Anda di halaman 1dari 27

Referat

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
Anugerah Indah Mareta 04084821921030

Nia Githa Sarry 04084821921089

Siti Salimah Hanifah Novizar 04054822022070

Syafira Nofwanda 04054822022071

Wafa Zahara Al Adawiyah 04084821921072

Wahyu Irawan Nasution 04054822022183

Pembimbing:
dr. Nuswil Bernolian, Sp.OG (K), KFM, MARS

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
Anugerah Indah Mareta 04084821921030
Nia Githa Sarry 04084821921089
Siti Salimah Hanifah Novizar 04054822022070
Syafira Nofwanda 04054822022071
Wafa Zahara Al Adawiyah 04084821921072
Wahyu Irawan Nasution 04054822022183
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 30 maret s.d. 8 juni 2020.
Palembang, April 2020
Pembimbing

dr. Nuswil Bernolian, Sp.OG (K), KFM, MARS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul “KETUBAN PECAH
DINI” Untuk Memenuhi Tugas Ilmiah Yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Nuswil
Bernolian, Sp.OG (K), KFM, MARS selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah ini, semoga
bermanfaat.

Palembang, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Judul Halaman
Kata Pengantar.................................................................................................................2
Daftar isi............................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang...................................................................................................................5
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Definisi..........................................................................................................................7
B. Epidemiologi..................................................................................................................8
C. Etiologi..........................................................................................................................8
D. Klasifikasi....................................................................................................................11
E. Faktor Risiko................................................................................................................12
F. Patofisiologi.................................................................................................................13
G.Diagnosis......................................................................................................................14
H.Tatalaksana...................................................................................................................18
I. Komplikasi ...................................................................................................................22
J. Prognosis ......................................................................................................................25
BAB III Kesimpulan
Kesimpulan.......................................................................................................................26
DaftarPustaka ................................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban

sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah

usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of

membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau

preterm premature rupture of membranes (PPROM) (POGI, 2016).

Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami

KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonates

akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih

besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan

prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali

pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm

berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat (POGI,

2016).

Ketuban pecah dini pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)

berada pada level kompetensi 3A, yaitu lulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik, memberi terapi pendahuluan pada keadaan bukan gawat darurat, menentukan

rujukan yang tepat bagi penanganan pasien selanjutnya dan mampu menindaklanjuti

setelah kembali dari rujukan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau
lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah
sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini
merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini atau
premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban
sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi
diatas 37 minggu kehamilan.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.
Epidemiologi

Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya

yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada

sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-

3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM

merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah

meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981 (POGI, 2016).

Etiologi

Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :

1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan


tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai
terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi
kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah
dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan
lebih tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda –
tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi. Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air
ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu
dengan diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan
berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan
berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan

1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks
sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.2

2. Peninggian tekanan inta uterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah.6

3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.6

4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja.2

5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.2

6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina

atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian

menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana

khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh

persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah

disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup

berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B streptococcus

mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis

Klasifikasi

1) KPD Preterm

Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan

vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37

minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban

saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan
KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37

minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang

paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37

minggu (POGI, 2016).

2) KPD pada Kehamilan Aterm

Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah

pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes

nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu (POGI,

2016).

Faktor Resiko

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada

kehamilan preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan pasien kulit putih. Pasien lain yang juga berisiko adalah

pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, mempunyai riwayat infeksi

menular seksual, memiliki riwayat persalinan prematur, riwayat ketuban pecah dini

pada kehamilan sebelumnya, perdarahan pervaginam, atau distensi uterus (misalnya

pasien dengan kehamilan multipel dan polihidramnion). Prosedur yang dapat

berakibat pada kejadian KPD aterm antara lain sirklase dan amniosentesis.

Tampaknya tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau

inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah


kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD

preterm (POGI, 2016).

Faktor predisposisi menurut WHO (2013) adalah:

 Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya

 Infeksi traktus genital

 Perdarahan antepartum

 Merokok

Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah (Prawirahardjo,

2016):

 berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;

 kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antara lain merokok.

Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus

dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi

perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena

seluruh selaput ketuban rapuh (Prawirahardjo, 2016).

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen dimediasi oleh
matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan

inhibitor protease (Prawirahardjo, 2016).

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah

pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas

degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di

mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini (Prawirahardjo,

2016).

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput

ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan

pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi

perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm

merupakan hal fisiologis (Prawirahardjo, 2016).

Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-

faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur

sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta (Prawirahardjo,

2016).

Diagnosis

Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus

meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan

penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti

signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran (POGI, 2016).

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi

adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan penderita

merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba (WHO, 2013). Perlu diketahui juga

waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,

riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya (POGI, 2016).

Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya

dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang

digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan

steril dan sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan

untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin

(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan

sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual (POGI, 2016).

Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada

tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38℃ sena air

ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah >15.000/mm3. Janin yang mengalami

takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan

dan skoring pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan

bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) (Prawirahardjo, 2016).

Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan

dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu

sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan

di medium transport untuk dikultur (POGI, 2016).


Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina.

Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau

meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan

dengas tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru (Prawirahardjo, 2016). Jika cairan

amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya

untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes

pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan

sekret vagina ~ 4.5-6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina

(POGI, 2016).

Perlu dipastikan bahwa cairan tersebut adalah cairan amnion dengan

memperhatikan:

 Bau cairan ketuban yang khas.

 Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru. Harap

diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu

 Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati secret servikovaginal

yang mongering

 Tidak ada tanda-tanda in partu (WHO, 2013)

Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat

dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah

dini. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan

pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali

pusat (POGI, 2016).


b. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan USG

Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai

indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan

amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya

pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah

besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.

Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan

presentasi janin, dan kelainan kongenital janin (POGI, 2016).

2) Pemeriksaan Laboratorium

Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan

kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD

aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes

fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding

protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan

amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda

tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan

lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi

infeksi neonatus pada KPD preterm (POGI, 2016)

Tatalaksana

1) Pastikan diagnosis

2) Tentukan umur kehamilan


3) Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin

4) Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin (Prawirahardjo, 2016).

Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit

untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat

pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis,

diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien

Ketuban Pecah Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin,

Penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan (Prawirahardjo, 2016).

a) Penanganan Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 × 500 mg atau eritromisin

bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 × 500 mg selama 7 hari). Jika umur

kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air

ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan

kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37

minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,

dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri

antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda

infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu

kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin

tiap minggu· Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali (Prawirahardjo, 2016).


b) Penanganan Aktif

Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea,

Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg-50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri

(Prawirahardjo, 2016).

 Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak

berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

 Bila skor pelvik >5, induksi persalinan (Prawirahardjo, 2016).

Tabel 1 Skor Pelvik Menurut BISHOP

(Crisdiono M. A, Sp.OG, 2004)

Tabel 2 Medikamentosa yang digunakan pada KPD


Magnesium MAGNESIUM SULFAT IV:
Untuk efek neuroproteksi (pencegahan Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan
cerebral palsi) pada PPROM < 31 minggu bila infus 2 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan
persalinan diperkirakan dalam waktu 24 jam sampai persalinan atau sampai 12 jam terapi
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko sindrom distress 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali
4 dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat
digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan
CLINDAMYCIN
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
(POGI, 2016)

Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio

sesarea atau gagalnya persalinan normal (Prawirahardjo, 2016).

1) Komplikasi Ibu

Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.

Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun korioamnionitis yang

berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil

dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis,

namun tidak ada yang meninggal dunia (POGI, 2016).

Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini

mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele.

Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang

melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa

plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara

signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas

dalam waktu lama (POGI, 2016).


2) Komplikasi Janin

Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih

awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai

persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi

pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien

aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari

sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien

dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4

minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat

mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion,

necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan

sindrom distress pernapasan (POGI, 2016).

a) Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode

laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam

24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%

persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan

terjadi dalam 1 minggu (Prawirahardjo, 2016).

b) Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada

ibu terjadi koroamnionitis. Pada Bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,

omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebeium janin terinfeksi. Pada

Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara

umum insiden infeksi sekunder pada ketuban Pecah Dini meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten (Prawirahardjo, 2016).

c) Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali

pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat (Prawirahardjo, 2016).

d) Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan

penumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan

anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary (Prawirahardjo, 2016)

Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

 Usia kehamilan
 Adanya infeksi / sepsis
 Factor resiko / penyebab
 Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
BAB IV

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum

terjadinya persalinan. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan

disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi

37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).

KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya

cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar

cairan yang banyak secara tiba-tiba.

Pada pasien tersebut biasanya terdapat keluhan keluar cairan dari jalan lahir. Cairan

yang keluar tidak berbau, tidak lengket, warna jernih tidak disertai lender dan darah, maka

dapat dicurigai cairan tersebut adalah cairan ketuban. Selain itu, berdasarkan HPHT

didapatkan usia kehamilan 38-39 minggu,yang berarti usia kehamilan sudah aterm.

Diagnosis KPD tetap ditegakkan meskipun usia kehamilan sudah aterm, karena meskipun

sudah aterm namun tidak ditemukan adanya tanda-tanda inpartu, yaitu; his tidak adekuat,

tidak ada keluar lendir atau darah (bloody show), dan kepala janin belum masuk PAP

(masih 5/5 atau penurunan masih di Hodge I). Selain itu, dari ibu didapatkan riwayat
infeksi genitalia selama 2 bulan terakhir, dimana infeksi traktus genitalia merupakan salah

satu faktor resiko terjadinya KPD.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tes nitrazin, pemeriksaan pH pada

vagina, serta pemeriksaan USG. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu; antibiotik ampisilin

4 x 500 mg dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari, terminasi kehamilan dengan

induksi menggunakan oksitosin karena usia kehamilan pasien sudah 38 minggu (tentukan

juga skor BISHOP).


DAFTAR PUSTAKA

Crisdiono M. A, Sp.OG, 2004, Prosedur Tetap Obstetric & Ginekologi, Jakarta: Penerbit EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 310- 313.

Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar Kuliah Obstertri.
Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta.
Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.

Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea, Obstretri dan Ginekologi.
Yogyakarta : Tosca enterprise. Hal : VI.16-18.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), 2016, Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Ketuban Pecah Dini, Himpunan Kedokteran Feto Maternal

WHO, 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi
Pertama, Jakarta: WHO Indonesia

Anda mungkin juga menyukai