Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme


yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan
adanya kemunduran sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi
satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan
melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional
limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan
dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu
pelayanan konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini
tidak lain untuk meningkatkan taraf  kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian
usaha  sosial ekonomi lansia. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku
Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi
11,37 % penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja
yang cukup besar di masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan
penelitian dan pemanfaatan hasil-hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk
mempersiapkan pelayanan yang prima. Praktik yang bersifat evidence-based harus
dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris pelayanan kesehatan pada
semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat
dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan,
dan bahan pengambilan keputusan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian keperawatan gerontik?

2.      Apa tujuan dari keperawatan gerontik?

3.      Apa fungsi dari perawat gerontik?

4.      Apa peran dari perawat gerontik?

5.      Apa masalah kesehatan pada lansia?

6.      Apa saja pendekatan yang dapat digunakan?

7.      Apa saja model konseptual gerontik menurut para ahli?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui defenisi gerontik

2.      Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik

3.      Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik

4.      Untuk mengetahui peran dari perawat gerontik

5.      Untuk mengetahui model konseptual dalam keperawatan gerontik menurut para

ahli

 D.  Manfaat

1.      Pembaca dapat mengetahui informasi tentang keperawatan gerontik

2.      Perawat dapat mengetahui cara atau langkah yang dapat dilakukan dalam
memberikan asuhan keperawatan bagi lansia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.      Pengertian Keperawatan Gerontik

Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama
kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun
1976, nama tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari
kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang lanjut usia dengan masalah-masalah yang terjadi pada
lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis, dan ekonomi. Gerontologi
merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam
proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi
merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin
terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis
yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari
segi promotof, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan
badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).

Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter
dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah
keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al,
2005). Gerontic nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat,
dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa orang
memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya, baik
dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling
menggambarkan keperawatan pada lansai adalahgerontological nursing  karena lebih
menekankan kepeada kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987),
keperawatan gerontik adalah praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada
proses menua. Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan
dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

B.     Tujuan Keperawatan Gerontik

 Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):

1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya


berkaitan dengan proses penuaan

2. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut


usia baik jasmani, rohani, maupun social secara optimal

3. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan


kesejahteraan lanjut usia

4. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari

5. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

6. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit

7. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan
keberadaannya dalam masyarakat

Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:

1. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan

2. Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental


3. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu

4. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara
maksimal)

5. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah
sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi
bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir
hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga
kematiannya berlangsung dengan tenang).

Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,


mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik
(Maryam, 2008).

C.      Fungsi Perawat Gerontik

Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam


bidang gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi
adalah :

1. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing


orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)

2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)

3. Respect the tight of older adults and ensure other do the


same (menghormati hak orang yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan  hal yang sama)

4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan


mendorong kualitas pelayanan)

5. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta


menguragi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
6. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan)

7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk


pertumbuhan selanjutnya)

8. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)

9. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat,


dukungan, dan harapan)

10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan,


mendukung, menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)

11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan


restorative dan rehabilitative)

12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)

13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic


maner(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh)

14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)

15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the


speciality(membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya)

16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each
other(saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan
spiritual)

17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern


(mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan
tempatnya bekerja)

18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan


dan kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)

19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan


untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)
D.    Peran Perawat Gerontik

Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada
berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan
menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett,
2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja sama
dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara
langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam
perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan
keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach
programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi
kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi untuk promosi
kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan klien; manajemen
kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik
spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:

a)      Provider of care

Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit
dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang.
Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan
perawatannya. Maka perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan
sindrom yang biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala,
terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
b)      Peneliti

Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau


baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan
metodeevidence based practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature
terbaru, membacanya, dan mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid.
Sedangkan perawat yang berada pada level undergraduate degrees dapat ikut serta
dalam penelitian seperti membantu melakukan pengumpulan data.

c)      Manajer Perawat                

Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen


waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai
konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan
dalam mengembangkan dan melaksanakan program perawatan khusus dan protokol
untuk orang tua di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas
perawatan dan kualitas hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan
inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan
jangka panjang lainnya.

d)     Advokat

Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di


masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur
seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak
adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada layanan
kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat bahwa menjadi advokat tidak
berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka untuk tetap
mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.

e)      Edukator

Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan


dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala
atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang
pentingnya pemeliharaan berat badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik
seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan
dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk
mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer,
dementia, bahkan kanker.
f)       Motivator

Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan


optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai
inovator  yakni dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan
gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik
keperawatan gerontik.

g)      Manajer kasus

Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi


penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya,
manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang
berbeda.

E.     Masalah Kesehatan Pada Lansia

Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada
dewasa muda, karena  penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I,
yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau
mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar),
intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi),
impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin
integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction
(sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak
punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia
(gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).

Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu
dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan
lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang 
seoptimal mungkin.

Kesehatan

1.    Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat


menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan
tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.

2.     Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal


yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit
maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat
tertentu dan faktor lingkungan.  Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia
adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah
tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat terjatuh ke dalam
tempat mandi. 
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi
pergerakannya.

3.     Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan
kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak
merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia,
walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut
maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah kesehatan
maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk
mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan
dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai
dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan beser bak
tadi.

4.    Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi


gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan
terganggunya aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat
mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia
60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85
tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat
menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan
gangguan intelektual lainnya.

5.     Infeksi:  merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang
menyebabkan keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi
fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah
mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun,
berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus
(komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah
tubuh mengalami infeksi.

6.    Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat


prosesd menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan
pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn
terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah
rusak dengan trauma yang minimal.

7.    Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah


terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali
mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain.
Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan.
Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan
yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus
disertai rasa sakit pada daerah perut.

8.     Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya


kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah
satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala
depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak
dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang
muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal
ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia,
sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh
lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan
berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian,
kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan
orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan gejala-
gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu
yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-
debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.

9.    Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan


lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan
untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat)
terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama
terjadi pada pria yang sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan
faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme,
obat-obatan dan lain-lain.

10.      Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan


fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya
sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat menikmati masa tua yang
bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang
diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai  peranan di dalam menjalani masa
tuanya.

11.     Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia


adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang
lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka
waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.  

12.      Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan


manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi
karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah
adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua
keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada umumnya manusia dapat
menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang
sering dilaporkan oleh para lansia, yakni  sulit untuk masuk dalam proses tidur.
tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi,  jika terbangun
sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari. 

13.      Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada
lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur
seseorang  walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi
dapat pula  karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita
(menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan berbagai obat,
keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.

14.  Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau


mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan
yang terjadi paling sedikit 3 bulan.   Menurut Massachusetts Male Aging Study
(MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang
diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi
ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab
disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin
sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena
proses menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang
terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria
terhadap rangsangan (Siburian, 2009).

F.     Mitos - Mitos Pada Lansia dan Kenyataannya

1. Mitos kedamaian dan ketenangan

Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya dimasa
muda dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan – akan
sudah berhasil dilwati.

Kenyataan :

a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta


penderitaan karena penyakit

b. Depresi

c. Kekhawatiran
d. Paranoid

e. Masalah psikotik

2. Mitos konservatisme dan kemunduran

Pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya:

a. Konservatif

b. Tidak kreatif

c. Menolak inovasi

d. Berorientasi ke masa silam

e. Merindukan masa lalu

f. Kembali ke masa kanak-kanak

g. Susah berubah

h. Keras kepala

i. Cerewet

3. Mitos berpenyakitan

Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh


berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses
manua.
Kenyataan:
Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolism sehingga rawan terhadap penyakit. Tetapi banyak penyakit yang
masa sekarang dapat dikontrol dan diobati.

4. Mitos senilitas

Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian
otak (banyak yang tetap sehat dan segar). Banyak cara untuk menyesuaikan
diri terhadap perubahan daya ingat.
5. Mitos tidak jatuh cinta

Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau
sudah berkurang.

Kenyataan:
Perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa. Perasaan cinta
tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.

6. Mitos aseksualitas

Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.

Kenyataan:

Menunjukkan bahwa kehidupan seks pada lanjut usia normal saja. Memang
frekuensi hubungan seksual menurun, sejalan dengan meningkatnya usia
tetapi masih tetap tinggi.

7. Mitos ketidakproduktifan

Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif.

Kenyataan:

Tidak demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan, kemantapan,


dan produktifitas mental dan material.

G.    Pendekatan pada Lansia

1. Pendekatan fisik

Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau
progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas
dua bagian, yaitu:

a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.

b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat  harus mengetahui dasar
perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.

2. Pendekatan psikis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif


pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang
akrab.

Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi


kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk
keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang
prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.

Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar
mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi
mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa
orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antara
lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.

Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk


mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk
membaca surat kabar dan majalah.

Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik


dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan
lansia dipanti sosial tresna wherda.

H.    Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia

1. Pelayanan social di keluarga sendiri

Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia
yangdlakukan di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia.
Tujuan pelayanan yang diberikan adalah membantu keluarga dalam mengatasi
dan memecahkan masalah lansia sekaligus memberikan kesempatan kepada
lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.

Pelayanan ini dapat diberikan oleh:

a. Perseorangan : perawat, pemberi asuhan


b. Keluarga

c. Kelompok

d. Lembaga / organisasi sosial

e. Dunia usaha dan pemerintah

Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan


melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan,
penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari, minggu, bulan
dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.

2. Foster Care Service

Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial


yang diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia
tinggal bersama keluarga lain karena keluarganya tidak dapat memberi
pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm kondisi terlantar.

Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi


masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah
lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri.

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa

a. Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan

b. Peningkatan gizi

c. Bantuan aktivitas

d. Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan

e. Pendampingan rekreasi

f. Olah raga dsb


3. Pusat santunan keluarga (pusaka)

Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh
daritempat tinggal lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut
usia dalam mengatasi permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan
masalah lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal
di lingkungan keluarga.

Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan


keluarga sendiri atau keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi
mengalami keterbatasan ekonomi.

4. Panti social Tresna Wherda

Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan
perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan
secara wajar.

Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:

1. Kegiatan rutin

a. Pemenuhan makan 3x/hari

b. Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih  otak


dsb)

c. Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama

d. Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)

e. Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)

2. Kegiatan waktu luang

a. Bermain (catur, pingpong)


b. Berpantun/baca puisi

c. Menonton film

d. Membaca Koran

I.       Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli

1. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy

Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus
pada kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam
penerapannya Roy menegaskan bahwa individu  adalah makhluk  biopsikososial
sebagai satu kesatuan  utuh yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua
yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat
adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang
menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan
dan menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya
atau prilaku tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien
beradaptasi terhadap perubahan yang ada.

2. Model Konseptual Human Being Rogers

Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia


menyajikan lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai
kesatuan yang dengan individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami
pertukaran energi dengan lingkungan. Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa,
pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola dan
mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan yang tidak
dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian - bagiannya.
1. Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan,
tereduksi terpisahkan, energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan
pola dan integral dengan bidang manusia (Rogers, 1992).

2. Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan.


Ditujukan terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah
pembangunan manusia. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses
perubahan sehingga orang dapat mengambil manfaat (Rogers, 1992).

3. Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari


komunikasi pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia
memandang kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan
kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah
sebuah nilai.

3. Model Konseptual Keperawatan Neuman

Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara


utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan
semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui
penggunaan model keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan
kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level maksimum dari total
wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi dari
semua variabel yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman
(1981) menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang berguna
untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin
berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa
keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi
pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.
4. Model Konseptual Keperawatan Henderson

Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki


keterikatan hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase
ketergantungan hingga kemandirian sesuai dengan usia, keadaan, dan
lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan
aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau
mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena
kurangnya pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14
komponen kebutuhan dasar.

5. Model Konseptual Budaya Leininger

Model konseptual Leininger sering disebut sebagai  Trancultural Nursing


Theoryatau teori perawatan transkultural.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah
terjadinya culture shockatau culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak
luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan
kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak
nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan. Sedangkan culture impositionadalah kecenderungan tenaga
kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan,
memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena
mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok
lain.

6. Model Konseptual Perilaku Johnson

Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada


bagaimana klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress
actual atau potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari
keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih
mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson
berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:

1. Perilaku mencari keamanan

2. Perilaku mencari perawatan

3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi


prestasi

4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural

5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan
cultural

6. Perilaku seksual dan identitas peran

7. Perilaku melindungi diri sendiri

Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori


perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien
berfungsi secara efektif didalam lingkungannya.Akan tetapi ketika stres
mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan
tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan
memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.

7. Model Konseptual Self Care Orem

Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi


kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a.Teori Self care deficit

Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan


yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki
berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya.

b. Teori Self care

Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka


deficit perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk
melakukan tugas perawatan dirinya

c.Teori nursing system

Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang


mengatur kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai
dengan tiga tingkatan

J. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua

Faktor – faktor yang mempengaruhi penuaan.

1. Hereditas atau keturunan/ genetic

2. Nutrisi atau makanan

3. Status kesehatan

4. Pengalamn hidup

5. Lingkungan

6. Stres
K. Batasan – Batasan Usia Lanjut

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda – beda, umumnya
berkisar antara 60 – 65 tahun. Beberapa pendapat ahli tentang batasan usia
adalah sebagai berikut:

1. Menurut organisai kesehatan dunia (WHO), ada 4 tahapan yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45 – 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) usia 60 – 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun

2. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (Alm), guru besar
Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi biologis
perkembangan manusia dibagi menjadi:

a. Masa bayi (usia 0 – 1 tahun)

b. Masa prasekolah (usia 1 – 6 tahun)

c. Masa sekolah (usia 6 – 10 tahun)

d. Masa pubertas (usia 10 – 20 tahun)

e. Masa setengah umur, prasenium (usia 40 – 65 tahun)

f. Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)

3. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani, psikolog dari Universitas Indonesia,


Kedewasaan dibagi menjadi 4 yaitu:

a. Fase iuventus (usia 25 – 40 tahun)

b. Fase verilitas (usia 40 – 50 tahun)

c. Fase prasenium (usia 55 – 65 tahun)

d. Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)


4. Menurut Prof. DR. Koeseomanto Setyonegoro, Sp.Kj., batasan usia dewasa
sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi:

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 – 25 tahun

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25 – 60/65 tahun

c. Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun, terbagi atas:

1) Young old (usia 70 -75 tahun)

2) Old (usia 75 – 80 tahun)

3) Very old (usia >80 tahun)

5. Menurut Burnsie (1979), ada 4 tahap lanjut usia, yaitu:

a. Young old (usia 60 – 69 tahun)

b. Middle age old (usia 70 – 79 tahun)

c. Old – old (usia 80 – 89 tahun)

d. Very old – old (usia >90 tahun)

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun keatsa, terdapat


di dalam undang – undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2.

L. Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

1 Perubahan – perubahan fisik

a. Sel

1) Lebih sedikit jumlahnya


2) Lebih besar ukurannya
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraselular
4) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati
5) Jumlah sel otak menurun
6) Terganggunya mekanisme perbaikan sel
7) Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5 – 10%
b. Sistem persarafan

1) Berat otak menurun 10 – 20% (setiap orang berkurang sel saraf


otaknya dalam setiap harinya)
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan
3) Lambat dalam respond waktu untuk berinteraksi, khususnya dengan
stress
4) Mengecilnya saraf panca indera
Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
saraf pencium, dan perasa, lenih sensitive terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitive terhadap sentuhan.

c. System pendengaran

1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran), hilangnya kemampuan


(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bayi
suara atau nada – nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata – kata 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
2) Membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
3) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin
4) Pendengaran bertambahnya menurun pada lanjut usia yang
mengelami ketegangan jiwa/ stres.

d. System penglihatan

1) Sfingter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar


2) Kornea lebih berbentu sferis (bola)
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap
5) Hilangnya daya akomodasi
6) Menurunnya lapangan padang: berkurang luas pandangannya
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala
e. System kardiovaskuler

1) Elastis, dinding aorta menurun


2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari
tidur ke duduk (duduk kebediri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer, sistolis normal ±170mmHg. Diastolis
normal ±90 mmHg.
f. System pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai sesuatu


thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui, antara
lain:

a) Temperatu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ±35ºC ini


akibat metabolism yang menurun
b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
g. System respirasi

1) Otot- otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.


2) Menurunnya aktivitas dari silia.
3) Paru- paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun,
dan kedalaman bernafas menurun.
4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
6) CO2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot pernapasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
h. System gastrointestinal
1) Kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal disease yang
bias terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan
gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (±80%), hilangnya sensifitas dari saraf
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensifitas
dari saraf pengecapan tentang rasa asin, asam, dan pahit.
3) Esophagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu).
7) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
i. System reproduksi

1) Menciut ovary dan uterus


2) Atrofi payudara
3) Pada laki- laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur – angsur.
4) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal kondisi
kesehatan baik), yaitu :
a) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
b) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual.
c) Tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami.
5) Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi
perubahan – perubahan warna.
j. System genitourinaria

1) Ginjal

Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolism tubuh, melalui


urin, darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil
dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun
proteinuria (biasanya + 1), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat
sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

2) Vesika urinaria (kandung kemih)

a) Otot- otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml


atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
mengakibatkan meningkatnya retensi urin.
b) Atrofi vulva

c) Vagina

Orang – orang yang makin menua sexual intercourse masih juga


membutuhkan, tidak ada batasan umum tertentu fungsi seksual
seseorang berhenti, frekuensi sexual intercourse cenderung
menurun secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.

k. System endokrin

1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.


2) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pituitari : Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di
dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH,
FSH, dan LH.
4) Menurunnya akitifitas tiroid, menurunnya BMR = Basal Metabolic
Rate, dan menurunnya daya pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormone kelamin, misalnya : progesterone,
esterogen, dan testosteron.

l. System kulit

1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.


2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses
keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk – bentuk sel
epidermis).
3) Menurunnya respon terhadap trauma.
4) Mekanisme proteksi kulit menurun.
a. Produksi serum menurun.
b. Penurunan produksi VTD.
c. Gangguan pigmentasi kulit.
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal
7) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
9) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
10) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
11) Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
12) Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.

m. System musculoskeletal
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
2) Kifosis
3) Pinggang, lutut dan jari- jari pergelangan terbatas.
4) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
5) Persendian membesar dan menjadi kaku.
6) Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
7) Atrofi serabut otot (otot- otot serabut mengecil) : Serabut – serabut
otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-
otot kram dan menjadi tremor.
8) Otot – otot polos tidak begitu berpengaruh.

2 Perubahan – perubahan mental

Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan mental

a. Pertama – tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.


b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Keturunan (hereditas).
e. Lingkungan.
Perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi. Lebih
sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan
mungkin karena faktor lain seperti penyakit- penyakit.
1. Kenangan (memory)
a. Kenangan jangka panjang :
Berjam – jam sampai berhari – hari yang lalu mencakup
beberapa perubahan.
b. Kenangan jangka pendek atau seketika 0-10 menit, kenangan
buruk
2. Q (intellgentia quantion)
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal.
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan
psikomotor : terjadi perubahan pada daya membahayangkan
karena tekanan – tekanan dari faktor waktu.

3 Perubahan – perubahan psikologis

a. Pensiun

Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas


dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pension
(Purna Tugas), ia akan mengalami kehilangankehilangan, antara lain :
1) Kehilangan financial (income berkurang)
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
3) Kehilangan teman/ kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan/ kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak
lebih sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan.
e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
f. Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
temanteman dan family.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.

4 Dampak kemunduran dan reaksi – reaksi yang terjadi


Kemunduran – kemunduran yang telah disebutkan itu mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan terhadap perasaan orang yang memasuki lanjut
usia. Jelas jika berbicara tentang menjadi tua, kemunduranlah yang akan
paling banyak dikemukakan tetapi di samping berbagai macam
kemunduran, ada sesuatu yang dapat dikatakan justru meningkat dalam
proses menua, yang dapat dikatakan justru meningkat dalam proses menua,
yaitu :

Gejala – gejala yang sering timbul pada masa menopause meliputi :


1. Gangguan pada haid : haid menjadi tidak teratur, kadang – kadang
terjadi perdarahan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
2. Gelombang rasa panas (hot flush): kadang – kadang timbul rasa panas
pada muka, leher, dan dada bagian atas, disusul dengan keluarnya
keringat yang banyak. Perasaan panas ini berlangsung beberapa detik
saja, namun bisa berlangsung sampai 30 menit – 1 jam.
3. Gejala – gejala psikologik berupa rasa takut, tegang, depresi, mudah
sedih, cepat marah, mudah tersinggung, gugup, dan mental yang kurang
mantap. Bila wanita pada mudanya mempunyai kecenderungan mudah
dipengaruhi keadaan emosionalnya maka ia akan lebih mengalami
gangguan psikologik pada masa ini.
4. Fatigue, yaitu rasa lelah yang diakibatkan berhentinya fungsi ovarium.
Tetapi tidak semua rasa lelah dapat diartikan sebagai tanda menopause.
Sebaiknya dicari sebab- sebab lainnya.
5. Keadaan atrofi, yaitu kemunduran keadaan gizi, suatu lapisan jaringan.
6. Rasa gatal – gatal pada genitalia disebabkan kulit yang menjadi kering
dan keriput.
7. Sakit – sakit bisa dirasakan seluruh badan atau pada bagian tubuh
tertentu.
8. Pusing atau sakit kepala. Keluhan ini bisa disebabkan oleh banyak hal,
misalnya: karena meningginya tekanan darah, adanya gangguan
penglihatan atau bisa juga adanya stres mental.
9. Insomnia atau keluhan susah tidur, hal ini bisa disebabkan oleh
penyebab fisik maupun psikis.
10. Palpitasi dan perubahan pada gairah seksual, yang hal ini disebabkan
oleh pengaruh hormonal maupun pengaruh psikis. Gejala – gejala
kejiwaan yang timbul sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang
berat. Keluhan yang sering timbul adalah adanya rasa takut, tegang,
gelisah, lekas marah, mudah gugup, sukar berkonsentrasi, lekas lupa dan
susah tidur.
Adanya wanita yang mengalami menopause menafsirkan sebagai
kehilangan fungsinya sebagai wanita, karena ia tidak bisa hamil dan
mendapatkan anak lagi. Di lain pihak ada yang menafsirkannya sebagai
akan terhentinya kehidupan seksualnya hal ini adalah keliru sekali.
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa kegiatan seksual itu kurang
pantas dilakukan bagi mereka yang sudah tua, meskipun dorongan kea
rah itu masih ada. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kerisauan
menghadapi masa tua seringkali juga menyangkut kehidupan seksual.
11. Berubahnya libido (nafsu seks).
BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada


lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi.

Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan yang efektif


terhadap klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien mendapatkan
kenyamanan dalam hidup.

Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan


membantu klien dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi
kebutuhan yang tidak bias dipenuhi sendiri oleh klien.

B.       SARAN

Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan


keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia
merasa tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif.

Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada
lansia sehingga lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23


Oktober 2012 dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-
d189511678

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC

Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober


2012 darihttp://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i

Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012


darihttp://cheezabluesecret.multiply.com/journal

Nugroho. W. (2008). Keperawatan gerontik & geriatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC

Tamher, dkk. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika

Watson. R. (2003). Perawatan pada lansia. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai