Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………... i

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………… iii

ABSTRAK……………………………………………………………... vi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang………..…...………………………………... 1

B. Perumusan masalah…..……………………………………..2

C. Tujuan………….………..…………………………………. 3

D. Manfaat hasil…………….………………………………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Artocarpus altilis ……………………………….…………. 4

1. Taksonomi tanaman Artocarpus altilis ..…......……… 4

2. Morfologi………………………………………...…... 4

3. Kandungan kimia…………………………………….. 6

4. Khasiat………………………………...……………... 6

5. Efek biologi dan farmakologi….…………………….. 6

B Tinjauan Tentang Toksikologi............................................... 9

C. Brine shimp lethality test ..........…………………………… 11

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,

HIPOTESIS

A. Kerangka Teori.……………………………………………. 12

B. Kerangka Konsep...................................................................

C. Hipotesis…………………………………………………….

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 13

13

A. Ruang lingkup penelitian….……………………………….. B. Waktu dan lokasi penelitian...


……………………………… C. Jenis penelitian……………….…..………………...……….

D. Populasi dan sampel………………………………………...


1.Populasi………... …..…………………………………

2.Sampel………………. ………………………………..

2.1. Kriteria inklusi………... …..…………………

2.2. Kriteria eksklusi………... …..……………… 2.3. Besar sampel………... …..…………………

2.4. Cara pengambilan sampel……… …..……… E.Variabel penelitian…... ……………………………………..

1. Variabel bebas………... …..………………………….

2. Variabel tergantung………... …..……………………

F.Alat dan bahan……… ……………………………………...

G.Cara kerja………………………. ………………………….. H.Data yang dikumpulkan..…………………………………....

I.Alur penelitian………………………………………………. 14

14

14

14

14

14

14

15

15

15

15

15

15

16

16

18

19

J.Validitas dan reliabilitas……………………………………

K.Definisi operasional variabel………………………………

L.Analisis data……………………………………………….. 20

20

21
BAB V HASIL PENELITIAN...............................................................

BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN...............................................

DAFTAR PUSTAKA…....……………………………………………..

LAMPIRAN............................................................................................. 22

24

26

27

31

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp

Lethality Test (BST)

Ahmad Nur Ramadhani , Suhardjono

ABSTRAK

Latar belakang: Daun sukun (Artocarpus altilis) adalah salah satu obat tradisional yang telah banyak
dikenal masyarakat Indonesia. Flavonoid, artoindonesianin dan quercetin merupakan kandungan
kimia daun sukun yang berkhasiat sebagai pengobatan. Senyawa tersebut diduga dapat bersifat
toksik dalam kadar tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi toksisitas akut pada
ekstrak etanol daun sukun menurut metode Brine Shrimp lethality Test (BST).

Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design.
Jumlah sampel total yang diperlukan adalah 250 ekor larva. Sepuluh ekor larva diberikan pada tiap
kelompok dari 5 kelompok perlakuan dengan replikasi 5 kali. Masing–masing kelompok diberi
berturut-turut 6000, 3000, 1500, 720 dan 0 ȝg/ml ekstrak daun sukun. Sedangkan kelompok kelima
sebagai kontrol negatif. Data diperoleh dari menghitung jumlah larva yang mati 24 jam setelah
perlakuan. Berdasarkan data, LC 50 ekstrak etanol daun sukun ditentukan dengan analisis probit
menggunakan SPSS 15.0 for windows.

Hasil penelitian: Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang berarti antara ekstrak daun
sukun yang diberikan dengan kematian larva. Hasil dari analisis probit menunjukkan harga LC 50 dari
ekstrak etanol daun sukun adalah 3608.893 ȝg/ml.

Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun sukun pada penelitian ini, menunjukkan tidak adanya
efek toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach menurut metode BST. Hal ini ditunjukkan
dengan harga LC 50 >1000 ȝg/ml.

Kata kunci: Artocarpus altilis, brine shrimp lethality test, toksisitas akut

Acute Toxicity Test Of Etanol Extract Of The sukun Leaves (Artocarpus altilis.)
Toward Artemia salina Leach Using Brine Shrimp Lethality Test (BST) Method Ahmad Nur Ramadhani
, Suhardjono

ABSTRACT

Background: Sukun is a well known herbal plant in Indonesia. Flavonoid, Artoindosianin dan
quercetin are chemical substance of sukun leaves that has therapeutical effect. Those compounds
presumably can be toxic in some level. The goal of this study is to find out acute toxicity potency of
etanol extract of the sukun leaves with Brine Shrimp Lethality Test (BST).

Method: This research was an experimental research using post test-only control group design. Total
samples were 250 Brine shrimp (Artemia salina Leach) larvae. Ten larvae were used in each 5 groups
with 5 times replication. Each group was consecutively given 6000, 3000, 1500, 720 and 0 ȝg/ml
leaves extraction of sukun. The fifth group was used as negative control. Data have been obtained by
calculating amount of died larvae 24 hours after treatment. Through the data, LC50 value was
analyzed by probit analysis using SPSS 15.0 for windows.

Result: This experimental result indicated no significant correlation between concentrations of sukun
extract and larvae’s death. The result of probit analysis indicated that LC50 value of leaves extraction
of sukun was 3608.893 ȝg/ml.

Conclusion: The administering of leaves extraction of sukun, in this research, had no acute toxicity
effect to Artemia salina larvae according to BST method. It’s indicated by LC50 value more than 1000
ȝg/ml.

Key words: Artocarpus altilis, brine shrimp lethality test, acute toxicity.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obat tradisional telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia.. Obat tradisional lebih
mudah diterima oleh masyarakat karena selain telah akrab dengan masyarakat, obat ini lebih murah
dan mudah

didapat. 1,2

Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional
relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Walaupun demikian bukan berarti tanaman obat atau
obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat.
Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan
kelemahan serta kemungkinan penyalahgunaan obat tradisional dan tanaman obat.2

Salah satu tanaman di Indonesia yang diterima oleh masyarakat adalah tanaman sukun atau yang
disebut dengan Artocarpus altilis. Artocarpus altiltis dapat dimanfaatkan untuk keperluan kehidupan
manusia. Buahnya dapat dijadikan pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan
pangan konvensional (beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan produksi
pangan konvensional. Selain untuk pangan alternatif, sukun juga dapat dibuat minuman untuk obat
penyakit, terutama adalah daunnya. Daun sukun efektif mengobati penyakit seperti liver, hepatitis,
pembesaran limpa, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena mengandung
phenol, quercetin, dan champorol dan juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan obat
penyembuh kulit yang bengkak atau
gatal-gatal.3,4,6,7

Tulisan-tulisan ilmiah mengenai tanaman sukun masih sangat

terbatas, terutama daunnya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.. Hal ini patut disayangkan
karena tanaman sukun dan khasiatnya sudah sangat akrab di

kehidupan masyarakat.1,2

Penelitian yang akan dilakukan meliputi uji toksisitas akut dari ekstrak daun sukun menggunakan
metode Brine Shimp Lethality Test (BST). Bentuk ekstrak dipilih dengan harapan untuk
menghilangkan variabel umum, iklim waktu pengambilan daun sukun tersebut. Uji toksisitas ini akan
dilakukan pada larva Artemia salina Leach (brine shimp)8,9,10.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

x Apakah kandungan zat aktif dalam ekstrak etanol daun sukun mempunyai potensi toksisitas akut
terhadap larva Artemia salina Leach?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui potensi toksisitas akut pada ekstrak etanol daun sukun

menurut metode Brine Shrimp lethality Test (BST).

2. Tujuan Khusus

Menentukan nilai LC 50 larva Artemia salina Leach setelah

pemberian ekstrak etanol daun sukun.

D. Manfaat Hasil

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tentang efek sitotoksik ekstrak
etanol daun sukun sebagai obat berbagai penyakit. 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Artocarpus altilis

Tanaman sukun, Artocarpus altilis Park dapat digolongkan menjadi sukun yang berbiji disebut
breadnut dan yang tanpa biji disebut breadfruit. Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh
yang paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi
juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup.
Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, di saat tanaman
lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru sukun dapat

tumbuh dan berbuah dengan lebat.3,4


Di Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar kepulauan Indonesia, serta jarang
terserang hama dan penyakit yang membahayakan, maka hal ini memungkinkan sukun untuk
dikembangkan. Beberapa sinonim: Artocarpus communis, Artocarpus communis Forst, breadfruit,
Artocarpus incisa L. f. ; A. altilis (Park.) Fosberg 3,4

1. Taksonomi Tanaman Artocarpus altilis

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi :Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis 2. Morfologi : Artocarpus altilis

Habitus Pohon tinggi mencapai 30 m, dengan stek umumnya pendek dan bercabang rendah.
Buah yang tidak bermusim, namun mengalami puncak pengeluaran buah dan bunganya dua tahun
sekali.

Batang Batangnya besar, agak lunak dan bergetah banyak.

Bercabang banyak, pertumbuhan cenderung ke atas. Permukaan kasar, coklat, tingginya mencapai
20 meter. Kayunya lunak dan kulit kayu sedikit kasar.

Daun Daunnya lebar sekali, bercanggap menjari dan berbulu kasar. Tunggal, berseling, lonjong,
ujung runcing, pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50 cm, pertulangan
menyirip tebal, permukaan kasar hijau.

Bunga Bunga-bunga sukun berkelamin tunggal (bunga

betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun pada
ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang disebut ontel, panjang 10-20 cm
berwarna kuning. Bunga wanita berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka.
Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga
sinkarpik.

Buah Buah sukun terbentuk dari keseluruhan jambak

bunganya. Buahnya terbentuk bulat atau sedikit bujur. Ukuran garis pusatnya ialah diantara 10
hingga 30 cm. Berat normal buah sukun ialah diantara 1 hingga 3 kg. ia mempunyai kulit yang
berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk polygonal pada kulitnya.
Segmen polygonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun. Polygonal yang lebih besar
menandakan buahnya telah matang manakala buah yang belum matang mempunyai segmen-
segmen polygonal yang lebih kecil dan lebih padat. Buah-buah sukun mirip dangan buah keluwih
(timbul). Perbedaannya adalah duri buah sukun tumpul, bahkan tidak tampak pada permukaan
buahnya.

Biji Berbentuk ginjal, panjang 3-5 cm, berwarna hitam.


Akar Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang

dalam dan akar samping yang dangkal. Akar samping

dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk

bibit.

3. Kandungan Kimia

Daun tanaman sukun mengandung beberapa zat berkhasiat seperti

saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol.

Daun tanaman ini juga mengandung quercetin, champorol dan

artoindonesianin. Dimana artoindonesianin dan quercetin adalah kelompok

senyawa dari flavonoid.3,7

4. Khasiat

Daun sukun efektif mengobati penyakit seperti liver, hepatitis, pembesaran limpa, jantung, ginjal,
tekanan darah tinggi, kencing manis dan

juga bisa untuk penyembuh kulit yang bengkak atau gatal-gatal.3,5,6,7 Ada juga yang memanfaakan
batangnya untuk obat mencairkan darah bagi wanita yang baru 8-10 hari melahirkan. Zat-zat yang
terkandung di daunnya pun juga bisa mampu untuk mengatasi peradangan.

5. Efek Biologi dan Farmakologi

Kandungan kimia dari pohon nangka-nangkaan yang diteliti

menghasilkan lebih dari 100 senyawa kimia baru. Salah satu contohnya adalah artoindonesianin.
Nama ini telah menjadi nama trivial yang dipublikasikan pada Journal of Natural Product (Amerika
Serikat).

Artoindonesianin (berasal dari kata Artocarpus dan Indonesia) mungkin memiliki makna harfiah
nangka Indonesia atau senyawa kimia dari nangka yang ditemukan pertama kali oleh orang
Indonesia atau senyawa kimia dari nangka hasil riset yang didanai rakyat Indonesia.

Artoindonesianin adalah senyawa kimia dari kelompok senyawa flavonoid dengan kerangka dasar
dibentuk dari molekul artoindonesianin E yang terprenilasi, teroksigenasi, dan/atau tersiklisasi.
Senyawa flavanoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah
satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa-senyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman
nangka-nangkaan memiliki fungsi fisiologi tertentu. Ada dua kategori fungsi fisiologi senyawa
flavonoid tanaman nangkanangkaan berdasarkan sebarannya di Indonesia. Tanaman nangka-
nangkaan yang tumbuh di Indonesia bagian barat, produksi senyawa flavanoid diduga berfungsi
sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antimikroba atau antibakteri) bagi
tanaman.3

Studi molekuler lebih lanjut mengenai kerja artoindonesianin juga

sedang dilakukan. Seperti diketahui, kebanyakan sel-sel kanker (tumor ganas) manusia atau penyakit
serius lainnya secara molekuler selalu dihubungkan dengan kegagalan fosforilasi protein yang
disebabkan oleh aktivasi berlebih atau ekspresi berlebih dari protein kinase atau hilangnya inhibitor
sel.

Oleh karena itu, eksplorasi artoindonesianin sebagai inhibitor protein kinase sangat membantu
penemuan obat-obat antikanker baru. Untuk itu, dukungan finansial dari pemerintah atau industri
obat terhadap riset ini perlu digalakkan sehingga obat-obat tradisional kita bisa menjadi tuan rumah

di rumah sendiri dan teruji secara ilmiah.7,13

Mekanisme flavonoid sebagai antikanker ada beberapa teori. Pertama, flavonoid sebagai oksidan
yakni melalui mekanisme pengaktifan

jalur apoptosis sel kanker.14,15,16 Mekanisme apoptosis sel pada teori ini

merupakan akibat fragmentasi DNA.15,16 Fragmentasi ini diawali dengan dilepasnya rantai
proksimal DNA oleh senyawa oksigen reaktif seperti radikal

hidroksil.17,18 Senyawa ini terbentuk dari reaksi redoks Cu(II). Senyawa tembaga ini dimobilisasi
oleh flavonoid baik dari ekstra sel maupun intra sel

terutama dari kromatin.17 Kedua, flavonoid sebagai antioksidan.19,20,21 Efek antioksidan flavonoid
terutama berupa proteksi terhadap Reactive Oxygen Species (ROS).22 Ketiga, flavonoid sebagai
penghambat proliferasi tumor/kanker yang salah satunya dengan menginhibisi aktivitas protein
kinase sehingga menghambat jalur tranduksi sinyal dari membran sel ke inti sel. Keempat, dengan
menghambat aktivitas reseptor tirosin kinase. Karena aktivitas reseptor tirosin kinase yang
meningkat berperan dalam pertumbuhan keganasan.

Sedangkan quercetin merupakan turunan dari flavonoid, khususnya yang flavonol, digunakan
sebagai suplemen gizi. American Cancer Society mengatakan bahwa quercetin telah dipromosikan
sebagai efektif terhadap berbagai jenis penyakit, termasuk kanker. Sementara beberapa hasil
laboratorium awal muncul menjanjikan, namun sampai tidak ada bukti klinis yang handal bahwa
quercetin dapat mencegah atau mengobati kanker pada manusia. Dalam jumlah yang dikonsumsi
dalam makanan yang sehat,

quercetin ini tidak akan menimbulkan masalah besar apapun.23,24

B. Tinjauan tentang toksikologi

Pada awal mulanya toksikologi didefinisikan sebagai ilmu tentang

racun. pada saat itu pengertian racun msih dipisahkan dengan makanan. Bahan pangan atau zat
kimia yang dengan jelas berbahaya bagi tubuh disebut racun,

sedangkan yang bermanfaat bagi tubuh disebut makanan.25,26

Untuk meneliti berbagai macam efek yang berhubungan dengan

masa pemejanan, uji toksikologi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

1. Uji Toksisitas Akut. Uji ini dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan
terjadi dalam masa pemejanan dengan waktu yang singkat atau pemberiannya dengan takaran
tertentu. Uji ini dilakukan dengan cara pemberian konsentrasi tunggal senyawa uji pada hewan uji.
Takaran konsentrasi yang dianjurkan paling tidak empat peringkat konsentrasi, berkisar dari
konsentrasi terndah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan
konsentrasi tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Biasanya
pengamatan dilakukan selama 24 jam,

kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari.25,26

2. Uji Toksisitas Subkronis atau Subakut, dilakukan dengan memberiakn zat kimia yang sedang
diuji tersebut secara berulang-ulang terhadap hewan uji selama kurang dari 3 bulan. Uji ini ditujukan
untuk mengungkapkan spectrum efek toksik senyawa uji, serta untuk melihatkan apakah spectrum
toksik itu berkaitan dengan takaran

konsentrasi.25,26

3. Uji Toksisitas Kronis, dilakukan dengan memberikan zat kimia secara berulang-ulang pada
hewan uji selama lebih dari 3 bulan atau sebagian besar dari hidupnya. Meskipun pada penelitian
digunakan waktu lebih pendek, tetapi tetap lebih lambat dibandingkan Uji Toksisitas Akut

maupun Uji Toksisitas Sub Akut.25,26

C. Brine Shimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality test (BST) merupakan salah satu metode

untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik. Metode ini menggunakan larva Artemia salina
Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut
dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat setelah pemberian dosis uji.
Prosedurnya dengan menentukan nilai LC 50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva
Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan aktif sebagai antikanker berdasarkan metode BST jika
harga LC < 1000 µg/ ml. Penelitian Carballo dkk menunjukkan adanya hubungan yang konsisten
antara sitotoksisitas dan letalitas Brine shrimp pada ekstrak tanaman. Metode BST dapat dipercaya
untuk menguji aktivitas toksikologi dari bahan-bahan

alami.9,10

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

Kematian larva

Artemia salina Leach

B. Kerangka Konsep

C. Hipotesis

1. Hipotesis Mayor

Ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) mempunyai potensi

toksisitas akut.

2. Hipotesis Minor
1. Nilai LC 50 larva Artemia salina Leach setelah pemberian ekstrak etanol daun sukun kurang
dari 1000 µg/ml.

2. Ekstrak etanol daun sukun dapat membunuh larva Artemia salina

Leach.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi bidang farmasi dan

farmakologi.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan kurang lebih selama satu minggu. Lokasi penelitian di
Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

C. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan post test-only control group
design. Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol daun sukun terhadap larva Artemia salina
Leach.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach.

2. Sampel

2.1. Kriteria Inklusi:

- Larva Artemia salina Leach berumur 48 jam

- Larva yang tidak tampak cacat secara anatomi

2.2. Kriteria Eksklusi:

- Larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum perlakuan.

2.3. Besar Sampel

Jumlah larva Artemia salina Leach yang digunakan adalah 10 ekor larva tiap kelompok perlakuan.
Pada penelitian ini terdapat lima kelompok perlakuan dimana akan dilakukan replikasi lima kali
untuk tiap kelompok perlakuan. Jadi, jumlah sampel total yang diperlukan adalah 250 ekor larva.

2.4. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan simple random sampling terhadap larva
Artemia salina Leach.

E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun sukun.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek sitotoksik

terhadap larva Artemia salina Leach.

F. Alat dan Bahan

1. Alat

A l at-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, pisau, neraca analitik,
pipet, batang pengaduk kaca, lup, vial atau botol kaca, kain flannel hitam, kain saring, penangas air,
akuarium, pengatur udara dan lampu.

.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

daun sukun dengan perbandingan konsentrasi 1:2:4:8, alkohol 70%, aquadest, larva Artemia salina
Leach, ragi sebagai pakan larva udang, dan air laut.

G. Cara kerja

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan Post Test-Only Control Group
Design dan cara pengambilan sampel yaitu Simple Random Sampling terhadap larva Artemia salina
Leach, karena anggota populasi telah bersifat homogen, artinya sampel larva Artemia salina Leach
dengan jenis serta cara penyediaan yang sama, sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk
diseleksi sebagai sampel. Sampel penelitian berupa 250 ekor larva Artemia salina Leach. Kriteria
inklusi adalah larva berumur 48 jam dan tidak tampak cacat secara anatomi, sedangkan kriteria
eksklusi yaitu larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum
perlakuan.

Bahan yang digunakan adalah daun sukun. Daun sukun segar

dikeringkan dengan cara diletakkan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak
terkena langsung sinar matahari,akan tetapi ditutup oleh kain flannel hitam. Karena pada
pengeringan langsung terhadap sinar matahari akan merusak komponen aktif pada daun sukun. Lalu
daun sukun seberat 500 gram dipotong kecil-kecil kemudian daun diekstraksi dengan metode
maserasi, dengan cara merendam daun sukun dalam pelarut alcohol 70% selama 24 jam, lalu
disaring dengan kain flannel dan direndam kembali dalam alkohol 70% sampai tersari atau
terekstraksi sempurna yang ditandai dengan warna alkohol menjadi bening kembali. Setelah itu,
pelarut alkohol yang masih tersisa diuapkan pada penangas air atau water bath serta
dianginanginkan sehingga didapatkan ekstrak yang kental dengan konsentrasi 100%. Dan dihasilkan
ekstrak daun sukun murni seberat 21,72 gram.

Untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang efektif membunuh larva Artemia salina maka
dilakukan trial atau orientasi dengan uji coba dengan menggunakan konsentrasi desimal, yaitu
1%;0,5%;0,2%,dan 0,1%. Setelah dilakukan trial atau uji orientasi, maka konsentrasi yang ditetapkan
untuk perlakuan dan replikasinya adalah 0,6%, 0,3%, 0,15%, dan 0,072%.
Larva Artemia salina Leach ditetaskan dengan merendam telur tersebut dalam air laut, yang
dilakukan 48 jam sebelum dilakukan uji di dalam akuarium dan diberi aerator atau pengatur udara.
Bagian dari air laut yang tidak berisi telur larva diberi penerangan. Hal ini bertujuan agar larva yang
sudah menetas bergerak menuju cahaya, sehingga terpisah dari cangkang telurnya.

Pelaksanaan uji dilakukan dengan mula-mula menyamakan volume akhir ekstrak daun sukun dengan
konsentrasi perlakuan yaitu 0,072%, 0,15%, 0,3% dan 0,6%, yang diencerkan dengan menambahkan
5 ml air laut terlebih dahulu ke dalam masing-masing tabung uji sampai ekstrak daun sukun larut,
kemudian baru dimasukkan larva udang yang telah berumur 48 jam ke dalam seri tabung uji yang
berisi ekstrak daun sukun yang telah disiapkan masingmasing sebanyak 10 ekor hingga volume
dalam masing-masing tabung menjadi 5 ml. Tabung uji lalu diletakkan di bawah penerangan selama
24 jam, kemudian dihitung jumlah larva udang yang mati. Kriteria standar untuk menilai kematian
larva udang adalah bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik observasi.
Setiap konsentrasi perlakuan dilakukan replikasi sebanyak lima kali.

Sebelum penelitian dilakukan, mula-mula dilakukan identifikasi terhadap daun sukun untuk
mengetahui identitas taksonominya di Laboratorium Biologi FMIPA Unnes. Begitu pula dilakukan
identifikasi terhadap air laut yang akan digunakan untuk larva Artemia salina Leach di Departemen
Perikanan dan Kelautan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa daun sukun serta air laut yang
digunakan dalam penelitian adalah benar. Surat keterangan identifikasi daun sukun dapat dilihat
pada Lampiran 1, sedangkan surat identifikasi air laut dapat dilihat pada Lampiran 2.

H. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva udang yang mati 24
jam setelah perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi ekstrak daun sukun. 

J. Validitas dan Reliabilitas

Validitas dijaga dengan :

1. Menyamakan kondisi larva udang.

2. Mengambil secara acak.

3. Menggunakan kriteria standar dalam menilai kematian larva udang dan menggunakan alat
ukur yang sama.

Reliabilitas data dijaga dengan replikasi lima kali pada tiap uji.

K. Definisi Operasional Variabel

1. Uji toksisitas akut: uji tunggal di mana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam
waktu singkat setelah pemberian dosis uji.

2. Brine Shrimp Lethality Test (BST): metode untuk uji toksisitas akut dengan menggunakan
larva Artemia salina Leach sebagai hewan coba dan digunakan sebagai suatu bioassay yang
sederhana untuk penelitian bahan alam.

3. Artemia salina Leach: sejenis udang-udangan primitif yang termasuk dalam filum
Arthropoda.
4. Ekstrak daun sukun: sediaan yang dibuat dengan mengekstraksi daun sukun dengan
menggunakan pelarut alkohol 70% dengan metode maserasi, lalu pelarutnya diuapkan dan
didapatkan ekstrak yang kental.

5. LC 50 (Lethal Concentration 50): merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya


kematian pada 50% hewan percobaan.

L. Analisis Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva udang yang mati 24
jam setelah perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi ekstrak daun sukun. Setelah melewati proses
editing, coding, entry, dan cleaning, data dianalisis dengan analisis probit menggunakan SPSS 15.0
for windows untuk mengetahui harga LC 50, serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. 

BAB V

HASIL PENELITIAN

Jumlah kematian larva pada setiap tabung uji dalam berbagai konsentrasi perlakuan ekstrak daun
sukun ditunjukkan pada tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berbagai konsentrasi
ekstrak daun sukun pada percobaan ini memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kematian
larva Artemia salina Leach.

Tabel 1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun sukun

(Artocarpus altilis) terhadap larva Artemia salina Leach.

Replikas Jumlah Kematian Larva Tiap Konsentrasi Kontro Volum i ke- l (-) e

Akhir

0.6% (6000µg/ml) 0.3% (3000µg/ml) 0.15% (1500µg/ml) 0.072%

720µg/ml) 0% Media

1 9

2 10

3 9

4 8

5 10 0

5 4

0
3

2 0

1 0

0 5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

Total Kematian 46 13 12 3 0

RataRata 9.2 2.6 2.4 0.6 0

Persentas e

Kematian 92% 26% 24% 6% 0%

Jumlah larva tiap tabung uji dengan lima kali replikasi adalah 50 ekor. Jumlah total sampel adalah
250 ekor larva. Total kematian diperoleh dengan menjumlahkan larva yang mati pada setiap
konsentrasi, sedangkan rata-rata kematian larva diperoleh dengan membagi total kematian larva
pada tiap konsentrasi dengan jumlah replikasi yang dilakukan yaitu lima kali. Kemudian dihitung
persentase kematian larva dari rata-rata kematian pada tiap konsentrasi. Hasil dari analisis probit
dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows menunjukkan harga LC 50 dari ekstrak daun sukun
adalah 3608.893 ȝg/ml.

Output data dari hasil analisis probit beserta grafiknya dapat dilihat pada

Lampiran 3.

BAB VI

PEMBAHASAN

Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan menggunakan
metode Brine Shrimp Lethality test (BST). Metode ini menggunakan larva Artemia salina Leach
sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek
toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat setelah pemberian dosis uji. Prosedurnya
dengan menentukan nilai LC 50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina
leach. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan metode BST, maka
tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik
maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan
menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina Leach seperti mencit dan
tikus secara in vivo. Metode BST dapat dipercaya untuk

menguji aktivitas toksikologi dari bahan-bahan alami.9,10

Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC 50 kurang
dari 1000 µg/ml.12 LC 50 (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan
terjadinya kematian pada 50% hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach.10 Pengujian
terhadap ekstrak daun sukun menunjukkan harga LC 50 sebesar 3608.893 ȝg/ml, sehingga dapat
dikatakan ekstrak daun sukun pada percobaan ini tidak memiliki potensi toksisitas akut menurut
metode BST yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.

Mekanisme flavonoid sebagai antikanker ada beberapa teori. Pertama, flavonoid sebagai oksidan
yakni melalui mekanisme pengaktifan jalur

apoptosis sel kanker.14,15,16 Mekanisme apoptosis sel pada teori ini merupakan

akibat fragmentasi DNA.15,16 Fragmentasi ini diawali dengan dilepasnya rantai

proksimal DNA oleh senyawa oksigen reaktif seperti radikal hidroksil.17,18 Kedua, flavonoid sebagai
penghambat proliferasi tumor/kanker yang salah satunya dengan menginhibisi aktivitas protein
kinase sehingga menghambat jalur tranduksi sinyal dari membran sel ke inti sel. Ketiga, dengan
menghambat aktivitas reseptor tirosin kinase. Namun dalam penelitian ini tidak didapatkan efek
yang serupa. Hal ini dapat disebabkan oleh karena pelarut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah etanol 70%, sedangkan flavanoid (artoindonesianin, quercetin) yang dihasilkan oleh ekstrak
daun sukun bersifat larut dalam alkohol, sehingga ekstrak yang dihasilkan tidak begitu sempurna
dalam melarutkan zat

aktif.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian kali ini didapatkan bahwa pemberian dari ekstrak etanol

daun sukun tidak memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BST karena didapatkan nilai LC 50
dari ekstrak daun sukun lebih besar dari 1000 ȝg/ml.

B. Saran

Pada penelitian ini bisa disarankan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan sediaan daun
sukun dalam bentuk lain dan atau dengan metode ektraksi lainnya. Dan dengan diketahuinya nilai LC
50 dari ekstrak daun sukun maka dapat digunakan untuk penelitian daun sukun sebagai obat
tradisional lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu Partogi M, Pudjadi A, Ghazali Muhammad Vinci, Putra
Tulus Sukman, editor. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. 11th Ed.
Jakarta : Staff Pengajar Bagian Anak FK UI. 1985: 1072-1077.

2. Anonymous. Asphyxia neonatorum. Health for children (Cited 2007, November 27).

Available from URL: http://www.healthofchildren.com/A/Asphyxia-Neonatorum.

3. Anonymous. Program Nasional Bagi Anak Indonesia Kelompok Kesehatan. (Cited 2008, June
26). Available from URL: http://www.bappenas.go.id

4. Anonymous. Asphyxia neonatorum. (Cited 2007, November 27). Available from URL:
http://www.web.uct.ac.za/depts/lch/teaching/undergrad.

5. Mohan Pammi V, Pai Pragnya M. Renal insult in asphyxia neonatorum. Indian Pediatric 2000,
March 31 (Cited 2007, November 23). Available from URL:
http://www.indinpediaries.net/oct2000/oct-1102-1106.htm

6. Ermin T, Atmodjo D, Winarno, Soemantri AG, editor. Penatalaksanaan kegawatan neonatus.


Semarang: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 1991: 46-90.

7. Soemyarso Ninik, Noer M Sjaifullah. Gagal ginjal akut pada nonatus. Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo. 2004, September 24 (Cited 2007,

November 27). Available from URL :

http://unmed.utah.edu/ms2/renal/word%20files/p)%20pediatric%20nephrology.ht

8. Mattoo Tej K. Acute renal failure in the newborn. Up To Date. 2007, August (Cited

2007, November 27). Available from URL:


http://patients.uptodate.com/topic.asp?file-neonatol/19738.

9. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates : incidence, etiology, and
outcome. Pediatric Research Laboratory, LeBonheur Children Medical Centre, University of
Tennessee. ( Cited 2007, November 24 ). Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=31

53295&dopt=AbstractPlus

10. Pejovic B, Peco-Antic A, Dunjic R. Acute oliguric renal failure in hupoxic neonates born at full
term. Narodni Front Hospital of Gynaecology and Obstetrics, Belgrade.

(Cited 2007, November 24). Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites

11. Jayashree G, Dutta AK, Sarna MS, Saili A. Acute renal failure in asphyxiated newborns.
Neonatal division, Kalawati Saran Children’s Hospital, Lady Hardinge Medical College, New Delhi.
(Cited 2007, November 24). Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites

12. Aggarwal A, Kumar P, Chowdhary G, Majumdar S, Narang A. Evaluation of renal function in


asphyxiated newborns. Department of pediatrics, Postgraduate Institute of Medical Education and
Research, India. (Cited 2007, November 24). Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites

13. Karlowicz MG, Adelman RD. Nonoliguric and oliguric acute renal failure in asphyxiated term
neonates. Department of Pediatrics, Eastern Virginia Medical School, Children’s Hospital of The
King’s Daughter, USA. (Cited 2008, Maret 24).
Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites

xxxvii

Anda mungkin juga menyukai