PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Disusun oleh:
Perseptor:
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ Pemeriksaan
Neurologis”. Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Saya Mengucapkan terima kasih kepada dr. Agung Sulistiyono, Sp.BS yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan tugas ini. Saya menyadari
banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga tugas dapat bermanfaat bukan
hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapapun yang membacanya.
Penulis
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Membuka Spontan 4
Mata Atas Perintah 3
Dengan Stimulus Nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Orientasi baik 5
Gelisah (confused) jawaban kacau 4
Kata-kata tidak jelas (inappropriate) 3
Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible- 2
sound)/merintih/mengerang
Tidak ada suara 1
Respon Mengikuti perintah 6
Motorik
Melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Reaksi fleksi 3
Reaksi ekstensi 2
Tidak ada reaksi 1
Tabel 2. Penilaian tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale pada
bayi
Compos mentis Keadaan sistem sensorik utuh, ada waktu tidur dan
sadar penuh serta aktivitas yang teratur
Cara pemeriksaan :
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana
sampai hal-hal yang sukar yang pernah diketahui penderita
sebelumnya. Bila tidak bisa disuruh menuliskan jawaban
atau dengan isyarat. Untuk melakukan pemeriksaan ini,
penderita harus dalam keadaan sadar penuh dan bahasa
yang dipakai saling dimengerti.
2. Afasia Sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat
mengerti isi pikiran orang lain walaupun alat bicara dan
pendengarannya baik.
Afasia sensorik kortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
disampaikan balk secara verbal, tulisan, maupun isyarat.
Letak lesi di area cortex Wernicke (sensorik).
Afasia sensorik subkortikalis
- Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
disampaikan secara verbal, sedangkan tulisan dan isyarat
dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.
Cara pemeriksaan:
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa
contoh. Bila tidak bisa baru diberikan secara tulisan atau
isyarat. Syarat pemeriksaan sama dengan afasia motorik.
c. Kaku Kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat
kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
f. Kernig sign
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135°
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
g. Lasegue sign
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada
pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu
tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya.
Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi
(lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70° sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan
sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun
pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
B. Nervus II Optikus
1) Kaji Tajam Penglihatan
Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari
Snellen chart. (Jika pasien memakai kacamata sebagai
alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai
kacamatanya)
Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu,
mata kiri ditutup dengan penutup mata (alternatif:
pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga
baris huruf terkecil yang masih bisa dibaca.
Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam
bentuk pecahan. (Misalnya 20/60, dimana pembilang
(20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai
dalam pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah
angka besaran huruf yang tertera pada baris huruf
Snellen chart.)
Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf besar pada Snellen
chart, maka dapat dilakukan prosedur :
Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan
ekstensikan dua atau lebih jari, minta pasien
untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien
tidak dapat menghitung jari pemeriksa, maka
pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan
kembali meminta pasien untuk menghitung jari
pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa. Normalnya
menghitung jari (jari dapat dilihat secara
terpisah) dapat dilakukan dengan baik hingga
jarak 60 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat
gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian. Normalnya lambaian/gerakan
tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300
meter
Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan,
gunakan pen-light untuk memeriksa apakah
pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien
terhadap cahaya: persepsi cahaya, persepsi arah
cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak
dapat melihat cahaya maka visus pasien adalah 0
atau No Light Perception (NLP).
2. Pemeriksaan Pupil
Prosedur pemeriksaan gerakan pupil :
Melihat diameter pupil penderita (normal 3 mm).
Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri
(isokor atau anisokor).
Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk :
menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati
ada tidaknya miosis dan mengamati apakah
pelebaran pupil segera terjadi ketika cahaya
dialihkan dari pupil.
Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek :
mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang
tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya
mendapatkan sorotan cahaya langsung.
D. N. Trigeminus (N. V)
Adapun prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan fungsi motorik :
a. Meminta penderita untuk merapatkan gigi sekuat
kuatnya.
b. Pemeriksa mengamati muskulus masseter dan
muskulus temporalis (normal : kekuatan kontraksi
sisi kanan dan kiri sama).
c. Meminta penderita untuk membuka mulut.
d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris
dengan acuan gigi seri atas dan bawah (apabila ada
kelumpuhan, dagu akan terdorong ke arah lesi).
Pemeriksaan sensorik
Meminta pemeriksa menjulurkan lidah.
Meletakkan gula, asam garam, atau sesuatu yang pahit
pada sebelah kiri dan kanan dari 2/3 bagian depan lidah.
Meminta penderita untuk menuliskan apa yang
dirasakannya pada secarik kertas.
c. Pemeriksaan Schwabach
Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa (dengan anggapan pandengaran
pemeriksa adalah baik)
Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di
prosesus mastoideus penderita. Bila penderita sudah
tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka
segera garputala dipindahkan ke prosesus
mastoideus pemeriksa.
Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa
tidak akan mendengar suara mendenging lagi.
Keadaan ini dinamakan Schwabach normal.
Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka
pemeriksa masih mendengar suara getaran garputala
tersebut. Keadaan ini dinamakan Schwabach
memendek.
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
Pemeriksaan dengan Past Ponting Test
Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan
jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup penderita diminta
untuk mengulangi, normal penderita harus dapat melakukannya.
4. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa fungsi sensorik antara
lain adalah
Sentuhan ringan
diperiksa dengan ujung kapas yang ditempelkan ke satu titik dengan mata
pasien tertutup. Jangan menggoreskan kapas ke kulit karena sensasi ini
dapat dihantarkan oleh serabut nyeri.
Nyeri
sebaiknya diuji dengan lidi yang patah atau neuro-tip yang dirancang
khusus (berujung tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya dihindari
karena mudah menembus kutit dan dapat menimbulkan infeksi.
Sensasi getaran
biasanya berkurang atau hilang pada usia lanjut; namun, uji Ini bemianfaat
pada pasien yang dicurigai mengidap neuropati sensorik perifer. Uji
sensasi getaran terbaik adalah menggunakan garpu tala C128 Hz di
ekstrcmitas atas, ekstremitas bawah, dan badan.
Propriosepsi
sensasi posisi sendi harus diperiksa dengan mata pasien tertutup, Sistem
pemeriksaan sensasi posisi sendi di jari tangan dan kaki diperlihatkan di
gambar 1.13 dan1.14. Jari harus dipisahkan dari jari di sekitarnya dan
sendi yang diperiksa digerakkan ke atas dan ke bawah, Tanyakan arah
gerakan jari kepada pasien.
Suhu
jarang diperiksa rutin. Bila diindikasikan, cara termudah adalah mengisi
botol sampel darah atau tabung logam dengan air es atau air hangat. Ikuti
skema pemeriksaan persarafan dermatomal dan neuropati perifer.
Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur
koin sangat penting untuk uji ini. Sebuah koin diletakkan di telapak tangan
pasien dengan mata tertutup, dan pasien diminta untuk menjelaskannya.
Berat berbagai koin dapat dibandingkan dengan meletakkan koin yang
berbeda bersamaan di kedua tangan.
5. Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan fungsi motorik, meliputi :
A. Penilaian terhadap ketangkasan gerakan volunter
Gerakan volunter yang dimaksud ialah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa. Adapun teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut
Gerakan pada sendi bahu :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi bahu yang
meliputi : abduksi-adduksi, elevasi, fleksi-ekstensi, endorotasi-
eksorotasi.
2) Perhatikan apakah pasien dapat melakukan gerakan-gerakan
tersebut dengan mudah (bebas), dapat melakukan tetapi tidak
sempurna, misalnya bisa melakukan abduksi tetapi tidak
mencapai 90o (bebas terbatas), atau tidak dapat melakukan
gerakan sama sekali.
Gerakan pada sendi siku :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi siku yaitu:
fleksi-ekstensi, pronasi-supinasi.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
Gerakan pada sendi tangan :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi tangan
yaitu : fleksiekstensi, pronasi-supinasi.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
Gerakan jari-jari tangan :
1) Mintalah pasien untuk mengepalkan tangan, abduksi-adduksi
ibu jari.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
Gerakan pada sendi panggul :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi panggul
yang meliputi : fleksi-ekstensi, abduksi-ekstensi, endorotasi-
eksorotasi.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
Gerakan pada sendi lutut :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi lutut yang
meliputi : fleksi-ekstensi, endorotasi-eksorotasi.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
Gerakan pada sendi kaki :
1) Mintalah pasien untuk melakukan gerakan pada sendi kaki
yang meliputi : dorsofleksi-plantar fleksi, inversi-eversi.
2) Perhatikan apakah gerakannya bebas, bebas terbatas atau
terbatas.
6. Pemeriksaan Refleks
A. Refleks Fisiologis
Biseps
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m. Biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi
siku
Respons : fleksi lengan pada sendi siku.
Afferent : n. musculocutaneus (C5-6)
Efferenst: n. musculocutaneus (C5-6)
Triseps
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis (C 6-7-8)
Efferens : n. radialis (C 6-7-8)
Patella
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps
femoris.
Efferent : n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent : n. femoralis (L 2-3-4)
Achilles
Stimulus : ketukan pada tendon Achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.Gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
B. Refleks Patologis
Refleks Hoffman dan Tromner
Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien. Refleks Hoffmann
diperiksa dengan cara melakukan petikan pada kuku jari tengah.
Refleks Tromner diperiksa dengan cara mencolek ujung jari tengah.
Refleks Hoffmann-Tromner positif jika timbul gerakan fleksi pada
ibu jari, jari telunjuk, dan jari-jari lainnya.
Refleks Babinski
Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan
dimulai pada tumit menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral
telapak kaki, kemudian setelah sampai pada pangkal kelingking,
goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada pangkal jempol
kaki. Refleks Babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari
yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
Refleks Chaddock
Dilakukan goresan dengan ujung palu refleks pada kulit dibawah
maleolus eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari
proksimal ke distal). Refleks Chaddock positif jika ada respon
dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
Refleks Oppenheim
Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk pemeriksa, tulang
tibia pasien diurut dari atas ke bawah. Refleks Oppenheim positif
jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.
Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada otot betis pasien. Refleks Gordon positif
jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran dari jari-
jari yang lain.
Refleks Schaefer
Dilakukan pemijatan pada tendo Achilles penderita. Refleks
Schaefer positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai
pemekaran jari-jari yang lain.
7. Tes Koordinasi
1. Rapid Alternating Movement
a) Minta pasien untuk meletakkan salah satu tangan di paha pada
posisi telapak tangan di bawah.
Angkat tangan kemudian pukul paha.
Angkat tangan kembali sambil membalik telapak tangan
sehingga punggung tangan di sebelah bawah
Kemudian pukul paha dengan punggung tangan di
tempat yang sama.
Minta pasien untuk mengulangi gerakan ini secara
bergantian secepat mungkin.
Perhatikan kecepatan, irama, dan kelancaran gerakan.
Ulangi untuk tangan yang lainnya
b) Minta pasien untuk menekan distal joint ibu jari dengan ujung
jari telunjuk berulang-ulang secepat mungkin
Sekali lagi, amati kecepatan, irama, dan kelancaran
gerakan.
Ulangi untuk tangan yang satunya.
Tangan yang tidak dominan biasanya kurang baik
dibanding yang dominan.
2. Point-To-Point Movement
a) Telunjuk-Hidung
Dengan jari telunjuknya, mintalah pasien untuk
menyentuh jari telunjuk Anda.
Kemudian minta pasien menyentuh hidungnya.
Lakukan gerakan ini secara bergantian beberapa
kali. Gerakkan jari Anda ke berbagai arah agar
pasien berusaha mencapainya.
Perhatikan akurasi kelancaran gerakan dan
perhatikan adanya tremor. Biasanya gerakan yang
timbul halus dan akurat.
b) Tangan-Jari
Sekarang tahan jari Anda di satu tempat sehingga
pasien bisa menyentuhnya dengan satu tangan dan
jari teregang.
Mintalah pasien mengangkat lengan ke atas kepala.
Kemudian minta pasien menurunkan/ menjatuhkan
lengannya ke bawah untuk menyentuh jari Anda.
Setelah beberapa kali diulangi, minta mencoba
beberapa kali lagi dengan mata tertutup.
Ulangi untuk tangan lain.
Biasanya seseorang berhasil menyentuh jari
pemeriksa dengan mata terbuka maupun tertutup.
Manuver ini untuk tes merasakan posisi dan tes
fungsi dari labirin dan otak kecil.
c) Tumit-Lutut
Mintalah pasien untuk meletakkan satu tumit di
lutut kaki yang berlawanan
Kemudian geser tumit dengan menyusuri tulang
kering sampai jempol kaki.
Nilai kelancaran dan ketepatan gerakan.
Ulangi dengan mata tertutup sebagai tes untuk
merasakan posisi.
Ulangi kaki yang satunya.
3. Gait
a) Berjalan
Minta pasien untuk berjalan menyeberangi ruangan
atau di lorong, kemudian berputar dan kembali.
Amati postur, keseimbangan, ayunan tangan, dan
gerakan kaki. Biasanya keseimbangan mudah,
lengan ayun di sisi badan, dan dilakukan dengan
lancar.
b) Berjalan Tandem
Posisikan tumit kaki yang satu berdekatan dengan
jempol kaki yang lain dalam satu garis lurus.
Minta pasien untuk berjalan dengan pola yang sama
Positif bila simpangan 30 derajat, atau 1 meter
c) Berjalan Jinjit-Tumit
Pinta pasien untuk berjalan jinjit.
Kemudian pinta pasien untuk berjalan dengan
menggunakan tumit.
Tes ini sensitif masing-masing untuk plantar fleksi
dan dorsofleksi serta untuk tes keseimbangan.
d) Melompat di tempat
Lakukan tes ini pada pasien yang tidak terlalu sakit.
Minta pasien untuk jalan di tempat tetapi saat
menjejakkan kaki dilakukan sambal melompat.
Gerakan ini membutuhkan koordinasi otot dan
posisi yang baik serta fungsi cerebellar yang normal
f) Untuk pasien yang sudah tua atau kurang kuat pada test d)
dan e) diganti dengan :
Minta pasien untuk duduk, kedua tangan diletakkan
diatas kedua paha
Tanpa bantuan kedua tangan minta pasien untuk
berdiri dari posisi duduk
4. Sikap
a) Tes Romberg
Hal ini terutama tes rasa posisi
Minta pasien berdiri dengan kedua kaki dirapatkan
bersama-sama
Kemudian minta pasien menutup kedua matanya
selama 20 sampai 30 detik
Nilai kemampuan pasien untuk mempertahankan
postur tegaknya. Biasanya hanya sedikit bergoyang