Anda di halaman 1dari 24

Contents

KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH..................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................4
C. TUJUAN MASALAH.................................................................................................5
1. Tujuan Umum.....................................................................................................5
2. Tujuan Khusus....................................................................................................5
D. MANFAAT PENULISAN............................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
KONSEP MEDIS...................................................................................................................6
A. DEFENISI.................................................................................................................6
B. KLASIFIKASI.............................................................................................................7
1. Autis Ringan........................................................................................................7
2. Autis Sedang.......................................................................................................7
3. Autis Berat..........................................................................................................8
C. ETIOLOGI................................................................................................................8
D. PATOFISIOLOGI.......................................................................................................9
E. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................11
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.................................................................................13
G. PENATALAKSANAAN.............................................................................................14
1. Penatalaksanaan medis....................................................................................14
2. Penatalaksanaan keperawatan.........................................................................15
BAB III...............................................................................................................................16
KONSEP KEPERAWATAN..................................................................................................16
A. PENGKAJIAN.........................................................................................................16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN..................................................................................17
Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik............................................17
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler......17
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan...........17
Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.........................................................................................................17
C. INTERVENSI KEPERAWATAN.................................................................................18

1
1. Risiko mutilasi diri............................................................................................18
 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang
kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri.....................................................18
2. Kerusakan interaksi sosial................................................................................19
3. Kerusakan komunikasi verbal...........................................................................20
4. Gangguan Indentitas Pribadi............................................................................20
BAB IV............................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah
tentang “Asihan Keperawatan Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autisme”.
Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 17 juli 2019

SUSANTI

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam
Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autisme. Anak
Autisme juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik
itu keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan yang ada
dilapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak Autisme
tersebut. Oleh kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak Autisme.
Dalam pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai siapa anak
Autisme, penyebabnya dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu
pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut
dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi
yang ada dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa
mandiri. Oleh karena itu, makalah ini nantinya dapat membantu kita
mengetahui anak Autisme tersebut.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria
lebih sering dari wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan
yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit
sistemik, infeksi dan neurologis menunjukkan gejala-gejala seperti-austik
atau memberi kecenderungan penderita pada perkembangan gejala austik.
Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari data pada latar belakang masalah pada Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme, maka rumusan masalah Anak Berkebutuhan Khusus
Autisme adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan anak Autisme ?
2. Apa yang menyebabkan anak Autisme ?
3. Bagimana patofisiologi anak yang Autisme ?
4. Apa saja manifestasi klinis anak Autisme ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada anak Autisme ?

4
6. Apa saja penatalaksanaan pada anak autis?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien anak dengan Berkebutuhan
Khusus “Autisme”?
C. TUJUAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep
Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
Konsep keperawantan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih
dan menambah pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme.
Dan diharapkan agar menjadi acuan mahasiswa/mahasiswi dalam membuat
asuhan keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Disamping itu
juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan jiwa

5
BAB II

KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme
(paham/aliran). Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan dalam dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak,
mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo,
2003)
b. Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan
perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak
Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan
perkembangan terlambat atau tidak normal. Autisme mulai tampak sejak
lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3 tahun). “Sumber dari
Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir
ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan
anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).
Jadi anak autisme merupakan satu kondisi anak yang mengalami
gangguan perkembangan yang sangat kompleks yang dapat diketahui sejak
umur sebelum 3 tahun mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial serta
perilakunya. Anak autisme dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:

6
a. Segi pendidikan : anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak sesuai dengan
kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan penanganan/layanan
pendidikan secara khusus sejak dini.
b. Segi medis: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan/kelainan
otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, sosial,
perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
c. Segi psikologi: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan yang berat bisa ketahui sebelum usia 3 tahun, aspek
komunikasi sosial, perilaku, bahasa sehingga anak perlu adanya
penanganan secara psikologis.
d. Segi sosial: anak autisme adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat dari beberapa aspek komunikasi, bahasa, interaksi
sosial, sehingga anak ini memerlukan bimbingan keterampilan sosial agar
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga anak
autisme mempunyai dunianya sendiri.
E. KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan
gejalanya. Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa
autis. Klasifikasi ini dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale
(CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata
walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit
respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan
dalam berkomunikasi dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
3. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun
tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau
hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik
cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
4. Autis Berat

7
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti.
Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon
dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang
tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti
setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
F. ETIOLOGI
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada
otak anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya
sampai timbul kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak
teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta
akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut
terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia
kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai
kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek
terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung
jawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses
atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang
sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang
disebut hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap
agresi dan emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti
mercury yang banyak terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang
sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung
timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.

8
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif
atau sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar
dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku
yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan
hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan
sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari
kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam
timbulnya gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama)
dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu
terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi
pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada
bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya
jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky
get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten.
Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul
dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan
efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena
nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh
tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak
terpenuhi karena faktor ekonomi.
G. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini

9
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai
brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.
Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson,
dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi
kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel
saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel
saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil
pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan
akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan
brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau
sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye

10
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena
ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan
atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak
kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan
otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan
amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses
memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan.
H. MANIFESTASI KLINIS
a. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak
mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.

11
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu
artinya. Bicara monoton seperti robot.
g. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang
atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang
yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya.
Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati
malah menjauh.
h. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau
benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai
permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya
sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus
melalui rute yang sama.
i. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan
berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan
tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri
seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong.
Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian

12
pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan
akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
j. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.
k. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak
menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
l. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran
simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat
menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes
secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya
autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang
dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:

13
a. Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa
kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang
didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15;
anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan
gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan
komunikasi verbal
b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan
autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur
18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
c. The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme
bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain,
imitasi motor dan konsentrasi.

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin,
dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan
saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan
gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,
agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan
serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru,
yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor
serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk
mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri

14
sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan
respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri
sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan
depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari,
penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang
melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari
Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk
mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara,
terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi
lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk
mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan
sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk
kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi
pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi
(kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta
pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani
hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa
yang mandiri dan berprestasi
5. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:

15
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan
kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya
dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis
perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negative
tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan
lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

16
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
m. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,


keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat, tidak senang atau menolak dipeluk. Saat bermain
bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana
saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend
apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ
dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun
sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100.

2) Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)


a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b) Cidera otak
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit keturunan.

17
4) Status perkembangan anak.
a) Anak kurang merespon orang lain.
c) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
d) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
e) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.
6) Pemeriksaan fisik
a) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
f) Terdapat ekolalia.
g) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
h) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
i) Peka terhadap bau.
7) Psikososial
a) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
j) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
k) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
l) Perilaku menstimulasi diri
m) Pola tidur tidak teratur
n) Permainan stereotip
o) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
p) Tantrum yang sering
q) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
r) Kemampuan bertutur kata menurun
s) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
8) Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.

18
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk
mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan
pervasife autisme antara lain:
1. Risiko mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative
(misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons
terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
 Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak
memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri
 Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa
cemas
Intervensi
 Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang
kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri
Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)

 Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai


respon terhadap kecemasan
Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara
/alternative pemecahan yang tepat.

 Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak


memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik –
narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada
ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera
 Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya
dengan pasien
 Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu mening-
katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
Rasional : dalam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku-
perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman

19
6. Kerusakan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak
mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
 Anak mulai berinteraksi dengan diri dan Orang lain.
 Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan
perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang
lain
 Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain

Intervensi
 Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-
cayaan
Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan
pembentukan kepercayaan
 Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan,
selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distress
Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu
aman bila anak merasa distres
 Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika
anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya
untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan
saling percaya
Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan
mempertahankan hubungan saling percaya
 Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-
interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman ,
dan pelukan
Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang
gencar pada pasien yang tidak terbiasa
 Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha
keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya
dapat memberikan rasa aman

20
7. Kerusakan komunikasi verbal
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu
yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
 Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh
orang lain
 Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
 Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang
lain

Intervensi
 Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan
dan komunikasi anak
Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk
memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
 Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan
pola komunikasi terbentuk
Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi
kecemasan anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi
dengan orang lain dengan asertif
 Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan
kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud untuk
mengatakan bahwa…..?” )
Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari
pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi
di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa
seinzinnya”
 Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan
hormat kepada seseorang
8. Gangguan Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan
untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang
dengan kriteria hasil:

21
 Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya
dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
 Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari
lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata
yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang
dilihatnya)

Intervensi:
 Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data
kepercayaan
 Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama
kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
 Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak
terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
 Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan
sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien
dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan
anak telah terbentuk
 Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu
ancaman oleh pasien
 Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-
batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-
gambar dari anak
Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan
gambaran diri pada anak secara tepat.

22
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang
secara klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang
dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang
dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas,
perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan
(stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap
pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini
penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu
adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang
berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan
perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak
mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak
terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi
orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup
dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa-mahasiswi keperawatan dapat memahami asuhan
keperawatan pada anak berkebutuhan khusus autisme dan bagi orang tua yang
memiliki anak autisme.

23
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sacharin, RM. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman, Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15.
Jakarta: EGC.

Anonim. Http:// www.Dikdasmen.Com/Pendidikan anak Autisme.Html

Soetjiningsih. 1994. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: FK Udayana.

Yupi, Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi 1. Jakarta:


Salemba Medika

PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. DPP PPNI. Jakarta.

Nugraheni,SA. (2012). Menguak Belantara Autisme. Bulettin Psikologi. 20(1-2):


9-17.

Http://www.journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/11944/8798

Anda mungkin juga menyukai