Anda di halaman 1dari 22

Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mampu memahami prinsip analisa titrasi oksidimetri


2. Mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel

1.2. DASAR TEORI

1.2.1. Titrasi

Titrimetri (titrasi) adalah cara analisis jumlah berdasarkan pada


pengukuran volume larutan pereaksi dengan konsentrasi tertentu (selanjutnya
disebut sebagai penitar/titran/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan
contoh/sample yang akan di tetapkan kadar (titris). Pelaksanaan pengukuran
volume ini disebut dengan titrasi atau penitaran, yaitu larutan penitar di
tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan contoh/sampel, sampai larutan
mencapai titik ekuivalen dimana secara kimia jumlah titran sama dengan jumlah
titrin (ekuivalen). Untuk mengetahui kapan penitaran selesai dilakukan maka
suatu zat yang lazimnya disebut sebagai indikator, yang berfungsi sebagai
penunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dangan jalan terjadinya perubahan
warna. Dengan demikian maka hendaknya agar titik akhir sedekat mungkin
dengan titik ekuivalen (stoikioetri). (Anonim,2010)

Persyaratan untuk reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetrika, dari


kumpulan reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk titrasi, suatu harus memenuhi persyaratan tertentu sebelum dapat
digunakan:

1. reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu.


Tidak boleh ada reaksi samping.

[1]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

2. reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik


ekuivalensi dengan perkataan lain tetapan kesetimbangan reaksi itu
haruslah sangat besar.

3. beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik


ekuivalensi tercapai suatu indikator haruslah tersedia atau beberapa
metode secara instrument dapat digunakan untuk memberitahu analis
kapan penambahan titran itu dihentikan.

4. diinginkan agar reaksi itu berjalan dengan cepat, sehingga titrasi itu
dapat terlengkap dalam beberapa menit.

Sebagai contoh suatu reaksi yang cocok untuk titrasi, penetapan


konsentrasi larutan asam klorida oleh titrasi dengan natrium hidroksida standar.
Hanya ada satu reaksi:

H3O+ + OH- → 2H2O, K = 1 x 1014

Dan reaksi itu tak terukur cepatnya, reaksi itu dapat dikatakan berlangsung
lengkap, dengan tetesan kesetimbangan sebesar 1 x 1014 pada 25oC. Pada titik
ekuivalensi pH larutan berubah sebanyak beberapa satuan untuk beberapa tetes
titran, dan tersedia sejumlah indikator yang menanggapi perubahan pH ini dengan
perubahan warna.

Di pihak lain reaksi antara asam borat dan natrium hidroksida,

HBO2 + OH- ↔ BO2- + H2O, K = 6 x 104

Tidak cukup lengkap untuk memenuhi persyaratan 2, tetapan


kesetimbangannya hanya sekitar 6 x 104. untuk alasan ini, perubahan pH untuk
beberapa tetes titran pada titik ekuivalensi sangatlah kecil dan volume titran yang
diperlukan tak dapat ditetapkan dengan ketetapan yang baik.

Reaksi antara etil alkohol dan asam asetat juga tidak cocok untuk titrasi
terlalu lambat sehingga tidak nyaman tidak berakhir dengan lengkap. Reaksi
antara timah(II) dan kalium permanganat tidak memuaskan kecuali bila udara
dikecilkan. Dapat terjadi suatu reaksi samping karena timah mudah dioksidasi

[2]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

oleh oksigen udara. Pengendapan ion-ion logam tertentu oleh ion sulfide
memenuhi semua persyaratan kecuali nomor 3, yakni tidak tersedia indikator yang
cocok.

1.2.2. Standarisasi larutan

Proses dengan mana konsentrasi suatu larutan di pastikan dengan tepat,


dikenal sebagai standarisasi. Suatu lrutan standar kadang-kadang dapat disiapkan
dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginka, yang di timbang
dengan tepat, dalam volume larutan yang di ukur dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak dapat ditetapkan secara
umum, karena relative hanya sedikit reagensia kimia dapat diperoleh dalam
bentuk yang cukup murni untuk memenuhi tuntutan si analis.(Anonim,2011)

1.2.3. Metode titrasi

Sesuai dengan jenis (type) reaksi yang terjadi pada pelaksanaan suatu
titrasi, pada umumnya dipakai cara-cara/metode penitaran sebagai berikut :
(Anonim,2012)

 Titrasi asam-basa

Reaksi dasar dalam titrasi asidi alkalimetri adalah reaksi


netralisasi/penetralan, yaitu reaksi asam basa yang data dinyatakan dalam
persamaan reaksi sebagai berikut;

H+ + OH- → H2O

Bila kita ukur berapa ml larutan asam dengan titar tertentudiperlukan


untuk menetralkan suatu larutan basa, yang kadar atau titarnya di cari maka
pekerjaan itu disebut sebagai asidimetri. Sedangkan penitaran sebaliknya,
asam dengan basa yang titarnya diketahui disebut asidimetri.

 Titrasi oksidimetri

Dalam golongan ini termasuk titrasi dengan KMnO4 walau terkadang


data pula digunakan pengoksid-pengoksid lainnya seperti K2Cr2O7
(bikroatiometri) ata Ce(SO4)2 (serimetri) dan sebagainya.

[3]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

 Titrasi reduktometri/iodometri-iodimetri

Yang dimaksud dalam golongan ini adalah titrasi dengan iodine


(iodimetri) dan thiosulfat (iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi, dapat
langsung dititrasi dengan iodine.

H2SO3 + I2 +H2O → H2SO4 + 2HI

Zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam membentuk iodin


dan KI.

2FeCl + 2KI → 2FeCl2 + 2KCl + I2

Kemudian iod yang terbentuk tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan


thiosulfat (Na2S2O3)

I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

Kelebihan iod akan menyebabkan larutan menjadiwarna kuning akan


tetapi selalu dipergunakan larutan kanji sebagai penunjuk dimana kanji
dengan iod akan memberikan warna biru pada titrasi I2 ioddengan larutan
thiosulfat, larutan kanji baru ditambahkan bila sebagian iod telah
bereaksi(warna coklat berubah menjadi warna kuning) dengan demikian
maka disarankan penambahan larutan thiosulfat dari awal titrasi sampai
selesai dilakukan tetes demi tetes. Sebagaimana persamaan reaski diatas,
bobot setara iod dengan thio sulfat adalah sebagai berikut:

2 Na2S2O3 : 2 I + 2H+

1
1 grek I2 : 2 grammol

2-
1 grek S 2 O3 : 1 grammol

 Titrasi Pengendapan / Presipitasimetri (Argentometri)

Dasar titrasi pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan


endapan yang sukar larut, termasuk di dalam golongan adalah argentometri
(titrasi dengan AgNO3) yaitu titrasi yang berdasarkan pada pengendapan ion

[4]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

klorida, iodioda, atau bromide dengan AgNO3 yang konsentrasinya telah


diketahui.

NaCl + AgNO3 → AgCl + NaNO3

Titrasi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Cara Mohr : titik ekuivalen data diamati dengan penambahan indicator


K2Cr2O4 yang dengan kelebihan AgNO3 akan membentuk endapan
merah Ag2Cr2O7.

AgNO3 + K2Cr2O4 → Ag2Cr2O7 + 2KNO3

Agar cara Mohr ini data berlangsung dengan baik, maka larutan
yang dianalisa harus dalam situasi netral sebab jika larutan bereaksi
basa AgOH akan mengendap, sedangkan jika asam Ag 2Cr2O4 akan larut
dalam asam.

2. Cara Volhard : larutan klorida (halida) ditambahkan dengan AgNO3


berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan KSCN atau
NH4SCH sebagai indicator digunakan tawas ferri ammonium
(NH4)2SO4.Fe2(SO4)3.24H2O.

Ion Fe3+ dengan kelebihan rhodanida (CNS) akan menghasilkan


warna merah yang berasal dari kompleks besi yaitu Fe(CNS)6. Larutan
harus diasamkan dengan HNO3 untuk menghindari hidrolisis indicator,
dan titrasi pada suhu biasa. Pada akhir titrasi harus dikocok kuat-kuat
karena mungkin ion Ag+ yang diadsorbsi oleh endapan tidak larutan
dalam reaksi kesalahan lain yang mungkin terjadi disebabkan reaksi :

AgCl + NH4CNS → AgSCN + NH4Cl

Yang terjadi karena harga Ksp AgCl dan AgSCN masing-masing :

[Ag+] [Cl-] = 2 x 10-10

[Ag+] [SCN-] = 1,5 x 10-12

[5]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Oleh karena itu sering endapan AgCl, sebelum dititrasi dengan larutan
NH4SCN atau tambahkan 1 mL larutan nitrobenzene untuk menghindari
reaksi tersebut.

3. Cara Payans : adalah pemanfaatan peristiwa adsorbsi ion-ion yang


sejenis. Bila ada ion Cl dalam suatu medium yang mengandung
endapan AgCl, maka ion Cl- akan diadsorbsi oleh AgCl. Setelah
tercapai fluorensein akan membentuk larutan berwarna kehijau-hijauan.

 Titrasi Kompleksometri

Dasar titrasi ini adalah terbentuknya senyawa-senyawa kompleks


yang stabil dan larut dalam air, bila kemarin baku bereaksi dengan kation-
kation yangf sedang dicari keadaanya. Kompleksan yang paling banyak
digunakan adalah EDTA (Etilen Diamine Tetra Asetat) dalam bentuk garam
dinatriumnya. Indicator yang digunakan dalam titrasi jenis ini adalah
banyak ragamnya, antara lain EBT (Erishrome Black Ted) yang dengan
kalsium, magnesium, atau kation lain membentuk kompleks berwarna
merah tua (merah anggur) sedangkan warna indikatornya sendiri adalah biru
tua.

1.2.4. Titrasi Oksidimetri/Permanganometri

Dalam golongan ini termasuk titrasi-titrasi dengan KMnO4 walau


terkadang data pula digunakan pengoksid-pengoksid lainnya seperti K2Cr2O7
(Bikroatometri) atau Ce(SO4)2 (Serimetri) dan sebagainya. Umumnya cara-cara
zat tersebut digolongkan pada jenis titrasi oksidimetri. Pada bagian ini hanya akan
dibahas mengenai permanganometri. Dalam lingkungan asam dua permanganate
data melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dioksidasi oleh oksigen
tersebut).

KMnO4 + 3H2SO4 → K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5O

Karena KMnO4 mempunyai warna tersendiri yang spesifik, maka tidak


diperlukan suatu penunjuk untuk menentukan titk ekuivalen. Satu tetes KMnO 4
0,1 N dan 200 ml air akan menyebabkan warna merah jambu yang nyata.

[6]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Supaya larutan KMnO4 yang baru dibuat tidak berubah titarnya harus
dibiarkan dulu selama satu minggu, selama itu zat-zat organic yang masih
terkandung dalam larutan itu akan teroksidasi, sehingga terbentuk MnO2
(pengoksid langsung dalam lingkungan netral).

2KMnO4 + H2O → 2MnO2 + 2KOH + 3O

MNO2 yang terbentuk ini berfungsi sebagai katalis pada pemecahan lebih
lanjut. Setelah dibiarkan selama satu minggu, larutan disaring dengan penyaring
abses untuk kemudian langsung disimpan dalam botol reagent yang berwarna
coklat. Supaya reaksi dalam KMnO4 berlangsung dengan cepat biasanya titrasi
dilakukan pada suhu kurang lebih 60oC, sedangkan untuk membuat situasi asam
digunakan larutan H2SO4.

Dari persamaan reaksi diatas didapatkan :

2KMnO4 . 5 atom O = 10 H+
Sehingga 1 grek KMnO4 = 1/5 grammol = 158,03/5 = 31,61
Perhatikan bahwa untuk titrasi dalam lingkungan netral atau basa 1 grek
adalah 1/3 gram mol, sehingga kenormalan dalam keadaan tersebut adalah 3/5
kenormalan asam.

1.2.5 Bahan Yang Digunakan Pada Praktikum

1.2.5.1 Kalium Permanganat

Kalium permanganate telah digunakan sebagai zat pengoksid secara


meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah diperoleh, murah, dan tak
memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer.
Setelah permanganate 0,1 N memberikan warna merah muda yang tampak
kepada larutan yang volumenya lazim digunakan dalam titrasi. Warna ini
digunakan untuk menyatakan berlebihnya reagensia itu. Permanganate bereaksi
secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2,+3,+4,+6,
dan +7. Reaksi-reaksi ini diringkas dibawah ini:

MnO4- + 8H+ +3e- ↔ Mn2+ + 4H2O Eo = +1,51 V………(1)

[7]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Reaksi inilah yang terjadi dalam larutan yang sangat asam (0,1 M atau lebih)

MnO4- + 4H+ + 3e- ↔ MnO2 + 2H2O Eo = +1,70 V………(2)

Reaksi ini terjadi dalam larutan yang keasamannya lebih rendah. Reaksi ini
menang dalam jangkauan PH antara sekitar 2 hingga 12.

MnO4- + 3H2P2O72- + 8H+ +4e- ↔ Mn(H2P2O7)33- + 4H2O Eo = +1,50 V………(3)

Keadaan oksidasi +3 dari mangan ini tidak stabil namun anion pengomplekss
seperti pirofosfat atau fluoride, akan menstabilkan ion itu.

MnO4- + e- ↔ MnO42- Eo = +0,54…………(4)

Reaksi ini hanya bergantung dalam larutan yang sangat basa. Ion OH- sekitar 1
M. dalam larutan dengan PH lebih rendah, reaksi (2) akan terjadi. Biasanya
barium klorida ditambahkan untuk mengendapkan BaMnO4 dengan demikian
warna hijau dari MnO42- dapat dihilangkan, dan juga mencegah terjadinya
reduksi lebih lanjut

Reaksi yang paling lazim dijumpai dalam laboratorium pengantar


adalah yang pertama, reaksi dalam larutan yang sangat asam. Permanganate
bereaksi dengan sangat cepatdan banyak zat pereduksi menurut reaksi (1),
namun beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat
reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak
kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. Misalnya permanganate
merupakan zat pengoksid yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi
MnO2 menurut persamaan :

3Mn2+ +2MnO4- + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+

Sedikit Kelebihan permanganate yang ada pada titk akhir suatu titrasi telah
cukup untuk menimbulkan pengendapan MnO2. Untung bahwa reaksi ini
lambat, sehingga biasanya MnO2 tidak diendapkan pada titk akhir titrasi
permanganate.

[8]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Dalam mempersiapkan larutan permanganate harus dilakukan tindakan


pengamanan khusus. Mangan dioksida mengkatalis penguraian larutan
permanganate, atau terbentuk oleh reaksi permanganate dalam runutanzat
pereduksi dalam air, menimbulkan penguraian. Biasanya dianjurkan untuk
melarutkan Kristal, kemudian pemanasan untuk pemusnahan zat pereduksi, dan
penyarigan lewat asbes atau kaca mesin (filter yang tak mereduksi) untuk
menyingkirkan MnO2. Larutan itu kemudian distandarkan, dan jika disimpan
dalam gelap dan tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan berubah dengan
nyata dalam kurun waktu beberapa bulan.

Larutan asam dari permanganate tidak stabil karena asam permanganate


terurai menurut persamaan:

4MnO- + 4H+ → 4MnO2 + 3O2 + 2H2

Reaksi ini lambat dalam larutan encer pada temperature kamar. Namun
orang tidak pernah boleh menambahkan permanganate berlebih kepada suatu
zat pereduksi dan kemudian menaikan temperature untuk mempercepat
oksidasi, karena reaksi tersebut akan berlangsung pada laju yang cukup nyata.

1.2.5.2 Besi

Endapan besi dalam biji besi merupakan salah satu endapan yang
penting dari titrasi permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau
oksida terhidrasi : homofit Fe2O3 ; magnetik, Fe3O4 ; goefit, Fe2O3 ∙ H2O ; dan
limonit; 2Fe2O3 ∙ 7H2O, karbonat FeCO3 dan sulfida FeS2. asam terbaik untuk
melarutkan bijih-bijih ini adalah asam klorida. Oksida terhidrasi mudah
melarut, sedangkan magnetik dan homofit melarut dengan agak lambat.
Penambahan timah (II) klorida membantu dalam melarutkan oksida tak
terhidrasi ini. Residu silika yang tetap tinggal setelah sampel dipanaskan
dengan asam, dapat menahan sejumlah besi. Silika itu dapat dilelehkan dengan
natrium karbonat dan kemudian diolah dengan asam klorida untuk memulihkan
besinya.

[9]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

1.2.5.3 Asam Sulfat

Asam yang digunakan adalah asam sulfat encer, karena tidak bersifat
oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak
beroksidasi oleh kalium permanganat. Bila menggunakan asam klorida sebagai
pengasam, sebagian klorida akan ikut teroksidasi klor dan pemakaian kalium
akan lebih dari seharusnya.

1.2.6 Penentuan Kadar Fe(II)

Pada penentuan kadar Fe (II) dalam sample digunakan zat KMnO 4


sebagai pengoksidasi. Kalium permanganate adalah pereaksi pengoksidasi
(oksidator kuat), larutannya berwarna ungu. Saat mengoksidasi warna ungu
hilang, dengan demikian titrasi tidak menggunakan indicator karena kelebihan
kalium permanganate berfungsi sebagai indikatornya. Dalam suasana asam yang
sangat kuat kalium permanganat menerima elekttron, terjadi penurunan biloks
dari +7 menjadi +2 sesuai reaksi/

. Asam yang digunakan adalah asam sulfat encer, karena tidak bersifat
oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentukan dan juga tidak
teroksidaasi oleh kalium permanganatnya. Bila menggunakan asam klorida
sebagai pengasam, sebagaian klorida akan iktu teroksidasi menjadi klor dan
pemakaian kalium akan lebih dari seharusnya. Reaksi kalium permanganat
dengan ion klorida :

2MnO4- + 10Cl-  2Mn2+ + 5Cl2 + 4H2O

Pada awal titrasi kalium permanganat berlansung lambat, setelah


terbentuk hasil reaksi (Mn2+) reaksi berlansung cepat, karena Mn2+ yang
terbentuk mengkatalis reaksi selanjutnya. Supaya reaksi dengan larutan kalium
permanganat berlansung cepat, biasanya pentiaran dilakukan sekitar 70oC.

[10]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

I.2.6 Reaksi Redoks

Pada reaksi redoks adalah reaksi menyetarakan jumlah electron reaksi.


Jumlah inilah yang menentukan valensi dari suatu senyawa. Secara umum ada tiga
hal yang harus dilakukan dalam penyetaraan reaksi redoks, antara lain :

- ∑ ē reaksi oksidasi = ∑ ē reaksi reduksi

- ∑ muatan reaksi kiri = ∑ muatan reaksi kanan

- ∑ atom sejenis ruas kiri = ∑ muatan sejenis ruas kanan

Jika ketiga hal tersebut sudah dipenuhi, maka persamaan reaksi


tersebut dapat diuraikan melalui dua prosedur yang biasa digunakan. Untuk
menyetarakan persamaan reaksi reduksi, yaitu :

 Cara bilangan Oksidasi


 Cara Setengah Reaksi atau Cara Ion Elektron

[11]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

BAB II
METODOLOGI

2.1 ALAT DAN BAHAN


2.1.1 Alat
 Erlenmeyer 250 mL
 Buret
 Neraca Digital
 Gelas Ukur 50 mL
 Gelas Kimia 100 mL
 Labu Ukur 100 mL
 Spatula
 Kaca Arloji
 Hot Plate
 Pipet Volume 10 mL
 Statif dan Klem
 Botol Semprot
 Bulp

2.1.2 Bahan
 Sampel (FeSO4.7H2O)
 Larutan KMnO4 0.1 N
 Larutan H2SO4 4 N
 Hablur Asam Oksalat
 Aquadest

[12]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

2.2 PROSEDUR KERJA

2.2.1. Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan Bahan Baku Asam Oksalat

1. Menimbang dengan teliti 500 mg hablur asam oksalat, membilas


dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, melarutkan dan
mengimpitkan hingga tanda batas.

2. Kemudian memipet larutan dari labu ukur sebanyak 25 mL dan


memasukannya ke dalam Erlenmeyer 250 mL, menambahkan 25
mL larutan H2SO4 4 N dan mengencerkan hinga 100 mL.

3. Kemudian memanaskan larutan hingga 70oC dan menitrasi dengan


KMnO4 0.1 N (dalam keadaan panas) hingga terjadi perubahan
warna dari tidak berwarna hingga mejadi Merah Muda.

4. Melakukan secara duplo

2.2.2. Penentuan Kadar Fe(II) dalam Sampel

1. Menimbang 500 mg sample besi sulfat dan melarutkan dalam


Erlenmeyer 250 mL dengan aquadest yang telah didihkan terlebih
dahulu dan mendinginkannya kembali.

2. Kemudian menambahkan 25 mL H2SO4 4 N dan menitar dengan


KMnO4 hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

3. menghitung kadar Fe(II) dalam sample.

2.3 SAFETY ALAT DAN BAHAN

1. Menggunakan jas lab dalam praktikum untuk keselamatan dan


kenyamanan praktikan.

2. Menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung


dengan bahan-bahan bersifat korosif, pekat, dan sebagainya.

3. Menggunakan masker untuk menghindari gas-gas yang bersifat


toxic dan sejenisnya.

[13]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

BAB III
DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

3.1 DATA PENGAMATAN


Tabel 3.1.1 Standarisasi Larutan KMnO4 dengan bahan baku asam
oksalat.

Volume Massa Volume Volume


Titras Volume
asam oksala Asam H2SO4 Titrasi Rata
i Ke- KmnO4 (mL)
(mL) Oksalat(mg) 4N (mL) Rata (mL)
1 25 631,9 25 25,3
25,15
2 25 631,9 25 25

Tabel 3.1.2 Penentuan Kadar Fe(II) Dalam Sampel

Massa Volume
Titrasi Volume KMnO4 Volume KMnO4
FeSO4.7H2O H2SO4 4N
Ke- (ml) Rata Rata (mL)
(mg) (mL)
1 150,2 25 7,5
6,75
2 150,1 25 6

 Reaksi standarisasi KMnO4 dengan asam okalat.


MnO4- + C2O42-  Mn2+ + 2CO2
Reduksi : MnO4-  Mn2+
:
5e- + 8H+ + MnO4-  Mn2+ + 4H2O (×2)
: 10e- + 16H+ + 2MnO4-  2Mn2+ + 8H2O

Oksidasi : C2O42-  2CO2 + 2e- (×5)


: 5C2O42-  10CO2 + 10e-

R : 10e- + 16H+ + 2MnO4-  2Mn2+ + 8H2O

[14]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

O : 5C2O42-  10CO2 + 10e-


__________________________________
16H+ + 2MnO4- + 5C2O42- 2Mn2+ + 8H2O + 10CO2

 Reaksi Penentuan kadar Fe(II)


Fe2+ + MnO4-  Fe3+ + Mn2+
R : 8H+ + MnO4- + 5e-  Mn2+ + 4H2O
O : 5Fe2+  5Fe3+ + 5e-
________________________________
8H+ + MnO4- + 5Fe2+  Mn2+ 5Fe3+ + 4H2O

BAB IV

[15]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mengtahui kadar Fe(II) dalam sampel besi
sulfat dengan menggunakan metode titrasi oksidimetri, yaitu permanganometri.
Pertama kali dilakukan adalah menstandarisasi KMnO4 0,1 N dengan
menggunakan larutan asam oksalat yang ditambah dengan asam sulfat encer 4N.
Larutan asam sulfat digunakan karea tidak bereaksi dengan kalium permanganat,
titrasi ini dilakukan dengan pemanasan larutan tersebut, agar KMnO 4 dan asam
oksalat dapat beraksi denagn cepat. Titrasi rata-rata yang diperlukan untuk titrasi
sebesar 25,15 mL dan normalitas KmnO4 yang didapat adalah 0,0997 N
Selanjutnya penentuan kada Fe(II) dalam sampel besi sulfat. Dalam
melarutkan besis sulfat digunakan akuades yang telah dididihkan kemudian
didinginkan. Hal ini dibutuhkan untuk menghilangkan ion – ion pengotor atas
bahan organic lainnya yang dapat bereaksi dengan Fe saat melarutkan FeSO 4 .
7H2O. Larutan juga ditambahkan H2SO4 emcer agar larutan bersifat asam, titrasi
dilakukan hingga berubah warna dari kuning pucat menjadi merah muda. Volume
titari didapat sebesar 6,75 mL. Kadar Fe(II) yang didapat sebesar 25,1 %, berbeda
jika dibandingkan dengan kadar Fe(II) secara teoritis, yaitu sebesar 20,14 %.
Berbeda 4,96% kadar Fe yang didapat pada percobaan.

BAB V

[16]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Molaritas KmnO4 yang didapat adalah sebesar 0,0997 N.
2. Kadar Fe(II) dalam FeSO4 .7H2O yang didapat adalah sebesar 25,1%

DAFTAR PUSTAKA

[17]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Tim Penyusun. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Analitik. Samarinda: Politeknik


Negeri Samarinda

Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

LAMPIRAN

[18]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

PERHITUNGAN

1. Perhitungan Normalitas Asam Oksalat.


Diketahui :
631,9+631,9
 Massa H2C2O4 Rata Rata = mg = 631,9 mg
2
 BE H2C2O4 = 63 g/mol
 Volume larutan = 100 mL
Ditanya :
 N H2C2O4 = . . . . . N

Jawaban :

gram H 2 C 2 O 4 1000
N H 2 C 2 O 4= ×
BE 100 mL
0,631 gram 1000
N H 2 C 2 O 4= ×
63 g/mol 100 mL
N H 2 C 2 O 4=0,1003 N

2. Perhitungan Normalitas KMnO4


Diketahui :
 Volume KMnO4 =25 mL
25,3+25
 Volume Titrasi Rata Rata = mL = 25,15 mL
2
 Normalitas H2C2O4 =0,1003 N

Ditanya :

 N KMnO4 = . . . . . N

[19]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

Jawaban :

NKMnO4 × VKMnO4 = NH2C2O4 × VH2C2O4


25,15 mL ×NKMnO4 = 25 ×0,1003 N
NKMnO4 = 0,0997 N

3. Perhitungan mass Fe(II).


Diketahui :
7 ,5+ 6
 Volume Titrasi Rata Rata = mL = 6,76 mL
2
 BE Fe = 56 g/mol
 Normalitas KMnO4 = 100 mL
Ditanya :
 Massa Fe = . . . . . mg

Jawaban :
NKMnO4 × VKMnO4 = NFeSO4.7H2O × VFeSO4.7H2O
Massa Fe
25,15 mL ×0,0997 N =
56
Massa Fe = 37,6866 mg

4. Perhitungan Fe(II) teoritis.


Ar Fe
Fe ( II )= × Massa FeSO 4 .7 H 2 O
Mr FeSO 4 .7 H 2 O

56
Fe ( II )= ×150,15 mg
278

Fe ( II )=30,2461 mg

[20]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

5. Perhitungan mass Fe(II).

NKMnO4 × VKMnO4 = NFeSO4.7H2O × VFeSO4.7H2O


0,631 g 1000
VKMnO4 ×0,1 N = 25× ×
63 100
VKMnO4 = 25,07 mL

6. Perhitungan Kadar Fe(II) Dalam Sampel FeSO4.7H2O


Diketahui :
 Massa FeSO4.7H2O = 150,15 mg
 Volume Titrasi = 6,75 mL
 N KMnO 4 = 0,0997 N

Ditanya :

 % Fe(II) ?

Jawaban :

V × N ×56
% Fe ( II )= ×100 %
mg Sampel
6,75 ×0 , 0997 ×56
% Fe ( II )= ×100 %
150,15
% Fe ( II )=25,1%

7. Perhitungan Kadar Fe(II) teoritis


Ar Fe
% Fe ( II )= × 100 %
Mr FeSO 4 .7 H 2O
56
% Fe ( II )= × 100 %
278
% Fe ( II )=20,14 %

[21]
Penentuan Kadar Fe (II) Dalam Sampel

LAMPIRAN
GAMBAR ALAT

Neraca Digital Buret Erlenmeyer Kaca Arloji

Spatula Pipet ukur Hot plate Bulp

Labu ukur

[22]

Anda mungkin juga menyukai