Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR HEMODIALISA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Di Ruang Hemodialisa

RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Oleh :

NAMA : EUODIA TRIANA MARGARETA

NIM : 16.1228

SEMESTER : VI (ENAM)

AKADEMI KEPERAWATAN PRAGOLOPATI PATI


TAHUN AJARAN 2018/2019
KONSEP DASAR HEMODIALISA

A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat.
(Nursalam, 2009)
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser
yang terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh
pasien.
(Baradero Mary, dkk., 2009)
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa
nitrogen yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti
kalium, fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik,
khususnya pada gagal ginjal terminal.
(GGT) (Hartono, 2009)

B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis (Muttaqin
& Sari, 2011).
Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai
tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita
6.
C. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa, yaitu :
1. Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

D. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa


1. Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali seminggu
dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali seminggu dengan
setiap hemodialisa selama 4 jam (Suwitra, 2006).
2. Kecukupan dosis hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea reduction
ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan
mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum
pascadialisis dengan kadar ureum pascadialisis. Kemudian, perhitumgan nilai
Kt/V juga memerlukan kadar ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan
pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis
dalam satuan jam. Pada hemodialisa dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis
dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4 (Swartzendruber et
al., 2008).

E. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengan dialyzer dan
selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat mengganggu
cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu
antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Terapi yang
digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
1. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena mudah
diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan oleh tubuh.
Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan oleh faktor
kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang
menyediakan hemodialisa, yaitu :
a. Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal 30-50
U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian dilanjutkan
750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian
heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
b. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi tunggal 30-50
U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
c. Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan ringan
sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan lebih rendah
daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama proses
hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum
hemodialisa selesai.
2. Heparin-free dialysis (Saline)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan berat atau
tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan normal
saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan dengan arteri setiap 15-30
menit sebelum hemodialisa. Heparin-free dialysis sangat sulit untuk
dipertahankan karena membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250
ml/menit), dialyzer yang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian
ultrafiltrasi yang baik.
3. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami perdarahan,
sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh menerima
heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya pembekuan,
maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan heparin adalah
dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan
arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian,
akan sangat berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis
dan kembali ke tubuh pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada
saat pemberian trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri
sebaiknya juga diimbangi dengan pemberian kalsium klorida dalam selang yang
berhubungan dengan vena. (Swartzendruber et al., 2009).

F. Diet Pasien Hemodialisa


Menurut Suwitra 2009, diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat perburukan
fungsi ginjalnya. Sehingga, ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya
yaitu :
1. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,
2. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan fungsi
sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
3. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
4. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
5. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan darah dan
edema.
Menurut Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan (2011), hal yang
harus diperhatikan pada diet pasien hemodialisis :
1. Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium)
Natrium banyak terkandung dalam garam dapur (natrium klorida). Bagi penderita
gagal ginjal, hindari makanan yang mengandung natrium tinggi. Terlalu banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium menyebabkan kita
menjadi banyak minum, padahal asupan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik
perlu dibatasi. Asupan garam yang dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5-5 gr
garam/hari. Nilai normal natrium adalah 135-145 mmol/L.
Pantangan besar :
a. Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
b. Manisan dan asinan
c. MSG/ Vetsin/ Moto
d. Ikan asin dan daging asap
e. Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai normalnya
adalah  3.5-5.5 mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur. Kalium memiliki
peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama otot jantung)  dan sel    saraf.
Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium, namun pada pasien,
kemampuan tersebut menurun, sehingga  dapat terjadi akumulasi/ penimbunan
kalium dalam darah. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih
berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. 
Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi kalium
darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik
jantung. Kadar kalium yang sangat tinggi akan membuat otot melemah,
mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan kematian. Pilih buah/sayur
yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium
a. Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya,  apricot, kismis, prune.
b. Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang kol.
2. Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk
membangun massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik maka
kadar fosfor naik sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran darah tetap stabil,
pasokan kalsium diambil dari tulang sehingga massa kalsium dalam tulang
menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan tulang mudah retak atau patah.
Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-1.200 mg, sedangkan kalsium 1.000
mg. Agar dapat menyeimbangkan jumlah keduanya, sebaiknya perhatikan
kandungannya dalam bahan makanan.  
Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5  mg/dl, sedangkan kalsium : 8,4-
10,2 mg/dl. Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal
tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang tinggi
dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga
kadar kalsium dalam darah meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh,
gatal2, tulang nyeri dan mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
a. Produk susu     : susu, keju, yoghurt, es  krim.
b. Produk sereal   : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
c. Sayuran    : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.
d. Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur, sarden,
ikan bilis.
Tips Untuk Diet Fosfor :
a. Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
b. Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium karbonat
(CaCO3) dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di pertengahan
makan agar efektif.
3. Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih karena
fungsi ekskresi ginjal yang terganggu.  Asupan cairan dalam 24 jam setara dengan
urin yang dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal dari pengeluaran cairan
dari keringat dan BAB). Ingat juga bahwa makanan berkuah tetap dihitung
sebagai cairan.
Pantangan besar : Air kelapa dan minuman isotonic
Dengan perhatian khusus : kopi, susu, teh, lemon tea.
Tips mengurangi rasa haus :
a. Kurangi konsumsi garam.
b. Mengisap/mengkulum es batu.
c. Mengunyah permen karet
Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien gagal
ginjal kronik dengan terapi hemodialisa :
a. Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.
b. Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu makan
pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan kesukaan
pasien.
c. Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik dibuat dalam
bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus, dipanggang, dibakar,
digoreng.
d. Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu mengurangi
garam dan menghindari bahan makanan sumber natrium lainnya, seperti
minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin, makanan yang
diawetkan, vetsin, bumbu instan.
e. Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga menimbulkan
selera.
f. Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan sebagai
penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan, karena
mengurangi nafsu makan.
g. Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu seperti
bawang, jahe, kunyit, salam, dll
h. Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran, buah,
dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-potong kemudian
rendamlah bahan makanan dalam air pada suhu 50-60 derajat celcius (air
hangat) selama 2 jam, banyaknya air 10 kali bahan makanan. Air dibuang dan
bahan makanan dicuci dalam air mengalir selama beberapa menit. Setelah itu
masaklah. Lebih baik lagi jika air yang digunakan untuk memasak banyaknya
5 kali bahan makanan.

G. Komplikasi Tindakan Hemodialisa


Menurut Tisher dan Wilcox (1997) dalam Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
Menurut Rendy dan Margareth (2012), komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa
yang sering terjadi pada saat terapi seperti: hipotensi, kram otot, mual atau muntah,
sakit kepala, sakit dada, gatal-gatal, demam dan menggigil, kejang.

H. Prosedur
1. Persiapan sebelum hemodialisa
a. Persiapan pasien
1) Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD
(instruksi dokter)
2) Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau tidak
bisa dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh
dokter spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi oleh dokter
penanggung jawab HD.
3) Apabila pasien berasal dari luar RS ( traveling ) disertai dengan surat
traveling dari RS asal.
4) Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
5) Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
6) Keadaan umum pasien
7) Keadaan psikososial
8) Keadaan fisik (ukur TTV, BB, warna kulit, extremitas edema +/-)
9) Data laboratorium: darah rutin,GDS,ureum, creatinin, HBsAg, HCV, HIV,
CT, BT
10) Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
b. Persiapan mesin
1) Listrik
2) Air yang sudah diubah dengan cara:
a) Filtrasi
b) Softening
c) Deionisasi
d) Reverse osmosis
3) Sistem sirkulasi dialisat
a) Sistem proporsioning
b) Acetate / bicarbonate
4) Sirkulasi darah
a) Dializer / hollow fiber
b) Priming
c. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfusi set
3) Normal saline 0.9%
4) AV blood line
5) AV fistula
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Sarung tangan
12) Mangkok kecil
13) Desinfektan (alkohol/betadin)
14) Klem
15) Matkan
16) Timbangan
17) Tensimeter
18) Termometer
19) Plastik
20) Perlak kecil
d. Langkah-langkah
1) Setting dan priming
a) Mesin dihidupkan
b) Lakukan setting dengan cara: keluarkan dialyzer dan AV blood line
dari bungkusnya, juga slang infus / transfusi set dan NaCl (perhatikan
sterilitasnya)
c) Sambungkan normal saline dengan seti infus, set infus dengan selang
arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan selang
darah venous
d) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump
dengan menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis
berputar sesuai arah jarum jam)
e) Bukalah klem pada set infus, alirkan normal saline ke selang darah
arteri, tampung cairan ke dalam gelas ukur
f) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri diklem
2) Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah
(inlet) di bawah
a) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ untuk
menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya
kecepatan aliran darah 100 rpm)
b) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal saline,
habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
c) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc. Putarlah
Qb dan rpm
d) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah venous
e) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
f) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar
menunjukkan “preparation”, artinya: consentrate dan RO telah
tercampur dengan melihat petunjuk conductivity telah mencapai
(normal: 13.8 – 14.2). Pada keadaan “preparation”, selang concentrate
boleh disambung ke dialyzer
g) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya: sambung ujung blood line arteri
vena
1. Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
2. Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
3. Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
4. Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis
melakukan ultrafiltrasi (cairan normal saline akan berkurang
sebanyak 500 cc dalam waktu 10 menit
5. Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar “UFG
reached” artinya UFG sudah tercapai
h) Pemberian heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada selang
arteri. Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin mengisi ke
seluruh selang darah dan dialyzer, berikan kecepatan 100 rpm
3) Dialyzer siap pakai ke pasien
Sambil menunggu pasien, matikan flow dialisat agar concentrate tidak
boros.
Catatan: jika dialyzer reuse, priming 500 cc dengan Qb 100 rpm sirkulasi
untuk membuang formalin (UFG: 500, time life 20 menit dengan Qb 350
rpm). Bilaslah selang darah dan dialyzer dengan normal saline sebanyak
2000 cc
2. Punksi Akses Vaskuler
a. Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shunt
b. Alasi dengan perlak kecil dan atur posisi
c. Bawa alat-alat dekat dengan tempat tidur pasien (alat-alat steril dimasukkan
ke dalam bak steril)
d. Cuci tangan, bak steril dibuka, memakai handscoen
e. Beritahu pasien bila akan dilakukan punksi
f. Pasang duk steril, sebelumnya desinfeksi daerah yang akan dipunksi dengan
betadine dan alcohol
g. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu. Bila perlu lakukan anestesi
lokal, kemudian desinfeksi
h. Punksi inlet dengan cara yang sama, kemudian difiksasi
3. Memulai Hemodialisa
Sebelum dilakukan punksi dan memulai hemodialisa, ukur tanda-tanda vital dan
berat badan pre hemodialisa
a. Setelah selesai punksi, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV
blood line diklem
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat, mesin
otomatis menunjukkan angka nol (0) pada UV, UFR, UFG dan time left
c. Tentukan program pasien dengan menghitung BB datang – BB standar +
jumlah makan saat hemodialisa
d. Tekan tombol UFG = target cairan yang akan ditarik
e. Tekan tombol time left = waktu yang akan deprogram
f. Atur concentrate sesuai kebutuhan pasien (jangan merubah Base Na + karena
teknisi sudah mengatur sesuai dengan angka yang berada di gallon. Na = 140
mmol)
g. Tekan tombol temperatur (suhu mesin = 360C – 370C)
h. Buatlah profil yang sesuai dengan keadaan pasien
i. Berikan kecepatan aliran darah 100 rpm
j. Menyambung selang fistula inlet dengan selang darah arteri
1) Matikan (klem) selang infuse
2) Sambungkan selang arteri dengan fistula arteri (inlet)
3) Masing-masing kedua ujung selang darah arteri dan fistula di-swab
dengan kassa betadine sebagai desinfektan
4) Ujung selang darah venous masukkan dalam gelas ukur
5) Hidupkan pompa darah dan tekan tombol V atau Λ 100 rpm
6) Perhatikan aliran cimino apakah lancar, fixasi dengan micropore. Jika
aliran tidak lancar, rubahlah posisi jarum fistula
7) Perhatikan darah, buble trap tidak boleh penuh (kosong), sebaiknya terisi
¾ bagian
8) Cairan normal saline yang tersisa ditampung dalam gelas ukur namanya
cairan sisa priming
9) Setelah darah mengisi semua selang darah dan dialyzer, matikan pompa
darah
k. Menyambung selang darah venous dengan fistula outlet
1) Sambung selang darah venous ke ujung AV fistula outlet (kedua
ujungnya diberi kassa betadine sebagai desinfektan). Masing-masing
sambungan dikencangkan)
2) Klem pada selang arteri dan venous dibuka, sedangkan klem infus ditutup
3) Pastikan pada selang venous tidak ada udara, lalu hidupkan pompa darah
dari 100 rpm sampai dengan yang diinginkan
4) Tekan tombol UF pada layar monitor terbaca “dialysis”
5) Selama proses hemodialisa ada 7 lampu hijau yang menyala (lampu
monitor, on, dialysis start, pompa, heparin, UF dan Flow)
6) Rapikan peralatan
4. Penatalaksanaan Selama Hemodialisa
a. Memprogram dan memonitor mesin hemodialisa
1) Lamanya HD
2) QB (kecepatan aliran darah) 150 – 250 cc/menit
3) QD (kecepatan aliran dialisa) 500 cc/menit
4) Temperatur dialisat 370C
5) UFR dan TMP otomatis
6) Heparinisasi
a) Dosis awal: 25 – 50 unit/kgBB
1. Diberikan pada waktu punksi
2. Sirkulasi extra corporeal 1500 unit
3. Dosis maintenance 500 – 2000 unit/jam diberikan pada waktu HD
berlangsung
b) Dosis maintenance 500 – 2000 u/jam Diberikan pada waktu HD
berlangsung
Cara pemberian dosis maintenance
1. Kontinyu: diberikan secara terus menerus dengan bantuan pompa
dari awal HD sampai dengan 1 jam sebelum HD berakhir
2. Intermitten: diberikan 1 jam setelah HD berlangsung dan
pemberian selanjutnya dimasukkan tiap selang waktu 1 jam, untuk
1 jam terakhir tidak berakhir
3. Minimal heparin: heparin dosis awal kurang lebih 200 unit,
selanjutnya diberikan kalau perlu
7) Pemeriksaan (laboratorium, ECG, dll)
8) Pemberian obat-obatan, transfusi, dll
9) Monitor tekanan
a) Fistula pressure
b) Arterial pressure
c) Venous pressure
d) Dialisat pressure
e) Detektor (udara blood leak detektor)
b. Observasi pasien
1) Tanda-tanda vital (T, N, S, R, kesadaran)
2) Fisik
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi hemodialisa
5. Mengakhiri Hemodialisa
a. Persiapan alat
1) Piala ginjal
2) Kassa steril
3) Betadine solution
4) Sarung tangan tidak steril
5) Perban gulung
6) Band aid (pelekat)
7) Gunting
8) Nebacetin powder antibiotic
9) Thermometer
10) Micropore
b. Pelaksanaan
1) Perawat mencuci tangan
2) Perawat memakai sarung tangan
3) Mesin menggunakan UFG reached = UFG sudah tercapai (angka UV =
angka UF)
4) Jika proses hemodialisa sudah selesai, posisi mesin akan terbaca
“Reinfusion”
5) Sebelum 5 menit selesai, pasien diobservasi tanda-tanda vital
6) Kecilkan kecepatan aliran darah (pompa darah) sampai 100 rpm lalu
matikan
7) Klem pada fistula arteri dan selang darah arteri
8) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine, tutuplah bekas tusukan dengan kassa betadine
9) Bilaslah fistula, selang darah dan dializer dengan normal saline
secukupnya sampai bersih dan gunakan kecepatan aliran darah 100 rpm
10) Cabutlah fistula outlet (venous), tekan bekas tusukan dengan kassa
betadine
11) Jika tidak ada darah bekas tusukan, maka berilah nebacetin powder dan
tutuplah bekas tusukan dengan Band Aid (K/p dibalut dengan perban
gulung)
12) Berilah fixasi dengan micropore pada perban gulung
13) Observasi tanda-tanda vital pasien
14) Kembalikan alat-alat ke tempat semula
15) Perawat melepas sarung tangan
16) Perawat mencuci tangan

DAFTAR PUSTAKA
Hamka. (2009). Gambaran Mekanisme Koping pada Pasien Hemodialisis.

http://perawatberseni.blogspot.com/2009/11/gambaran-mekanisme-koping-pada

pasien.html/ Diakses 23 April 2019

Havens & Terra. (2005). Hemodialisa. Jakarta: EGC.

Swartzendrubber, dkk (2008) . Hemodialysis Procedures and Complications

http://www.emedicine.com/med/topic683.html. diakses 23 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai