Anda di halaman 1dari 8

MENGUKUR TEKANAN DARAH SISTOLE DAN DIASTOLE

A. Tujuan
1. Mengukur tekanan darah sistole dan diastole.
B. Dasar Teori
1. Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap pembuluh darah. Tekanan
darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah
disebabkan peningkatan volume darah atau penurunan elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya,
penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah.
Darah yang dipompa oleh jantung akan mengalir ke dalam pembuluh darah arteri. Pada saat
darah mengalir kedalam arteri, arteri meregang namun karena sifatnya yang elastis arteri akan
kembali ke ukuran semula dan dengan demikian darah akan mengalir ke daerah yang lebih distal.
2. Tekanan sistole dan diastole
Tekanan darah sistole merupakan tekanan darah yang terukur saat ventrikel kriri jantung
berkontraksi (sistole). Darah mengalir dari jantung ke pembuluh darah sehingga pembuluh darah
teregang maksimal. Pada pemeriksaan fisik,bunyi “lup” pertama yang terdengar adalah tekanan
sistole (Korotkoff). Tekanan darah sistole pada orang normal rata-rata 120 mmHg.
Tekanan darah diastole merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat jantu ng berelaksasi
(distole). Pada saat diastole, tidak ada darah mengalir dari jantung ke pembuluh darah sehingga
pembuluh darah dapat kembali ke ukuran normalnya sementara darah didorong ke bagian arteri yang
lebih distal. Pada pemeriksaan disik, tekanan darah diastole dapat ditentukan melalui bunyi “dup”
terakhir yang terdengar (korotkoff V). Pada orang normal, rata-rata diastole adalah 80 mmHg.
Tekanan darah sistole maupun diastole merupakan salah satu indikator parameter fungsi
fisiologis hewan terutama untuk manusia. Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan
menempatkan alat pengukur pada pembuluh darah arteri. (Heru & Tri,2013).
3. Prinsip pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan menggunakan alat yang disebut sphygnomanometer. Sabuk dari
sphygnomanometer diletakkan di atas arteri brakialis. Stetoskop juga digunakkan untuk mendengar
denyut. Tekanan dinaikkan hingga tidak terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan sabuk
melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalammnya.
Kemudian, secara perlahan-lahan tekanan sabuk dikurangi sehingga terdengar bunyi “dup” pertama
(Korotkoff 1). Denyut pertama ini menggambarkan tekanan darah sistolik dan pada saat ini
pembuluh darah yang sebelumnya tidak teraliri darah mulai mengalirkan darah kembali. Denyutan
terdengar disebabkan penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran laminar/turbulen dari
darah yang perlahan memasuki pembuluh darah.
Ketika tekanan sabuk terus menerus diturunkan sexara perlahan, bunyi denyut juga akan
terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut terakhir menggambarkan tekanan
darah diastolik (Korotkoff V) . Bunyi denyut akhirnya menghilang karena tekanan sabuk telah turun
di bawah tekanan pembuluh darah sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting
dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam
arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuk suatu aliran darah yang menetap.
Jantung bekerja sebagai pompa darah, karena dapat memindahkan darah dari pembuluh vena
ke pembuluh arteri pada sistem sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung dengan cara
mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga dapat menimbulkan perubahan tekanan darah di dalam
sistem sirkulasi.
C. Alat dan Bahan
1. Tensimeter (sphygmomanometer) dengan sabuk tekannya.
2. Stetoskop
D. Cara Kerja
1. Melilitkan sabuk tekan yang telah dilengkapi dengan pompa dan Tensimeter
(sphygmomanometer) pada lengan atas tepatnya di atas sendi siku. Meletakkan kepala stetoskop
pada bawah sabuk tekan tepat di atas arteri radialis selanjutnya mendengarkan suara denyut
jantung. Memompa hingga sabuk tekan menekan lengan dan suara degub jantung tidah terdengar
lagi. Setelah itu mengendorkan sekrup pengatur pada pompa sedemikian rupa sehingga udara
keluar dan memantau suara jantung dengan seksama. Apabila suara jantung terdengan
(koroskof), maka hal itu menunjukkan tekanan sistole, meneruskan penggembosan dan
memonitor terus suara jantung sampai tidak terdengar lagi, pada saat itulah merupakan tekanan
diastole.
2. Melakukan pengukuran beberapa kali pada keadaan biasa ddan keadan segera setelah melakukan
aktivitas.

Penilaian tingkat Kesadaran, Pemeriksaan GCS (Glasglow Coma Scale)

1. Definisi
Penilaian Tingkat kesadaran adalah Suatu mekanisme penilaian dalam dunia medis / dunia
kesehatan yang bertujuan untuk mengukur kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/menilai
tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian
dengan skala ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah
diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.
Sedangkan pengertian Glasgow Coma Scale dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI,
2006 adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien, apakah pasien itu
dalam keadaan koma ataukah tidak, dengan menilai respon pasien terhadap rangsang yang kita
berikan.
Teknik penilaian dengan GCS terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan
oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan
respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15 berarti
pasien normal.

2. Macam-macam tingkat kesadaran menurut GCS


a. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kondisi pasien sadar penuh baik terhadap lingkungan atau dirinya
sendiri. Nilai GCS: 15 – 14.
b. Apatis.
Apatis adalah kondisi pasien dimana tampak acuh tak acuh & segan terhadap lingkungannya.
Nilai GCS: 13 – 12 .
c. Delirium.
Delirium adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran disertai dengan kekacauan
motoric dan siklus tidur bangun terganggu. Nilai GCS: 11 – 10.
d. Somnolen.
Somnolen adalah kondisi pasien mengantuk yang dapat kembali pulih bila dirangsang, akan
tetapi bila rangsangan itu berhenti maka pasien akan tidur kembali. Nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (Sopor).
Stupor atau sopor adalah kondisi pasien mengantuk yang dalam. Nilai GCS: 6 – 5.
f. Koma ringan (Semi koma).
Koma ringan adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respon rangsang terhadap rangsang verbal, dan tidak mampu untuk dibangunkan sama sekali,
akan tetapi respon terhadap nyeri tidak adekuat dan reflek (pupil & kornea) masih baik. Nilai
GCS: 4.
g. Koma.
Koma adalah kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran yang sangat dalam, dan tidak
terdapat respon pada rangsang nyeri dan juga tidak ada gerakan spontan. Nilai GCS: 3.

3. Pemeriksaan GCS :
a. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

b. Verbal (respon verbal) :


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang), disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

c. Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

4. Tabel Skor Pemeriksaan GCS


Pengukuran Respon Skor
Eye (Respon membuka mata) Spontan Membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal (Respon verbal / Berorientasi baik 5
bicara) Bingung, berbicara mengacau, disorientasi tempat dan 4
waktu.
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang) 2
Tidak bersuara 1
Motorik (Respon gerak) Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus 5
saat diberi rangsang nyeri)
Withdraw (menghindar / menarik extremitas atau tubuh 4
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 3
Extensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Nilai Normal GCS 15

Macam-macam bentuk, ukuran dan kegunaan abocath

Menurut Darmawan (2008), definisi infuse adalah salah satu cara atau bagian dari sebuah
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien melalui pembuluh darah. Untuk
melakukan prosedur tindakan pemasangan infus, salahs atu alat dan bahan yang wajib digunakan yaitu
jarum infuse atau dalam dunia medis biasa disebut abocath.Pemilihan jenis serta ukuran Abocath teramat
sangat menentukan mengenai tingkat keberhasilan dalam melakukan pemasangan infuse terhadap pasien,
karena tergantung dari pemilihan ukuran, bentuk serta fungsi yang harus sesuai dengan ukuran vena pasien,
selain dari kondisi pasien serta kemampuan pemasang abocath itu sendiri tentunya.
Adapun menurut Potter (1999) ukuran jarum infuse berbeda-beda dan memiliki standar internasional, yaitu :
1. Ukuran 14G, Kode warna ORANYE
Diperuntukan bagi pasien dengan kondisi massive trauma.
2. Ukuran 16G, Kode warna ABU-ABU
Diperuntukan bagi pasien anak denganusia di atas 8 tahun dan dewasa, pasien dengan trauma, pasien dengan
indikasi bedah mayor, serta dengan kondisi pasien yang diperlukan terapi sejumlah besar cairan infuse perlu
diberikan kepada pasien, sehingga pemasangan jarum infuse ukuran 16 umumnya digunakan pada vena
besar.
3. Ukuran 18G, Kode warna HIJAU
Diperuntukan bagi pasien anak dengan usia 1 – 8 tahun serta anak di atas usia 8 tahun dan dewasa, biasanya
dipergunakan untuk melakukan tindakan pemberian cairan darah, komponen darah serta cairan kental
lainnya. Pemasangan jarum infus ukuran 18 pada vena besar.

4. Ukuran 20G, Kode warna PINK


Diperuntukan bagi pasien anak denganusia 1 – 8 tahun serta anak di atas usia 8 tahun dan dewasa. Sering
digunakan untuk menginfus darah, komponen darah serta cairan infuse kental lainnya.
5. Ukuran 22G, Kode warna BIRU
Diperuntukan bagipasien anak dengan usia 1 – 8 tahun serta dewasa usia lanjut. Jarum infuse ukuran 22
dapat dipergunakan untuk menginfus sebagian besar cairan infuse dan
relatiflebihmudahuntukmelakukan insersike vena ygkecil, tipis danrapuh. Kecepatan tetesan pada
penggunaan jarum infus ukuran 22 harus dipertahankan pada tetesan lambat.
6. Ukuran 24G, Kode warna KUNING
Diperuntukan bagi pasien dengan usia di bawah 1 tahun (nenonatus, bayi, anak) dan dewasa
usialanjut. Jarum infuse ukuran 24 dapat dipergunakan untuk menginfus sebagian besar cairan infuse dan
relative sangat mudah untuk melakukan insersike vena yang sangat kecil, tipis dan rapuh. Kecepatan tetesan
pada penggunaan jarum infus ukuran 24 harus dipertahankan pada tetesan lambat atau biasa disebut micro
drip.
7. Ukuran 26G, Kode warna VIOLET
Diperuntukan bagi pasien dengan usia di bawah 1 tahun (nenonatus, bayi, anak) dan dewasa usia
lanjut. Jarum infuse ukuran 26 dapat dipergunakan untuk menginfus sebagian besar cairan infuse dan
relative sangat mudahuntuk melakukan insersike vena yang sangat kecil, tipis dan rapuh namun jarum
infuse ukuran 26 ini sangat jarang digunakan karena para tenaga medis biasanya cukup menggunakan jarum
infus ukuran 24. Kecepatan tetesan pada penggunaan jarum infuse ukuran 26 harus dipertahankan pada
tetesan yang sangat lambat atau biasa disebut micro drip.

Warna ukuran jarum infuse serta perbandingan besaran dan diameter masing-masing jarum
LOKASI VENA UNTUK PEMASANGAN INFUS

1. Macam-macam vena :
a. Vena digitalis
Vena digitalis terdapat pada punggung tangan yang mengalir di sepanjang sisi lateral jari
tangan dan terhubung ke vena dorsalis oleh cabang-cabang penyambung.
b. Vena Dorsalis Superfisialis
Vena ini terletak di metakarpal atau punggung tangan yang berasal dari gabungan vena-vena
digitalis yang berasal dari jari-jari tangan. Vena digitalis ini adalah pilihan vena nomor dua
setelah vena digitalis jika tidak berhasil.

b. Vena Sefalika
Vena sefalika merupakan pembuluh darah vena yang terletak di lengan bagian bawah pada posisi
radial lengan yang posisinya sejajar dengan ibu jari. Vena ini berjalan ke atas sepanjang bagian luar
dari lengan bawah dalam region antekubiti. Vena sefalika lebih kecil dan biasanya lebih melengkung
dari vena basilika.

c. Vena Basilika
Vena basilika ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah. Vena ini berjalan ke atas pada bagian
posterior atau belakang lengan dan kemudian melengkung ke arah permukaan anterior atau region
antekubiti. Vena ini kemudian berjalan lurus ke atas dan memasuki jaringan yang lebih dalam.
d. Vena Mediana Kubiti
Vena mediana atau antekubiti merupakan vena yang berasal dari vena lengan bawah dan umumnya
terbagi dalam dua pembuluh darah, satu berhubungan dengan vena basilika dan yang lainnya
berhubungan dengan vena sefalika. Vena mediana kubiti ini biasanya digunakan untuk pengambilan
sampel darah.

Gambar untuk semua vena :

Anda mungkin juga menyukai