Anda di halaman 1dari 41

TEKNIK PEMBERIAN OBAT

A. Injeksi
Pemberian obat parenteral/injeksi merupakan pemberian obat yang dilakukan
dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh atau pembuluh darah dengan
menggunakan spuit. pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi.
Resiko infeksi dapat terjadi bila bidan tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik
aseptik dan antiseptik pada saat pemberian obat. Tujuannya untuk mendapatkan reaksi
yang lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain,untuk memperoleh reaksi
setempat (tes alergi), membantu menegakkan diagnosa (penyuntikkan zat kontras),
dan memberikan zat imunolog. Obat diberikan secara parenteral/injeksi jika obat
tersebut tidak dapat diabsorpsi, atau diabsorpsi terlalu lambat bila diberikan dengan
cara lain. Ada beberapa cara pemberian obat secara injeksi yaitu secara intra vena,
intra muscular, intra cutan, sub cutan. Peralatan yang dibutuhkan yaitu :
1. Spuit. Spuit terdiri atas tabung silinder dengan ujung uang didesain cocok
dengan jarumnya.
2. Needle. Jarum tersedia dalam kemasan tersendiri agar dapat memilih jarum
yang tepat untuk klien. Beberapa jarum telah terpasang pada spuit.
Kebanyakan jarum terbuat dari stainless dan semuanya sekali pakai
(disposable).
3. Obat. Bisa dalam wadah berupa ampul atau vial.

 Adapun prinsip-prinsip pemberian obat yang benar meliputi 6 hal, yaitu:


1) Benar pasien adalah Benar pasien dapat dipastikan dengan memeriksa identitas
pasien dan harus dilakukan setiap akan memberikan obat.
2) Benar obat adalah memastikan pasien setuju dengan obat yang telah diberikan
berdasarkan kategori perintah pemberian obat yaitu perintah tetap (standing
order), perintah satu kali (single order ), perintah PRN (jika perlu), perintah
segera ( segera).
3) Benar dosis adalah dosis yang diberikan pada pasien tertentu sesuai dengan
penyakit dan kebutuhan penyembuhan.
4) Benar waktu adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan pada
waktu yang telah dianjurkan untuk diminum oleh pasien.
5) Benar rute adalah disesuaikan dengan tingkat penyerapan tubuh pada obat yang
telah diresepkan.
6) Benar dokumentasi adalah meliputi nama, tanggal, waktu, rute, dosis, dan tanda
tangan atau initial petugas.

 Keuntungan Sediaan Injeksi


1) Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu (jantung
berhenti) .
2) Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara oral atau
obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung.
3) Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit
jiwa atau tidak sadar.
4) Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk
mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
5) Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada kedokteran
gigi/anastesiologi
6) Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi gangguan
serius cairan dan keseimbangan elektrolit.

 Kerugian Sediaan Injeksi


1) Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan
membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama.
2) Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan prosedur
aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu dapat
dihindari.
3) Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik.
4) Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan.
5) Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti
septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan
parenteral dan interaksi obat.
6) Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas
dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua
personel yang terlibat.

 Macam – Macam Pemberian Obat Secara Injeksi


1. Injeksi Sub Cutan (SC)
Injeksi subcutan adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat
kedalam jaringan subcutan dibawah kulit dengan menggunakan spuit.
Tujuan Injeksi Sub Cutan ( SC ) adalah memasukkan sejumlah obat
kedalam jaringan subcutan dibawah kulit untuk diabsorbsi.
 Tempat injeksi Sub Cutan ( SC ) yaitu :
a. Lengan bagian atas luar
b. Paha depan
c. Daera abdomen
d. Area scapula pada punggung bagian atas
e. Daerah ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas
 Peralatan
a. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b. Kapas alkohol
c. Sarung tangan
d. Obat yang sesuai
e. Spuit 2ml
f. Bak spuit
g. Baki obat
h. Plester
i. Kassa steril(bila perlu
j. Bengkok
 Prosedur kerja
a. Cuci tangan
b. Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
c. Identifikasi klien
d. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e. Atur klien pada posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri
yang berlebihan.
f. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan,
peradangan, atau rasa gatal. (area penusukan yang utama adalah
pada lengan bagian atas dan paha anterior).
g. Pakai sarung tangan
h. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol
dengan gerakan sirkular dan arah keluar dengan diameter
sekitar 5cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan
untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung
mikroorganisme.
i. Pegang kapas alkohol dengan jari-jari tengah pada tangan non
dominan
j. Buka tutup jarum
k. Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan
non.
l. Dengan ujung jarum menghadap keatas dan menggunakan
tangan dominan masukkan jarum dengan sudut 450 atau
menggunakan sudut 900 (untuk orang gemuk). Pada orang
gemuk jaringan subcutannya lebih tebal.
m. Lepaskan tarikan tangan non dominan
n. Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit.
o. Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan
p. Jika ada darah :
1) tarik kembali jarum dari kulit
2) Tekan tempat penusukan selama 2 menit
3) Observasi adanya hematoma atau memar
4) Jika perlu berikan plester
5) Siapkan obat yang baru,mulai dengan langkah a, pilih area
penusukan baru.
q. Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti
saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan
menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.
r. Jika terdapat perdarahan,maka tekan area tersebut dengan
menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.
s. Kembalikan posisi klien.
t. Buang peralatan yang tidak diperlukan sesuai dengan
tempatnya masing-masing.
u. Buka sarung tangan dan cuci tangan
v. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2. Injeksi Intra Cutan


Injeksi Intra Cutan/ID adalah pemberian obat dengan cara memasukan obat
ke dalam jaringan dermis di bawah epidermis kulit dengan mengunakan
spuit. Tujuan Injeksi Intra Cutan adalah Memasukkan sejumlah toksin atau
obat yang disimpan dibawah kulit untuk di absorbsi dan untuk metode
untuk test diagnostic terdapat alergi atau adanya penyakit-penyakit tertentu.
 Tempat injeksi Intra Cutan yaitu :
a. Lengan bawah bagian dalam
b. Dada bagian atas
c. Punggung di bawah spatula
 Peralatan
a. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b. Kapas alkohol
c. Sarung tangan
d. Obat yang sesuai
e. Spuit 1 ml
f. Pulpen/spidol
g. Bak spuit
h. Baki obat
i. Bengkok
 Prosedur kerja
a. Cuci
b. Siapkan obat dengan 6 benar
c. Identifikasi klien
d. Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e. Atur kien pada posisi yang nyaman
f. Pakai sarung tangan
g. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan,
peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi
obat atau cedera dan nyeri yang berlebihan.
h. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol,
dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan
diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini
dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme.
i. Pegang kapas alkohol dengan jari-jari tengah pada tangan non
dominan.
j. Buka tutup jarum
k. Tempatkan ibu jari dengan tangan non dominan sekitar 2,5 cm
dibawah area penusukan, kemudian tarik kulit.
l. Dengan ujung jarum menghadap keatas dan menggunakan
tangan dominan, masukkan jarum tepat di bawah kulit dengan
sudut 15 0.
m. Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan adanya jendalan
(jendalan harus terbentuk)
n. Cabut jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan.
o. Usap pelan-pelan area penyuntikkan (jangan melakukan
massage pada area penusukan).
p. Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm disekitar jendalan
dengan menggunakan pupen. Intruksikan klien untuk tidak
menggosok area tersebut.
q. Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak jika test alergi,
observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit bernafas,
berkeringat dingin, pingsan, mual, muntah).
r. Kembalikan posisi klien .
s. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan.
t. Buka sarung tangan.
u. Cuci tangan.
v. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
w. Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15 menit
dan selanjutnya secara periodik.
3. Injeksi Intra Muskular (IM)
Injeksi intramuskular adalah pemberian obat dengan cara memasukkan
obat kedalam jaringan otot dengan menggunakan spuit. Tujuan Injeksi
intramuskular yaitu untuk memasukkan sejumlah obat pada jaringan otot
untuk di absorbsi.
 Tempat injeksi
a. Pada daerah lengan atas (Deltoid)
b. Pada daerah Dorsogluteal (Glupeusmaximus)
c. Pada daerah bagian luar (Vastus Lateralis)
d. Pada daerah bagian depan (Rectus Femoris)
 Peralatan
a. Buku catatan atau pemberian obat
b. Kapas alkohol
c. Sarung tangan disposibel
d. Obat yang sesuai
e. Spuit 2-5 ml
f. Needle
 Bak spuit
g. Baki obat
 Plester
h. Kassa steril
i. Bengkok
 Prosedur kerja
a. Cuci tangan
b. Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
c. Identifikasi klien
d. Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e. Atur klien pada posisi yang nyaman sesui dengan kebutuhan
dengan menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan
nyeri yang berlebihan
f. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan,
peradangan atau rasa gatal
g. Pakai sarun tangan
h. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas dengan
menggunakan dengan gerakan sirkuler dan arah keluar dengan
diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini
dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme.
i. Pegang kapas alkohol dengan jari-jari tengah pada tangan non
dominan.
j. Buka tutup jarum
k. Tarik kulit ke bawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area
penusukan dengan tangan non dominan.
l. Dengan cepat masukkan jarum dengan sudut 900 dengan
tangan dominan, masukkan sampai pada jaringan otot.
m. Melakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel
dari spuit dan tangan dominan menarik plungger.
n. Observasi adanya darah pada spuit.
o. Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan.
p. Jika ada darah :Tarik kembali jarum dari kulit, tekan tempat
penusukan selama 2 menit, observasi adanya hematoma atau
memar, jika perlu berikan plaster, siapkan obat yang baru,
mulai dengan langkah a, pilih area penusukan yang baru.
q. Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti
saat dimasukkan, maka tekan area tersebut dengan
menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.
r. Kembalikan posisi klien.
s. Buang perlahan yang tidak diperlukan sesuai dengan tempatnya
masing-masing.
t. Buku sarung tangan
u. Cuci tangan
v. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
4. Injeksi Intra Vena
Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat
kedalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Tujuan injeksi
intravena adalah untuk memperoleh reaksi obat yang cepat di absorbsi dari
pada dengan injeksi parenteral lain, ntuk menghindari terjadinya kerusakan
jaringan dan untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar.
 Tempat injeksi :
a. Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)
b. Pada tungkai (vena saphenous)
c. Pada leher (vena jugularis)
d. Pada kepala (vena frontalis atau vena temperalis)
 Peralatan :
a. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
b. Kapas alkohol
c. Sarung tangan
d. Obat yang sesuai
e. Spuit 2 ml- 5 ml
f. Bak spuit
g. Baki obat
h. Plester
i. Perlak pengalas
j. Pembendung vena (torniquet)
k. Kassa steril (bila perlu)
l. Bengkok
 Prosedur kerja :
a. Cuci tangan
b. Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
c. Identifikasi klien
d. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
e. Atur klien pada posisi yang nyaman
f. Pasang perlak pengalas
g. Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
h. Letakkan pembendung
i. Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekauan,
peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi
obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan
j. Pakai sarung tangan
k. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol,
dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan
diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini
dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang
mengandung mikroorganisme
l. Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non
dominan
m. Buka tutup
n. Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area
penusukkan dengan tangan non dominan. Membuat kulit
menjadi lebih kencang dan vena tidak bergeser, memudahkan
penusukan
o. Pegang jarum pada posisi 300 sejajar dengan vena yang akan
ditusuk perlahan dan pasti
p. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum
kedalam vena
q. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan baral
dari spuit dan tangan dominan menarik plunger
r. Observasi adanya darah pada spuit
s. Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan-
lahan
t. Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat
dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan
menggunakan kapas alkohol pada area penusukan
u. Tutup area penusukan dengan menggunakan kassa steril yang
diberikan betadin
v. Kembalikan posisi klien
w. Buang peralatan yang sudah tidak
x. Buka sarung
y. Cuci tangan
z. Dokumentasikan tindakan yang telah
B. Oral Sublingual
 Pemberian Obat Per Oral
Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui
mulut. Tujuan pemberian obat oral adalah untuk memudahkan dalam pemberian,
proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat
tersebut dapat segera diatasi, menghindari pemberian obat yang menyebabkan
nyeri dan menghindari pemberian obat yang dapatmenyebabkan kerusakan kulit
dan jaringan.
 Persiapan alat
a. Baki berisi obat
b. Kartu atau buku berisi catatan pengobatan
c. Pemotong obat (bila di perlukan)
d. Gelas dan air minum
e. Sendok
f. Pipet
g. Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak2
 Prosedur kerja
a. Siapkan peralatan dan cuci tangan
b. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual,
muntah, adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan
penghisapan lambung dll)
c. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat,
waktu dan cara pemberian) periksa tangal kadaluarsa obat.
d. Ambil obat sesuai yang diperlukan.
e. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan.
f. Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan dosis yang diperlukan tanpa
mangkontaminasi obat (gunakan teknik aseptic untuk menjaga kebersihan
obat).
g. Identifikasi klien dengan tepat
h. Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang
mudah dimengerti klien.
i. Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral.
j. Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan
klien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan
minum. Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.
k. Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap
keluhan, dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau
dimuntahkan, catat secara jelas alasannya.
l. Kembalikan peralatan yang dipakai kemudian cuci tangan.
m. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien.

 Tablet atau kapsul

a. Tuangkan tablet atau tablet ke dalam mangkuk disposibel tanpa


menyentuh obat.
b. Gunakan alat pemotong tablet bila di perlukan untuk membagi obat sesuai
dengan dosis yang diperlukan.
c. Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan
menggunakan lumping penggerus. Kemudian campurkan dengan
menggunakan air.

 Obat dalam bentuk cair


a. Kocok/ putar obat agar bercampur dengan rata sebellum dituangkan, bunag
oat yang telah berubah warna atau berubah lebih keruh.
b. Buka penutup botol dan letakkan menghadap ke atas. Untuk menghindari
kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.
c. Pegang botol sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan
tuangkan obat ke arah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak
akibat tumpahan cairan, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.
d. Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.
e. Sebelum menutup botol, tutup botol dengan mrnggunakan kertas tissue.
Mencegah tutup botol sulit dibuka kembali akibat cairan obat yang
mongering pada tutup botol.
f. Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari b5 ml maka
gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.
g. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar.
 Pemberian Obat Sub Lingual
Pemberian obat sub lingual adalah memberikan obat dengan cara meletakkan
obat di bawah lidah sampai habis diabsorbsi ke dalam pembuluh darah.Tujuan
pemberian obat sub lingual adalah untuk mengeek efek local dan sistemik, untuk
memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan oral, dan untuk
menghindari kerusakan obat oleh hepar.
 Prosedur kerja
Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat
secara oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan
untuk meletakkan obat di bawah lidah, obat tidak boleh ditelan, dan dibiarkan
berada di bawah lidah sampai habis di absorbsi seluruhnya.

C. Pemberian Obat Secara Parenteral


Istilah parenteral mempunyai arti setiap jalur pemberian obat selain melalui
enteral atau saluran pencernaan. Lazimnya istilah parenteral dikaitkan dengan
pemberian obat secara injeksi,baik intradermal.intramuscular,intravena atau subkutan.
Pemberian obat secara perenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat disbanding
dengan secara oral. Namun pemberian secara perenteral memiliki berbagai resiko,
antara lain merusak kulit, nyeri dan lebih mahal.
Demi keamanan pasien, tenaga kesehatan harus mempunyai pengetahuan yang
memadai tentang cara pemberian obat secara parenteral termasuk cara menyiapkan,
memberikan dan menggunakan teknik steril. Dalam memberikan obat secara
perenteral, tenaga kesehatan harus mengetahui dan dapat menyiapkan peralatan yang
benar, yaitu : spuit,dan jarum serta vial/ampul. Menurut bentuknya spuit memiliki tiga
bagian yaitu bagian ujung yang berkaitan dengan jarum,bagian tabung dan bagian
pendorong. Dilihat dari jenis bahannya,spuit terbentuk dari kaca dan plastic. Ditinjau
dari penggunaannya spuit dibedakan menjadi tiga, yaitu spuit standart hipodermik,
spuit insulin dan spuit tuberculin.
Jarum mempunyai ukuran panjang 1,27 sampai 12,7 cm,besar jarum
dinyatakan dalam satuan gauge antar nomor 14 sampai 28 gauge. Semakin besar
ukuran gaugenya semakin kecil diameternya. Penggunaan ukuran jarum disesuaikan
dengan keadaan pasien yang meliputi umur, gemuk/kurus, jalur yang akan dipaki dan
obat yang akan dimasukkan. Cairan obat untuk pemberian secara perenteral, biasanya
dikemas dalam vial atau ampul. Ampul terbuat dari bahan gelas dan lehernya dapat
dipatahkan.

D. Pemberian Obat Secara Inhalasi


Pemberian obat melalui hidung adalah cara memberikan obat pada hidung dengan
tetes hidung yang dapat dilakukan pada seseorang dengan keradangan hidung
(rhinitis) atau nasofaring. Inhalasi adalah alat pengobatan dengan cara memberi obat
untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran
obatnya. Alat ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran
pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya pada penyakit asma. Inhalasi adalah
pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung
melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Inhalasi memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas
dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama
cepatnya dengan efek yang di hasilkan oleh pemberian obat secara intravena. Cara
pemberian ini di gunakan untuk obat-obat berupa gas (misalnya, beberapa obat
anestetik) atau obat yang dapat di dispersi dalam suatu eorosol. Rute tersebut
terutama efektif dan menyenangkan untuk penderita- penderita dengan keluhan-
keluhan pernafasan (misalnya, Asma atau penyakit paru  obstruktif kronis) karena
obat yang di berikan langsung ketempat kerjanya efek samping sistemik minimal.
Obat diberikan dengan inhalasi akan terdispersi melalui aerosol semprot, asap
atau bubuk sehingga dapat masuk ke saluran nafas. Jaringan alverokapiler menyerap
obat dengan cepat. Inhaler dosisi terukur (metered-dose inhaler/MDI) dan inhaler
bubuk kering (Dry Power Inhaler/DPI) biasanya memiliki efek local seperti dilate
bronkus. Namun, beberapa obat dapat menyebabkan efek sistemik yang serius.
Yang menerima obat melalui inhalasi biasanya memiliki penyakit pernafasan
kronis seperti asma kronis, emfisema, atau bronchitis masing-masing masalah
pernafasan memerlukan obat inhalasi yang berbeda. Sebagai contoh, klien dengan
asma biasanya menerima obat antiimfamasi karena asma merupakan penyakit
imflamasi sementara klien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) menerima
brokoladilator karena biasanya mereka memiliki masalah dengan bronkokostriks.
Beberapa inhaler mengandung kombinasi dari obat “darurat”.Dan “perbaikan”
(capriotti, 2005). Karena lien bergantung pada obat inhalasi untuk mengontrol
penyakitnya, maka mereka perlu mengetahui mengenai obat tersebut dan bagaimana
cara menggunakannya dengan aman. Tujuan pemberian obat secara inhlasi adalah
Memenuhi kekurangan zat asam, membantu kelancaran metabolisme, sebagai
tindakan pengobatan dan mencegah hipoxia(misalnya pada penyelam, penerbang,
pendaki gunung, pekerja tambang).
 Keuntungan Dan Kerugian Pengobatan Secara Inhalasi
1.   Keuntungan
Dibandingkan dengan terapi oral (obat yang diminum), terapi ini lebih efektif,
kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang
lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lainpun lebih sedikit. Sebanyak 20-
30% obat akan masuk di saluran napas dan  paru-paru, sedangkan 2-5% mungkin
akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Bandingkan dengan obat oral.
Ibaratnya obat tersebut akan "jalan-jalan" dulu ke lambung, ginjal, atau jantung
sebelum sampai ke sasarannya, yakni paru-paru. Pada anak-anak, umumnya diberi
tambahan masker agar obat tidak menyemprot kemana-mana. Dengan cara ini,
bayi/balita cukup bersikap pasif dan ini jelas menguntungkan.
2.  Kerugian
Jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan obat yang di pakai tidak
cocok dengan keadaan mulut dan sistem pernafasan , hal yang mungkin bisa terjadi
adalah iritasi pada mulut dan gangguan pernafasan. Jadi  pengguna pengobatan
inhalasi akan terus berkonsultasi pada dokter tentang obat nya. Selain hal itu obat
relatif lebih mahal dan bahkan mahal dari pada obat oral.
 Jenis-Jenis Inhalasi
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat
dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan
mengurangi efek sistemik.Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik,
sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya
menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak
usia sekolah.
1.      Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,
sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini
mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa
tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau
bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer
ini sangat menguntungkan pada anak. Cara Penggunaan :
1.  Lepaskan penutup aerosol
2. Pegang tabung obat di antara ibu jari dan jari telunjuk kemudian kocok
seperti gambar
3. Ekspirasi maksimal. Semakin banyak udara yang dihembuskan, semakin
dalam obat dapat dihirup.
4. Letakkan mouthpiece di antara kedua bibir, katupkan kedua bibir kuat-
kuat
5. Lakukan inspirasi secara perlahan. Pada awal inspirasi, tekan MDI
seperti pada gambar. Lanjutkan inspirasi anda   selambat dan sedalam
mungkin.
6. Tahan nafas selama kurang lebih 10 detik agar obat dapat bekerja
7. Keluarkan nafas secara perlahan
8. Kumur setelah pemakaian (mengurangi ES stomatitis)

2. Dry Powder Inhaler (DPI)


Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan
hirupan yang cukup kuat.Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan.Pada
anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena
kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI.Deposisi (penyimpanan)
obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan.Sehingga
dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara Penggunaan Inhaler:
1.    Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin

2.    Ambillah inhaler, kemudian kocok

3.    Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian


bawah
4.    Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan
mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian
mulut inhaler)

5.    Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan
dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan
inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara
efektif)

6.    Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak
membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)

7.    Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi
seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter

8.    Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek
samping yang mungkin terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan
secara tepat dan benar untuk mengurangi gejala yang timbul.
Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga, dan
dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi
informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis,
aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul.
Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab
timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu
membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya
dengan baik, serta mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini
perlu diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin
meningkat.

3. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonik sehingga dalam prakteknya dikenal 2
jenis alat nebulizer yaitu ultrasonic nebulizer dan jet nebulizer. Hasil
pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer
yang digunakan.           
Nebulizer yang dapat menghasilkan partikel aerosol terus menerus ada
juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita
melakukan inhalasi sehingga obat tidak banyak terbuang. Keuntungan terapi
inhalasi menggunakan nebulizer adalah tidak atau sedikit memerlukan
koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat
dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium
kromoglikat).Kekurangannya adalah karena alat cukup besar, memerlukan
sumber tenaga listrik dan relatif mahal. Prosedur Perawatan Dengan
Nebulizer yaitu :
1.         Letakkan kompresor udara pada permukaan yang mendukung untuk
beratnya. Lepaskan selang dari kompresor .
2.         sebelum melakukan perawatan ini, cuci tangan terlebih dahulu
dengan subun kemudian keringkan.
3.         hati-hati dalam menghitung pengobatan secara tepat sesuai dengan
perintah dan letakkan dalam tutup nebulizer.
4.         pasang/ gunakan tutup nebulizer dan masker atau sungkup.
5.         hubungkan pipa ke kompresor aerosol dan tutup nebulizer.
6.         nyalakan kompresor untuk memastikan alat tersebut bekerja dengan
baik.
7.         duduk dalam posisi tegak baik dalam pangkuan atau kursi.
8.         apabila menggunakan masker, letakkan dalam posisi yang tepat dan
nyaman pada bagian wajah.
9.         apabila menggunakan (mouthpiece) letakkan secara tepat antara
gigi dan lidah.
10.     bernafaslah secara normal lewat mulut. Secara periodic ambil nafas
dalam dan tahan selama 2 sampai 3 detik sebelum melepaskan nafas.
11.     lanjutkan perawatan ini sampai obat habis ( antara 9 sampai 10
menit).
12.     apabila pasien merasa pusing atau gelisah, hentikan perawatan dan
istirahat selama kurang lebih 5 menit.
 Indikasi Dan Kontraindikasi Pemberian Obat Secara Inhalasi
1.      Indikasi
·      Pasien sesak nafas dan batuk broncho pneumonia
·      Ppom (bronchitis, emfisema)
·      Asma bronchial
·      Rhinitis dan sinusitis
·      Paska tracheostomi
·      Pilek dengan hidung sesak dan berlendir
·      Selaput lendir mengering
·      Iritasi kerongkongan, radang selaput lendir
·      Saluran pernafasan bagian atas
2.      Kontraindikasi
·      Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini,
membutuhkan mask / sungkup , tetapi mask efektifnya berkurang secara
spesifik. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara
nafas tidak ada / berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan
melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif.
·      Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat
menggerakkan/ memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran
nafas.
·      Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus
dengan perlahan. Ketika di inhalasi katekolamin dapat meningkatkan
cardiac rate dan menimbulkan disritmia. Medikasi nebulizer tidak dapat
diberikan terlalu lama melalui IPPB(intermittent positive pressure
breathing), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme.

E. Pemberian Obat Secara Telinga


Memberikan obat pada telinga melalui kanal eksternal dalam bentuk cair.
Tujuan dari pemberian obat secara inhlasi yaitu untuk memberikan efek terapi lokal
(mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga
eksternal), menghilangkan nyeri dan melunakkan serumen agar mudah diambil.
Pemberian obat yang dilakukan pada telinga dengan cara memberikan tetes telinga.
Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga,
khususnya pada telinga tengah (otitis eksterna). Obat yang diberikan dapat berupa
antibiotik (tetes atau salep). Contoh:
*Obat antibiotik : lorafenikol
*Obat pelunak serumen : karbogliserin 10%
 Persiapan Alat:
 Botol obat dengan penetes steril
 Buku obat
 Cotton bad/kapas lidi
 cairan normal salin/NaCl
 Sarung tangan/handscoon

 Prosedur Kerja:
1. Cek obat, waktu, jumlah dan dosis serta telinga bagian mana
2. Siapkan klien / pasien:
~ Identifikasi klien (nama, alamat, umur)
~ Sediakan asisten perawat (bila diperlukan) untuk mencegah cedera pada bayi
/ anak kecil
~ Atur posisi klien ke samping dengan telinga yg akan diobati pada bagian
atas
3. Cuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Bersihkan daun telinga dan lubang telinga
- Jika pasien terdapat infeksi telinga (Otitis media akut (OMA))
- Gunakan kapas lidi / cotton bad dibasahi dengan NaCl kemudian bersihkan
daun telinga (meatus auditorius eksterna)
- Hangatkan obat tetes telinga, hangatkan obat kedalam air hangat dalam
waktu yg singkat
- Tarik daun telinga keatas dan ke belakang (dewasa dan anak-anak diatas 3
tahun), tarik daun telinga kebawah dan ke belakang untuk bayi
- Masukkan sejumlah tetes obat yg tepat sepanjang sisi kanal telinga
- Berikan penekanan yg lembut beberapa kali pada tragus telinga (diputar-
putar dengan jempol pada tulang kartilago)
- Anjurkan pada pasien untuk tetap posisi pasien
- Kaji respon pasien terhadap karakter dan jumlah pengeluaran, adanya
ketidaknyamanan dan sebagainya
- Rapikan alat dan buang peralatan yg tidak dipakai
- Cuci tangan
- Dokumentasikan tindakan 

F. Pemberian Obat Melalui Vagina


Pemberian Obat Melalui Vagina merupakan cara pemberian obat dengan
memesukkan obat melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan terapi obat dan
mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan
suppositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.
 Tujuan Pemberian Obat Pervaginam
1. Mengobati infeksi pada vagina
2. Menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina
3. Mengurangi peradangan
 Indikasi
Vaginitis, keputihan vagina dan serviks (leher rahim) karena berbagai etiologi,
ektropia dan parsio dan serviks. Servik sebagai hemoestasis setelah biopsy dan
pengangkatan polip di serviks, erosi uretra eksterna dan popiloma uretra kondiloma
akuminata. Luka akibat penggunaan instrument ginekologi untuk mempercepat
proses penyembuhan setelah electron koagulasi.
 Kontraindikasi
Jangan diberikan pada orang yang mempunyai kecenderungan hipersensitif atau
alergi.
 Macam-macam Obat Pervaginam
Tersedia dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk mengobati
infeksi lokal. Satu ovula dimasukan sedalam mungkin ke dalam vagina setiap hari
sebelum tidur selama 1-2 minggu boleh dipakai sebagai pengobatan tersendiri atau
sebagai terapi interval pada kontensasi. Pamakaian selama masa haid (menstruasi)
tidak dianjurkan.
 Contoh obat supositoria vagina :
a. Flagil Supositoria
b. Vagistin Supositoria
c. Albotil Supositoria
d. Mistatin Supositoria
e. Tri Costatis Supositoria
f. Neoginoksa Supositoria
 Keuntungan dan Kerugian Pemberian Obat Pervaginam
 Keuntungan
1. Proses penyembuhan lebih cepat, dimana jaringan nekrotik
dikoagulasi dan kemudian dikeluarkan.
2. Mengobati infeksi pada vagina.
3. Mengurangi peradangan
 Kerugian
Dapat menimbulkan pengeluaran jaringan rusak, dan dalam vagina berupa
bau dan rasa tidak nyaman.
 Prosedur Pemberian Obat Pervaginam
1. Persiapan Alat
a. Obat dalam tempatnya
b. Aplikator untuk krim vagina
c. Pelumas untuk supositoria
d. Sarung tangan sekali pakai
e. Pembalut
f. Handuk bersih
g. Perlak/pengalas
h. Gorden / sampiran
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
a. Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.
b. Memebritahukan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
c. Menutup jendela, korden, dan memasang sampiran atau sketsel bila perlu.
d. Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.
3. Pelaksanaan
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
c. Gunakan sarung tangan.
d. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
e. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
f. Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
g. Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan berikan
pelumas pada obat.
h. Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang
dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
i. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan
tisu.
j. Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat bereaksi.
k. Cuci tangan.
l. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.
Catatan: apabila menggunakan obat jenis krim, isi aplikator krim atau ikuti
petunjuk krim yang tertera pada kemasan, renggangkan lipatan labia dan
masukkan aplikator kurang lebih 7,5 cm dan dorong penarik aplikator untuk
mengeluarkan obat dan lanjutkan sesuai langkah nomor 8,9,10,11.

G. Pemberian Obat Suppositoria


Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan
memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria. Organ-organ
yang dapat diberi obat suppositoria adalah rectum dan vagina.
 Tujuan Pemberian
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik.
b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.
 Indikasi
Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout akut dan osteoritis.
 Kontra Indikasi
a. Hipersensitif terhadap ketoprofen, esetosal dan ains lain.
b. Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut)
pada saluran cerna.
c. Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.
d. Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
e. Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
f. Pembedahan rektal.
 Macam-Macam Obat Supositoria
Pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac suppositoria
yang berfungsi secara local untuk meringankan defekasi. Dan efek sistemik seperti
pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus.
Pemberian obat suppositoria ini diberikan tepat pada dinding rectal yang melewati
sfinkter ani interna.
Jika dikombinasikan dengan preparat obat oral, maka pada umumnya dosis perhari
adalah 1 supositoria yang dimasukan ke dalam rectum. Jika tidak dikombinasikan,
dosis lazim adalah 1 dosis 2 kali sehari.
Contoh obat supositoria :
Kaltrofen supositoria
Profeid supositoria
Ketoprofen supositoria
Dulcolax supositoria
Profiretrik supositoria
Stesolid supositoria
Boraginol supositoria
Tromos supositoria
Propis supositoria
Dumin supositoria
 Keuntungan dan Kerugian
 Keuntungan
Bisa mengobati secara bertahap
Kalau missal obat einimbulkan kejang, atau panas reaksinya lebih cepat,
dapat memberikan efek local dan sistemik.
Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan defeksasi.
 Kerugian
Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama dari pada IV.
Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi.
Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rekrtal.
 Prosedur Pemberian Obat Suppositoria
1. Persiapan Alat
a. Obat sesuai yang diperlukan (krim, jelly, foam, supositoria)
b. Aplikator untuk krim vagina
c. Pelumas untuk supositoria
d. Sarung tangan sekali pakai
e. Pembalut
f. Handuk bersih
g. Gorden / sampiran
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
a. Menjelaskan kepada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan.
b. Memebritahukan prosedur tindakan yang akan dilakukan.
c. Menutup jendela, korden, dan memasang sampiran atau sketsel bila
perlu.
d. Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar ruangan.
3. Pelaksanaan
a. Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan
waktu, jumlah dan dosis obat.
b. Siapkan klien
Identifikasi klien dengan tepat dan tanyakan namanya
Berikan penjelasan pada klien dan jaga privasi klien
Atur posisi klien dalam posisi sim dengan tungkai bagian atas fleksi
ke depan
Tutup dengan selimut mandi, panjangkan area parineal saja
c. Kenakan sarung tangan
d. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung
bulatan dengan jeli, beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk
dan tangan dominan anda.
e. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk
merelaksasikan sfingterani. Mendorong supositoria melalui spinter
yang kontriksi menyebabkan timbulnya nyeri
f. Regangkan bokong klien dengan tangan dominan, dengan jari
telunjuk yang tersarungi, masukan supusitoria ke dalam anus
melalui sfingterani dan mengenai dinding rektal 10 cm pada orang
dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak-anak.
Anak supositoria harus di tetapkan pada mukosa rectum supaya
pada kliennya di serap dan memberikan efek terapeutik
g. Tarik jari anda dan bersihkan areal anal klien dcngan tisu.
h. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama
5 menit untuk mencegah keluarnya suppositoria
i. Jika suppositoria mengandung laktosit atau pelunak fases, letakan
tombol pemanggil dalam jangkauan klien agar klien dapat mencari
bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi
j. Buang sarung tangan pada tempatnya dengan benar
k. Cuci tangan
l. Kaji respon klien
m. Dokumentasikan seluruh tindakan.

H. Pemberian Obat Mata


Obat mata yang biasanya digunakan berupa tetes mata dan salep mata. Pemberian
obat pada mata dengan obat tetes mata atau salep mata digunakan untuk persiapan
pemeriksaan struktur internal mata dengan mendilitasi pupil, pengukuran refreksi
lensa dengan melemahkan otot lensa, serta penghilangan iritasi mata.
 Persiapan alat:
a. Bak instrumen berisi:
1. Obat mata (tetes mata atau salep mata)
2. Kasa steril
3. Sarung tangan Steril

b.      Kapas DTT


c.       Balutan + plester (bila perlu)
d.      Korentang dalam tempatnya
e.       Bengkok
f.       Larutan clorin 0,5 %
g.      Tempat sampah medis dan non medis
 Persiapan Pasien:

1.      Memberitahu dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan


2.      Atur posisi pasien senyam dengan kepala menengadah dengan posisi
 Pelaksanaan:

1.      Mendekatkan alat ke samping pasien


2.      Siapkan alat dan bahan secara ergonomis
3.      Mencuci tangan
4.      Memakai sarung tangan
5.      Bersihkan mata dengan kapas DTT dari arah dalam ke luar
6.      Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari
dan bagian atas tulang orbita dengan jari telunjuk
7.      Teteskan obat mata diatas sakus konjungtiva sesuai dosis, apabila
mengunakan obat tetes mata. Kemudian anjurkan pasien untuk menutup mata
dengan perlahan-lahan.
8.      Apabila obat mata berupa salep yang digunkan, pegang aplikator salep di
atas pinggir kelopak mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar. Lalu
berikan obat pada kelopak mata bawah. Anjurkan pasien untuk melihat
kebawah. Secara bergantian, berikan obat pada kelopak mata yang atas,
kemudian biarkan pasien untuk memejamkan mata dan mengerakkan kelopak
mata.
9.      Tutup mata dengan kain kasa atau balutan dan diplester (bila perlu)
10.  Merapikan pasien
11.  Merapikan alat
12.  Melepas sarung tangan dan merendam dalam larutan clorin 0,5% selama 10
menit.
13.  Mencuci tangan
14.  Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan

I. Pemberian Obat Epidural


Epidural merupakan suntikan yang menggunakan obat bius lokal (berasal dari
kokain) dan disuntikkan ke dalam ruang-ruang epidural yang melindungi sumsum
tulang belakang. Pada epidural konvensional klien akan mati rasa baik saraf sensorik
maupun motoriknya. Dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir, epidural telah
dikembangkan dengan konsentrasi obat bius yang (bius local), dan dengan kombinasi
anestesi lokal serta opiat (obat yang mirip dengan morfin dan meperidin) pembunuh
rasa sakit untuk mengurangi blok motor, dan untuk menghasilkan apa yang disebut
epidural "berjalan". 
 Macam bius epidural
1. Anastesi spinal epidural gabungan

Untuk beberapa prosedur, dokter anestesi dapat memilih untuk


menggabungkan onset yang cepat dan terpercaya, blok padat dari anestesi
spinal dengan analgesik operatif efek-pos epidural. Ini disebut anestesi
spinal dan epidural gabungan (CSE). Para dokter anestesi dapat
memasukkan anestesi tulang belakang pada satu tingkat, dan epidural
pada tingkat yang berdekatan. Atau, setelah menemukan ruang epidural
dengan jarum Tuohy, jarum tulang belakang dapat dimasukkan melalui
jarum Tuohy ke dalam ruang subarachnoid. Dosis tulang belakang
kemuklienn diberi, jarum ditarik tulang belakang, dan kateter epidural
dimasukkan seperti biasa. Metode ini, dikenal sebagai "-jarum melalui
jarum" teknik, dapat berhubungan dengan risiko sedikit lebih tinggi
menempatkan kateter ke dalam ruang subarachnoid.
2. Epidural ekor
Ruang epidural dapat dimasukkan melalui membran sacrococcygeal ,
menggunakan 22g kateter-over-jarum atau jarum 21Gbiasa. Penyuntikan
volume 1cc/kg anestesi lokal di sini memberikan analgesia yang baik dari
perineum daerah pangkal paha dan ini biasanya suatu teknik-injeksi dan
kateter biasanya tidak ditempatkan. Hal ini dikenal sebagai epidural ekor
atau "ekor".Epidural ekor adalah teknik analgesik efektif dan aman pada
anak-anak menjalani selangkangan, operasi ekstremitas panggul atau
lebih rendah. Hal ini biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum
sejak anak-anak tidak bisa mentolerir injeksi terjaga.
3. Suntikan steroid epidural

Suntikan epidural, atau injeksi epidural steroid, dapat digunakan


untuk membantu mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh disc
hernia , penyakit cakram degeneratif , atau stenosis tulang belakang .
Gangguan ini seringkali mempengaruhi tulang belakang lumbar (leher)
dan rahim (punggung bawah) bidang tulang belakang.
Obat yang digunakan dalam injeksi biasanya kombinasi dari bius lokal
(misalnya bupivakain ) dan misalnya steroid ( triamcinolone ). Teknik
dan risiko dari prosedur tersebut adalah sama dengan orang-orang untuk
analgesia epidural stklienr. Efek dari injeksi epidural steroid bervariasi,
namun keuntungan tetap tidak mungkin. Teknik ini dipercaya untuk
bekerja dengan mengurangi peradangan atau bengkak, atau keduanya,
dari saraf dalam ruang epidural.
Beberapa klien yang memiliki beberapa rasa sakit sisa setelah
injeksi pertama dapat menerima suntikan kedua atau ketiga steroid
epidural. Klien yang tidak menerima bantuan apapun dari suntikan
pertama mungkin manfaat dari suntikan kedua.
 Epidural analgesia telah terbukti memiliki beberapa keuntungan setelah operasi.
Ini termasuk:

a.      Analgesia efektif tanpa memerlukan opioid sistemik.


b.     Insiden masalah pernapasan pascaoperasi dan infeksi dada berkurang.
c.      Insiden pasca operasi infark miokard (serangan jantung ) berkurang.
d.     Respon stres untuk operasi berkurang.
e.      Motilitas usus ditingkatkan oleh blokade dari sistem saraf simpatik.
f.      Penggunaan analgesia epidural selama operasi mengurangi transfusi darah
persyaratan.
Meskipun manfaat ini, tidak ada manfaat survival telah dibuktikan untuk
klien yang berisiko tinggi.
Selain menghalangi saraf yang membawa rasa sakit, obat bius lokal di ruang
epidural akan memblokir jenis lain saraf juga, secara dosis-tergantung.
Tergantung pada obat dan dosis yang digunakan, efek bisa berlangsung hanya
beberapa menit atau sampai beberapa jam. Epidural biasanya melibatkan
menggunakan opiat atau fentanyl sufentanil, dengan bupivakain, Fentanil adalah
candu kuat dengan potensi dan efek samping 80x yang morfin. Sufentanil adalah
opiat lain, 5 sampai 10Xs lebih kuat daripada Fentanil. Bupivakain adalah nyata
beracun, menyebabkan eksitasi: kegugupan, kesemutan di sekitar mulut, tinnitus,
tremor, pusing, penglihatan kabur, atau kejang, diikuti dengan depresi: kantuk,
kehilangan kesadaran, depresi pernafasan dan apnea. Bupivakain telah
menyebabkan beberapa kematian oleh serangan jantung ketika anestesi epidural
telah sengaja dimasukkan ke dalam pembuluh darah, bukan ruang epidural di
tulang belakang.
 Cara Kerja Bius Epidural pada Tubuh
Ketika pemberian bius, Tentu saja klien akan merasakan sakit yang agak
menggigit saat jarum suntik menembus celah ruas tulang belakang. Bahkan ada
orang yang mengalami sedikit pembengkakan pada bekas suntikan, sampai
beberapa hari setelah proses persalinan selesai. Bagi klien yang operasi Caesar,
seringkali timbul rasa seperti ada yang mengganjal di tulang belakang sampai
beberapa minggu setelah persalinan. Rasa sakit ini akan hilang dengan sendirinya
seiring berjalannya waktu. Klien harus tetap berbaring di tempat tidur sampai
saat persalinan tiba. Tapi, selama menunggu, klien diperbolehkan untuk
berbaring menyamping dengan kepala lebih tinggi sekitar 30 derajat dari tubuh.

Umumnya, 3-5 menit setelah obat disuntikkan, sistem saraf dari bagian
rahim hingga jalan lahir akan mati rasa (kebas). Setelah lewat 10 menit,
biasanya klien sudah akan benar-benar mati rasa pada daerah tersebut, atau
hingga seluruh bagian bawah tubuh. Hal ini tidak mempengaruhi kemampuan
klien dalam mengejan, klien tetap dapat mengejan dengan dibimbing dokter dan
perawat yang membantu persalinan. Obat bius itu tidak menghambat proses
persalinan. Hanya saja, klien tidak akan merasakan nyeri luar biasa saat
kontraksi semakin keras, di menit-menit terakhir sebelum si kecil lahir. Namun,
bagi klien yang kehilangan kemampuan untuk mengejan, dokter akan membantu
menggunakan forcep atau alat vakum. Sekalipun tindakan tersebut sebenarnya
menambah besarnya risiko bagi bayi, tapi bila didukung oleh keterampilan
dokter, maka klien tak perlu merasakan kekhawatiran yang berlebihan.
 Pemberian Obat Epidurial

1.     Tujuan pemberian obat


Untuk menghalau rasa sakit di bagian tubuh tertentu, daripada harus
melakukan pembiusan total.
2.     Persiapan Alat
       Jarum
       Spuit steril
       Kapas alkohol
       Bengkok
       Plester
       Gunting
       Bak instrumen
       Jarum epidural nomer 18
       Kateter epidural
       Kateter konektor
       Epidural filter
       Obat yang diperlukan : Bupivacaino 0,5 %, Lidocain 20 mg, MO 6 mg
3.     Prosedur kerja
a.      Kajian adanya kebutuhan pemberian obat, periksa infus intravena dan
siapkan alat.
b.     Posisikan ibu sesuai instruksi dokter anestesi, biasanya posisi miring
pada kala satu persalinan dan duduk pada kala dua.
c.      Cuci tangan dan periksa kembali obat anestesi lokal.
d.     Bila ibu bebas dari kontraksi, buka penutup filter, desinfeksi port
tersebut dengan kapas alkohol dan injeksikan obat anestetik lokal
dengan kecepatan 5 ml per 30 detik.
e.      Observasi ibu untuk adanya reaksi merugikan seperti Tinnitus,
mengantuk dan bicara tidak jelas.
f.      Pasang kembali tutup filter.
g.     Nadi dan tekanan darah diukur seperti pada pemeriksaan awal, setiap 5
menit selama sedikitnya 20 menit.
h.     Bila perlu posisikan ibu kembali.
i.       Bereskan alat dengan benar.
j.       Dokumentasikan pemberian dan pengaruh serta lakukan tindakan yang
sesuai.
k.     Lanjutkan observasi untuk dampak dan efek samping, panggil dokter
anestesi bila perlu.

 Hubungan antara Bius Epidural dengan Proses Persalinan


Pada kasus-kasus tertentu, bius epidural menyebabkan persalinan berlangsung
lebih lambat. Tapi, pada banyak kasus, justru sebaliknya. Persalinan menjadi
lebih cepat karena si ibu menjadi jauh lebih rileks, karena nyaris tidak merasakan
nyeri saat kontraksi berlangsung.obat bius mungkin saja masuk ke dalam tubuh
bayi, tetapi, hanya dalam dosis sangat rendah. Sangat sedikit kasus yang
dilaporkan mengenai dampak negatif dari obat bius epidural terhadap bayi yang
baru dilahirkan. Hal ini biasanya terjadi pada persalinan yang berlangsung lama,
misalnya karena terjadi komplikasi. Obat bius yang masuk ke dalam tubuh bayi,
biasanya akan menyebabkan si bayi tampak teler atau mengantuk.
J. Teknik Pemberian Obat Melalui Terapi Panas Dingin
Terapi adalah suatu proses berjangka panjang berkenaan dengan rekonstruksi
pribadi.Dalam kamus Bahasa Indonesia, definisi terapi adalah usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Tidak disebut ‘usaha medis’ dan juga
tidak disebut menyembuhkan penyakit. Maka kita bisa paham bahwa terapi adalah
lebih luas daripada sekadar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat memberi
kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit dapat
dianggap terapi.
 Macam-Macam Terapi
1. Terapi Panas
Terapi panas merupakan terapi dengan menggunakan panas.
Pemberian panas  adalah memberikan rasa hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan, sedangkan kompres adalah salah satu metode fisik yang
digunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila anak demam yang sudah
dikenal sejak zaman dulu. Kompres panas membantu meredakan sakit
yang berhubungan dengan radang sendi dan otot kaku dengan
mengurangi ketegangan dan melancarkan aliran darah.
 Tujuan umum :

a.    Untuk meningkatkan sirkulasi pada daerah tertentu.


b.    Untuk meningkatkan rasa nyaman dan relaksasi.
c.    Untuk mempercepat pengeringan luka.
d.   Untuk memanaskan bagian tubuh tertentu.
e.    Untuk mempercepat penyembuhan.
f.     Untuk merangsang peristaltik usus.
 Dilakukan Pada Pasien :
a.    Dengan perut kembung.
b.    Pasien yang kedinginan.
c.    Dengan radang, misalnya adneksitis, persendian, dll.
 Hasil Yang Diharapkan :
a.    Bagian tubuh menjadi panas.
b.    Relaksasi dari otot yang spasme atau kejang.
c.    Peningkatan sirkulasi pada daerah tertentu.
d.   Penyembuhan luka.
 Panas antara lain dapat diberikan kepada seorang penderita dengan perantara:
a. Kendi
Antara lain terdapat kendi yang terbuat dari batu atau logam. Pada
penggunaannya kendi ini diisi dengan air mendidih, namun pada
kebanyakan hal tersebut sudah tidak dipergunakan lagi.  Yang sekarang
digunakan adalah kendi yang dilebur padat, yang dapat diisi dengan air
atau paraffin. Kendi ini dipanaskan sampai mencapai suhu 90C atau
dipertahankan pada suhu tersebut dalam sebuah pemanas kendi.
b. Kantung Air Panas
Kantung air panas merupakan kantung karet dapat ditutup dengan
sekrup diperlengkap dengan penutup karet / sebuah lempeng karet.
Kantung diisi dengan air yang panasnya 80C. Air yang mendidih akan
merusak kantung yang terbuat dari bahan karet. Kantung air panas diisi air
panas sampai 1/3 penuh.

 Peralatan yang diperlukan :


1)   Kantung air panas.
2)   Air panas.
3)   Kantung atau sarung flannel (misalnya sarung kecil).
4)   Handuk.

 Cara Kerja :
1)   Periksalah keadaan kantung air panas.
2)   Isi kantung air panas dengan sejumlah air panas yang dibutuhkan.
3)   Hilangkan udara yang terdapat dalam kantung air panas dengan
meletakkan   kantung air panas secara mendatar, leher mulut kantung
sedikit ditinggikan, turunkan perlahan hingga udara dalam kantung
terdorong oleh air keluar.
4)   Tutup kantung dengan skrup penyumbatnya.
5)   Keringkan bagian luar dan dalam leher mulut kantung.
6)   Periksa kantung air panas bocor ataukah tidak.
7)   Pasang kantung/ sarung flannel untuk membungkus kantung air
panas.
8)   Letakkan kantung itu pada kaki penderita / tempat lain yang
diinginkan dan tidak boleh pada bagian tubuh yang telanjang.
9)   Pada penggunaan yang berlangsung lama, jangan sampai lupa
memeriksa kulit penderita pada tempat diletakkannya kantung.

c. Bantal Listrik
Bantal listrik jarang sekali dipergunakan. Misalkan saja seorang
penderita membutuhkannya, maka hendaknya kita selalu mengingat hal-
hal berikut ini:

1)   Sebelum kita memakainya, lebih dahulu harus ada pemeriksaan apakah
kawat, steker dan sakelarnya baik keadaannya.
2)   Panaskan bantal kecil pada kedudukan yang paling tinggi, kemudian
biarkan terlebih dahulu menguap (di luar tempat tidur penderita).
3)   Selanjutnya pasanglah sakelar pada kedudukan arus listrik yang paling
rendah, usahakan agar sakelar tidak sampai berada di bawah selimut
penderita dan jaga pula agar tidak dapat bersentuhan dengan air.
4)   Harus diamati agar penderita tidak sampai mengubah kedudukan
sakelar yang sudah ditetapkan tadi.

d. Selimut Listrik

Cara penggunaan selimut listrik sama seperti penggunaan bantal listrik


e. Lampu Infra Merah
Lampu infra merah merupakan  sebuah sumber panas dengan sinar
tertentu yang dipancarkan. Sinar infra merah dipancarkan pada tubuh
panderita untuk memperoleh rasa hangat pada tubuhnya.
 Keuntungan dan kerugian terapi panas

 Keuntungan
1)   Memenuhi kebutuhan rasa nyaman pada klien.
2)   Mudah dan Praktis.
3)   Memberikan rasa hangat.
4)   Mengurangi dan membebaskan rasa nyeri.
 Kerugian
1)   Pada 24 jam pertama setelah cedera traumatik. Panas akan   
meningkatkan perdarahan dan pembengkakan.
2)   Perdarahan aktif. Panas akan menyebabkan vasodilatasi dan
meningkatkan Perdarahan.
3)   Edema noninflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan
edema.
4)   Tumor ganas terlokalisasi. Karena panas mempercepat metabolisme
sel, pertumbuhan sel, dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat,
mempercepat metastase (tumor sekunder).
5)   Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau lepuh. Panas
dapat membakar atau menyebabkan kerusakan kulit lebih jauh.

2. Terapi Dingin
Terapi dingin dikenal sebagai cryotherapy yang bekerja pada prinsip
pertukaran panas. Hal ini terjadi ketika menempatkan objek pendingin
dalam kontak langsung dengan objek suhu yang lebih hangat, seperti es
terhadap kulit. Objek dingin akan menyerap panas dari objek yang lebih
hangat. Setelah cedera, pembuluh darah akan memberikan oksigen dan
nutrisi kepada sel-sel yang rusak. Sel-sel di sekitar cedera meningkatkan
metabolisme dalam upaya mengkonsumsi lebih banyak oksigen.

Ketika seluruh oksigen digunakan, sel-sel akan mati serta pembuluh


darah yang rusak tidak bisa membuang sampah. Sel darah dan cairan
meresap ke dalam ruang di sekitar otot yang mengakibatkan
pembengkakan dan memar. Saat es ditempelkan akan menyebabkan suhu
jaringan yang rusak menurun melalui pertukaran panas dan
menyempitkan pembuluh darah lokal. Hal ini memperlambat
metabolisme dan konsumsi oksigen, sehingga mengurangi laju kerusakan.
Proses tersebut menghentikan transfer impuls ke otak yang mendaftar
sebagai nyeri. Kebanyakan terapi dan dokter menyarankan untuk tidak
menggunakan terapi panas setelah cedera, karena hal ini akan memiliki
efek sebaliknya dari terapi dingin. Panas meningkatkan aliran darah dan
melemaskan otot-otot. Hal itu baik untuk meredakan ketegangan otot,
tetapi hanya akan meningkatkan rasa sakit dan pembengkakan cedera
dengan mempercepat metabolisme. Terapi dingin harus selalu digunakan
sesegera mungkin setelah cedera terjadi. Terapi dingin dilakukan sekitar
15 hingga 20 menit selama 48 jam.
 Tujuan Umum :

a.    Menurunkan suhu tubuh.


b.    Mengurangi rasa nyeri.
c.    Mengurangi atau menghentikan pendarahan.
d.   Mencegah perluasan infeksi.
e.    Mengurangi odema.
f.     Luka menjadi bersih.
 Dilakukan Pada Pasien :
a.    Suhu badan tinggi.
b.    Radang.
c.    Memar.
d.   Batuk atau muntah darah.
e.    Luka tertutup/ terbuka.
 Hasil Yang Diharapkan :
a.    Pendarahan berkurang atau berhenti.
b.    Suhu tubuh menurun.
c.    Nyeri berkurang.
d.   Odema berkurang.
e.    Pembuluh darah akan menyempit sehingga darah akan mengalir
melalui daerah yang diinginkan.

 Suhu dingin antara lain dapat diberikan dengan mempergunakan peralatan:


1) Kompres Es
Ke dalam sebuah baskom, masukkan beberapa bongkah es yang
berukuran kecil. Kita memakai dua kompres untuk tujuan yang sama, kita
dapat pula mempergunakan sarung tangan pengusap badan yang basah yang
kita letakkan di atas bongkah es tersebut.  Gunakan kompres es secara
bergantian dan mendinginkannya secara berurutan, dengan cepat. Kompres
yang kita pergunakan tidak boleh terlalu basah, sehingga airnya menetes.
2) Kantung Es dan Kerah Es.
Kantung es adalah sebuah kantung karet yang tipis, yang ditutup
dengan mempergunakan sebuah sumbat sekrup dan sebuah cincin karet
atau sebuah lempeng karet. Hal yang sama berlaku juga bagi kerah es,
hanya bentuknya saja yang berbeda dan ia dipergunakan khusus untuk
leher. Sebuah kantung es harus didinginkan kembali pada waktunya, yaitu
sebelum es yang terakhir mencair. Berapa cepatnya es itu akan mencair,
bergantung pada suhu penderita dan suhu sekitarnya.
 Peralatan yang diperlukan :
1) Kantung es atau kerah es.
2) Potongan es yang kecil- kecil.
3) Peniti atau penusuk es.
4) Sarung kecil yang terbuat dari bahan flannel.
5) Handuk.
 Cara Kerja :

1)   Sebelum dipergunakan, periksa dahulu keadaan kantung dan kerah es.
2)   Potongan es kecil- kecil dari lemari es, dimasukkan ke dalam baskom. Jika
diperlukan potongan es yang lebih kecil lagi, kecilkan dengan menggunakan
peniti atau penusuk.  Untuk mengerjakannya membutuhkan alas bersih. Jika
terdapat ujung yang runcing, Tumpulkan dengan membilasnya di bawah
pancuran, kemudian isi kantung es.
3)   Air yang berasal dari es mencair dan udara yang terdapat di dalam kantung es
harus di keluarkan.
4)   Tutup kantung atau kerah es.
5)   Setelah bagian luarnya dikeringkan, periksa kantung es jika terjadi kebocoran.
Kemudian masukkan kantung tersebut ke dalam sarung kecil yang terbuat dari
bahan flanel. Kantung tidak boleh di letakkan diatas kulit telanjang pasien.
3) Butir- Butir Es
 Peralatan yang diperlukan :

1)   Balok es berukuran kecil.


2)   Peniti atau penusuk es.
3)   Gelas dan sepotong kasa.
4)   Piring kecil.
5)   Sendok kecil.
 Cara Kerja :
Dengan tangan bersih, letakkan balok es berukuran kecil di atas
alas yang bersih lalu tusuk- tusuk sehingga butir es menjadi lebih
kecil. Butir es dimasukkan ke dalam gelas yang diatasnya telah
direntangkan sepotong kasa. Gelas dan sendok kecil diletakkan di
piring kecil kemudian dibawa ke tempat penderita, dan sampaikan
bahwa ia harus menelan butir- butir es secara utuh.

4) Unsur – Unsur Pendingin


Unsur pendingin atau “cold packs” diperoleh dalam keadaan siap
pakai, digunakan sebagai pengganti kantung es. Unsur- unsur tersebut
harus didinginkan di lemari es dengan suhu (- 18C). Suhu diatas 60C
harus dihindarkan. Letakkan cold packs pada tempat yang diinginkan,
bungkus dengan kain flanel dan tidak boleh diletakkan diatas kulit
telanjang. Setelah selesai dipakai, bersihkan unsur- unsur pendingin
dengan air dan sabun. Dan perlu diingat bahwa unsur pendingin harus
dihindarkan dari kerusakan oleh benda tajam. Saat pemberian terapi panas
dingin kepada penderita, kita dapat mengamati dan melaporkan hal- hal
berikut :
1) Reaksi Penderita.
2) Keadaan kulit pada tempat kita meletakkan terapi panas dingin.
3) Apakah keluhan rasa nyeri makin bertambah.
4) Apakah pemberian suhu dingin atau panas dirasakan oleh penderita
sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
5) Apakah kulit pada tempat kita meletakkan kelihatan sangat merah
(pada pemanasan) atau berwarna putih/ merah tua (pada pendinginan).
 Keuntungan dan Kerugian Terapi Dingin
 Keuntungan

1)   Alat dan bahan mudah ditemukan dan digunakan di rumah.


2)   Murah.
3)   Persiapan yang sedikit.
4)   Baik untuk luka ringan yang hanya memerlukan terapi dingin untuk
satu samapi dua hari.
 Kerugian

1)   Es sebagai bahan dari terapi dingin mudah jatuh serta sulit untuk
menjaga es di tempat.
2)   Es cepat mencair dan dapat membuat berantakan terutama jika
melakukan terapi dingin di tempat tidur.
3)   Es diterapkan pada permukaan sendi secara terbatas.
4)   Hanya dapat diterapkan untuk jangka waktu yang singkat (10-20
menit).
5)   Sulit digunakan untuk cedera yang lebih besar atau setelah operasi
karena berbagai alasan.

K. Manajemen Nyeri
Nyeri dapat didefinisikan sebagai “pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial
atau dilukiskan dalam istilah seperti kerusakan” (The International Association for the Study
of Pain, 1979). Namun dewasa ini, banyak rumah sakit yang telah melakukan upaya intensif
untuk mengelola rasa nyeri tersebut, sehingga rasa nyeri yang menyertai tindakan medis,
tindakan keperawatan, ataupun prosedur diagnostik pada pasien dapat diminimalkan atau
dilakukan tindak lanjut yang teratur, sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh rumah
sakit dan kebutuhan pasien. Nyeri yang dirasakan pasien dikelola dengan melakukan
pemantauan secara kontinyu dan terencana. Bahkan dalam akreditasi Joint Commission
International (JCI) isu manajemen nyeri ini menjadi salah satu elemen penilaian yang
dipersyaratkan untuk dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Dalam manajemen nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan, antara lain :
1) Stimulas kutaneus
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan stimulasi pada kulit untuk
menghilangkan nyeri.

Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :


• Kompres dingin
• Analgetic ointments
• Counteriritan, seperti plester hangat
• Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan
dengan area nyeri

2) Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada hal lain
sehingga kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik distraksi dapat
dilakukan diantaranya dengan cara :
Nafas dalam lambat dan berirama
• Massage and slow, rhythmic breating
• Rhythmic singing and tapping
• Active listening
• Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan mendengarkan musik
yang lembut)
3) Anticipatory Guidance

Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara


memberikan informasi yang dapat mencegah terjadinya misinterpretasi dari
kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan membantu pemahaman apa yang
diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien diantaranya :
• Penyebab nyeri
• Proses terjadinya nyeri
• Lama dan kualitas nyeri
• Berat-ringannya nyeri
• Lokasi nyeri
• Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
• Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
• Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur
4) Relaksasi

Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan


beberapa keuntungan, antara lain :
• Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau
stres.
• Menurunkan nyeri
• Menolong individu untuk melupakan nyeri
• Meningkatkan periode istirahat dan tidur
• Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
• Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain sebagai
berikut :
• Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
• Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan
rasakan betapa nyaman hal tersebut
• Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
• Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan – lahan,
pada saat ini biarkan telapak kaki relaks.Perawat minta kepada klien untuk
mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.

• Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut,


punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
• Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila
nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

Anda mungkin juga menyukai