Anda di halaman 1dari 35

Manajement Keperawatan

“Patient Safety”
(pembimbing : Ns. Jamilatus Syamsiyah A, S.Kep)

Oleh Kelompok 6 :

1. Abdullah (2010.01.071)
2. Yulia Kurotu Aini (2010.01.114)
3. Martha Alif (2010.01.096)
4. Ahmad Agus Maulidy (2010.01.072)
5. Choiriyah Fitriani (2010.01.079)
6. M. Ridwan (2010.01.099)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG PROBOLINGGO
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang di berikan dosen dengan judul “Patient Safety.

Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Manajement Keperawatan” guna untuk mengetahui dan lebih memahami tantang
“Patient Safety” yang telah di berikan oleh dosen.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih belum sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan makalah ini sangat
kami harapkan untuk menyempurnaan makalah ini.

Probolinggo,18 juni 2013

Penyusun
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah
Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai:
The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of
execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of
planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan
tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti
yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah
untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan
yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi
cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu
obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan
atau keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan
yang tidak layak; tahap preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik
serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang
lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain.
Pada November 1999, The American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien
(patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga
menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication
safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada
sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah
sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua
stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di
rumah sakit.
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1 Patient Safety


2.1.1 Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko, meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko
pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan
sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan
karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau
memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental
injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak
diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi
kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan
karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat
dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan
(suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya).

2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara
benar)
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi
yang efektif)
3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan
keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4) Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan
pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5) Reduce the risk of health care-associated infections
(mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan)
6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko
pasien terluka karena jatuh)

2.1.3 Urgensi Patient Safety


Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit
dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat
kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di
rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya
risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus
dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila
program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada
terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum,
menurunkan efisisiensi, dll.

2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum
dalam Patient Safety
1) 5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME)
(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk
darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah –
perawatan kateter pembuluh darah)
k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor
incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan
pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
3) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan
yang Paling Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak
memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer
pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur
yang tidak memadai)
[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication
No. 04-RG005, December 2003]

2.1.5 Standar Keselamatan Pasien


A. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision
on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002), yaitu:
1) Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada
pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam
pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di
RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan
pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar
unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya
c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan
komunikasi
d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien. Standarnya adalah : RS harus mendesain proses baru
atau memperbaiki proses yang ada, memonitor &
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses
perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan
data kinerja
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data
dan informasi hasil analisis
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien
Standarnya adalah:
a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP
melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif
identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi &
koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat
untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS
serta tingkatkan KP.
e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP,
dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola
program keselamatan pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa
semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap
insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan
eksternal berkaitan dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai
jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara
sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang
dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan
informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan
dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria
sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru
yang memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
Standarnya adalah:
a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen
informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal & eksternal.
b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat,
dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan
mendesain proses manajemen untuk memperoleh
data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan
kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada.

B. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-


RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden,
langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien,
keluarga
b) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada
insiden
c) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei
penilaian KP
Bagi Tim:
a) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila
ada insiden
b) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
2) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus
yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi
“Penggerak” (champion) KP
c) Prioritaskan KP dalam agenda rapat
Direksi/Manajemen
d) Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a) Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan
KP
b) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat
gerakan KP
c) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan
insiden
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem
& proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi &
asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis,
mencakup KP
b) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan
risiko
c) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden &
asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap
pasien
Bagi Tim:
a) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik
kepada manajemen terkait
b) Penilaian risiko pada individu pasien
c) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas
tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb.
4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar
dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS
mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan
insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus
dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden &
insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga,
sebagai bahan pelajaran yang penting
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan
cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan
pasien & keluarga
b) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi
insiden
c) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada
staf agar selalu terbuka kepada pasien &
keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila
telah terjadi insiden
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga
bila terjadi insiden
c) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada
pasien & keluarga.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien,
“dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat,
mengidentifikasi sebab
b) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar
Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure
Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis
lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per
tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis
insiden
b) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak
& bagi pengalaman tersebut
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan
pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang
kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta
analisis
b) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem,
penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin KP
c) Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-
PERSI
e) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang
diambil atas insiden
Bagi Tim:
a) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih
aman
b) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan
pelaksanaannya
c) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden
yang dilaporkan

2.1.6 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei
2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions”
(“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).
Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan
pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan
mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan
cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada
pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik
yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah
(error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang
dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang
berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini
merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS,
memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera
maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong
RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau
bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike,
Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan
ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek
atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan
terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak
lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan;
pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode
untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi
di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan
partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol
untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/
pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta
antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan
potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima
pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan
informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para
praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien
serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru
atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah
akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya
terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.
Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan
yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah
oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim
yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan
sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media
kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang
digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit
ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung
tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat
transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan)
medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah
salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai
perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau
perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan
komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus
didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera
atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah,
serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar),
dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran
dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang
(reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan;
pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai
penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai
yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk
Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang
di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah
sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif
yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya
adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-
based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik
kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan
tehnik-tehnik yang lain.

2.2 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah
sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.”
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.”
2) Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.”
3) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam
rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien
dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis
yang kompresehensif. “
d. Hak Pasien
1) Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang
bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
2) Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
3) Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
4) Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah
Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
e. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
1) Pasal 43 UU No.44/2009
a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.

2.3 Implementasi Patient Safety


Menurut James Reason dalam Human error management: models and
management dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau
KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada
tindakan yang tidak aman, melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-
orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat,
ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll).
Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang
menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk,
tidak hati-hati, alpa dan sembrono.
Kedua, pendekatan sistem. Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu
bahwa manusia adalah dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi
kesalahan. Disini kesalahan dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada
sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan
dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah
kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari pendekatan ini
adalah pada pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss
(Gb. 2). Dimana berbagai pengembangan pada kebijakan, prosedur,
profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD.
Pada hakekatnya program keselamatan pasien harus meliputi tiga hal:
pertama, perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan
personal menjadi mencari kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh
Kenneth Shine (The President Institute of Medicine),”Error occurs because of
system failure. American health care system needs a fundamental change
tryng harder will not work. Changing the system in which we practice will”.
Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua, perubahan
proses. Proses memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi guna
meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan terjadinya KTD. Ketiga,
mengukur proses. Proses harus dapat diukur apakah sudah baik atau belum.
Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal
yang harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.

2.3.1 Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety


a. Di Rumah Sakit
1) Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut:
Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi
pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden
3) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien
rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit.
5) Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan
medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan
sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah
sakit-rumah sakit di wilayahnya
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya
dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan
pasien rumah sakit.
3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan
pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan
pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI
Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.
4) Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan
pasien.
2.3.2 Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system
Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety
1) Di Rumah Sakit
a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian
terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris
Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel)
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua
kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian
Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian
Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar
penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh
unit kerja
d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan
solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi
pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi
masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan
analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
2) Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima
produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
3) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga
kerahasiaannya
b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit
c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan analisis laporan insiden  bekerjasama dengan
rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk
sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah
sakit
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit
terkait dan rumah sakit lainnya.
b. Monitoring dan Evaluasi
1. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi
pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan
keselamatan pasien di unit kerja.
2. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan
Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.
3. Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan
satu kali.
2.4 Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah
Strategis
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu
sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ni termasuk:
asesment risiko, “Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, “Peloporan dan analisis insiden, “Kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta “implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan sistem keselamatan pasien RS: 1) terciptanya budaya
keselamatan pasien di RS 2. meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien
dan masyarakat, 3) menurunnya KTD di RS, 4) terlaksananya program-
program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (Buku
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
World Alliance for Patient Safety menyusun program: Six areas of action
for 2005:
a. Tantangan Global Keselamatan Pasien. Focusing over an initial
two-year cycle on the challenge of health-care associated
infection 2005-2006: “Clean care associated infection: “Clean
Care is safer Care”
b. Pasien untuk Keselamatan Pasien. Involving patient organizations
and individuals in Alliance work.
c. Taxonomy untuk Keselamatan Pasien. Ensuring consistency in
the concepts, principles, norms and terminology used in patient
safety work
d. Riset untuk Keselamatan Pasien. Promoting existing interventions
in patient safety and coordinating international efforts to develop
solutions.
e. Pelaporan dan Pembelajaran. Generating best practice guidelines
for existing and new reporting systems.
Program: six areas of action (2005)
a. Speak up if you have questions or concerns: it’s your right to
know
b. Pay attention to the care you are receiving
c. Educate youself about your diagnosis, test and treatment
d. Ask a trusted family member or friend to be your advocate
e. Know what medications you take and why you take them
f. Use a health – care provider that rigorously evaluates itself
against safety standars
g. Participate in all decisions about your care
(WHO: World Alliance for Patient safety, Forward Programme, 2004)

Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit (Depkes


R.I. 2006) terdapat tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit:
a. Membangun Kesadaran Akan Nilai KP, menciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka & adil
b. Memimpin dan Dukung Staf Anda, membangun komitmen & fokus
yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda
c. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko, mengembangkan
sistem dan proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi
& asesmen hal yang potensial bermasalah
d. Mengembangkan Sistem Pelaporan, memastikan staf agar
dengan mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS
mengatur pelaporan kepada KKP-RS
e. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien, mengembangkan
cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
f. Melakukan Kegiatan Belajar & Berbagi Pengalaman Tentang KP,
mendorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah
untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
g. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem KP,
menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan

2.5 Indikator Patient Safety


Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk
mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit.
Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang
sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety
bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan
mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-
upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan
pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan
IPS tingkat area pelayanan.
a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan
untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat
dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di
rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang
merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca
tindakan medik.
b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat
tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan
setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis
utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat
tindakan medik.

2.5.1 Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety


Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area
pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti
misalnya untuk menunjukkan:
a. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar
klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan
c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan
(pemerintah vs swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam
penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus,
2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang
menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang
menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat
diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety


Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini:
a. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik
dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa
dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan
dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS
yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam
membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer
RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat
tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya
dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien.
Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi
pembelajaran bagi semua staf.
d. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari
dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya
saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke
tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien.
Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh
kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi
hanya akan bersifat sementara.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi
program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke
dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan
sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.
g. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti
dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin
masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya
perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien
adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga
pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa
yang tidak boleh kukerjakan?
h. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak
saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam
lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak,
serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja
dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim
dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik,
masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda
bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi
yang erat.
BAB 3
KASUS PATIENT SAFETY

3.1 KASUS
Ners alias baru mendapatka promosi sebagai kepala ruangan penyakit
dalam di RSUD Wiro Sableng. Kualifikasi pendidikan perawat di ruangan yang
ners alias pimpin adalah 20% Spk, 80% D3 keperawatan. Lama kerja perawat
adalah< 6 tahun (25%), 6-10 tahun (30%), dan >10 tahun (45%). Insiden
dekubitus (4%), flebitis (5%), inos (6%), dan pasien jatuh (3%). Angket kepuasan
dari pasien yan pulang menunjukkan 70% puas dan angket kepuasan kerja
perawat 75% puas. Metode penugasan saat ini adalah fungsional. Setiap
perawat mendapat insentif yang sama tiap bulan di luar gaji pokok, ners alias
mendapatkan tugas dari kepala bidang keperawatan untuk membenahi
manajemen asuhan keperawatan dan program patient safety dan ruangannya.

1.2 ANALISA MASALAH


1. Kualifikasi pendidikan perawat 20% spk. 80% D3
2. Insiden dekubitus (4%), flebitis (5%), inos (6%), dan psien jatuh (3%).
3. Angket kepuasan dari pasien yan pulang menunjukkan 70% puas dan
angket kepuasan kerja perawat 75% puas

1.3 PENYELESAIAN
Menurut teori Spradley yaitu:

1. Mengenali gejala
a. Angka kepuasan 30% tidak puas, dan angka kepuasan kerja perawat
25% tidak puas
b. Insiden dekubitus (4%), flebitis (5%), inos (6%), dan psien jatuh (3%).
2. Mendiagnosis masalah
a. Angka kepuasan pasien yang pulang berbanding dengan angka
kepuasan kerja perawat
b. Pendidikan perawat rata D3 dan SPK
3. Menganalisa jalan keluar
a. Sosialisasi Program keselamatan rumah sakit dan keselamatan
pasien harus dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga
pelaksanaan program tetap konsisten dan berkesinambungan.
di ambil dari berbagai sumber pelatihan patient safety
b. Program Keselamatan rumah sakit dan keselamatan pasien
merupakan suatu kebutuhan dan keharusan untuk melindungi pasien
dan karyawan.
c. Keterlibatan /pemberdayaan pasien dalam proses  asuhan pelayanan
kesehatan harus menjadi prioritas utama.
d. Keterlibatan seluruh unsur  yang ada dalam organisasi merupakan
kunci keberhasilan, termasuk pihak manajemen, unit terkait serta
mengoptimalkan peran champion.
e. Memberikan kesempatan perawat untuk melanjutkan pendidikannya
atau pelatihan.

4. Upaya yang perlu di terapkan

a. Meningkatkan kebersihan tangan di tempat kerja dengan cara mencuci


tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan.
b. Pengurangan risiko salah Nama Obat Rupa atau Ucapan Mirip
(NORUM); kesalahan pemberian obat yang banyak terjadi di dunia.
c. Mengurangi kesalahan identifikasi pasien (misal nama yang sama);
menghindari kesalahan pemberian obat atau pelaksanaan  prosedur.
d. Memperbaiki kesenjangan komunikasi antar unit pelayanan, khususnya
saat serah terima pasien.
e. Akurasi pemberian obat pada saat transisi atau pengalihan pasien.
f. Mencegah salah penggunaan cairan elektrolit pekat yang spesifik.
g. Menghindari salah sambung slang, kateter, atau spuit (syringe).
h. Penggunaan alat injeksi sekali pakai untuk menghindari risiko terjadinya
penyebaran penyakit berbahaya.
i. Pemberian panisment dengan melarang menangani pasien untuk
beberapa hari sesuai dengan peraturan yang berlaku diruangan dan
disesuaikan dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.
j. Pemberian reward dengan cara intensive lebih banyak.
k. Pembacaan SOP/Protap saat pre & post conference, setiap sebelum
melakukan tindakan.
l. Membersihkan ruangan saat datang diruangan dan membersihkan
kembali saat meninggalkan ruangan.
m. Penambahan bedsheat rail / pengaman tempat tidur pasien.
n. Pembatasan kunjungan dan waktu berkunjung.
o. Perbaikan SDM perawat dengan memberikan pelatihan-pelatihan tekhnik
perawatan yang baru.
BAB 4

PENUTUP

1.1 kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana


rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah terciptanya
budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntabilitas
Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di
Rumah Sakit, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi penanggulangan KTD
Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan
pasien; keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan,
peralatan); keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/ medication
errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use
(kendali penggunaan), Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical
mishaps (kecelakaan operasi), Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood
product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi),
Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba), Immunization program
(program imunisasi), Falls (terjatuh), Blood stream – vascular catheter care
(aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah), Systematic review,
follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan
sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan
kejadian).
DAFTAR PUSTAKA

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan
Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN
Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of
Andalas University, Indonesia
Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings
of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata
Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Sri Astuti. (1999).Kebijaksanaan Depkes dalam Pembangunan.


Kesehatan/Keperawatan Indonesia. Jakarta (26 Oktober 1999)

Vestal, K.W. (1995). Nursing Management: Concepts and Issues. Lippincott.


Philadelphia.

http://google.com/scribd/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatan-pasien-rumah-
sakit/ diakses tanggal 19 maret 2012 jam15.20

Anda mungkin juga menyukai