Anda di halaman 1dari 10

PENGKAJIAN NEUROLOGI

Sistem persarafan / neurologi merupakan sistem yang paling sentral bagi


fungsi kehidupan manusia sehingga pengkajian sistem neurologi dapat
menggambar kondisi sistem-sistem yang lain.
Fungsi utama sistem persarafan adalah sebagai fungsi tambahan sistem
persarafan adalah sebagai transmitor implus-implus saraf antara berbagai bagian
tubuh dan sebagai sistem yang mengontrol ketanggapan mental.
Sistem persarafan terdiri atas sistem saraf pusat (otak, medula spinalis)
dan sistem saraf periferal (12 pasang saraf kranial, 31 pasang saraf spinal), saraf-
saraf autonomus dan ganglia).
Tujuan utama pengkajian persarafan dari segi perspektif medis adalah
untuk mendiagnosa, mendeterminasi adanya penyakit, lokasi, perkembangan
penyakit saraf serta sebagai upaya penentuan pengobatan.

Kesadaran Fungsi
Kesadaran Sadar
Ketanggapan diri
Mentasi Berfikir
Mengingat
Menerima
Bahasa
Pemecahan masalah
Gerakan Ekspresi (wajah)
Bicara
Berjalan
Makan (mengunyah, menelan)
Cara bergerak
Makan (mengunyah, menelan atan kombinasi antara)
Melihat gerakan sensasi
Sensasi Membau
Mendengar
Merasakan (rabaan, suhu, nyeri, tekanan, posisi, bentuk,
ukuran dan lain-lain)
Fungsi regulasi Makan (ingesif, digesti)
Integrasi Eliminasi
Bernapas
Sirkulasi
Pengontrolan suhu
Respon seksual
Emosi
Pola pemecahan Kemampuan merawat diri
masalah terhadap Kemampuan berperan
kecacatan / Coping (beradaptasi, coping, dukungan, pertumbuhan)
kelemahan (Coping)

Riwayat kesehatan
Pengkajian yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi pesien,
misalnya pada pasien cidera kepala yang mengalami kesulitan dalam mengingat
dan berkomunikasi, wawancara untuk mengumpulkan data riwayat

Kesadaran
Kesadaran diri diuji dengan cara yang sederhana misalnya dengan
memberi pertanyaan pada pasien tentang siapa namanya, sekarang hari/tahun
berapa; Dimana ia sekarang dan lain-lain.
Secara umum kesadaran/kewaspadaan dapat pula di uji dengan
menggunakan Glassgow Coma Scale (GSC), khususnya pada pasien yang
mengalami cidera berat atau pasien yang diperkirakan akan mengalami
kemunduran kesadaran dengan cepat. Glassgow Coma Scale mempunyai tiga
parameter yang diobservasi yaitu: keadaan mata membuka, respon verbal dan
respon motorik

Mentasi
Mentasi merupakan segala aktivitas yang memerlukan penyatuan/integrasi
perhatian, memori dan proses brfikir yang tergantung pada kondisi kortek serebri
yang diaktifasi retikular. Pengujian mentasi meliputi : serebri yang diaktifasi
retikular. Pengujian mentasi meliputi : perhatian/atemsi, mengingat,
perasaan/afektif, bahasa, berfikir dan persepsi spasial.
Perhatikan/etensi diuji dengan cara pasien disuruh mengulang serderatan
bilangan misalnya (2-4-3-2-1) dari depan dan dari belakang. Cara lain dapat
dilakukan misalnya dengan cara pasien disuruh mengulang beberapa kata seperti
“ambil majalah itu, buka halaman lima, dan tutup kembali”.Orang yang normal
biasanya dapat megulang hal-hal tersebut.
Perasaan/afektif diamati dengan cara menanyakan misalnya bagaimana
perasaan pasien apakah gembira,sedih, berduka.Untuk mengetahui peranan
pasien, maka perlu juga diadakan pengamatan mengenai ekspresi wajah dan
gerakan tubuhnya.

Pergerakan
Pergerakan merupakan fungsi keseluruhan yang mengacu pada koordinasi
aktivitas muskuloskeletal secara volunter dan otomatis. Pengkajian dasar terhadap
pergerakan meliputi cara melihat, berbicara, makan, bergerak dan berjalan pasien.
 Menguji kekuatan otot
sternokleidomastroid (saraf kranial XI).Anjurkan pasien memutar kepala
menentang penahanan dari tangan pemeriksa, lakukan palpasi pada otot
sterno-kleidomastoid
 Untuk menguji kekuatan otot,
pasien dianjurkan menaikkan kedua lengan melawan penahanan dari
pemeriksa
 Untuk menguji bisep dan
trisep (fleksor dan ekstensor), pasien disuruh menarik dan mendorong
lengan melawan penahanan pemeriksa.
 Untuk menguji fleksor dan
ektensor pergelangan tangan, suruh pasien memfleksikan dan
mengektensikan pergelangan tangan menentang penahanan.
 Untuk menguji kekuatan otot
tangan, suruh pasien membuka jari-jari menentang penahanan
pemerikasaan.
 Untuk menguji fleksi dan
ekstensi ekstrimitas bawah serta kekuatan tulang panggul diuji dengan
pasien mengangkat kaki menentang penahanan dari pemeriksa.Kekuatan
tungkai atas di kaji dengan dengan cara menyuruh pasien melakukan fleksi
dan ekstensi lutut menentang penahan dari pemeriksa.

Sensasi
Respon verbal merupakan hal yang penting dalam pengkajian sensasi
karena sebagian besar sensasi merupakan fenomena subyektif. Dalam setiap
pengujian sensasi, maka mata pasien harus dalam keadaan tertutup dan intruksi
pada pasien diberikan secara jeli, sehingga pasien tidak memberikan jawaban
yang tidak benar.Aspek-aspek yang dikaji dalam pengkajian sensasi meliputi
pengkajian sensasi khusus (penglihatan, pembauan dan pendengaran), sensasi
somatis (perasaan) dan sensasi kortikal.

Regulasi integrasi
Fungsi regular integrasi diintegrasikan oleh beberapa tingkat sistem saraf,
yang mempunyai komponen sistem saraf otonom.Misalnya pernapasan
merupakan suatu fungsi otonom yang normalnya diatur oleh kumparan balik
antara oragan-organ (paru-paru), batang otak dan kemoreseptor periferal.
Pengkajian regulasi integrasi merupakan pengkajian keperawatan
kompetensif pada semua area fungsi yang penting bagi kehidupan.Ini meliputi
pernapasan , sirkulasi, ingesti-digesti, eliminasi, respon seksual dan
emosi.Apabila dalam pelaksanaannya hanya dilakukan pengkajian neurologi saja,
maka regulasi integrasi harus dikaji. Tapi bila pengkajian fisik dan neorologi
dilakukan, fingsi regulasi terintegrasi dapat diketahui dari hasil pengkajian fisik.
PENGKAJIAN FISIK

Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composments / kesadaran penuh
 Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus
minimal, tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan
lingkungan.
2. Letthargic : Kesadaran
 Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak
seperti enggan bicara.
 Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal,
mungkin klien dapat berespon dengan cepat.
 Dengan pertanyaan kompleks akan tampak
bingung.
3. Obtuned
 Klien dengan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon, misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan
kalimat membingungkan.
4. Stuporus
 Klien dengan rangsangan kuat tidak akan
memberikan rangsanga verbal.
 Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan
stimulus.
5. Koma
 Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan
stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil.
Glasgow Coma Scale (GSS) :
Didasarkan pada rerpon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik
(motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling
baik (normal) sampai yang paling jelek.Jumlah “total scoring” paling jelek
adalah 3 (tiga) sedangakan paling tidak (normal) adalah 15.
Score : 3-4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
< 7 : koma
> 11: moderate disablity.
15: composmentis.
Adapun scoring tersebut adalah :

RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata 3

 Terhadap nyeri membuka mata 2

 Tidak ada respon 1


2. Motorik = Motoric response (M0
 Menurut perintah 6
 Dapat melokalisir 5
rangsangan sensorik di kulit (raba)
 Menolak rangsangan nyeri 4
pada anggota gerak 3

 Menjauhi rangsangan nyeri 2

(fleksi abnormal) 1

 Ekstensi abnormal
 Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung 4

 Kata-kata respon tidak tepat 3

 Respon suara tidak 2

bermakna 1

 Tidak ada respon.


Saraf kranial :

1. Test nervus I (Olfactory)


 Fungsi penciuman
 Test pemerikasaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II (Optikus)


 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang.
 Test aktifitas visual , tutup satu mata klien
kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri,
pemeriksaan dikanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda
tersebut,ulangi mata kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Ocumotorius, Trochlear dan Abducens)


 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi
pupil mata (N III).
 Test N III (respon pupil terhadap cahaya),
menyorot senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang
dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi
pupil kena sinar.
 Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah
kanan.Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan
kapas pada kelopak mata atas dan bawah.Refleks kornea langsung maka
gerakan mengedip ipsilateral.Refleks kornea consesual maka gerakan
mengedip kontralateral.Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan
mendibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh
mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.

5. Test nervus VII (Facialis)


 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior
lidah, terhadap asam , manis, asin pahit.Klien tutup mata, usapkan larutan
berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengan cara
meminta klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksaan berusaha membukanya.

6. Test nervus VIII (Acustikus)


 Fungsi Sensorik :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksaan berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)


 NIX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3
posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus.Bagian parasimpatik N IX mempersaraf M.Salivarius
inferior.
 N X, memersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum
lunak.
 Test : inspeksi garakan ovula (saat klienn menguap
“ah”) apakah simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior
dinding pharynx dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)


 Klien disuruh menoleh kesamping melawan
tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ?
kemudian palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemerikasaan
berusaha menahan --- test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan
memasukan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke
kanan.

Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer.Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = Normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu di anggap abnormal
( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++ )

Anda mungkin juga menyukai