Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NANIK WINARTI

KELAS : 2B (S1
KEPERAWATAN)

NIM : 143210082

TUGAS : IKD 2 (IBU DWI)


PEMERIKSAAN GCS (GLASGOW COMA SCALE) ATAU KESADARAN

GCS (Glasgow Coma Scale ) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak ) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata
(Eye), bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat
(score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.
Namun, hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan bayi jelas berbeda, karena perbedaan
respon antara orang dewasa dan bayi saat diberi rangsangan..
1. Pada orang Dewasa
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang), disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
2. Pada Anak/Bayi
Eye (Respon membuka Mata)
(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon
Verbal (bicara)
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan)
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
( GAMBAR PEMERIKSAAN GCS)

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6),
sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua
mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M
normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS
tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika
ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma

Derajat Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian
terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan
suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja.
Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh
menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.

Kualitas Kesadaran
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh
tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan


perilaku dan gangguan emosi.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)

Yang paling penting, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pada waktu kita
melakukannya ke pasien, yaitu :
a. Pemeriksaannya dilakukan secara bersamaan

Pada prakteknya, tindakan mengobservasi EMV dapat dilakukan dalam satu waktu. Jadi tidak selalu
harus satu persatu. cth : Eye dulu baru Motorik. Dan akan lebih efektif apabila kita melakukannya secara
langsung. Seperti contoh pada kasus Severe HI. pada waktu kita memberikan rangsangan nyeri, kita dapat
langsung memeriksa ketiga-tiganya (EMV).

b. Teknik bertanya yang tepat

Pertanyaan harus jelas dan keras.(Khusus pasien Composmentis dan Somnolent). Jangan ragu untuk
mengeluarkan suara keras dalam bertanya kepada pasien. Apalagi kalau pasien sudah terlihat tanda-tanda
penurunan kesadaran.

c. Teknik memberikan rangsangan rangsangan nyeri yang tepat

Sesuai dengan judulnya, tujuan tindakan ini adalah memberikan rangsangan nyeri atau sakit. Ada
beberapa teknik dalam memberikan rangsang nyeri yaitu :

- Menekan dengan keras Prosesus Xipoideus/ulu hati dengan ibu jari. Harus keras

- Menekan ujung kuku tangan dengan pulpen/atau dengan jepitan jari.

- Menekan bagian tulang kelopak mata (apa ya nama anatominya he......3x)

- Mencubit/memilin puting susu dengan keras.

Mengapa teknik cubitan (misalnya di lengan) tidak dipakai dalam memberi rangsang nyeri?

Tidak ada literatur yang jelas membahas alasan perawat tidak menggunakan teknik cubitan. Tapi secara
rasional mungkin...ya mungkin alasannya adalah pertama agar nyerinya tidak menetap seperti dicubit dan
yang kedua tidak meninggalkan bekas atau jejas.

Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh mahasiswa dan perawat pemula adalah mereka tidak
memberikan rangsang nyeri tidak benar. sehingga respon yang keluar tidak sesuai. Dan ingat....jangan
memberikan rangsangan nyeri dengan cara cubit-cubitan dengan pasien.

http://dwiyantiorinis.blogspot.com/2013/11/pemeriksaan-gcs-pada-orang-dewasa-dan.html

http://yuudi.blogspot.com/2012/06/gcs-glasgow-coma-scale.html

http://portalperawat.blogspot.com/2009/05/melakukan-pemeriksan-gcs-dengan-baik.html

Anda mungkin juga menyukai