple dan jenis
c) Yakinkan pada klien bahwa nyeri.
perawat mengetahui nyeri yang b)  menggunakan strategi ini sejalan
dirasakannya dan akan berusaha dengan pemberian analgesic untuk
membantu untuk mengurangi nyeri mengurangi atau mengalihkan
tersebut. respon terhadap nyeri.
d) Berikan kembali skala c) ketakutan bahwa nyari akan tidak
pengkajian nyeri dapat diterima seperti peningkatan
e) Catat keparahan nyeri pasien ketegangan dan ansietas yang nyata
dengan bagan. dan menurunkan toleransi nyeri.
f)  Kolaborasi pemberian analgesik d) memungkinkan pengkajian
sesuai indikasi. terhadap keefektifan analgesic dan
mengidentifikasi kebutuhan
terhadap tindak lanjut bila tidak
efektif.
e) membantu dalam menunjukkan
kebutuhan analgesic tambahan atau
pendekatan alternative terhadap
penatalaksanaan nyeri.
f) analgesic lebih efektif bila
diberikan pada awal siklus nyeri.

e. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan


informasi.
Tujuan: klien mengerti tentang perubahan fisiologis dan pskologis yang normal dan tanda-
tanda bahaya kehamilan.
Kriteria hasil:
1)Klien menjelaskan perubahan fisiologis dan pskologis normal berkaitan dengan kehamilan
trimester pertama..
2)Klien menunjukkan perilaku perawatan diri sendiri yang meningkatkan kesehatan.
3)Mengidentifikasi tanda-tanda bahaya kehamilan.

Intervensi Rasional

a) Jelaskan tentang Hiperemesis a) untuk mengetahui seberapa


Grvidarum dan kaji pengetahuan dalam pengetahuan pasien tentang
pasien. penyakitnya dan tentang
b) Berikan pendidikan kesehatan penatalaksanaannya di rumah.
tentang hiperemesis gravidarum. b) untuk meningkatkan
c) Buat hubungan perawat-klien pengetahuan pasien tentang
yang mendukung dan terus hiperemesis gravidarum.
menerus. c) peran penyuluh atau konselor
d) Evaluasi pengetahuan dan dapat memberikan bimbingan
keyakinan budaya saat ini antisipasi dan meningkatkan
berkenaan dengan perubahan tanggunmg jawab individu terhadap
fisiologis/psikologis yang normal kesehatan.
pada kehamilan, serta keyakinan d) memberikan informasi untuk
tentang aktivitas, perawatan diri membantu mengidentifikasi
dan sebagainya. kebutuhan-kebutuhan dan membuat
e) Klarifikasi kesalahpahaman. rencana keperawatan.
f) Tentukan derajad motivasi untuk e) ketakutan biasanya timbul dari
belajar. kesalahan informasi dan dapat
g) Pertahankan sikap terbuka mengganggu pembelajaran
terhadap keyakinan klien/pasangan. selanjutnya.
h) Jawab pertanyaan tentang f)  klien dapat mengalami kesulitan
perawatan dan pemberian makan dalam belajar kecuali kebutuhan
bayi. untuk belajar tersebut jelas.
i) Identifikasi tanda bahaya g) penerimaan penting untuk
kehamilan, seperti perdarahan, mengembangkan dan
kram, nyeri abdomen akut, sakit mempertahankan hubungan.
punggung, edema, gangguan h) memberikan informasi yang
penglihatan, sakit kepala dan dapat bermanfaat untuk membuat
tekanan pelvis. pilihan.
i) membantu klien membedakan
yang normal dan abnormal sehngga
membantunya dalam mencari
perawatan kesehatan pada waktu
yang tepat.

f.  Resiko perubahan integritas kulit berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi
kejaringan-jaringan sekunder akibat dehidrasi
Tujuan : Tidak terjadi ganguan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi dan menunjukkan perilaku untuk mempertahankan kulit
halus, kenyal, utuh.

Intervensi Rasional

a) Observasi kemerahan, pucat, a) area ini meningkat risikonya


ekskoriasi. untuk kerusakan dan memerlukan
b) Dorong mandi tiap 2 hari 1x, pengobatan lebih intensif.
pengganti mandi tiap hari. b) sering mandi membuat
c) Gunakan krim kulit dua kali kekeringan kulit.
sehari dan setelah mandi. c) melicinkan kulit dan mengurangi
d) Diskusikan pentingnya gatal.
perubahan posisi sering, perlu
untuk mempertahankan aktivitas. d) meningkatkan sirkulasidan
e)Tekankan pentingnya masukan perfusi kulit dengan mencegah
nutrisi/cairan adequat. tekanan lama pada jaringan.
e) perbaikan nutrisi dan hidrasi akan
memperbaiki kondisi kulit.

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber energi sekunder.


Tujuan : Pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat memperlihatkan kemajuan khususnya tingkat yang lebih tinggi.
2) Pasien mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktivitas.

Rasional
Intervens
a) Tingkatkan tirah baring/duduk. a) meningkatkan istirahat dan
Berikan lingkungan yang tenang; ketenangan.
batasi pengunjung sesuai keperluan. b) meningkatkan fungsi pernapasan
b) Ubah posisi dengan sering. dan meminimalkan tekanan pada
Berikan perawatan kulit yang baik. area tertentu untuk menurunkan
c) Tingkatkan aktivitas sesuai risiko kekurangan jaringan.
toleransi, bantu melakukan latihan c) tirah baring lama dapat
rentang gerak sendi pasif/aktif. menurunkan kemampuan. Ini dapat
terjadi karena keterbatasan aktivitas
d) Dorong penggunaan tekhnik yang mengganggu periode istirahat.
manajemen stress. Contoh relaksasi d)  meningkatkan relaksasi dan
progresif, visualisasi, bimbingan penghematan energy, memusatkan
imajinasi. kembali perhatian dan dapat
e) Kolaborasi pemberian obat sesuai meningkatkan koping.
indikasi: sedatif, agen antiansietas, e) membantu dalam manajemen
contoh diazepam (valium); kebutuhan tidur.
lorazepam(ativan).

4.  Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan :
a.  Mengkaji tanda-tanda adanya dehidrasi
1)  Kulit kering dan turgor buruk, selaput lendir kering, mata cekung.
2)  Urine jadi lebih pekat dan ologuri
3)  Lemah, hypotensi, vertigo dan syncope
b. Memonitor tanda-tanda vital
c. Memberikan cairan sesuai program
d. Memberikan nutrisi porsi kecil tapi sering
e. Menimbang BB secara periodik
f. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi asidosis metabolik.
g. Menganjurkan klieen untuk perbanyak istirahat.
h. Menyediakan ruangan yang sejuk.
i. Mengintervensipsikologis
j. Memp[ertahankan kebersihan mulut
k. Memberikan terapi anti emetik sesuai program.

5.  Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkandan
respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Verney,
2005).
DAFTAR PUSTAKA

Ben-zion Taber, MD. Kapita selekta. Kedaruratan Obstetri & Ginecologi; Alih bahasa; Teddy
Supriyadi; Johanes Gunawan; Editor Melfiawati S, Ed 2, Jakarta, EGC.1994
Farrer, Helen. (1999). Perawatan Maternitas. Edisi 2 (Terjamahan dr. Andry Hartono &
Yasmin, S. Kp). Jakarta : EGC

Mochtar, R. 2006. Sinopsis Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Hal: 201

Tambayong. (2002).Anatomi fisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro,H. Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta.


Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI Jakarta. 2007.

Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi I.Jakarta. EGC.

Varney, Helen. 2005.Ilmu Kebidanan (Varney’s Midwife ’3rded). Bandung :Sekeloa


Publisher

LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM DENGAN BLUES

A. KONSEP DASAR POST PARTUM DENGAN BLUES


1. Definisi
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah
persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya
sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang
melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu. Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi
yang normal terjadi pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi
perubahan psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga
kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum
nonpsikosis, dan psikosis pascapartum.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat fase taking
in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.

Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa berdampak
pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa
membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas,
pemurung dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum yang
biasanya terjadi pada bulan pertama setelah persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering
juga disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan afek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.

Postpartum blues (PPB) adalah kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan yang dialami
oleh ibu yang berkaitan dengan bayinya atau disebut juga dengan baby blues, yang
disebabkan oleh perubahan perasaan yang alami oleh ibu saat hamil sehingga sulit menerima
keadaan bayinya perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang
dirasakan. Selain itu, juga karena perubahan fisik dan emosional selama beberapa bulan
kehamilan. Perubahan ini akan kembali secara perlahan setelah ibu menyesuiakan diri dengan
peran barunya dan tumbuh kembali dalam keadaan normal (Ambarwati dan Wulandari,
2009).
2. Tujuan dilakukannya perawatan masa nifas secara umum
Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan yang dilakukan
selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar dari rumah sakit.
Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.

2. Melaksanakan skrining yang komprehrnsif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk


bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga


berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehat.

4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi. (Bari Abdul, 2000)

3. Perubahan masa nifas


Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang
meliputi perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
A. Perubahan fisik
a. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus
dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:
1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena  adanya
hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi
lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula.
Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal
yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan.
2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir yang
diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan
berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi
menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang
zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot
uterus.
Involusi pada alat kandungan meliputi: 
1) terus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi   dan  retraksi otot-
ototnya.           
Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Perubahan Uterus Setelah melahirkan
Berat Diameter Bekas
Involusi TFU Keadaan Cervix
Uterus Melekat Plasenta
Setelah plasenta lahir Sepusat 1000 gr 12,5 Lembik
1 minggu Pertengahan pusat 500 gr 7,5 cm Dapat dilalui 2 jari
symphisis
2 minggu Tak teraba 350 gr 5 cm Dapat dimasuki 1
jari
6 minggu Sebesar hamil 2 50 gr 2,5 cm
minggu

8 minggu Normal 30 gr

2) Involusi tempat plasenta


Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena
dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.
Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
(Sulaiman S, 1983l: 121)                
3) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena
setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus
mengecil lagi dalam masa nifas.
4) Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari se telah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir
minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena
retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang  sangat diregang waktu
persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae
mulai nampak kembali.
b. After pains/ Rasa sakit (meriang atau mules-mules)
disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesik.( Cunningham,
430)              
c. Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia
bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam
keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra
berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.
1) Lochea rubra (cruenta)           
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo,
mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta             
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 3–7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa                         
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 2–4 pasca persalinan.
4) Lochea alba                            
Cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta                      
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
6) Lacheostatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
d. Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih
dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus
setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke
belakang  menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.( Rustam M, 1998: 130)
e. Sistim Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah  untuk mengakomodasi   penambahan aliran
darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen
mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume plasma menurun secara cepat pada
kondisi normal. Keadaan ini terjadi pada  24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran.
Selama ini klien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu  mengurangi
retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan   (V
Ruth B, 1996: 230).
f. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi
produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum.(
V Ruth B, 1996: 230)
g. System Hormonal
1) Oxytoxin
Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan
payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta.
Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat
perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui
bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu
kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG,
estrogen,  progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini
menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula  hipofise  anterior
bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui
kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini
mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior  untuk bereaksi pada ovarium yang
menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam kadar normal, perkembangan
normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231)
3) Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini
merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang
disediakan oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan
ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu
sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini
mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.
Lobus prosterior hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu.
Pengeluaran air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting
susu oleh bayi. Rangsang ini  menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang
menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai
permulaan sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari
puting susu.
Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1
– 0,2 %.  
Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu
sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri
Fisiologi UNPAD, 1983: 318 )
h. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:  
Tabel perubahan Tanda-tanda Vital
Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal
Tanda-tanda vital Tekanan darah < 140 / 90 Tekanan darah > 140 / 90
mmHg, mungkin bisa naik dari mmHg
tingkat disaat persalinan 1 – 3
hari post partum.
Suhu tubuh < 38 0 C Suhu > 380 C
Denyut nadi: 60-100 X / menit Denyut nadi: > 100 X / menit

1) Vital Sign  sebelum kelahiran bayi :


a) Suhu  :
 saat partus lebih 37,20C
 sesudah partus naik + 0,50C
 12 jam pertama suhu kembali normal
b) Nadi :
 60 – 80 x/mnt
 Segera setelah partus bradikardi
c) Tekanan darah :
TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini akan normal kembali dalam
waktu 1 jam
2) Vital sign setelah kelahiran anak :
a) Temperatur :
Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 380C (100,40F) disebabkan  oleh efek
dehidrasi dari  persalinan. 
Kerja otot yang berlebihan selama kala II dan fluktuasi hormon setelah 24 jam wanita keluar
dari febris.
b) Nadi :
Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik pada jam pertama. Dalam
8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus turun ke rata-rata sebelum hamil.
c) Pernapasan :
Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum persalinan.
d) Tekanan darah :
Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah indikasi   merasa pusing
atau pusing
tiba-tiba setelah terbangun, dapat terjadi 48 jam pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :
 Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu menjadi 380C
(100,4F0
 Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi hipovolemik
akibat perdarahan.
 Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya sub
arachnoid (spinal) blok.
 Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik sekunder dari
perdarahan, bagaimana tanda
 terlambat dan gejala lain dari perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal tenaga
medis

B. Perubahan Psikologi
 Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:
a.    Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi  interaksi dan
kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey
moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan
bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.
b.    Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab
terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada
periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil
atau buang air besar.
c.    Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap
bayi.( Persis Mary H, 1995:     )
Sedangkan stres  emosional pada ibu nifas kadang-kadang  dikarenakan kekecewaan yang
berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur
terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5
post partum

4. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.
Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara
lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh
pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
2. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
3. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
4. Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
5. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
6. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja.
Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
7. Takut tidak menarik lagi bagi suaminya
8. Kelelahan, kurang tidur
9. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
10. Kekecewaan emosional (hamil,salin)
11. Rasa sakit pada masa nifas awal

5.Patofisiologi
Sejarah kehamilan adalah faktor utama yang bisa menimbulkan terjadinya baby blues ini atau
biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat seperti kehamilan yang tidak di inginkan,
adanya problem dengan orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya
perhatin yang diberikan pada si ibu dan factor  ari etiologi serta factor psikolog lainnya 
merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi
nonadrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. 
Karena proses ini pula seorang ibu setelah melahirkan mengalami perubahan pada tingkat
emosional. Biasanya ibu akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan
lebih membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap penting
baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini mengakibatkan rasa tidak nyaman,
kecemasan yang mendalam pada diri ibu, tek jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa
sebab yang pasti. Khawatir pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan.

6. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala
tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan
sikap tersebut diantaranya, yaitu :
1.  sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia
2.  tidak sabar
3.  Penakut
4.  tidak mau makan
5.  tidak mau bicara
6.  sakit kepala sering berganti mood
7.  mudah tersinggung ( iritabilitas)
8.  merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan
9.  tidak bergairah
10. tidak percaya diri
11.  khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati
12.  tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan
13. merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja  dilahirkan
14. merasa tidak menyayangi bayinya
15. insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang
dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.

7. Pemeriksaan Penunjang
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan
pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner
dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan
bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues, Kuesioner ini
terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan
jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan
yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-
rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring
lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk
mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa
negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan
dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya
2 (dua) minggu kemudian.

8.Penatalaksanaan
Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga
dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan
mereka dari situasi yang menakutkan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan
lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues dilakukan dengan
cara pendekatan komunikasi terapeutik, Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya
dengan cara :
1. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
2. Dapat memahami dirinya
3. Dapat mendukung tindakan konstruktif.
4. Dengan cara peningkatan support mental, Beberapa cara peningkatan support mental yang
dapat dilakukan keluarga diantaranya :
1. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah
seperti :membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan
merawat bayi
3. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap
istrinya
4. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
5. Memperbanyak dukungan dari suami
6. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
7. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
8. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
9. mengganti suasana, dengan bersosialisasi
11. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri
klien sendiri, diantaranya dengan cara :
12. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
13. Tidurlah ketika bayi tidur
14. Berolahraga ringan
15. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
16. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
17. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
18. Bersikap fleksibel
19. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
20. Bergabung dengan kelompok ibu

9. Upaya Preventif
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu :
1. Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap
kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.

2.Tidur dan makan yang cukup


Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan
tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan.

3. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit
dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi
berlebihan dalam diri Anda.
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah
kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari
stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.

5. Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan
butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman
terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.

6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan


Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan.
Ceritakan pada pasangan atau  orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi
pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda
setiap mengalami kesulitan.
7. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.

8. Senam Hamil
senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang
diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika
Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari.
9. Lakukan pekerjaan rumah tangga

10. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi
rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan
kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya.

9. Mencegah Terjadinya Postpartum Blues


Hampir semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami perubahan perasaan yang tidak
menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang mempengaruhi kepekaan
seorang ibu pasca melahirkan yang biasanya terjadi pada ibu primi.Berikut ini beberapa kiat
yang mungkin dapat mengurangi resiko terjadinya PPB yaitu:
(1) Pelajari diri sendri yaitu pelajari dan mencari informasi mengenai pospatum blues
sehingga ibu sadarr terhadap kondisinya
(2) tidur dan makan yang cukup merupakan diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan maka
lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup
(3) olahraga merupakan kunci mengurangi terjadinya PPB, sehingga membuat ibu merasa
lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri ibu
(4) dukungan keluarga dan orang lain diperlukan, dukungan keluarga atau orang yang ibu
cintai selama melahirkan, sangat diperlukan.yakinkan diri ibu, bahwa merekan akan selalu
berada disisiibu setiap mengalami kesulitan
(5) persiapan diri dengan baik yaitu persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan untuk
kesiapan diri sebagai seorang ibu dengan peran barunya
(6) dukungan emosional, yaitu dukungan emosional dari lingkungan dan juga keluarga, akan
membantu ibu dalam mengatasi PPB sehingga ibu merasa akan lebih baik.

B.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
1. Dampak pengalaman melahirkan.
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri
dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa
kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan
orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka
untuk menjadi orang tua.

2. Citra diri ibu


Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana
perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku
dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan – perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian
perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua
baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena
takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan
jaringan perineum.

3. Interaksi Orang tua – Bayi


Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua
dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini
kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk
menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau
kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda –
tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu
melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk
menegakkan hubungan mereka.

4. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif


Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan
bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak
matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika
mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas – tugas yang
diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya,
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.

5. Struktur dan fungsi keluarga


Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan
anak – anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang
dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari
rumah sakit.

Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah :
1.  Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
2.  Sirkulasi, Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3.  Integritas Ego,Peka rangsang, takut / menangis ( " Post partum blues " seringterlihatkira –
kira 3 hari setelah kelahiran ).
4.  Eliminasi, Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5.  Makanan / cairan, Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
6.  Nyeri/ketidaknyamanan, Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-
3 sampai ke-5 pascapartum.
7.  Seksualitas
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn E.Doenges ( 2001 )
Adalah :
1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema/ pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misalnya ;
hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil
darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh )
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan
kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan,
ruptur ketuban lama, malnutrisi.
4. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah,
diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi )
5. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan
setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek – efek infus oksitosin.
6.  Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ) efek – efek
progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal.
7. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan
diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya
model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya
kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ;
finansial, rumah tangga , pekerjaan )
8. Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis
maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang
tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem
pendukung, persepsi tidak realistis.
9.  Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
10.  Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber – sumber.
11.  Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan
aktualisasi diri muncul ke permukaan.

C. Intervensi  Keperawatan

1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,


edema/ pembesaran jaringan atau distensi, efek – efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi :
1. Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan.
Rasional          : Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
2.  Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
Rasional          : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran
Rasional          : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi
edema dan vasodilatasi.
4. Berikan kompres panas lembab ( misalnya ; rendam duduk / bak mandi)
Rasional          : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi
pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomi
Rasional          : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan
langsung pada perineum.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui
Rasional          : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling
hebat karena pelepasan oksitosin.

2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misalnya ;
hipotensi ortostatik, terjadinya eklamsia ), efek – efek anestesia ; tromboembolisme ; profil
darah abnormal ( anemia, sensitivitas rubella, inkompabilitas Rh )
Tujuan : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor – faktor risiko / melindungi
diri, bebas dari komplikasi.
Intervensi :
1. Tinjau ulang kadar hemoglobin ( Hb ) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan
Rasional         : Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sincope klien karena
ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
2. Catat efek – efek magnesium sulfat ( MgSO4 ), bila diberikan.
Rasional         : Tidak adanya refleks patela dan frekuensi pernafasan dibawah 12x / mnt
menandakan toksisitas dan perlunya penurunan atau penghentian terapi obat.
3. Inspeksi ekstrimitas bawah terhadap tanda – tanda trombloflebitis ( misalnya ; kemerahan,
kehangatan, nyeri tekan ).
Rasional         : Peningkatan produk split fibrin ( kemungkinan pelepasan dari sisi placenta ),
penurunan mobilitas, trauma, sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah
kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboembolisme pada klien.
4. Evaluasi status rubella pada grafik pranatal
Rasional         : Membantu efek – efek teratogenik pada kehamilan selanjutnya.
5. Concent untuk vaksinasi setelah meninjau ulang efek samping, risiko – risiko, dan
perlunya untuk mencegah konsepsi selama 2-3 bulan setelah vaksinasi.
Rasional         : Periode inkubasi 14-21 hari, anafilaktik alergi atau respon hipersentifitas
dapat terjadi.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan


kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasif atau peningkatan pemajanan lingkungan,
ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : mendemonstrasikan teknik – teknik untuk menurunkan risiko / meningkatkan
penyembuhan, menunjukkan luka yang bebas dari drainase purulen, bebas dari infeksi ; tidak
febris ; dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi :
1. Kaji catatan pranatal dan intrapratal, perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan
komplikasi seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya
plasenta.
Rasional        : Membantu mengidentifikasi faktor – faktor risiko yang dapat mengganggu
penyembuhan dan kemunduran pertumbuhan epitel jaringan endometrium.
2. Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi ; catat tanda – tanda menggigil,
anoreksia atau malaise
Rasional        : peningkatan suhu mengidentifikasikan terjadinya infeksi 3.
3. Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam
Rasional        : Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan
uterus.
4. Kaji terhadap tanda – tanda infeksi saluran kemih
Rasional        : Gejala ISK dapat tampak pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum karena
naiknyainfeksi traktus dari uretra ke kandung kemih.
5. Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4
kali sehari atau setelah berkemih / defekasi
Rasional        : Pembersihan sering dari depan ke belakang ( simfisis pubis ke area anal )
membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra.
6. Hubungi agensi – agensi komunitas yang tepat, seperti pelayanan perawat yang
berkunjung, untuk evaluasi diet, progam antibiotik, kemungkinan komplikasi, dan kembali
untuk pemeriksaan medis
Rasional        : Adanya infeksi pascapartum membuat klien lemah sehingga membutuhkan
banyak istirahat, pemantauan yang ketat, dan bantuan pemeliharaan rumah dan perawatan
diri.

4. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan


penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan ( muntah,
diaforesis, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi )
Tujuan : Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urin seimbang, dan Hb / Ht
dalam kadar normal.
Intervensi :
1. Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran ; tinjau ulang riwayat intra partal
Perhatikan adanya rasa haus ; berikan cairan sesuai toleransi
2. Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infus I.V., atau sampai pola
berkemih normal terjadi
3. Berikan cairan yang hilang dengan infus I.V. yang mengandung elektrolit
Rasional         : Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggantikan kehilangan
karena kelahiran dan diaforesis.

5. Risiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan
setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggantian cairan, efek – efek infus oksitosin.
Tujuan : Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari edema dan gangguan
penglihatan, dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi :
1.Tinjau ulang terhadap riwayat hipertensi karena kehamilan ( HKK ) pranatal dan
intrapartal, perhatikan peningkatan TD, proteinuria, dan edema.
Rasional         : Membantu menentukan kemungkinan komplikasi serupa yang menetap /
terjadi pada periode pascaprtum.
2. Pantau masukan dan haluaran urin ; ukur berat jenis.
Rasional : Menandakan kebutuhan cairan / keadekuatan terapi.
3. Kaji adanya, lokasi, dan luasnya edema
Rasional : Bahaya eklamsia atau kejang ada selama 72 jam, tetapi dapat terjadi secara aktual
selambat – lambatnya 5 hari setelah kelahiran.
4. Kolaborasi dalam pemberian furosemid sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan haluaran urin dan menghilangkan edema pulmonal.

6.  Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot ( diastasis recti ) efek – efek
progesteron, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anestesia, nyeri perineal / rectal.
Tujuan : Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya / optimal dalam 4 hari setelah
kelahiran.
Intervensi :
1. Auskultasi adanya bising usus ; perhatikan kebiasaan pengosongan normal atau diastaksis
rekti
2. Rasional : Mengevaluasi fungsi usus
3. Kaji terhadap adanya hemoroid
4. Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan, dan
meningkatkan vasokonstriksi lokal.
5.  Anjuran peningkatan tingkat aktifitas dan ambulasi, sesuai toleransi
Rasional : Membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
6. Kolaborasi dalam pemberian laksatif, pelunak feses, supositoria, atau enema
Rasional : Mungkin perlu untuk meningkatkan kembali ke kebiasaan defekasi normal dan
mencegah mengejan atau stres perinal selama pengosongan.

7. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan
diantara / dari orang terdekat, kurang pengetahuan, ketidakefektifan dan tidak tersedianya
model peran, harapan tidak realistis untuk diri sendiri / bayi / pasangan, tidak terpenuhinya
kebutuhan maturasi sosial / emosional dari klien / pasangan, adanya stresor ( misalnya ;
finansial, rumah tangga , pekerjaan )
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan
peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi
baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber – sumber.
Intervensi :
1. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan
latar belakang budaya.
Rasional        : Mengidentifikasi faktor – faktor risiko potensial dan sumber – sumber
pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien / pasangan untuk menerima tantangan
peran menjadi orang tua.
2. Perhatikan respons klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua
Rasional        : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua
mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien /
pengalaman selama kanak – kanak
Rasional        : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua
mereka sendiri menjadi model peran.
4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan
peran pasangan pada persalinan
Rasional        : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energi fisik dan
emosional yang perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal,
atau pascapartal
Rasional        : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya
komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
6. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi
Rasional        : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi
yang diharapkan.
7. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi
Rasional        : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ;
selanjutnya , mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap.
8. Anjurkan pasangan / sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi
terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin
Rasional        : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
9. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah
menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional        : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping
memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

8. Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis


maturasional dari kehamilan / mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang
tua ( atau melepaskan untuk adopsi ), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem
pendukung, persepsi tidak realistis.
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu
dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber – sumber yang tepat sesuai kebuuhan.
Intervensi :
1. Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi
klien tentang penampilannya selama persalinan.
Rasional        : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran
feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak,
menjadi ibu, dan menyusui.
2. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran
Rasional        : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas
dari pengalaman fantasi.
3. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( " perasaan sedih " pascapartum ) pada hari ke-2
sampai ke-3 pascapartum ( misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk,
dan depresi ringan atau berat )
Rasional        : Sebanyak 80 % ibu – ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi
kecewa setelah melahirkan.
4. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung,
dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang
Rasional        : Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stres.
5. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari
peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir
Rasional        : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus
dipelajari
6. Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang
kemampuan menjadi orang tua
Rasional        : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis
dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat.
7. Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang
tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung
Rasional        : Kira – kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala
– gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut

9.  Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan


psikologis ( sangat gembira, ansietas, kegirangan ), nyeri / ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan
dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera
dan istirahat.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat
Rasional        : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam,
meningkatkan tingkat kelelahan.
2. Kaji faktor – faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional        : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan
rangsang.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali kerumah
Rasional        : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal
serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
4. Berikan informasi tentang efek – efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI
Rasional        : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI , dan
penurunan refleks secara psikologis.
5. Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain
Rasional        : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit
untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya
10.  Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber – sumber.
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan
alasan – alasan untuk tindakan.
Intervensi
1. Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat
kelelahan klien.
Rasional        : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan
tanggung jawab tugas dan aktifitas – aktifitas perawatan diri / perawatan bayi.
2. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar
Rasional        : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang
tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
3. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene,
perubahan fisiologis
Rasional        : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan
berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
4. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi
Rasional        : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda
kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan
sebelum kunjungan minggu ke-

11.  Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan


pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan
aktualisasi diri muncul ke permukaan.
Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas – tugas yang mengarah pada
kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan
dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi.
Intervensi :
1. Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain
Rasional        : Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah sakit dan
menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui tahap – tahap perkembangan.
2. Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi
Rasional        : Fleksibilitas dan sensitifitasi terhadap kebutuhan keluarga membantu
mengembangkan harga diri dan rasa kompeten dalam perawatan bayi baru lahir setelah
pulang.
3. Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan
periode pascapartum
Rasional        : Membantu menyiapkan pasangan untuk kemungkinan perubahan yang mereka
alami, menurunkan stres dan meningkatkan koping positif.
4. Berikan informasi tertulis mengenai buku – buku yang dianjurkan untuk anak – anak
( sibling ) tetang bayi baru
Rasional        : Membantu anak mengidentifikasi dan mengatasi perasaan
akan kemungkinan penggantian atau penolakan.
5. Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di
komunitas
Rasional        : Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak dan
perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati.R,E., Wulandari, D. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra. Cendika


Press.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta:
EGC.
Doenges, Marilyn, E. (2001) Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby
Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America
: Mosby
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar :
Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN REPRODUKSI HISTEREKTOMI

A. KONSEP DASAR GANGGUAN REPRODUKSI HISTEREKTOMI


1. Pengertian
Histerektomi adalah pengangkutan uterus melalui pembedahan, paling umum dilakukan
untuk keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh, endometriosis atau tumor),
untuk mengontrol perdarahan yang mengancam jiwa, dan kejadian infeksi pelvis yang tidak
sembuh-sembuh atau ruptur uterus yang tidak dapat diperbaiki. (doengoes,2001)

Histerektomi adalah operasi ginekologi utama yang paling lazim dan prosedur pembedahan
utama kedua yang terbanyak digunakan, dapat dilakukan lewat perut atau vagina.
(Hacker/Moore, 2001)

Histerektomi merupakan tindakan pengangkatan uterus, melalui pembedahan. Paling umum


dilakukan untuk keganasan dan kondisi keganasan tertentu (smeltzer & Bare, 2002 : 1562).

Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di sekitarnya.(Yatim, 2005)

Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahimyang dilakukan oleh ahli
kandungan. (Rasjidi, 2008)

2. Tujuan dilakukannya perawatan


a. Menyatakan pemahaman perubahan anatomi
b. Menyatakan penerimaan diri pada situasi
c. Menyatakan pemahaman kondisi

3. Indikasi histerektomi
a. Keadaan akut
1) bencana kehamilan (misalnya, perdarahan yang hebat)
2) infeksi yang hebat (misalnya ruptural abses ovarium-tubo)
3) komplikasi operatif (misalnya perforasi rahim)

b. Penyakit benigna
1) leiomiomata, simtomatik (misalnya perdarahan, tekanan),asimptomatik (> ukuran 12
minggu, mengacaukan evaluasi adneksa)
2) endometriosis (endometriosis yag berbeda, tak memberi respon terhadap penekanan
hormonal atau pembedahan konservatif)
3) adenomiosis
4) infeksi kronik (misalnya, penyakit radang pelvis yang berulang)
5) massa adneksa (misalnya, neoplasma ovarium)
c. Kanker/penyakit pra-ganas yang bermakna
1) penyakit infasif pada organ reproduksi
2) penyakit pra infasif yang bermakna pada rahim (CIN-3+ atau hiperplasia adenomatosa
pada endometrium dengan atipia sel)
3) kanker pada organ yang bersebelahan atau jauh (gastrointestinal, genitourinarius atau
kanker payudara)

d. Rasa tak enak (tak ada perkiraan patologi jaringan)


1) nyeri pelvis yang kronis (laparoskopi negatif dan dicoba terapi bukan bedah)
2) relaksasi pelvis (simtomatik)
3) perdarahan rahim yang berulang (tidak memberi respon terhadap pengaturan hormon dan
kuretasi-rahim ukuran normal)

e. Keadaan yang meringankan (tidak diindikasikan secara khusus tetapi barangkali


dibenarkan–membutuhkan peninjauan setara sebelum pembedahan)
1) sterilisasi (keadaan yang meringankan)
2) rofilaksis kanker (misalnya berulangnya CIN-2 setelah biopsi kerucut atau hiperplasia
adenomatosa yang terus berlanjut pada endometrium tanpa atipial)

4. Kontra indikasi histerektomi


Komplikasi umum yang berhubungan dengan setiap pembedahan perut atau pelvis antara lain
adalah atelektasis, luka infeksi, infeksi saluran kencing, tromoflebitis, dan embolisme paru-
paru. Atelektasis sering terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama dan dapat dicegah dan
diterapi dengan pembersihan paru-paru yang agresif. Luka infeksi biasanya terjadi sekitar 5
hari pasca operasi dan disertai dengan kemerahan, nyeri tekan, pembengkakan, dan
peningkatan kehangatan disekitar luka. Terapinya dapat membutuhkan antibiotika sistemik,
pembukaan insisi itu, drainase sekret, debridemen lokal, dan perawatan luka. Infeksi saluran
kencing dapat terjadi pada setiap saat dalam periode pasca pembedahan, dan urine untuk
mikroskopi dan biakan harus diperoleh pada setiap pasien yang mengalami demam pasca
pembedahan.tromboflebitis (yang berikutnya kemungkinan embolisme paru-paru)
ditunjukkan oleh demam dan pembengkakan atau nyeri kaki; ini biasanya terjadi 7 sampai 10
hari pasca perasi, embolisme paru-paru dapat terjadi, sekalipun tidak terdapat tanda-tanda
tromboflebitis. Terbukanya luka dengan evirasi usus biasanya diakibatkan oleh banyaknya
sekret serosa dari luka (cairan peritoneum) 4 sampai 8 hari pasca operasi. Bila eviserasi
dicurigai, luka harus dieksplorasi dalam kamar bedah.

Komplikasi intraoperatif yang paling lazim pada histerektomi perut atau vagina adalah
perdarahan, dari infundibulopelvis atau pedikel ovarium-utero, pedikel rahim, atau susdut
vagina. Bila terjadi perdarahan pasca pembedahan, perdarahan dari sudut vagina kadang-
kadang dapat dikenali dan dikendalikan lewat vagina. Tetapi, kalau perdarahan cukup untuk
menyebabkan hipotensi, laparotomi mungkin dibutuhkan untuk mengikat predikel pembuluh
darah yag mengalami perdarahan.

Infeksi sering terjadi pada kedua prosedur dan ditunjukkan oleh demam dan nyeri perut
bagian bawah. Pemeriksaan sering mengungkapkan nyeri tekan dan indurasi pada daerah
vagina, yang menunjukkan suatu selulitis pelvis. Ini biasanya dapat diterapi dengan terapi
anntibiotika. Bila ada pembentukan seroma atau hematoma, abses pelvis atau hematoma
pelvis yang terinfeksi dapat terjadi. Ini akan ditunjukkan oleh suatu massa yang panas dan
nyeri dengan pemeriksaan rektovagina.pasien semacam itu membutuhkan drainase yang tepat
pada bahan yang terinfeksi melalui puntung vagina, selain pemberikan antibiotik parenteral.
Sefalosforin profilaksis secara intraoperatif dan selama 24jam pasca operasi ternyata
bermanfaat untuk mengendalikan infeksi pada histerektomi vagina yang dilakukan pada
pasien pra-menopause.

Cedera ureter adalah komplikasi yang paling berbahaya dari histerektomi dan biasanya terjadi
selama prosedur perut terutama selama diseksi yang sukar pada penyakit radang pelvis,
endometriosis, atau kanker pelvis. Tempat cedera yang paling lazim adalah tempat di bagian
lateral serviks;tempat kedua yang paling banyak ditemukan adalah dibawah ligamen
infundibulopelvis. Suatu jahitan dapat dilakukan pada ureter, atau ini dapat dicepit dan
dipotong. Sebelum melakukan ligasi dan insisi ligamen infundibulopelvis ureter perlu
dikenali. Pasca operasi, pasien akan mengalami demam dan nyeri pinggang, dan fistula
uterovaginalis atau urinoma dapat terjadi 5 sampai 21 hari pasca operasi. Kalau cairan mulai
bocor dari vagina, suatu pemeriksaan termasuk sistoskopi dan pielografiintravena,
diperlukan. Fistula uterovaginal membutuhkan reimplantasi ureter ke dalam kandung kemih,
tetapi biasanya menunggu beberapa bulan agar reaksi radang mereda.
Cedera intraoperatif pada kandung kemih atau usus dapat terjadi dan kalau diketahui harus
diperbaiki dengan segera. Kalau diperlukan perbaikan kandung kemih, diperlukan 7 hari
drainase pasca pembedahan dengan kateter foley untuk memungkinkan penyembuhan yang
optimal.

5. Klasifikasi histerektomi
a. Histerektomi total adalah pengangkatan unterus, serviks, dan ovarium.(brunner &
Suddarth, vol 2, edisi 8)
b. Histerektomi sub total adalah mempertahankan serviks.(Hacker/Moore, 2001)
c. Histerektomo ekstrafasial adalah membuang rahim besrta lapisan fasial sebelah luarnya
secara utuh. (Hacker/Moore, 2001)
d. Histerektomi intrafasial adalah bahwa bagian tengah serviks dibuang dan lapisan fasial
sebelah luar (endopelvis) di biarkan melekat pada kandung kemih.(Hacker/Moore, 2001)
e. Histerektomi radikal (wertheim) adalah pengangkatan uterus, adneksa, vagina proksimal,
dan nodus limfe bilateral melalui insisi abdomen.(Brunner & Suddarth, vol 2, edisi 8)
f. Histerektomi vaginal radikal (schauta) adalah pengangkatan vagina uterus, adneksa, dan
vagina proksimal.(Brunner & Suddarth, vol 2, edisi 8)

6. Manifestasi Klinis
Menurut Rasjidi (2008), manifestasi klinis post histerektomi meliputi:
1.Berhenti menstruasi dan tidak akan bisa punya anak
2.Angka leukosit tinggi
3.Angka eritrosit rendah
4.Nyeri perut
5.Mual
6.Tidak nyaman menggunakan kateter
7.Sulit berkemih atau buang air kecil
8.Keluar cairan atau perdarahan vagina
9.Rasa lelah dan kelemahan
10.Konstipas

7. Data Penunjang
a. Pap smear: dysplasia seluler menunjukkan kemungkinan/adanya kanker.
b. Ultrasound/ CT Scan: membantu mengidentifikasi ukuran atau lokasi massa.
c. Laparoskopi: dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial.
Laparatomi mungkin dilakuakn untuk membuat tahapan kanker atau untuk mengkaji efek
kemoterapi.
d. D & K dengan biopsy (endometrial/servikal): memungkinkan pemeriksaan histopatologis
sel untuk menentukan adanya/lokasi kanker.
e. Tes Schiller (bercak serviks dengan iodin): berguna dalam identifikasi sel abnormal.
f. Hitung darah lengkap: penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis, sementara
penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif. Peningkatan SDP dapat mengindikasikan
proses inflamasi/infeksi.

8. Penatalaksanaan Post Histerktomi


Pendarahan dapat terjadi setelah post histerektomi. Untuk menditeksi komplikasi ini secara
dini, memantau tanda-tanda vital pasien balutan abdomen dipantau terhadap drainase jika
tindakan abdomen digunakan. Dalam persiapan untuk pemulaan dari rumah sakit. Perawat
memberikan pedoman mengenai pembatasan aktivitas untuk meningkatkan penyembuhan
dan pencegahan perdarahan pasca operatif.

Karena posisi selama pembedahan, edema pasca operatif dan immobilitas, pasien beresiko
mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal. Untuk meminimalkan resiko ini,
stoking elastis digunakan, selain itu pasien didorong dan dibantu untuk mengubah posisi
dengan sering, meski tekanan dibawah lutut harus dihindari. Perawat membantu pasien untuk
ambulasi dini dalam periode pasca operatif dan pasien didorong untuk melakukan latihan
pada tungkai serta kakinya. Ketika ia sedang ditempat tidur. Selain itu perawat mengkaji
terhadap adanya trombosis vena profunda (nyeri pada tungkai, tanda homan positif). Karena
pasien mungkin dipulangkan dalam satu atau dua hari setelah pembedahan diinstrusikan
untuk menghindari duduk di kursi dalam waktu lama dengan tekanan pada lutut, duduk
dengan tungkai disilang, dan immobilitas.
Disfungsi kandung kemih, karena kemungkinan kesulitan dalam berkemih secara pasca
operatif dapat dipasang sebelum pembedahan dan dibiarkan dalam periode singkat setelah
pembedahan, jika kateter terpasang maka kateter tersebut biasanya dilepaskan segera setelah
pasien ambulasi. Setelah kateter terlepas, haluran urine pasien dipantau selain itu, abdomen
dikaji terhadap distensi.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1563).
9. Komplikasi histerektomi
a. Hemoragi
Himoragi pasca operasi timbul biasanya karena ikatannya terlepas atau oleh karena usaha
penghentian darah kurang sempurna. Perdarahan yang mengalir keluar mudah diketahui,
yang sulit diketahui adalah perdarahan dalam rongga perut.
(Hanifa, 1999 : 670)
b. Trombosis Vena Profunda
karena posisi selama pembedahan, edema post operasi dan imobilitas pasien resiko untuk
mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1564)
c. Disfungsi Kandungan Kemih
Karena kemungkinan kesulitan dalam berkemih posca operasi.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1564)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PRE OP HISTEREKTOMI
a. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi ; nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, alamat dan diagnosa medis.
2) Identitas penanggung meliputi ; nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan klien
3) Riwayat Kesehatan saat ini
Riwayat kesehatan adalah proses perjalanan penyakit yang dialami oleh klien meliputi
keluhan utama dan riwayat keluhan (dikembangkan dari keluhan utama dengan menggunakan
rumus. P.Q.R.S.T).
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu baik pada kanak-kanak maupun pada saat belum dirawat
5) Riwayat kesehatan keluarga lengkap genogram tiga dimensi
6) Aktivitas sehari-hari dari : pola nutrisi (makanan, cairan)
Pola eliminasi (B. K,B A B), istirahat tidur, olah raga, personal hygiene
7) Respon Psikososial Pasien
Keharusan menjalani histerektomi dapat menunjukkan reaksi emosional yang kuat dan
adanya ketakutan.
8) Ansietas
Jika histerektomi dilakukan untuk mengangkat tumor maligna , ansietas yang berhubungan
dengan ketakutan adanya kanker dan kematian menambah stres pada pasien dan keluarganya.
9) Pemeriksaan fisik, TTV, keadaan umum, pemeriksaan head to toe
Data dasar pengkajian pasienData tergantung pada proses penyakit dasar/kebutuhan untuk
intervensi pembedahan (contoh, kanker, prolaps, disfungsi perdarahan uteri, endometriosis
berat/infeksi pelviks yang tidak sembuh terhadap penanganan medik).
10) Tes diagnostik urine lengkap, darah lengkap, USG, dan lain-lain.

b. Diagnosa keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan
femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan
dengan pasangan dan keluarga.
3) Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
4) Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi bedah,
adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
5) Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik (bedah
abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal), nyeri/ketidaknyamanan
abdomen atau area perineal, perubahan masukan diet.
6) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia,
penurunan/penghentian aliran darah (kongesti pelvis, inflamasi jaringan pascaoperasi, stasis
vena), trauma intraoperasi/tekanan pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama
histerektomi vagina.
7) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar hormon, penurunan
libido), kemungkinan perubahan pola respon seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi
uterus selama orgasme; ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
c. Perencanaan (Intervensi)
1) Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri, kehilangan
femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Intervensi :
a) Berikan penjelasan tentang persiapan fisik sepanjang periode praoperatif.
b) Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaannya pada seseorang yang dapat memahami
dan membantunya.

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan
dengan pasangan dan keluarga.
Intervensi :
a) Berikan waku untuk mendengar masalah ketakutan pasien dan orang terdekat. Diskusiakan
persepsi dari pasien sehubungan dengan antisipasi perubahan dan pola hidup khusus.
b) Kaji stres emosi pasien. Identifikasi kehilangan pada pasien/orang terdekat. Dorong pasien
untuk mengekspresikan dengan tepat.
c) Berikan informasi akurat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya.
d) Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif sebelumnya.
e) Berikan lingkungan terbuka kepada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas.
f) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan, atau
terlalu memasalahkan perubahan aktual/yang ada.
g) Kolaborasi dengan rujuk konseling profesional sesuai kebutuhan.

3) Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.


Intervensi :
a) Pemberian analgesik sesuai yang d resepkan untuk mrnghilangkan nyeri dan meningkatkan
pergerakan dan ambulasi.
b) Pantau cairan dan makanan selama 1 atau 2 hari dalam periode pasca operatif.
c) Pasang selang rektal, pemasangan penghambat pada abdomen jika pasien menglami
distensi abdomen atau flatus.
4) Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi bedah,
adanya edema jaringan lokal, hematoma,paralisis saraf.
Intervensi :
a) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluarnya urine.
b) Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh, ketidakmampuan
berkemih.
c) Berikan tindakan berkemih rutin, contoh vrivasi, posisi normal, aliran air pada baskom,
penyiraman air hangat pada perineum.
d) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada).
e) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau.
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan/per protokol bila pasien tidak mampu
berkemih atau tidak nyaman.
g) Kolaborasi dalam dekompresi kandung kemih dengan perlahan.
h) Pertahankan patensis kateter tak menetap; pertahankan drainase selang bebas lipatan.
i) Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasikan.

5) Resiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan dengan faktor fisik (bedah


abdominal, dengan manipulasi usus, melemahkan otot abdominal), nyeri/ketidaknyamanan
abdomen atau area perineal, perubahan masukan diet.
Intervensi :
a) Auskultasi bising usus. Perhatikan distensi abdomen, adanya mual/muntah.
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
c) Dorong pemasukan cairan adekuat; termasuk sari buah, bila pemasukan per oral dimulai.
d) Berikan rendam duduk.
e) Kolaborasi dalam membatasi pemasukan oral sesuai indikasi.
f) Kolaborasi dalam pemberikan selang NG bila ada.
g) Kolaborasi pemberian cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makanan halus
sesuai toleransi.
h) Gunakan selang rektal; lakukan kompres hangat pada perut, bila tepat.
i) Berikan obat, contok pelumas feses, minyak mineral, laksatif sesuai indikasi.

6) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia,


penurunan/penghentian aliran darah (kongesti pelvis, inflamasi jaringan pascaoperasi, stasis
vena), trauma intraoperasi/tekanan pada pelvis/pembuluh betis/posisi litotomi selama
histerektomi vagina.
Intervensi :
a) Pantau tanda vital; palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler; kaji
keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental.
b) Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jumlah, dan bau drainase.
Timbang pembalut dan bandingkan dengan berat kering, bila pasien mengalami perdarahan
hebat.
c) Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam.
d) Hindari posisi Fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan kaki.
e) Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi sesegera mungkin.
f) Bantu/dorong penggunaan spirometri insentif.
g) Berikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi.
h) Pakaikan stoking antiemboli.
i) Periksa tanda Homan. Perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas, atau keluhan nyeri
dada tiba-tiba pada dispnea.

7) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur


tubuh/fungsi (contoh, memendeknya kanal vaginal; perubahan kadar hormon, penurunan
libido), kemungkinan perubahan pola respon seksual (contoh,tak adanya irama kontraksi
uterus selama orgasme; ketidaknyamanan/nyeri vagina(dispareunia)).
Intervensi :
a) Mendengarkan pernyataan pasien/orang terdekat.
b) Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan.
c) Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
d) Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka.
e) Dorong pasien untuk berbagi pikiran /masalah dengan teman.
f) Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial; contoh menunda koitus seksual
saat kelelahan, melanjutkannya dengan ekspresi alternative, posisi yang menghindari tekanan
pada insisi abdomen, menggunakan minyak vagina.
g) Diskusikan sensasi/ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respon seperti individu
biasanya.
h) Rujuk ke konselor/ahli seksual sesuai kebutuhan.

8) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
Intervensi :
a) Diskusikan degan lengkap masalah yang diantisipasi selama penyembuhan, contoh
labilitas emosi dan harapan perasaan depresi/ kesedihan; kelemahan berat, gangguan tidur,
masalah berkemih.
b) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa datang; contoh, pasien
perlu mengetahui bahwa ia tak akan menstruasi atau melahirkan anak, apakah menopause
pembedahan akan terjadi dan kemungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon.
c) Diskusikan melakukan kembali aktivitas. Dorong aktivitas pertama dengan periode
istirahat yang sering dan meningkatkan aktivitas/latihan sesuai toleransi. Tekankan
pentingnya respon individu dalam penyembuhan.
d) Identifikasi keterbatasan individu, contoh menghindari mengangkat berat (seperti
pengosongan dan mengejan saat defekasi); duduk/menyetir lama. Hindari mandi di
bak/pancuran sampai dokter mengizinkan.
e) Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual. (Rujuk DK: Risiko tinggi disfungsi seksual
berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi(contoh: memendeknya kanal vaginal;
perubahan kadar hormon, penurunan libido), Kemungkinan perubahan pola respon seksual
(contoh: tak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme; ketidaknyamana/nyeri vagina
(dispareunia))).
f) Identifikasi kebutuhan diet, contoh protein tinggi, tambahan besi.
g) Kaji ulang terapi penambahan hormon. Diskusikan kemungkinan “hot flash” meskipun
ovarium masih ada.
h) Dorong minum obat yang diresepkan secara rutin (contoh, dengan makan).
i) Diskusikan potensial efek samping, contoh peningkatan berat badan, peningkatan
pigmentasi kulit atau jerawat, nyeri tekan payudara, sakit kepala, fotosensitivitas.
j) Anjurkan menghentikan merokok bila menerima terapi estrogen.
k) Kaji ulang perawatan insisi bila tepat.
l) Tekankan pentingnya mengevaluasi perawatan.
m) Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh, demam/menggigil,
perubahan drainase vaginal/luka, perdarahan.

2. POST OP HISTEREKTOMI
a. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan feminitas, efek hubungan seksual
2) Retensi urine berhubungan dengan trauma mekanis
3) Resiko tinggi terhadap konstipasi / diare berhubungan dengan bedah abnominal
4) Resiko tinggi terhadap perubahan perfungsi jaringan berhubungan dengan inflamasi
jaringan pasca operasi
5) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh/fungsi.
6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi tindakan berhubungan dengan kurangnya sumber
informasi.

b. Rencana Keperawatan
1) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan feminitas, efek hubungan seksual
Tujuan : Menyatakan penerimaan diri pada situasi dan adaptasi terhadap perubahan pada citra
tubuh
Intervensi / Tindakan :
a) Berikan waktu mendengar masalah dan ketakutan pasien dan orang terdekat
b) Kaji stres emosi pasien, identifikasi kehilangan pada pasien/orang terdekat
c) Berikan informasi akurat, kuatkan informasi yang diberikan sebelumnya
d) Ketahui kekuatan individu dan identifikasi perilaku koping positif sebelumnya
e) Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas
f) Perhatikan perilaku menarik diri menganggap diri negatif atau terlalu memasalahkan
perubahan aktual yang ada
g) Rujuk konseling profesional sesuai kebutuhan

2) Retensi urine berhubungan dengan trauma mekanis


Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas
Intervensi / Tindakan
a) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine
b) Palpasi kandung kemih, sedikit keluhan ketidaknyaman, ketidakmampuan berkemih
c) Berikan tindakan berkemih rutin
d) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada)
e) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau
f) Pemasangan kateter bila diindikasikan bila pasien tidak mampu berkemih atau tidak
nyaman
g) Dekompresi kandung kemih dengan perlahan
h) Perhatikan patensi kateter tak menetap, pertahankan drainase selang bebas lipatan
i) Periksa individu volume urine setelah berkemih bila diindikasi

3) Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan bedah abdominal


Tujuan : Menunjukkan bunyi usus/aktivitas peristaltik aktif, mempertahankan pola eliminasi
biasanya.
Intervensi / Tindakan
A) Auskultasi bising usus, perhatikan distensi abdomen, adanya mual muntah
b) Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan
c) Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah, bila pemasukan peroral dimulai
d) Berikan rendan duduk
e) Batasi pemasukan oral sesuai indikasi
f) Perhatikan selang NGT bila ada
g) Berikan cairan jernih/banyak dan dikembangkan menjadi makanan halus sesuai toleransi
h) Gunakan selang rektal, kompres hangat pada perut bila perlu
i) Berikan obat, contoh pelunak feces, minyak mineral, laksatif sesuai indikasi

4) Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan inflamasi jaringan
pasca operasi
Intervensi / Tindakan :
a) Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler, kaji
keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental
b) Inspeksi balutan dan pembalut perineal. Timbang pembalut dan bandingkan dengan berat
kering. Bila pasien mengalami perdarahan hebat.
c) Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan nafas dalam
d) Hindari posisi fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan kaki
e) Bantu/instruksikan latihan kaki dan telapak dan ambulasi sesegera mungkin
f) Periksa tanda hormon, perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas, atau keluhan nyeri
dada tiba-tiba pada dispnea
g) Berikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi
h) Pakaikan stoking anti emboli

5) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh /
fungsi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman perubahan anatomi / fungsi seksual mengindentifikasi
kepuasaan / praktik seksual yang diterima
Intervensi / Tindakan :
a) Mendengarkan pernyataan pasien / orang terdekat
b) Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi/fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan
c) Identfikasi faktor budaya / nilai dan adanya konflik
d) Bantu pasien untuk menyadari / menerima tahap berduka
e) Dorong pasien untuk berbagai pikiran masalah dengan teman
f) Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial, contoh menunda coitus seksual saat
kelelahan, lanjutkan dengan ekspresi alternatif, posisi yang menghindari tekanan pada insisi
abdomen, menggunakan minyak vagina
g) Diskusikan sensasi / ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons seperti individu
biasanya
h) Rujuk ke konselor / ahli seksual sesuai kebutuhan

6) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur


tubuh/fungsi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, mengidentifikasi hubungan tanda / gejala
sehubungan prosedur pembedahan dan tindakan untuk menerimanya
Intervensi / Tindakan :
a. Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa datang, contoh : pasien
perlu mengetahui bahwa ia akan menstruasi atau melahirkan anak, apakah monopause
pembedahan akan terjadi dan kemungkinan kebutuhan untuk penambahan hormon
b. Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama penyembuhan, contoh :
labilitas emosi dan harapan perasaan depresi / kehilangan kelemahan berat, gangguan tidur,
masalah berkemih
c. Diskusikan melakukan kembali aktivitas. Dorong aktivitas pertama dengan periode
istirahat yang sering dan meningkatkan aktivitas / latihan sesuai toleransi. Tekankan
pentingnya respons individu dalam penyembuhan
d. Identifikasi keterbatasan individu, contoh : menghindari mengangkat berat dan aktivitas
keras (seperti pengosongan dan mengejan saat defekasi, duduk menyetir lama.
e. Kaji anjuran untuk memenuhi koitus seksual
f. Identifikasi kebutuhan diet, contoh : protein tinggi, tambahan besi
g. Kaji ulang terapi penambahan hormon. Diskusikan kemungkinan ”Hot flash” meskipun
ovarium masih ada
h. Dorong minum obat yang diresepkan secara rutin (contoh dengan makanan )
i. Diskusikan potensi efek samping, contoh peningkatan berat badan, peningkatan pigmentasi
kulit atau jerawat, jernih tekan payudara, sakit kepala, fotosensitivitas
j. Anjurkan menghentikan merokok bila menerima tetapi estrogen
k. Kaju ulang perawatan insisi bila tepat
l. Tekankan pentingnya mengevaluasi perawatan
m. Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : demam / mengigil,
perubahan drainase vagina / luka perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Panduan Pelayanan Medik : Model
Interdisiplin Penatalksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal.Jakarta: EGC.

Brunner and Suddarth, Buku Ajar keperawatan Medical bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC,2002
Hacker dan Moore, Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, Jakarta: Hipokrates,2001.

Manuaba, Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi, Jakarta: EGC,2004.

Marilynn, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1999.

Smeltzer & Bare (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2 eed 8. Jakarta:EGC

Yatim, Faisal. 2005. PenyakitKandungan, Myom, Kista, IndungTelur, Kanker Rahim/Leher


Rahim, sertaGangguanlainnya. Jakarta: PustakaPopulerObo

Anda mungkin juga menyukai