Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS DALAM PEMBEDAHAN

DISUSUN OLEH :

DESTY NATALIA DAMAYANTHI


PO.62.20.1.16.129

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA JURUSAN KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN KELAS
REGULER ANGKATAN III SEMESTER VIII TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompokkelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner and Suddarth, 2001).
Diabetes mellitus juga didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia
kronik yang ditandai oleh ketiadaan absolute insulin atau intensitivitas sel
terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop electron. (Riyadi, Sujono, 2008).
Ulkus merupakan luka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan DM
dengan neuropati perifer. Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi yang
berkaitan dengan morbiditas akibat diabetes mellitus.

B. ETIOLOGI
Diabetes Melitus bisa disebabkan oleh penurunan produksi insulin
oleh selsel beta pulau langerhans atau ketiadaan absolut insulin.
Ketiadaan absolute insulin dapat terjadi karena keturunan dimana tahap
perkembangan anti bodi yang merusak selsel beta atau degenerasi selsel
beta. Sedangkan penurunan produksi insulin dan resistensi insulin pada
diabetes mellitus tipe 2 dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Usia
2. Gaya hidup stress
3. Pola makan yang salah
4. Obesitas
5. Infeksi
Terjadinya ulkus diabetikum antara lain dipengaruhi oleh :
1. Neuropatik diabetik
2. Angiopati diabetic (penyempitan pembuluh darah)
3. Infeksi

C. MANIFESTASI KLINIS
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas
(kesemutan)
2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat
4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena
anoksia (ulkus).
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“ claw,callus “
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan
tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa
osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal
kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,
sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-), kalus, claw toe.
Ulkus tergantung saat ditemukan (0 –5)
b. Palpasi
1) Kulit kering, pecah-pecah, tidak
normal
2) Klusi arteri dingin,pulsasi ( –)
3) Ulkus :kalus tebal dan keras.
2. Pemeriksaan fisik
a. Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
b. Nilon monofilament 10 G
c. Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
d. Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%),
sensitifitas (83%).
3. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brachial index (ABI), absolute toe systolic
pressure.
ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning (++), merah ( +++),
dan merah bata ( ++++)
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
DEBRIDEMENT

A. DEFINISI
Debridement adalah proses pengangkatan jaringan avital atau jaringan
mati dari suatu luka. Jaringan avital dapat berwarna lebih pucat, coklat muda
atau hitam dan dapat kering atau basah.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3
mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran
faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Tindakan debridement ini dilakukan untuk membuang jaringan yang
mati serta membantu mempercepat penyembuhan luka. Debridement dapat
dilakukan secara surgical, kimia/ enzimatik, mekanik, atau autolitik. Metode
debridement yang dipilih tergantung pada jumlah jaringan nekrotik, luasnya
luka, riwayat medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistemik.

B. TUJUAN DEBRIDEMEN
Debridement memiliki tujuan antara lain (Brunner and Suddart, 2001):
1. Menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing, sehingga klien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri.
2. Menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan
bagi graft dan penyembuhan luka.

C. JENIS DEBRIDEMENT
1. Debridement Autolitik
 Autolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi,
melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement
Autolitik bersifat selektif, hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan.
Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien. Debridemen
 Autolitik dapat dilakukan dengan menggunakan balutan oklusif
atau semioklusif yang mempertahankan cairan luka kontak dengan
 jaringan nekrotik. Debridement Autolitik dapat dilakukan dengan
hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
a. Indikasi
Pada luka stadium III atau IV dengan eksudat sedikit sampai sedang.
b. Keuntungan:
 Sangat selektif, tanpa menyebabkan kerusakan kulit di sekitarnya.
 Prosesnya aman, menggunakan mekanisme pertahanan tubuh
sendiri untuk membersihkan luka debris nekrotik .
 Efektif dan mudah
 Sedikit atau tanpa nyeri.
c. Kerugian:
 Tidak secepat debridement surgikal.
 Luka harus dimonitor ketat untuk melihat tanda-tanda infeksi.
 Dapat menyebabkan pertumbuhan anaerob bila hidrokoloid oklusif
digunakan
2. Debridement Enzymatik
Debridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk
merangsang debridement, seperti kolagenase. Seperti otolisis,
debridement enzimatik dilakukan setelah debridement surgical atau
debridement otolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik
direkomendasikan untuk luka kronis.
a. Indikasi
 Untuk luka kronis
 Pada luka apapun dengan banyak debris nekrotik.
 Pembentukan jaringan parut
b. Keuntungan
 Kerjanya cepat
 Minimal atau tanpa kerusakan jaringan sehat dengan
penggunaan yang tepat.
c. Kerugian:
 Mahal
 Penggunaan harus hati-hati hanya pada jaringan nekrotik.
 Memerlukan balutan sekunder
 Dapat terjadi inflamasi dan rasa tidak nyaman
3. Debridement Mekanik
Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang
melekat pada luka. Lapisan luar dari luka mengering dan melekat pada
balutan anyaman. Selama proses pengangkatan,  jaringan yang
melekat pada anyaman akan diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut
non-viable, sementara beberapa yang lain viable.
Debridement ini nonselektif karena tidak membedakan antara
jaringan sehat dan tidak sehat. Debridement mekanikal memerlukan ganti
balutan yang sering. Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal
debridement atau sebagai persiapan untuk pembedahan. Hidroterapi juga
merupakan suatu tipe debridement mekanik.Keuntungan dan risikonya
masih diperdebatkan.
a. Indikasi
 Luka dengan debris nekrotik moderat.
b. Keuntungan
 Materialnya murah (misalnya tule)
c. Kerugian
 Non-selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan sehat
atau jaringan penyembuhan
 Proses penyembuhan lambat
 Nyeri
 Hidroterapi dapat menyebabkan maserasi jaringan. Juga
penyebaran melalui air dapat menyebabkan kontaminasi atau
infeksi. Disinfeksi tambahan dapat menjadi sitotoksik
4. Debridement Surgikal
Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan avital dengan
menggunakan skalpel, gunting atau instrument tajam lain Debridement
surgikal merupakan standar perawatan untuk mengangkat jaringan
nekrotik. Keuntungan debridement surgikal adalah karena bersifat
selektif; hanya bagian avital yang dibuang. Debridement surgikal
dengan cepat mengangkat jaringan mati dan dapat mengurangi waktu.
Debridement surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau di
dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi.
Ciri jaringan avital adalah warnanya lebih kusam atau lebih
pucat(tahap awal), bisa juga lebih kehitaman (tahap lanjut), konsistensi
lebih lunak dan jika di insisi tidak/sedikit mengeluarkan darah.
Debridement dilakukan sampai jaringan tadi habis, cirinya adalah kita
sudah menemulan jaringan yang sehat dan perdarahan lebih banyak
pada jaringan yang dipotong.
a. Indikasi
 Luka dengan jaringan nekrotik yang luas
 Jaringan terinfeksi.
b. Keuntungan
 Cepat dan selektif
 Efektif
c. Kerugian
 Nyeri
 Mahal, terutama bila perlu dilakukan di kamar operasi

D. TEKNIK OPERASI
1. Tindakan a dan antiseptik
2. Anestesi infiltrasi sekitar luka
3. Luka dicuci sampai bersih
4. Identifikasi jaringan nekrotik dan struktur neuro vaskular.
5. Jepit jaringan nekrotik dengan pinset, gunting
6. Ulangi langkah 5 sampai semua/sebagian besar jaringan terbuang.
7. Sampai jaringan sehat terlihat (sudah ada perdarahan normal)
8. Jika luka tertutup darah, cuci kembali dengan NaCl 0.9 %, lalu
kembali identifikasi jaringan nekrotik.
9. Selanjutnya tergantung tipe luka dapat dijahit primer atau dilakukan
perawatan luka terbuka atau tindakan definitif lainnya.
E. TEKNIK INSTRUMENTASI

Merupakan metode atau cara dalam menyiapkan, merencanakan,


mengatur, melaksanakan, dan memantau instrument atau bahan yang
dipergunakan sesuai dengan jenis operasi.
1. Tujuan
a. Menyiapkan instrument dan bahan kebutuhan lain sesuai jenis
operasi yang akan dilakukan.
b. Merencanakan dan mengatur instrument dan bahan yang dibutuhkan
secukupnya di meja mayo.
c. Melaksanakan teknik instrumentasi dan teknik aseptic yang benar
sesuai kaidah yang sudah disepakati.
d. Memantau intrumen dan bahan-bahan yang dipergunakan
sebelum,selama, dan setelah tindakan pembedahan.
e. Merawat dan memelihara instrument yang digunakan selama dan
sesudah tindakan pembedahan.
2. Persiapan Lingkungan
a. Suhu ruangan 19-22o C
b. Kelembapan ruangan 45-60%
c. Siapkan meja operasi
d. Siapkan mesin suction (cek fungsi)
e. Siapkan lampu operasi (cek fungsi)
f. Siapkan lampu baca X-Ray (cek fungsi)
g. Siapkan tempat sampah medistroli Waskom
h. Meja instrument
i. Meja mayo
j. Selang suction
k. Set waskom
3. Persiapan Alat
a. Instrument Meja Mayo
 Desinfeksi klem : 1
 Bengkok : 1
 Cucing : 2
 Towel klem : 5
 Surgical scissor lurus (gunting kasar lurus) : 1
 Metzemboum scissor : 1
 Gunting benang : 1
 Handle mess no. 3 & mess no. 10 / 15
 Needle holder : 1
 US Army Retractor : 2
 Canule suction : 1
 Delicate haemostatic forceps mosquito :2
 Delicate haemostatic forceps :2
 Haemostatic forceps kocher :2
 Tisuue forcep :2
 Dissecting forcep :2
 Kurret :1
 Handpiece couter :1
 Premeline 3.0 :1
 Adrenalin 1 : 500 cc NS Meja :2
b. Persiapan linen
 Duk besar :5
 Duk kecil :4
 Gaun operasi :6
 Sarung meja mayo :1
 Handuk :5
c. Persiapan barang habis pakai
 Handscoon 6,5/7/7,5 sesuai kebutuhan
 NaCl 0,9 % : 1000 cc
 Providon iodin : 100 cc
 Savlon cair : 100 cc
 Hepavix secukupnya
 Kassa steril : 40 lmbr
 Deppers : 10
 Under pad on & steril : 1/3
 Towel :1
 Sufratul : 10
d. Persiapan Pasien
1) Pasien dipuasakan 6-8 jam
2) Informed consent ( prosedur pembedahan dan anestesi)
3) Apakan pasien sudah diberi antibiotic profilaksis
4) Perlu atau tidaknya skiren
5) Apakah pasien memakai perhiasan, gigi palsu, atau prostase
6) Perlengkapan operasi yang perlu dibawa pasien
7) Site marking area operasi
8) Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
9) Pasien sudah mandi dengan sabun antiseptic dan memakai
baju operasi
10) Pasien tidak boleh memakai cat kuku
11) Apakah pasien perlu huknah/lavement atau tidak
12) Apakah pasien sudah memakai kateter atau belum
4. Teknik Intrumentasi
 Memastikan pasien sudah konfirmasi tentang identitas, area
operasi, tindakan operasi, dan surat persetujuan operasi.
 Memastikan sudah memberi tanda pada lokasi tubuh yang
dioperasi
 Memastikan pasien mempunyai alergi atau tidak
 Memastikan pasien mempunyai gangguan pernafasan atau tidak
 Memastikan ada atau tidaknya perdarahan lebih dari 500ml atau
7ml/kg pada anak
a. Persiapan Pasien
 Membantu memindahkan pasien ke meja operasi.
 Setelah tim anasthesi melakukan induksi (GA) dan perawat
sirkuler memasang Under-pad non steril di bawah kepala pasien.
 Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning dan
gloving selanjutnya melakukan persiapan alat di meja instrumen
dan meja mayo.
 Perawat instrument membantu gowning dan gloving pada
operator dan asisten.
 Berikan desinfeksi klem dan 2 deppers dengan iodine povidone di
cucing letakkan dalam bengkok berisi savlocair dan 2 deppers
ke operator untuk melakukan desinfeksi lapangan operasi.
 Operator dan instrument melakukan drapping.
 Pasang kabel selang suction dengan towel klem, lalu dekatkan
meja mayo & meja instrumen
b. Time out
 Semua petugas operasi memperkenalkan diri dan tugas masing-
masing.
 Petugas operasi menegaskan pasien, lokasi, dan prosedur
pembedahan.
 Mengantisipasi kejadian kritis.
 Memastikan antibiotic profilaksis sudah diberikan.
 Memberikan gunting kasar dan pinset cirugis kepada operator
untuk membersihkan jaringan-jaringan nekrotik.
 Membantu spooling NS dan suction pada area operasi.
 Memberikan kuret pada operator untuk membersihkan
jaringan-jaringan nekrotik.
 Berikan adrenalin 1 : 500 cc NS pada kassa untuk menghentikan
perdarahan.
 Berikan klem kocher untuk mengambil jaringan-jaringan yang
telah mati.
 Berikan mess no 10 dan handle no 3 untuk menginsisi jaringan kulit
yang telah mati atau keras
 Berikan musquito dan couter untuk menghentikan perdarahan
c. Sing Out
 Memastikan prosedur pembedahan yang telah dilakukan.
 Memastikan kesesuaian jumlah instrument, kasa dan jarum
sebelum dan sesudah operasi.
 Memastikan pemberian pelabelan pada specimen.

 Memastikan apakah ada kerusakan atau masalah pada


peralatan.
 Petugas kamar operasi mendiskusikan hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam penetelaksanaan pasien selanjutnya
 Berikan premeline 3.0 dan needle holder untuk menjahit kulit.
 Bersihkan luka dengan kassa yang dibasahi NS.
 Tutup luka dengan sufratule, kassa basah NS, kassa kering dan
hepavix untuk menutup luka
5. Pengelolaan Instrumentasi
a. Bereskan semua instrument lalu didekontaminasi enzymatic
detergen
b. Rendam selama 10-15 menit lalu sikat
c. Bilas instrument yang telah didekontaminasi dengan air bersih
d. Keringkan alat dengan handuk kering
e. Inventariskan insturmen dan tata di dalam set instrument
f. bungkus / packing dan instrument siap disteril.
g. Catat pemakaian bahan habis pakai pada lembar depo dan rapikan
ruang operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada
berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh
fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh  –  sembuh danberbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakitlain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satuanggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Pola Kebutuhan

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot Tanda :
Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut Tanda :
Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan Tanda :
Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok,
hipertensi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pre operasi:
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2. Nyeri akut berhubugan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
adanya gangren pada daerah luka
Diagnosa keperawatan intra operasi :
1. Resiko cedera
2. Resiko infeksi
Diagnosa keperawatan post operasi :
1. Hambatan mobilisasi berhubungan dengan efek anastesi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri ( biologi,
kimia, fisik, psikologis ).
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...
x 24 jam maslah nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a. Skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4
b. Pasien terlihat rileks atau nyaman
c. Pasien mampu mengontrol nyeri
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
Rasional : dengan adanya tirah baring akan mengurangi nyeri
2) Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi skala, frekuensi
nyeri.
Rasional : pengkajian dari frekuensi, skala, waktu, dapat
dipertimbangkan untuk tindakan selanjutnya.
3) Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri dan
membuat relaks
4) Monitor Tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui perkembangan kesehatan pasien
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan pasien
2. Diagnosa II : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik, luka akibat post operasi debridement
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah gangguan integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan.
b. Luka sembuh sesuai kriteria.
c. Tidak ada luka atau lesi
d. Perfusi jaringan baik
e. Menunjukkan proses penyembuhan luka
Intervensi :
1) Anjurkan pasien memakai pakaian yang longgar.
Rasional : udara tidak lembab jadi tidak menyebabkan kuman
tumbuh.
2) Hindari dari kerutan tempat tidur.
Rasional : meminimalkan perlukaan, atau nyeri tekan
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Rasional : mencegah kuman maupun bakteri berkembang di sekitar
lingkungan
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi), miring kanan, miring kiri setiap 2 jam
Rasional : menghindari adanya tekanan dalam waktu yang lama.
5) Monitor perkembangan kulit pada luka post debridement setiap
hari.
Rasional : perkembangan pada kulit / luka lebih baik.
6) Mengobservasi luka : perkembangan, tanda  –  tanda infeksi,
kemerahan,perdarahan, jaringan nekrotik, jaringan granulasi.
Rasional : proses penyembuhan luka terkontrol
7) Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip
steril
Rasional : luka terkontrol dari infeksi.
8) Kolaborasi pemberian diit kepada penderita ulkus dm.
Rasional : glukosa darah pasien terkontrol.
3. Diagnosa III : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post
debridement
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam
diharapkan resiko infeksi dpat dicegah dan teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
c. Jumlah lekosit dlam batas normal
d. Menunjukkan perilaku
hidup sehat.
Intervensi :
1) Pertahankan teknik aseptif
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : mencegahterjadinya infeksi.
3) Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : merencanakan tindakan untuk menghambat tanda gejala
infeksi
4) Meningkatkan intake nutrisi.
Rasional : mecegah terjadinya kelemahan/ kelelahan pada pasien
5) Berikan perawatan luka pada area epiderma
Rasional : membersihkan luka, mencegah resiko infeksi
6) Observasi kulit, membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Rasional : mengetahui perkembangan penyembuhan luka.
7) Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Rasional : mengetahui kondisi luka
8) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional : merencanakan pencegahan bakteri patologi / anaerob
menyerang pada insisi pembedahan
4. Diagnosa IV : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
pada kaki.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pergerakan / aktivitas pasien bertambah dan tidak terbatasi.
c. Pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi setiap hari.
Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam aktivitasnya
sehari – hari
2) Monitoring tanda  –  tanda vital pasien sebelum dan sesudah
latihan
Rasional : mencegah penurunan status kesehatan pasien.
3) Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalandan cegah
terhadap cidera.
Rasional : mencegah cidera.
4) Damping dan bantu pasien dalam pemenuhan
ADLs
Rasional : kebutuhan ADLs pasien terpenuhi.
5) Mendekatkan alat / barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional : pasien tidak kesulitan dalam kebutuhan fasilitasnya.
6) Kolaborasi dengan keluarga untuk pemenuhan ADLs paisen
Rasional : memaksimalkan nafsu makan, dan kebutuhan ADLs yang
lainnya
5. Diagnosa V : Ketidakstabilan kadar glukosa dalam
darah berhubungan dengan hiperglikemia
Tujuan : setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3 x 24 jam kadar
glukosa dalam dara darah stabil.
Kriteria Hasil :
a. Kadar glukosa dalam darah normal (80 – 100 mg/dL)
b. Berat badan ideal atau tidak mengalami penurunan
Intervensi :
1) Kaji faktor yang menjadi penyebab ketidakstabilan glukosa
Rasional : untuk mengetahui tanda gejala ketidakstabilan glukosa.
2) Pantau keton urine.
Rasional : terjadi atau tidak komplikasi ketoadosis diabetik.
3) Gambarkan mengenai proses perjalanan penyakit.
Rasional : memberikan sebuah gambaran tetang masalah yang
dialami pasien.
4) Pantau tanda gejala terjadinya hipoglikemi dan hiperglikemi
Rasional : upaya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah
5) Memberikan penyuluhan mengenai penyakit ulkus diabetik, diit, obat,
resep.
Rasional : merencanakan, melakukan program penyuluhan, pasin
melaksanakan program diet, dan menerima obat resep
DAFTAR PUSTAKA

Lebrun E, Tomic-Canic M, Kirsner RS. (2010). The Role of Surgical


Debridement in Healing of Diabetic Foot Ulcers. Wound Repai and Regeneration.

 Alexiadou K, Doupis J. (2012). Management of Diabetic Foot Ulcers.


Diabetes Ther.

Brunner and Sudarth.(2001). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2.


Jakarta: EGC.

Riyadi, Sujono. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai