Anda di halaman 1dari 21

TUGAS BACA DIVISI NEUROLOGI

PEMERIKSAAN NEUROLOGI ANAK

Oleh:
dr. Stephanie Darda Susilowati

Pembimbing:
Dr. dr. I Gusti Ngurah Made Suwarba, Sp.A (K)
Dr. dr. Dewi Sutriani Mahalini, Sp.A

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (PPDS-1)


DIVISI NEUROLOGI ILMU KEDOKTERAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2020
PEMERIKSAAN NEUROLOGI ANAK

Pemeriksaan neurologis pada dasarnya meliputi pemeriksaan status mental,


pemeriksaan nervus kranial, kekuatan otot, tonus, reflex, koordinasi gerak, fungsi sensoris,
dan gait atau pola berjalan.
1. Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental pada anak merupakan hal yang cukup sulit dengan adanya
keterbatasan kemampuan bahasa pada anak dan juga perbedaan perkembangan sesuai
tahapan usia. Alat permainan atau boneka tangan dapat dipakai untuk dipakai untuk
membantu penilaian. Coma scales dipakai untuk menilai kesadaran, keparahan cidera dan
luarannya. Skor yang paling umum dipakai adalah Glasgow Coma Scale (GCS), terutama
pada kasus trauma kepala. Terdapat modifikasi GCS untuk anak. Pada umumnya GCS 3
menunjukkan koma dalam, skor GCS  8 menunjukkan adanya resiko kematian yang
tinggi, skor 15 menunjukkan kesadaran penuh. Tabel 1 merupakan modifikasi dari GCS
untuk anak.1 Pediatric coma scales dibedakan berdasarkan rentang usia dimana usia 0-6
bulan memiliki nilai normal 9, 6-12 bulan: 11, 1-2 tahum: 12, 2-5 tahun: 13, dan lebih dari
5 tahun: 14.
Tabel 1. Glasgow Coma Scale
Sko Dewasa Anak Infant
r
Respon mata
4 spontan terbuka spontan terbuka spontan terbuka
3 terbuka dengan terbuka dengan perintah terbuka dengan perintah
rangsangan suara keras suara suara
2 Terbuka dengan Terbuka dengan rangsang Terbuka dengan rangsang
rangsang nyeri nyeri nyeri
1 tidak ada respon tidak ada respon tidak ada respon
Respon verbal
5 terorientasi dapat menggunakan > 1 bubbling, cooing,
frasa dan kata menangis sebagai respon
4 bingung, disorientasi dapat menggunakan kata- menangis, rewel saat
kata tidak bermakna situasi tenang
3 kata-kata tidak bermakna menangis atau berteriak menangis atau berteriak
persisten terhadap persisten terhadap
rangsang nyeri rangsang nyeri
2 suara inkomprehensif bergumam atau mengerang bergumam atau
terhadap rangsang nyeri mengerang terhadap
rangsang nyeri
1 tidak ada respon tidak ada respon tidak ada respon
Respon Motor
6 mengikuti perintah mengikuti perintah gerak spontan bertujuan
5 melokalisir, fleksi menghindar dari sentuhan menghindar dari sentuhan
4 menghindar, fleksi menghindar dari rangsang menghindar dari rangsang
nyeri nyeri
3 fleksi abnormal fleksi terhadap rangsang fleksi terhadap rangsang
nyeri nyeri
2 ekstensi ekstensi terhadap rangsang ekstensi terhadap
nyeri rangsang nyeri
1 tidak ada respon tidak ada respon tidak ada respon

2. Penilaian mororik
Penilaian motoric meliputi tonus otot pasif, postur dan gerak otot aktif, kekuatan,
dan bentuk otot. Tonus otot pasif diartikan sebagai adanya tahanan pada otot yang
sedang istirahat dan diobservasi pada gerakan pasif. Gerakan otot aktif dinilai apakah
gerakan simetris dengan kualitas gerakan yang sama, termasuk pola berjalan, postur
tubuh, koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot. Pada anak usia 6-9 bulan sewajarnya
dapat duduk dan berdiri dengan berpegangan. Adanya koordinasi yang buruk atau
gerakan yang tidak memadai dari tangan dan kaki dapat ditemui pada anak usia dini dan
disebut dengan “soft neurological sign” yang dapat diartikan dengan abnormalitas
neurologi minimal yang sulit diinterpretasikan atau dideteksi. Tanda ini harus ditunjang
dengan temuan klinis dan dikonfirmasi dengan imaging kepala.
Hypertonia berhubungan dengan gangguan fungsi korteks dimana didapati
spastisitas dengan adanya resistensi pada gerakan pasif yang diikuti dengan tekanan
rendah seperti efek clasp-knife. Klonus merupakan kontraksi otot involunter yang
diinisiasi oleh reflex dan merupakan peningkatan reflex tendon dalam. Klonus sering
berhubungan dengan gangguan upper motor neuron (UMN) pada korteks serebral.
Klonus dapat dilihat dengan memfleksikan secara tiba-tiba dan cepat kaki keatas dan
melihat kontraksi pada pergelangan kaki. Klonus yang bertahan lama (lebih dari 5
hentakan) menggambarkan adanya gangguan kemampuan otak dalam mengontrol fungsi
tubuh yang berhubungan dengan batang otak dan saraf tulang belakang, contohnya
seperti gerakan mengunyah dan berjalan.1 Spastisitas brarti meningkatnya tonus saat
pemeriksa menggerakkan sendi lebih cepat. Rigiditas berarti tonus yang tetap meningkat
seberapapun kecepatan pergerakan sendi. Flasid berarti hilangnya tonus otot, pada
umumnya ditemukan pada kerusakan lower motor neuron (LMN).2
Kekuatan otot dinilai dengan angka 0-5 seperti pada orang dewasa 1 dimana nilai 0
merepresentasikan tidak adanya tonus otot, 1 adanya kontraksi otot tanpa pergerakan, 2
dapat bergerak kearah horizontal (tidak dapat melawan gravitasi), 3 dapat melawan
gravitasi tanpa tahanan, 4 dapat melawan gravitasi dengan tahanan ringan, 5 dapat
melawan gravitasi dengan tahanan kuat (kekuatan normal).2 Bentuk otot, seperti atrofi
otot juga harus dievaluasi, dibandingkan kanan dan kiri. Dokumentasi preferensi
penggunaan alat gerak tubuh dapat berguna. Adanya dominansi satu bagian tubuh pada
anak berusia kurang dari 1 tahun merupakan suatu kondisi patologis.1
Terdapat pemeriksaan spesifik untuk menilai kekuatan beberapa grup otot.
Pemeriksaan ini harus dibandingkan antara kanan dan kiri, proksimal dan distal,
ekstremitas atas dan bawah, kelemahan sebagian atau di seluruh bagian tubuh. Pada alat
gerak atas dapat diperiksa:
 Pemeriksaan C7,C8,T1 (saraf ulnaris dan medianus)

fleksor digitorum profundus fleksi wrist

 Pemeriksaan C8, T1: otot aduktor policis (n. medianus), interosei palmaris, interosei
dorsalis (abduksi jari-jari-n.ulnaris)

 Pemeriksaan otot ekstensor digitorum dan triseps (C6,7,8, saraf radialis)

 Pemeriksaan C5-T1: otot pektoralis mayor dan latismus dorsi( saraf subscapularis).
 Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis )

 Pemeriksaan otot deltoid (C5,C6, saraf aksilaris)

 Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus )


Pada alat gerak bawah dapat diperiksa:
 Pemeriksaan otot ileopsoas, kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis )

 Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius )


 Pemeriksaan otot gluteus maximus (L5, S1, saraf gluteal inferior)

 Pemeriksaan Abduksi pinggul (L4,5,S1)

 Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5, S1,S2,saraf siatika )

 Pemeriksaan otot (L4,5 saraf peroneus dalam): dorsofleksi ankle. Apabila terjadi
kelemahan disebut: drop foot
 Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus, gastrocnemius, dan soleus ( S1, S2, saraf
tibialis, cabang dari n.sciaticus):fleksi ankle, plantar fleksi (berdiri dengan ujung jari
kaki), dan berditi dengan tumit (dorsofleksi)

3. Pemeriksaan sensoris
Pemeriksaan sensorik pada wajah termasuk dalam sistem saraf kranial. Jalur sensoris
pada alat gerak memiliki dua jalur yakni spinotalamikus dan kolumna dorsalis. Jalur
spinotalamikus mendeteksi nyeri, suhu, dan sentuhan kasar. Impuls dihantarkan melalui
saraf perifer ke traktus spinalis yang bersebrangan dari bagian tubuh dalam satu atau dua
tingkatan vertebrae ke hemisfer serebral yang bersebrangan dengan alat gerak tersebut.
jaras yang memlalui kolumna dorsalis mendeteksi adanya sensasi vibrasi, sentuhan
ringan dan propriosepsi (deteksi posisi). Impuls dihantarkan dari saraf perifer ke sisi
spinal yang sama diteruskan ke hemisfer serebral yang bersebrangan dengan bagian
tubuh. Pemeriksaan rangsang sensoris dapat diperiksa sesuai dermatome kulit untuk
memeriksa asal saraf yang terlibat dengan menggunakan kapas ketika mata tertutup,
pasien dapat menunjuk titik rangsangan. Pemeriksaan terhadap nyeri dapat menggunakan
ujung tumpul dan tajam pada palu reflex. Vibrasi dan suhu jarang dilakukan pada anak.
Sensasi diskriminasi pada anak yang dapat berbicara dapat dilakukan tes sebagai
berikut3:
A. Stereognosis: pengenalan obyek melalui indra peraba. Misalkan koin, kunci
B. Graphestesia: kemampuan menilai melalui bentuk dan jumlah benda di telapak
tangan (kemampuan spasial dan propriosepsi)
C. Perbedaan dua titik: membedakan spasial pada tubuh. Cara: menyentuh kulit pelan
pada dua titik dengan jarak dekat, kemudian menyentuh satu titik. Anak
menyebutkan apakah ada satu atau dua titik (untuk anak >5 tahun)
4. Pemeriksaan fungsi koordinasi
Fungsi koordinasi sekalian menilai gait/ pola berjalan. Anak diminta untuk
berjalan, diperhatikan panjang langkah,lebar kedua telapak kaki, dan pola berjalan.
Apakah ada Gower sign (anak merambat memengang tumit sampai paha untuk mulai
berdiri) yang menunjukkan Duchene muscular dystrophy. Tes Tandem dilakukan dengan
anak berjalan pada garis lurus dengan ujunb jari bersetuhan dengan tumit kaki
berlawanan, bergantian. Dilihat apakan anak sempoyongan atau jatuh ke satu sisi. Ter
Romberg dilakukan dengan pasien berdiri dengan kedua tumit bertemu, positif bila
cenderung jatuh saat mata tertutup. Pada umumnya anak jatuh kearah lesi. Tes koordinasi
lainnya antara lain: dysdiadokokinesia (supinasi pronasi cepat), tes telunjuk-hidung,
telunjuk-telunjuk, hidung-telunjuk-hidung, tumit-lutut-ibu jari kaki, dan tes rebound
(posisi seperti beradu panco kemudian dilepaskan mendadak-dilihat apakah dapat
menghentikan rebound). Uji koordinasi berkaitan dengan fungsi serebelum dan pusat
koordinasi lain yakni di telinga. Pada pasien dengan cerebral palsy memiliki gambaran
khas yaitu cara berjalan bersifat tidak stabil dan sering terjatuh walaupun telah
menggunakan tangan untuk mempertahankan keseimbangan. Hal ini disebut ataksia
serebral karena adanya gangguan koordinasi otot dan hilangnya keseimbangan. Pada lesi
sereberal primer terjadi spastisitas dan atetosis tanpa disertai gangguan intelegensi. Anak
yang menderita tipe ataksia mengalami kesulitan ketika mulai duduk atau berdiri. Lesi
biasanya mengenai serebelum, sehingga intelegensia tidak terganggu

5. Pemeriksaan nervus kranialis pada anak1,3

Tabel 2. Pemeriksaan nervus kranialis anak


nervus 0-2 tahun Respon anak yang lebih besar respon
kranialis
I: Olfaktorius bahan berbau menoleh, pasien diminta untuk cuping hidung
kuat dibawah perubahan menutup mata dan bergerak, dapat
hidung raut wajah, diberikan tabung dengan menebak bau
contoh: mencium bau yang spesifik, spesifik
peppermint misalkan kopi dengan
jarak 10 cmcontoh:
vanilla, tembakau, kopi
II: optikus sumber cahaya konstriksi Allen vision cards, E visus normal
pupil, dapat chart, Snellen chart, tes reflex pupil (+)
mengikuti visus tidak ada
pergerakan gangguan lapang
obyek 60- pandang
900
III: tes cahaya bentuk, opthalmoskop, tes dapat mengikuti
okulomotorius ukuran, cahaya, mainan, atau jari obyek sesuai arah
- inferior gerakan telunjuk dengan enam benda
oblik, rektus pupil sesuai arah
inferior, jarak
medial dan cahaya,
superior, simetris,
konstriksi mengikuti
pupil gerak
IV: troklearis sumber
-oblik superior cahaya
VI: abdusens-
rectus lateralis
V: trigeminus menyentuh area pergerakan menyentuh area wajah melihat anak
pipi pipi kea rah dengan kapas menghindar dari
rangsang rangsang
cek otot rahang menggigit
dengan sarung observasi gerakan
meletakkan tangan mengunyah dan
ujung jari kearah menelan
sarung tangan bawah dan
pada mulut mulai
menghisap menilai kekuatan otot
rahang
VII: fasialis pergerakan a/simetris meminta anak untuk a/simetris
simetris wajah, lipatan senyum, mencucu, ekspresi wajah,
lihat saat anak nasolabial, menggembungkan pipi tidak ada udara
menangis ekspresi meminta untuk bocor saat anak
wajah menaikkan alis menggembungka
menutup rapat mata n pipi
kerutan dahi
simetris
mata tertutup
rapat, dapat
melawan arah
tahanan
pemeriksa

sensasi rasa 2/3 anterior


lidah~jarang diperiksa
VIII: anak observasi tes audiometri anak dapat
akustikus dibaringkan respon: mengetahui
terlentang, mengedip anak menutup mata, sumber suara,
bunyikan bel atau berbisik di belakang
dengan keras menoleh salah satu telinga, pasien dapat menirukan
dengan jarak dapat menirukan kata kata (tes bisik)
beberapa inci
dari telinga menggesekkan tangan Rinne dan Wbber
anak dengan jarak 5 cm dari normal
telinga, anak dapat
menentukan sumber
suara

tes Webber
(sensorineural) dan Rinne
(konduksi)

music box
IX: mengaplikasika observasi mengaplikasikan spatula observasi reflek
glosofaringeus n spatula lidah reflek lidah pada bagian tengah muntah,
pada bagian muntah, lidah, anak bersuara lihat arah uvula
tengah lidah pergerakan “aahhh” (uvula bergerak
ludah, berlawanan
kekuatan indra perasa pada 1/3 dengan sumber
lidah posterior lidah parese), pastikan
tidak ada abses
peritonsilar
X: vagus observasi saat nilai: serak, menilai kualitas suara nilai: serak, pitch
anak menangis pitch tangisan, stridor
tangisan,
stridor anak dapat
menelan dengan
baik
XI: asesorius anak tidur kepala anak mengangkat pundak pundak terangkat
terlentang, dapat melawan tahanan saat simetris
gerakkan kepala kembali ke menoleh ke kanan dan dapat melawan
ank ke satu sisi posisi kiri tahanan saat
semula menoleh
XII: observasi saat bayi dapat pergerakan lidah observasi
hipoglosus bayi menyusu menghisap menjulurkan lidah fasikulasi,
dan menelan mendorong pipi kanan atrofi/tidak,
terkoordinas dan kiri a/simetris,
i pergerakan lidah
jepit hidung (arah lidah sesuai
lidah letak parese),
terjulur di kekuatan lidah
tengah

6. Pemeriksaan rangsang meningeal


a. Tanda Laseque
b. Tanda Kernig

c. Kaku Kuduk dan Tanda Brudzinsky


Kaku kuduk dan Burzinsky I biasanya dilakukan bersamaan. Dikatakan Burdinzky I
positif bil saat fleksi leher diikuti fleksi kedua tungkai. Burdinsky II: fleksi panggul
salah satu sisi, (+) bila terjadi fleksi involunter sendi panggul dan lutut kontralateral.
Burdinzky III: (+) bila terjadi fleksi salah satu atau kedua tungkai dengan penekanan
di area zygomatikum. Brudzinsky IV (+) bila terjadi fleksi salah satu atau kedua
tungkai pada penekanan pubis.

7. Pemeriksaan reflex primitive1dan reflek postural3


Tabel3. Red flag fungsi kognitif anak3
Usia Tanda bahaya
2 bulan fiksasi mata kurang
4 bulan visual tracking kurang
6 bulan tidak dapat menoleh ke sumber suara
9 bulan kurang dapat bergumam dengan suara konsonan
24 bulan gagal mengucapkan beberapa kata
36 bulan gagal membentuk kalimat dengan 3 kata

Tabel 4. Reflek postural (muncul pada usia 5-6 bulan)


Reflek Tes Respon
Gerak leher mengerakkan kepala ke badan ikut bergeak kea rah
kanan dan kiri 900 gerakan kepala

Landau mengangkat kepala,


(3 bulan-2 tahun) ekstensi punggung atau
ekstremitas atas

Lateral parachute anak berusaha proteksi


(5-7 bulan) dengan mengulurkan
tangan dan kaki

Fowards paracuthe tangan membuka simetris,


(7-9 bulan) anak berusaha proteksi
dengan mengulurkan
tangan dan kaki, berusaha
tidak jatuh
positive support anak berusaha menapak
dan menumpu sebagian
beban

8. Pemeriksaan reflex fisiologis


Refleks fisiologis dinilai dengan derajat kontraksi otot. Nilainya berupa 0 apabila
tidak ada kontraksi, 1+ bila hiporefleks (ada reflex namun menurun), 2+ normal, 3+
hiper reflek atau super normal, dan 4+ klonus (pemendekan otot berulang setelah satu
stimulasi).
Pemeriksaan menggunakan hamer reflex besar dan kecil. Hamer reflex besar
memiliki kepala yang berat dengan arah horizontal dan vertikal. Cara pengunaannya
adalah dengan menjatuhkan hamer dengan jatrak 10 cm dari tendon target. Hamer reflex
kecil harus diayun mengunakan jari telunjuk dan ibu jari ke tendon target dengan daya
yang cukup. Pada saat pemeriksaan kelompok otot target harus dalam keadaan rileks dan
pada posisi netral (tidak berkontraksi ataupun teregang).

a. Reflek Achiles (n. siatik – S1,2)

b. Reflek Patela (n. femoral- L3,4)


c. Reflek Biseps (n. musculokutaneus-C5,6)

d. Refleks Brakioradialis (n. radialis-C5,6)

e. Refleks Ttiseps (n.radialis-C7,8)

9. Pemeriksaan reflex patologis


a. Reflek Babinski
Gores plantar pedis sisi lateral dari tumit ke kaudal  kontraksi tensor fascia latae
b. Reflek Chaddock
Gores dorsum pedis pada maleolus lateral ke arah kaudal

c. Reflek Gordon: menekan/ mencubit otot gastrocnemius

d. Reflek Gonda: memfleksikan jari ke-4 pedis kemudian dilepaskan dengan cepat

e. Reflek Oppenheim: menggososk tulang tibia menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah
f. Reflek Schaefner: menekan/mencubit tendon achiles dengan ibu jari dan telunjuk

g. Reflek Hoffman

h. Reflek Tromner
DAFTAR PUSTAKA
1. Swaiman KF dan Philips J. Neurologic Examination after the Newborn Period Until 2
Years of Age.2071p14-20
2. Baus SSB dan Robinson MV. Review: Pediatric neurologic exam. Elsevier;
2011:119-206.
3. Duderstadt K.G. An Illustrated Handbook: Pediatric Physycal Examination. 2 nd Ed.
Elsevier.2014:200-309.
4. Diambil dari: https:// cdn.ymaws.com/www.azosteo.org/resource/resmgr/convention
_handouts/2018/Thoracic_Outlet_Syndrome-Lab.pdf. Diunduh pada tanggal 18
Febrari 2020.
5. Goldberg C. UCSD's Practical Guide to Clinical Medicine. UCSD School of
Medicine and VA Medical Center, San Diego, California. 2018.diambil dari
https://meded.ucsd.edu/clinicalmed/neuro2.htm. Diunduh pada 20 Februari 2020.
6. Case Western Reserve University. The Neurological Examination of Infant and
Child.2004. Diambil dari http:// casemed.case.edu/ clerkships/ neurology/
NeurLrngObjectives/ Peds%20Exam.htm#TABLE_2. Diunduh pada 24 Februari
2020.

Anda mungkin juga menyukai