Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN ANAK


’’Anak Perempuan usia 12 bulan 27 hari dengan kejang demam’’

Pembimbing : dr. Leily Babgei , Sp.A

Disusun Oleh :
Pramudita P H2A013006
Rizzanjeni Berril R H2A013012
Ifta Iftati S H2A013015
Arninda Fergian S H2A013031

KEPANITERAAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Temperatur tubuh normal adalah antara 36,0–37,7°C di axilla.


Peningkatan temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di
hipotalamus sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam didefinisikan
sebagai peningkatan suhu tubuh menjadi >38,0°C.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi karena rangsangan demam,
tanpa adanya proses infeksi intrakranial; terjadi pada sekitar 2-4% anak berusia 3
bulan sampai 5 tahun.1 Saat pasien datang dengan kejang disertai demam,
dipikirkan tiga kemungkinan, yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi
terkontrol dengan demam sebagai pemicu kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan
infeksi sistem saraf pusat atau gangguan elektrolit akibat dehidrasi.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat
demam, tidak memenuhi kriteria kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan
lain harus dipertimbangkan, misalnya infeksi SSP/Sistem Saraf Pusat, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama dengan demam.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama anak : An. A
Tempat tanggal lahir : Semarang, 21 Maret 2016
Umur : 1 tahun 27 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No RM : 529256
Tanggal Masuk RS : 16 April 2017
Tanggal Pemeriksaan : 17 April 2017

b. Nama bapak : Tn.C


Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta (buruh pabrik)
Alamat : Jl. Rr jonggrang timur, Semarang

c. Nama ibu : Ny. D


Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Rr jonggrang timur, Semarang
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita, 17 April 2017 jam 07.00 WIB di
Bangsal Melati RS Tugurejo Semarang

Keluhan Utama : Kejang


Riwayat Penyakit Sekarang
 2 hari
Demam muncul tiba-tiba di seluruh tubuh, dan muncul terus-
menerus. Suhu tubuh 38,6°C. Pasien sudah minum paracetamol tapi
belum membaik. Selain demam, pasien batuk dan pilek secara terus-
menerus. Disertai muntah secara hilang timbul.
 1 hari
Masih demam, kejang secara tiba-tiba di seluruh tubuh, kejang
terjadi satu kali selama kurang lebih 5 menit. Ketika kejang pasien
tidak sadar, mata melilik ke atas, keluar air liur, dan gigi nggeget.
Oleh dokter klinik pasien dirujuk ke UGD RSUD Tugurejo Semarang
dan pasien di rawat inap.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Penyakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat sering sakit : batuk dan pilek
 Riwayat pengobatan 6 bulan : disangkal
 Riwayat rawat inap : disangkal
 Riwayat sakit kuning : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat merokok : diakui
 Riwayat sakit serupa : diakui (kejang demam)
 Riwayat batuk lama : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
.
Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial
Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan satu saudara. Ayah
pasien bekerja sebagai wiraswasta (buruh pabrik) dengan penghasilan
perbulan Rp. 2.000.000, dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga. Biaya
pengobatan menggunakan JAMKESMASKOT.
Pasien tinggal di rumah yang dihuni oleh empat orang, dengan
ventilasi cukup, lantai keramik, dan kondisi rumah bersih.

Riwayat Prenatal
 Keluhan saat hamil : disangkal
 Suntik TT : lengkap
 Ante Natal Care : Setiap bulan di puskesmas
 Konsumsi obat : disangkal
 Perdarahan saat hamil : disangkal

Riwayat Persalinan (Natal)


 Lahir : cukup bulan dengan operasi
(indikasi: oligohidramnion)
 Tempat : Rumah Sakit Willian Booth
 Penolong : Dokter
 BB : 3600 gram
 PB : 47 cm
 Kelainan ketika lahir : disangkal
Riwayat Postnatal
 ASI : tidak ekslusif, masih diberikan sampai
sekarang
 MP-ASI : susu formula sejak lahir, makanan lain
sejak usia 5 bulan

Umur Makanan dan Minuman Jumlah Frekuensi


0 – 5 bulan ASI Semau anak Semau anak
Susu Formula Semau anak Semau anak
5 bulan – 1 MPASI 2 kali
tahun
(pagi dan sore)
Kesan : ASI tidak eksklusif

 Kelainin fisik : disangkal

Riwayat Kontrasepsi
Ibu menggunakan kontrasepsi suntik 1 bulan selama 8 bulan, tidak ada
keluhan selama pemakaian kontrasepsi.

Riwayat Imunisasi

Macam imunisasi Frekuensi Umur Keterangan


Imunisasi dasar Dilakukan di Posyandu
BCG 1 kali 0 bulan Lengkap
DPT 3 kali 2,4,6 bulan Lengkap
Hepatitis B 3 kali 0,1,6 bulan Lengkap
Polio 4 kali 0,2,4,6 bulan Lengkap
Campak 1 kali 9 bulan Lengkap
Kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak
Perkembangan :
Umur Perkembangan
0-3 bulan Motorik Kasar : mengakat kepala
Motorik Halus : menggerakan kepala
Bahasa : mengoceh
Sosial : tersenyum pada ibu
3-6 bulan Motorik Kasar : telungkup
Motorik Halus : mengangkat kepala
Bahasa : mengeluarkan suara bila senang
Sosial : tersenyum saat bermain
6-8 bulan Motorik Kasar : bangkit terus duduk
Motorik Halus : mencoret-coret
Bahasa : mengoceh
Sosial : dada dengan tangan
8 bulan-12 bulan Motorik Kasar : berjalan
Motorik Halus : mencoret-coret, melempar bola
Bahasa : mengucapkan kata-kata
Sosial : dada dengan tangan, tertawa
Kesan Perkembangan sesuai usia

Pertumbuhan :
Pertambahan BB dan PB tiap bulan meningkat
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 April 2017 jam 07.30 WIB di
Bangsal Melati
1. Keadaan Umum : Kurang aktif
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Status Gizi
BB : 9 kg
PB : 69 cm
Z Skore :
 BB/Umur : antara 0 SD sampai -2 SD (gizi baik)
 PB/Umur : antara -2 SD sampai -3 SD (pendek)
 BB/PB : antara 1 SD sampai 2 SD (normal)
Status gizi : Gizi baik, perawakan pendek
4. Tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 27 x/menit
Suhu : 37,1° C
5. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesosefal
b) Mata
Mata cekung (-), Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek
pupil indirek (+/+)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+, bening), epistaksis (-/-),
septum deviasi (-/-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-),
tiroid (Normal), kaku kuduk (-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Lateral>Antero Lateral>Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
Retraksi (-) (-)
2. Palpasi
Pelebaran Inter (-) (-)
Costa Space
Arcus Costa Normal Normal
3. Perkusi
Sonor diseluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan Vesikuler Vesikuler
Wheezing(-), Wheezing(-),
ronki (-/-) ronki (-/-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Lateral>Antero Lateral>Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris

2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)

3. Perkusi
Suara lapang Sonor di seluruh Sonor di seluruh
paru lapang paru lapang paru

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : thrill ( - ), pulsus epigastrium ( - ), sternal lift ( - ), pulsus
para sternal ( - )
Perkusi :
 Batas atas : ICS II parasternal sinsitra
 pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
 batas kanan bawah : ICS IV lin.sternalis dextra
 kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
sinistra 1 cm kearah medial
konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : reguler, Auskultasi: Bunyi jantung I > II (katup mitral

dan trikuspid), Bunyi jantung II > I (katup aorta dan


pulmonal), suara tambahan jantung gallop (-), murmur (-)
SIII (-), SIV (-).
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan cembung, warna sama seperti kulit di
sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio, pekak sisi (+), pekak alih
(-), tes undulasi (-)
Palpasi : turgor cukup, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba.
i) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capilary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
Tonus Normotonus Normotonus
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-

IV. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Darah rutin, Gula Darah Sewaktu, elektrolit, urinalisa

 Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebro Spinalis) tuk singkirkan


kemungkinan meningitis
 EEG (Elektroensefalografi)

V. DAFTAR MASALAH
Masalah aktif Masalah pasif
1. Demam 1. Kejang
2. Batuk
3. Pilek
VI. ASSESMENT
Diagnosis Banding :
 Kejang demam Sederhana
 Meningitis
 Ensefalitis

Diagnosis:
 Diagnosis Klinis : Kejang demam sederhana
 Diagnosis Etiologis : Infeksi ekstra kranial
 Diagnosis Tumbuh kembang : Sesuai usia, Gizi baik perawakan
pendek
 Diagnosis Imunisasi : Imunisai lengkap
 Diagnosis Sosial ekonomi : Cukup

VII. INISIAL PLAN


Assessment
1. Diagnosis
Kejang demam sederhana
2. Faktor Risiko
 Riwayat keluarga ( ibu, ayah ) kejang demam positif,
 Usia 12 bulan
3. Terapi
a. Infus D5 8 tpm
b. Paracetamol sirup 3 kali sehari
c. Puyer Diazepam oral 0,9 mg, 3 kali sehari
d. Deksametason 0,25 g, 3 kali sehari
4. Monitoring
a. KU : timbulnya kejang
b. Suhu tubuh
5. Edukasi
a. Menjelaskan kepada orang tua tentang kejang demam
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk pencegahan kejang dan efek sampingnya
e. ASI tetap diberikan

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE),
kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1
bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan
infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak
berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.2 Definisi berdasarkan
konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan Dokter Anak
Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.3

B. KLASIFIKASI
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks.2 Kejang demam sederhana
berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), tonik-klonik. dan terjadi
kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan spontan.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam. Kejang demam kompleks biasanya menunjukkan gambaran
kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih dari 1 kali
kejang selama 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali, dan di antara
bangkitan kejang kondisi anak tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi
pada sekitar 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu
sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang
adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan anak
sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam.3-5
C. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering,
biasanya merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan
studi populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan
Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen kejang
demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam
berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30% pasien
akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat
menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25%
kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.2,6

D. MEKANISME KEJANG DEMAM


Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap
perubahan letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut
menghasilkan sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin
akan meningkat seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut.
Respons terhadap demam biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-
1) yang merupakan pirogen endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding
bakteri gram negatif sebagai pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag
yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis
factor-alpha (TNF-α), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra),
dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel
endotelial circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2
(COX-2) yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2
yang kemudian menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga
terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis
sitokin di hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß, akan
meningkatkan eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat
GABA-ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan
kejang.7
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG3,5
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis
bakterialis adalah 0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan – sangat dianjurkan
b. Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan
c. Bayi >18 bulan – tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG)
tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada
anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit
gawat darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal
yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal
sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed
Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema

F. PEMERIKSAAN DAN OBSERVASI


Pada kejang demam sederhana, anak <18 bulan sangat disarankan
untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi
lumbal, sedangkan pada anak >18 bulan tidak harus observasi di rumah
sakit jika kondisi stabil, keluarga perlu diberitahu jika terjadi kejang
berulang maka harus dibawa ke rumah sakit. Pada kejang demam
sederhana, pemeriksaan darah rutin, elektroensefalografi, dan
neuroimaging tidak selalu dilakukan. Pemeriksaan pungsi lumbal
dilakukan pada pasien umur <18 bulan, dengan meningeal sign serta
pasien dengan kecurigaan infeksi SSP.
Pada kejang demam kompleks, pemeriksaan difokuskan untuk
mencari etiologi demam. Semua kejang demam kompleks membutuhkan
observasi lebih lanjut di rumah sakit. 8,9 Pungsi lumbal serta beberapa
tindakan seperti elektroensefalografi dan CT scan mungkin diperlukan.3

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Saat Kejang3-5
Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung
singkat dan saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam
keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, dengan cara pemberian secara
perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis
maksimal yang dapat diberikan adalah 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika
kejang terjadi di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Jika anak
di bawah usia 3 tahun dapat diberi diazepam rektal 5 mg dan untuk anak di
atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal 7,5 mg. Jika kejang belum
berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5
menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka
diberikanphenytoin intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali
dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Jika
kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kgBB/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang belum berhenti,
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian Obat pada Saat Demam 3

1. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun
para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis paracetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali,
3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat
menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,5 0
C. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi cukup
berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital, carbamazepine, dan
phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumatan 3

Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan


salah satu ciri sebagai berikut:
1. Kejang lama dengan durasi >15 menit.
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, dan hidrosefalus.
3. Kejang fokal.

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:


1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
2. Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
3. Kejang demam dengan frekuensi >4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata,
misalnya keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Pengobatan Rumat
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid.
Berdasarkan bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, oleh karena itu
pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40–50% kasus. Pada sebagian kecil kasus,
terutama pada usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis valproic acid 15-40
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari
dalam 1-2 dosis. 3

Diagram. Alur tatalaksana kejang demam pada anak5


Catatan:
• Kejang yang tidak teratasi dengan diazepam dapat diberi phenytoin
• Status konvulsi dirawat di ICU
• Diazepam drip jika perlu diberikan tiap 8 jam
• Dosis maksimum phenobarbital 200 mg/hari
H. EDUKASI PADA ORANG TUA3
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan
tak jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang
tua perlu diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta
petunjuk dalam keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu
komunikasi antara orang tua dan keluarga; penjelasan terutama pada:
 Menjelaskan kepada orang tua tentang kejang demam
 Memberitahukan cara penanganan kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Pemberian obat untuk pencegahan kejang dan efek sampingnya

Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:3


 Tetap tenang dan tidak panik.
 Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
 Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
lidah mungkin tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
 Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
 Tetap bersama pasien selama kejang.
 Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
 Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahmood KT, Fareed T, Tabbasum R. Management of febrile seizures in


children. J Biomed Sci and Res. 2011; 3(1): 353-7.
2. de Siqueira LFM. Febrile seizures: Update on diagnosis and management.
Rev Assoc Med Bras. 2010; 56(4): 489-92.
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan
kejang demam Ikatan Dokter Anak Indonesia 2006 [Internet]. 2006 [cited
2015 December 5]. Available from: http://idai.or.id/wp-
content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-2012.pdf.
4. Soetomenggolo, S Taslim. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: BP IDAI;
1999.
5. Suwarba N. Manajemen terkini kejang dan status epileptikus pada anak
[Internet]. 2012. [cited 2014 November 15]. Available from:
http://ngurahsuwarba.wordpress.com.
6. Østergaard JR. Febrile seizures. Acta Pædiatrica 2009; 98: 771-3.
7. Wendorff J, Zeman K. Immunology of febrile seizures
Pracapoglado/review paper. 2011; 20: 40-6.
8. Capovilla G, Mastrangelo M, Romeo A, Vigevano F. Recommendations
for the management of ‘‘febrile seizures’’ adhoc task force of LICE
guidelines commission. Epilepsia 2009; 50(1): 2-6.
9. Jones T, Jacobsen ST. Review childhood febrile seizures: Overview and
implications. Internat J Med Sci. 2007; 4(2): 110-4.

Anda mungkin juga menyukai