Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ckd Stage V
1. Pengertian

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi


dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar dimana kemampuan tubuh ga
gal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

a. Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>


90 mL/min/1.73 m 2)
b. Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2)
c. Tahap 3: penurunan moderat GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2)
d. Tahap 4: Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2)
e. Tahap 5: Kegagalan ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 atau dialisis)

Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya


asimtomatik; klinis manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5.
Diagnosis dini dan pengobatan dan penyebab / atau lembaga tindakan
pencegahan sekunder sangat penting pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin menghentikan, kemajuan.
Perawatan medis pasien dengan penyakit ginjal kronis (lihat
Pengobatan) harus fokus pada hal berikut:

a. Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis kidney


b. Mengobati manifestasi patologis penyakit ginjal kronis
c. Tepat waktu perencanaan jangka panjang terapi pengganti ginjal
B. Tanda dan gejala Ckd Stage V
1. Mual dan muntah
2. Hilangnya nafsu makan
3. Perasaan lemah dan lesu
4. Sesak napas
5. Sakit perut
6. Masalah mulut
7. Frekuensi buang air kecil yang meningkat, terutama di malam hari
8. Mati rasa, kesemutan, terbakar kaki panas dan tangan
9. Kram otot dan kejang otot
10. Gangguan tidur
11. Kulit gatal
12. Menurunnya ketajaman mental
13. Tekanan darah tinggi yang sulit dikontrol
14. Nyeri pada dada karena penumpukan cairan di sekitar jantung
15. Pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki, atau tangan

C. Etiologi Ckd Stage V


1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
D. Patofisiologi Ckd Stage V
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang


normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

E. Manifestasi Klinis Ckd Stage V

1. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.

b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan
), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama
ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot –
otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.

f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.

h. System hematologi

anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi


eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan
fungsi trombosis dan trombositopeni.
F. Klasifikasi Ckd Stage V

Penyakit ginjal kronik biasanya diklasifikasikan berdasarkan


pada penurunan kemampuan ginjal. Kemampuan ginjal ini dapat
diketahui dari nilai laju filtrasi glomerulus (GFR). Nilai GFR dapat
diukur menggunakan senyawa-senyawa yang bebas difiltrasi, tidak
direabsorpsi, tidak disekresi, tidak beracun dan tidak mengalami
metabolisme dalam tubuh. Contoh dari senyawa-senyawa ini
adalah inulin dan kreatinin. Adapun nilai GFR normal yaitu 120
mL/menit.
Tabel Klasifikasi Menurut NKF-DOQI Untuk Penyakit Ginjal
Kronik (wells, i.,2008)

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kliren


kreatinin dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) ( Sudoyo, dkk.,
2006 ). Cockroft-Goult untuk orang dewasa : Laki-laki: Klirens
Kreatinin (mL/min) = (140-umur) x berat badan (kg) x 0,8172 x
kreatinin serum (µmol/L) Klirens Kreatinin (mL/detik) = (140-
umur) x berat badan (kg) x 5072 x kreatinin serum (µmol/L)
Wanita : Klirens Kreatinin (mL/min) = dikalikan (x) 0,85.

G. Pencegahan Ckd Stage V

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat


lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa
kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat
mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan
kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan
urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah
individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.
Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna
dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress
(infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

H. Komplikasi Ckd Stage V

Komplikasi dari penyakit ginjal kronis antara lain sebagai berikut:

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Keseimbangan garam dan air dalam tubuh merupakan fungsi


regulasi ginjal. Penurunan filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
retensi garam dan air yang meningkatkan volume intravaskular
sehingga menyebabkan hipertensi. Apabila hal ini terjadi terus menerus
akan menyebabkan edema paru akibat dari overload cairan dalam tubuh
(Dipiro et al, 2008). Pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang
stabil, kandungan air dan ion natrium total dalam tubuh sedikit
meningkat, hiperkalemia sebagai akibat primer dari gangguan
pengeluaran ion kalium ke dalam urin atau terjadi hipokalemia
dikarenakan adanya gangguan pada pengambilan kalium dari makanan,
penggunaan diuretika atau hilangnya kalium melalui saluran
pencernaan. Disamping itu terdapat pula asidosis metabolic gangguan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan H+ mengakibatkan asidosis
sistemik disertai penurunan pH dan kadar HCO 3- plasma. Ekskresi NH4+
merupakan mekanisme utama ginjal dalam usahanya mengeluarkan H+
dan pembentukan kembali HCO3-Pada penyakit ginjal, ekskresi NH4+
total berkurang akibat berkurangnya jumlah nefron. Salah satu gejala
yang sudah jelas akibat asidosis adalah pernapasan Kussmaul yaitu
pernapasan yang berat dan dalam, yang timbul karena kebutuhan untuk
meningkatkan ekskresi karbondioksida sehingga dapat mengurangi
beban asidosisnya (Wilson and Price, 2010). Sebabkan pula
hipokalsemi karena terjadi gangguan dalam mensintesis 1,25-
dihidroksivitamin D, peningkatan kadar asam urat serum dan
pembentukan kristal- kristal yang menyumbat ginjal dapat
menyebabkan penyakit ginjal akut atau kronik, hipomagnesia karena
penurunan, asupan magnesium akibat anoreksia, berkurangnya
pemasukan protein dan penurunan absorpsi dari saluran cerna (Wilson
and Price, 2010).
b. Kelainan Kardiovaskular dan Paru

Retensi cairan pada uremia sering menyebabkan gagal jantung


kongestif dan atau edema paru. Hipertensi ialah komplikasi paling
umum pada tahap akhir penyakit ginjal (Kasper, 2005). Kombinasi
hipertensi, anemia dan kelebihan beban sirkulasi akibat retensi natrium
dan air semuanya berperan dalam meningginya kecenderungan kasus
gagal jantung kongestif (Wilson and Price, 2010).
c. Kelainan Hematologik

Penurunan massa nefron menyebabkan penurunan ginjal dalam


memproduksi erythropoietin (EPO), penyebab utama anemia pada
pasien CKD. Keadaan anemia pada pada pasien CKD menyebabkan
penurunan supply oksigen, sehingga terjadi peningkatan cardiac output
dan left ventricular hypertrophy (LVH). Hal ini meningkatkan resiko
perkembangan penyakit kardiovaskuler (Dipiro et al, 2008). Anemia
normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom
uremik. Biasanya hematokrit menurun hingga 20-30% sesuai derajat
azotemia. Faktor kedua yang ikut berperan dalam anemia adalah masa
hidup sel-sel darah merah pada pasien penyakit ginjal hanya sekitar
separuh dari masa hidup sel-sel darah merah normal. Disamping
defisiensi eritropoiesis dan kecenderungan hemolitik, maka kehilangan
darah melalui saluran cerna juga dapat menyebabkan anemia. Faktor-
faktor lain yang dapat menyebabkan anemia antara lain kehilangan
darah, defisiensi besi dan asam folat. (Wilson and Price, 2010)
d. Kelainan Gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang sering
ditemukan pada uremia dan seringkali menjadi gejala-gejala awal
keadaaan ini. Disamping itu, dapat terbentuk tukak pada mukosa
lambung dan usus besar dan kecil dan dapat menyebabkan pendarahan
yang cukup berat. Akibat dari pendarahan ini sangat serius karena
penurunan tekanan darah akan semakin menurunkan GFR. Sedangkan
darah yang dicerna akan menyebabkan peningkatan yang tajam dari
kadar BUN (Wilson and Price,2010).
e. Gangguan Endokrin-Metabolik

Pada penyakit ginjal, terdapat gangguan pada fungsi paratiroid,


toleransi glukosa dan metabolisme insulin. Demikian pula pada
metabolisme lemak, kalori protein serta kelainan nutrisional lain dari
uremia. Fungsi kelenjar hipofisis dan adrenal relatif normal, namun
terjadi ketidakabnormalan kadar kortisol, aldosteron, hormon
pertumbuhan dan tiroksin yang ada pada sirkulasi (Kasper, 2005).

f. Kelainan Dermatologi

Kelainan dermatologi seperti pucat (akibat anemia), ekimosis dan


hematom (akibat hemostasis yang kurang baik), pruritus dan ekskoriasi
(akibat endapan kalsium dan hiperparatiroidisme sekunder), turgor kulit
yang jelek dan membran mukosa yang kering (akibat dehidrasi)
(Brenner and Lazarus, 2008).

I. Penatalaksanaan Ckd Stage V


Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke
jantung )
c) Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal

J. Definisi Oksigen
1. Pengertian
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
dengan cara melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan
aliran gas oksigen (O₂) sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh. (Kristina, 2013). Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang diperlukan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh memepertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.
Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel,sebagai hasilnya terbentuklah
karbondioksida , energi dan air. Sistem pernafasan berperan penting
untuk mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara
dan darah.
Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk menghasilkan sumber
energi,adenosine triposfat (ATP), karbondioksida dihasilkan oleh sel-
sel yang secara metabolisme aktif dan membentuk asam, yang harus
dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran gas ,sistem
kardiovaskuler dan sistem respirasi harus bekerjasama. Sistem
kardiovaskuler bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru ,
sedangkan sistem pernafasan melakukan dua fungsi terpisah ventulasi
dan respirasi (Maryudianto, Wahyu 2012).
Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa oksigen
dari sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan
darah yang tidak mengandung oksigen ke sistem pulmonar. Fisiologi
pernafasan meliputi oksigenasi tubuh melalui mekanisme ventilasi,
perfusi, dan transpor gas pernafasan. Pengaturan saraf dan kimiawi
mengontrol fluktuasi dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan untuk
memenuhi perubahan kebutuhan oksigen jaringan. Proses pemenuhan
kebutuhan pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian
oksigen melalui saluran pernapasan dan sumbatan yang yang
menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan memperbaiki organ
pernapasan agar dapat berfungsi normal kembali. Prosedur pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan
dengan pemberian oksigen dengan menggunakan Nasal kanul, Masker
dan Kateter nasal.

K. Tujuan
Adapun tujuan pemberian oksigen adalah:
1. Mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan.
2. Menurunkan kerja paru-paru pada pasien dengan dyspnea.
3. Menurunkan kerja jantung.
4. Mengatasi keadaan hipoksemia sesuai dengan hasil analisa gas darah.

5. Meningkatkan ekspansi dada.


6. Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan
oksigen.
7. Membantu kelancaran metabolisme.
8. Mencegah hipoksia.
9. Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada
penyakit paru.
L. Indikasi
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam menjalankan tekanan parsial normal
O₂ dan CO₂ di dalam darah, disebabkan pleh gangguan pertukaran O₂
dan CO₂ sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung ( gagal jantung )
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan
oksigen.
3.  Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernafasan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan
ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas O 2
dan CO2.
4.  Perubahan pola nafas
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan
bernafas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi
kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea
(tidak bernafas/ berhenti bernafas), bradipnea (pernafasan lebih lambat
dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea
(pernafasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari
24x/menit.
5. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat pernafasan, jika terjadi benturan atau cedera
akan mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
6. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh
obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh sehingga
sel tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.
7. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO₂ Di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup
karena akan menggantikan posisi O₂ yang berkaitan dengan
hemoglobin dalam darah.

M. Kontraindikasi
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang
mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing
dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan
oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-
rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi
yaitu sekitar 90-95%
2. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-
muntah
3. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal
kanul.

N. Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau


kurang dari batas. Hal ini penting untuk mencegah kekeringan
membran mukosa dan membantu untuk mengencerkan sekret di
saluran pernafasan klien
2.  Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit
akut, klien dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi,
perawat harus mengobservasi lebih sering terhadap respon klien
selama pemberian terapi oksigen
3. Pada beberapa klien, pemasangan masker akan  memberikan tidak
nyaman karena merasa “terperangkat”. Rasa tersebut dapat di
minimalisir jika perawat dapat meyakinkan klien akan pentingnya
pemakaian masker tersebut.
4. Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu
melakukan perawatan kulit dan mulut secara extra karena pemasangan
masker tersebut dapat menyebabkan efek kekeringan di sekitar area
tersebut.
5. Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan
ikatan tali nasal kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan
kassa berukuran 4x4cm di area tempat penekanan tersebut.
6. Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping
klien dengan terapi oksigen
7.  Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main
terlebih dahulu dengan contoh masker.
8. Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam
posisi OFF.
9. Pasanglah tanda : “dilarang merokok : ada pemakaian oksigen” di
pintu kamar klien, di bagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di
dekat tabung oksigen. Instrusikan kepada klien dan pengunjung akan
bahaya merokok di area pemasangan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran.

O. Proses oksigenasi
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi di
pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara
semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan
udara semakin tinggi.Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
complienci dan recoil.  Complience merupakan kemampuan paru
untuk mengembang. sedangkan recoil adalah kemampuan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru. Pusat pernapasan, yaitu medulla
oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh ventilasi. Proses ventilasi
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Adanya konsentrasi oksigen di atmosfer
2. Adanya kondisi jalan napas yang baik
3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.
b. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa paktor, yaitu luasnya permukaan paru,
tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas epitel
alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi
O2 (hal ini sebagai mana O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh
karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2
dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
c. Transfortasi Gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan Co2 jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu curah jantung (kardiak
output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel
darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit
dan kadar Hb.

P. Jenis- jenis oksigen

No Jenis Keterangan
1. Nassal kanul Aliran : 1-6 liter, konsentrasi 23
- 44 %

2. Simple face mask Aliran : 6 -8 liter/mnt,


konsentrasi 40 – 60 %

3. Partial rebreather mask Aliran : 8 -12 liter/menit,


konsentrasi 60 – 80 %

4. Non rebreather mask Aliran : 12 – 15 liter/mnt,


konsentrasi 80 – 100%

Q. Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan


oksigenasi yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,deformitas tulang dan
dinding dada, nyeri, cemas, penurunan energi atau kelelahan ,kerusakan
neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif atau
persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot
pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.

R. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan


trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang
masuk dan keluardari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat
obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan
tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari
alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan
pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka
kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi
pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).
S. Penatalaksanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
a. Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Suctioning
d. Jalan nafas buatan
2. Pola nafas tidak efektif
a. Atur posisi pasien ( Semi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan petukaran gas
a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Suctioning

T. Manifestasi klinik

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda


gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea,ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh
menunjukan posisi 3 poin,nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior,frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak
efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi .Beberapa tanda dan gejala
kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,hiperkapnea, kelelahan,
somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis,
warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),hipoksemia, hiperkarbia,
sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman
nafas.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN OKSIGEN

Pengertian Pemberian oksigen merupakan pemberian oksigen ke dalam


paru-paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan
alat bantu oksigen. Pemberian oksigen melalui alat nasal
kanul atau masker.Nasal kanul digunakan untuk memberikan
oksigen konsentrasi (FiO2) rendah (bila 24% berikan 1
liter/menit, bila 28% berikan 2 liter/menit, dan bila 35-40%
mendapat 4-6 liter/menit). Face mask digunakan untuk
memberikan oksigen dengan konsentrasi lebih dari nasal
kanul (30-60%) pada 5-8 liter/menit.
Tujuan 1. Mempertahankan dan memenuhi kebutuhan oksigen

2. Mencegah atau mengatasi hipoksia


Kebijakan Perawat
Prinsip 1. Jauhkan sumber oksigen dari api atau rokok.
2. Jaga humidikasi/ kelembaban oksigen.
3. Cegah terjadinya keracunan oksigen.

Peralatan 1. Nasal kanul/ masker oksigen


2. Selang oksigen
3. Sumber oksigen dengan flowmeter
4. Cairan steril
5. Humidifier
6. Bengkok, plester, kassa pembersih
Prosedur Tahap PraInteraksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan

3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada


keluarga/pasien

3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

Tahap Kerja
1. Berikan salam terapeutik

2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya

3. Siapkan alat sesuai kebutuhan prosedur dan dekatkan


kesamping tempat tidur klien

4. Kaji fungsi pernafasan klien, adanya tanda hipoksia, dan


hasil analisis gas darahn klien

5. Kaji kondisi mulut dan hidung klien (bila kotor, bersihkan)

6. Pastikan tabung humidifier terisi cairan secara adekuat

7. Sambungkan nasal kanul/masker ke selang oksigen dan


kesumber oksigen yang sudah dihumidifikasi

8. Berikan oksigen sesuai dengan program terapi

9. Pastikan oksigen mengalir dengan baik ke klien

10. Beri fiksasi pada kanula

11. Cek kanul/face mask, humidifier, & sumber oksigen tiap 8


jam

12. Pertahankan level air pada botol humidifier setiap waktu

Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan alat-alat

4. Mencuci tangan

Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan


KASUS
“ PEMBERIAN OKSIGEN PADA TN. J DENGAN CKD STAGE V PRO
HD DI RUANG KASUARI RSUD IDAMAN BANJARBARU “

Pengkajian
Hari/Tanggal : Kamis, 10 Oktober 2019
Pukul : 16.00 WITA
No. RM : 319319

Identitas
Suami Anak
Nama Tn.J Tn.I
Umur 55 tahun 24 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan S2 S1
Pekerjaan PNS Swasta
Alamat JL.PM Noor Mandi JL.PM Noor Mandi
Angin Timur, Karang Angin Timur, Karang
Intan,Banjar Intan, Banjar

Prolog
pasien masuk rumah sakit ruang kasuari tanggal 9 oktober 2019 pada pukul
09.00 WITA, dengan keluhan sesak nafas edema tungkai (+/+) 2 hari yang lalu
Penurunan tingkat kesadaran,serta hipertensi dengan TD : 160/90 mmHg, Suhu :
36,4º C , N : 89x/menit, R : 30x/menit. Saturasi oksigen 88 %, pasien mengatakan
pasien mengalami ckd stage v sejak 3 bulan yang lalu, Pasien mengatakan
melakukan cuci darah 2-3 kali seminggu.

Subjektif
Pasien mengatakan sesak nafas,nyeri pinggang,nafsu makan kurang,kaki kiri
bengkak , demam, nyeri pada bagian dada, nyeri terasa pada bagian tengah dada
dan menjalar ke bahu kiri
Objektif
Keadaan umum : lemah, Kesadaran : compos mentis, nyeri dirasakan pada
dada ketika ditekan, Hidung : krepitasi/bunyi pernafasan (-). sekret (-), cuping
hidung (+), nafas cepat dan dangkal,edema tungkai pada kaki kiri (+) BB : 68 kg,
TB : 160 cm, TD : 150/100 mmHg, N : 83x/menit, R : 35x/menit, Suhu: 37,8oC,
Saturasi Oksigen 86 %. terpasang infus Otsu-NS 10 tetes / menit

Analisa
Tn. J usia 55 tahun, Ckd Stage V Pro Hd dengan gangguan pernafasan

Penatalaksanaan
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan bahwa pasien sekarang mengalami kondisi
sesak nafas dan perlu perawatan. Pasien mengetahui kondisinya saat ini.
2. Memberitahu pasien dan meminta persetujuan bahwa akan dilakukan
pemberian oksigen. Pasien mengerti dan menyetujui
3. Mengatur posisi pasien yang tepat biasanya posisi semi fowler/posisi duduk .
Untuk mengurangi sesak nafas dan memeperlancar jalan nafas. Pasien
bersedia.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter antara lain :
a. Melanjutkan pemberian infus Otsu-NS 10 tetes / menit.
b. Memberikan oksigen sebanyak 3 Lpm. Pemberian oksigen dilakukan karena
saturasi oksigen kurang dari 95 %. Pemberian oksigen bertujuan untuk
mengembalikan/memenuhi kadar oksigen dalam tubuh pasien agar mampu
menyalurkan ke seluruh tubuh. Pasien bersedia.
5. Memberikan nutrisi ( makanan ) : Rendah garam, cukup energi (30-35
kkal/kgBB), protein (1,2 g/kgBB), vitamin, mineral,lemak (25-30 % dari
kebutuhan total), karbohidrat (70-100 % dari kebutuhan total) dan serat,
Mengkonsumsi cairan 2-3 gelas/hari . Untuk memenuhi kebutuhan gizi paien
dengan memperhatikan keadaan penyakit gagal ginjal kronik serta untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien mengerti.
6. Mengukur tanda-tanda vital setiap 6 jam yaitu :
a. Pukul 16.00 WITA
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 36,9ºC
SpO2 : 97%
b. Pukul 22.00 WITA
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 106x/menit
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 36,0ºC
SpO2 : 97%
Observasi dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah kondisi pasien,
termasuk untuk usaha memperbaiki hipertensi dan hipoksia. Pasien mengerti
dan bersedia.
7. Memberikan KIE :
a. Menganjurkan kepada pasien untuk istirahat yang cukup 7-8 jam sehari dan
mengatur kegiatan pasien untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
b. Melakukan personal higyene. Membantu pasien untuk menyeka tubuhnya,
mengganti baju, dan membantu ke toilet. Untuk menjaga kebersihan
personal hygiene pasien.
c. Menganjurkan kepada pasien agar tidak melakukan aktivitas terlalu berat
supaya tidak kelelahan yang akan memicu terjadinya sesak nafas. Pasien
mengerti dengan penjelasan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto.(2008).”Teknik Prosedural Keperawatan”. Salemba Medika : Jakarta

Korzier B, ERB Glenora, Berman A, Synder Shirlee J. (2010). Buku Ajar


Fundamental Keperawatan, konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC

Alimul,Aziz.(2006).”Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi konsep dan proses


keperawatan”. Salemba Medika :Jakarta

Muttaqin, Arif. (2008) .Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Potter,perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4,


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai