Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS THT

“Laki-laki 22 Tahun dengan Nyeri Telan”

Disusun Untuk Memenuhi


Salah Satu Tugas Kepanitraan Umum Stase THT

Pembimbing : dr. Astin, SpTHT

Disusun oleh :

1. Pramudita Probosiwi H2A013006


2. Rizzanjeni Berril R H2A013012
3. Arninda Fergian S H2A013031
4. Ifta Iftati S H2A013015

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh

virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan

bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi

bakteri grup A Streptokokus beta Hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan

yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat

menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut

karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak

umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet

infection).1

Nyeri tenggorokan yang merupakan gejala faringitis adalah keluhan yang

sering ditemukan di fasilitas kesehatan primer. Dari semua kasus yang ditemukan,

hanya sekitar 20% yang terindikasi untuk mendapat terapi antibiotik. Terapi antibiotik

biasanya diberikan jika infeksi akibat bakteri. Infeksi bakteri sebagai penyebab

faringitis perlu ditegakkan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi

yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. National Ambulatory Medical Care

Survey pada tahun 2000 melaporkan bahwa persentase faringitis di fasilitas kesehatan

2
primer sebesar 1,1%. Penularan faringitis lebih sering melalui kontak tangan dengan

sekret nasal daripada sekret oral.2

3
BAB II
LAPORAN KASUS

PENYUSUN LAPORAN

Nama Kelompok : Kelompok K

PENGESAHAN

Nama Dosen : dr. Astin, SpTHT

Tanda tangan :

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. Z

Usia : 22 tahun

Alamat : Semarang

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama :Islam

Status :-

No. CM :-

Tanggal datang ke periksa : Rabu, 22 Maret 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada Rabu, 22 Maret 2017 pukul

13.00 WIB di Klinik UNIMUS.

4
Keluhan Utama : Nyeri telan sejak 3 hari yang lalu.

RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)


Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri

telan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri hanya dirasakan di tenggorokkan. Pasien

mengeluhkan keluhan tersebut secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan

dirasakan pasien secara terus-menerus dan mengganggu aktifitas. Keluhan

terasa memberat pada saat makan, dan pasien telah membeli obat diwarung

namun tidak membaik. Adapun keluhan lain seperti batuk berdahak, hidung

tersumbat, nafas bau dan demam.

RPD (Riwayat penyakit Dahulu)


- Riwayat pasien mengalami keluhan yang sama 2 bulan yang lalu.
- Riwayat sakit telinga : disangkal
- Riwayat tonsilitis : disangkal
- Riwayat rinitis : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat DM (Diabetes Militus) : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)


- Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

RP Pribadi
- Riwayat merokok : disangkal

5
- Konsumsi alkohol : disangkal
- Cuci tangan sebelum makan : disangkal

R Sos
- Pasien berobat dengan biaya BPJS

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. KEADAAN UMUM

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

B. TANDA VITAL :
-Frekuensi Nadi : 80 x/mnt (dbn)

-Tekanan Darah : 120/80 mmHg (dbn)

-Frekuensi Napas : 18 x/mnt (dbn)

-Suhu Tubuh : 38,4°C (febris)

:-

C. STATUS GENERALIS
- Kepala : normocephali

- Mata : dbn

- Leher : nyeri tekan di limfonodi submandibula

- Thorax : dbn

- Abdomen : dbn

- Ekstremitas : dbn

6
D. STATUS LOKALIS
1. Telinga
Telinga Luar
Pemeriksaan AD AS
Preauricula
- Hiperemis (-) (-)
- Massa (-) (-)

- Lesi (-) (-)


(-) (-)
- Fistul
(-) (-)
- Nyeri tekan
tragus
Auricula
- Hiperemis (-) (-)
- Massa (-) (-)

- Lesi (-) (-)


(-) (-)
- Deformitas
(-) (-)
- Nyeri tarik
Postaurikula
- Hiperemis (-) (-)
- massa (-) (-)

- lesi (-) (-)


(-) (-)
- fistul
(-) (-)
- Nyeri ketok
mastoid
Canalis Auditorius
Eksternus (CAE)
- Mukosa Dbn Dbn
- Discharge (-) (-)

- Serumen (-) (-)


(-) (-)
- Granulasi
(-) (-)
- Furunkel
(-) (-)

7
- Jamur (-) (-)
- Corpus alienum

Telinga Tengah
Pemeriksaan AD AS
Membran Timpani
- Intak (+) (+)
- Warna Mengkilat seperti Mengkilat seperti
mutiara mutiara
- Reflek cahaya Jam 5 Jam 7
- Perforasi (-) (-)
- Cembung (-) (-)

2. Hidung dan Sinus Paranasal


Pemeriksaan Dextra Sinistra
Hidung Luar
- Hiperemis (-) (-)
- Massa (-) (-)

- Deformitas (-) (-)


(-) (-)
- Krepitasi
(-) (-)
- Nyeri tekan
Sinus Paranasal
- Hiperemis (-) (-)
- Oedem (-) (-)

- Nyeri tekan (-) (-)


(-) (-)
- Nyeri ketuk
Rhinoskopi anterior
- Mukosa Dbn Dbn
- Konka inferior Dbn Dbn

- Massa (-) (-)


(-) (-)
- Corpus alienum
(-) (-)
- Sekret
(-) (-)
- Sumber
Dbn Dbn

8
perdarahan (-) (-)
- Septum
- Polip

3. Gigi dan Mulut


Pemeriksaan Hasil
Bibir
- Sianosis (-)
- Massa (-)

- Lesi (-)
Mulut
- Gusi Dbn
- Gigi Dbn

- Mucosa bucal Dbn


Dbn
- Lidah
Dbn
- Palatum

4. Tenggorok
Pemeriksaan Hasil
Tenggorok
- Tonsil
Ukuran T1-T1
Permukaan Licin
Hiperemis (-)
Kripte (-)
Detritus (-)
- Uvula Dbn

- Arcus faring cukup

- Faring

9
Hiperemis (-)
Eksudat (+) kuning
Granulasi (-)
Rhinoskopi Posterior
- Koana Dbn
- Nasofaring Dbn
- Post nasaldrip (-)
Laringoskopi indirek
- Epiglotis Dbn
- Plica Vocalis Dbn

E. PEMERIKSAAN KHUSUS/LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS
1. Tes Fungsi Pendengaran

Tes Dextra Sinistra

Tes Bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Garputala
- Rine (+) (+)
- Schwabach BC Pemeriksa=BC BC Pemeriksa=BC
Pasien Pasien

- Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Timpanometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10
Lain-lain Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan Hasil

Tes Keseimbangan & Vestibuler


- Tes keseimbangan Tidak dilakukan

- Tes vestibular Tidak dilakukan

Fungsi N. Fasialis Tidak dilakukan

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil

Pemeriksaan Radiologik Tidak dilakukan


Pemeriksaan Endoskopik Tidak dilakukan
Tes alergi Tidak dilakukan
Pemeriksaan patologi klinik Tidak dilakukan
- Darah rutin Tidak dilakukan

- Urin Rutin Tidak dilakukan


Tidak dilakukan
Pemeriksaan Mikrobiologi

II. RINGKASAN
Seorang laki-laki 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri telan sejak

3 hari yang lalu. Nyeri hanya dirasakan di tenggorokan. Pasien mengeluhkan

keluhan tersebut secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan dirasakan

pasien secara terus-menerus dan mengganggu aktifitas. Keluhan terasa memberat

pada saat makan dan pasien telah membeli obat diwarung namun tidak membaik.

11
Adapun keluhan yang lain seperti batuk berdahak, hidung tersumbat, bau nafas

dan demam.

Pada pemeriksaan fisik tanda vital, frekuensi nadi : 80 x/menit, frekuensi

nafas : 18 x/menit, suhu : 38,4oC. Status lokalis didapatkan faring hiperemis,

tidak terdapat granulasi, dan terdapat eksudat berwarna kuning.

III.DAFTAR MASALAH
Masalah aktif Masalah pasif
1. Nyeri telan
2. Batuk berdahak
3. Hidung tersumbat
4. Demam
5. Halitosis
6. Faring hiperemis
7. Terdapat eksudat kuning

IV. RENCANA PENGELOLAAN


1. Diagnosis : Faringitis akut suspect et causa bakterial
2. Diferensial Diagnosis :
- Faringitis akut suspect et causa virus
- Faringitis kronik eksaserbasi akut
- Tonsilitis
- Tonsilofaringitis
3. Terapi
- Medikamentosa

Antibiotik : amoxicilin 3x500 mg (selama 7 hari)

Analgetik dan antipiretik : paracetamol 3x500 mg (bila perlu)

4. Monitoring
- Kontrol ulang bila keluhan tidak membaik
5. Edukasi
- Memberitahu kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit

pasien, penyebab, faktor risiko, dan komplikasinya.


- Menganjurkan pasien untuk menjaga kebersihan mulut.

12
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup, minum yang

banyak dan menjaga kebersihan mulut.


- Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan berminyak.
- Pasien diminta minum obat secara teratur dan sesuai aturan pakai.

Terutama pasien harus mengkonsumsi antibiotik yang diberikan

sampai habis.
- Pasien diminta kontrol ulang seminggu kemudian untuk menilai

keberhasilan terapi.

V. Prognosis
1. Quo ad Vitam : ad bonam
2. Quo ad Sanam : ad bonam
3. Quo ad Fungsionam : ad bonam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Faring

Gambar : anatomi faring3

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti

corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak

pada bagian anterior kolum vertebra. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak

terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas,

faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan

berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan

dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah

14
berhubungan dengan esophagus. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan

laringofaring (hipofaring).4

a. Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah

adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang

adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta

berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan

limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa

Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional

hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan

kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.

glosofaring, n.vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna,

bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.5

b. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum

mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,

sedangkan ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga

orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus

faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.5

c. Laringofaring (Hipofaring)

15
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas

anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah

vertebra servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula.

Bagian ini merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum

glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di

bawah valekula terdapat epiglotis. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi

glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut

menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.5

II. Faringitis
1. Definisi
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan

oleh virus, bakteri, trauma, toksin, dan lain-lain.5


2. Etiologi
Banyak mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis,

antaranya virus (40-60%) dan bakteri (5-40%) yang paling sering. Virus yang

menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus,

Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan

Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus

(HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Sedangkan bakteri

penyebaab faringitis seperti Group A Beta Hemolytic Streptococcus

(GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus, Neisseria gonorrhoeae,

Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium haemolyticum dan sebagainya.

Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus (GABHS) merupakan

16
penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-30% pada anak-anak (5-

15 tahun). Candida juga dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan

menyumbang terjadinya faringitis fungal. 5


3. Faktor Risiko
Faktor resiko penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan

seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan

atau demam.6
4. Klasifikasi
a. Faringitis Akut
1) Faringitis viral

Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari

kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejala yang dapat ditimbulkan

antara lain rinorea, mual, nyeri tenggorokan, sulit menelan. Pada

pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,

coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.

Coaxsachievirus dapat menimbulkan lesi vaskuler di orofaring dan lesi

kulit berupa maculopapular rash.5

Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga

menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak.5

Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai

produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran

17
kelenjar limfe di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali.5

Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri

tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan

tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher

dan pasien tampak lemah.5

2) Faringitis bakterial

Infeksi grup A Streptokokus beta Hemolitikus merupakan

penyebab faringitis akut pada orang dewasa dan pada anak.5

Gejala yang timbul adalah nyeri tenggorok, nyeri menelan,

muntah, dan demam dengan suhu yang tinggi.5

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring, dan tonsil

hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari

kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar

limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.5

3) Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala yang timbul antara lain nyeri tenggorok dan nyeri telan. Pada

18
pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya

hiperemis.5

4) Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.5

b. Faringitis kronik
1) Faringitis kronik hiperplastik

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa

dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa

faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa

dinding posterior tidak rata, bergranular. Pasien dapat mengeluh mula-

mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk berdahak.5

2) Faringitis kronik atrofi

Pada faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan

rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu

serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi

pada faring. Pasien dapat mengeluh tenggorok kering dan tebal serta

mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak dan bila diangkat tampak

mukosa kering.5

c. Faringitis spesifik
1) Faringitis luetika

19
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring

seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya

tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder, atau tersier.5

a) Stadium primer

Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum

mole, tonsil, dan dinding posterior faring berbentuk bercak

keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada

daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga

didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri

tekan.5

b) Stadium sekunder

Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada

dinding faring yang menjalar ke arah laring.5

c) Stedium tertier

Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil

dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada

dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila

pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di

20
palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang

dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen.5

2) Faringitis tuberkulosis

Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari

tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat

timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak

dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui

udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada

tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil

dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding

posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring,

palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher

membengkak.5

Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia.

Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau

otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.5

5. Patofisiologi
Penyebab faringitis dapat bervariasi dari organisme yang

menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang menyebabkan

edema bahkan ulserasi. Organisme yang ditemukan termasuk streptokokus,

pneumokokus dan basilus influenza. Pada stadium awal, terdapat hiperemia

21
kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa

tetapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung

menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia,

pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang

berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan

limfoid. Tidak adanya tonsila, perhatian biasanya dofokuskan pada faring, dan

tampak bahwa folikel limfoid atau bercak-bercak pada dinding faring

posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.

Terkena nya dinding lateral, jika tersendiri disebut sebagai faringitis lateral.

Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsila hanya faring saja

yang terkena.7
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang bila diperlukan.8


a. Anamnesis8
1) Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan
2) Demam
3) Rinorhea
4) Dapat disertai atau tanpa batuk
5) Nyeri kepala
6) Mual
7) Muntah
8) Rasa lemah pada seluruh tubuh
9) Nafsu makan berkurang

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu:8

22
1) Faringitis viral (umumnya oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala

rhinitis dan beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain

demam disertai rinorea dan mual.


2) Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah, demam dengan suhu

yang tinggi, batuk, dan seringkali terdapat pembesaran KGB (Kelenjar

Getah bening) leher.


3) Faringitis fungal: nyeri tenggorok dan odinofagia.
4) Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal, dan

batuk berdahak.
5) Faringitis kronik atrofi: umumnya tenggorokan kering dan tebal serta

halitosis.
6) Faringitis tuberkulosa: nyeri hebat pada faring dan tidak berespon

dengan pengobatan bakterial non spesifik.


7) Faringitis gonorea atau faringitis: dinyatakan riwayat hubungan

seksual, terutama seks oral.

Faktor Risiko:8

1) Usia 3-14 tahun

2) Menurunnya daya tahan tubuh

3) Konsumsi makanan yang dapat mengiritasi faring

4) Gizi kurang
5) Iritasi kronik oleh rokok, minuman beralkohol, makanan, refluks asam

lambung, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring.


6) Paparan udara yang dingin.
b. Pemeriksaan Fisik

23
1) Faringitis viral: pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,

eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak

menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi

vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.8


2) Faringitis bakterial: pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring

dan tonsil hiperemis, dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa

hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.

Kadang ditemukan kelenjar limfa leher anterior membesar,kenyal, dan

nyeri pada penekanan.8


3) Faringitis fungal: pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan

pangkal lidah, sedangkan mukosa faring hiperemis.8


4) Faringitis kronik hiperplastik: pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa

dibawah mukosa faring dan hiperplasia lateral band. Pada

pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan

bergranular (cobble stone).8


5) Faringitis kronik atrofi: pada pemeriksaan tampak mukosa faring

ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa

kering.8
6) Faringitis tuberkulosis: pada pemeriksaan tampak granuloma

perkejuan pada mukosa faring dan laring.8


7) Faringitis luetika, tergantung stadium penyakit:
a) Stadium primer
Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring

berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi berlanjut timbul ulkus

pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri.

Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula.8

24
b) Stadium sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding faring terdapat

eritema yang menjalar ke arah laring.8


c) Stadium tersier
Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan palatum.
c. Pemeriksaan Penunjang8
1) Pemeriksaan darah lengkap.
2) Pemeriksaan mikroskopik, dengan pewarnaan Gram.
3) Pada dugaan adanya infeksi jamur, dapat dilakukan dengan

pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan

KOH.

7. Penatalaksanaan

a. Faringitis akut
1) Faringitis viral
Istirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat, analgetika

jika perlu dan tablet isap. Antivirus metisoprinol diberikan pada infeksi

herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali

pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50

mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.5


2) Faringitis bakterial
a) Antibiotik
Diberikan apabila faringitis disebabkan oleh grup A Streptokokus β

hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal

atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan

dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisisn 4 x 500 mg/hari.5


b) Kortikosteroid
Deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB,

IM, 1 kali.
c) Analgetika

25
d) Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
3) Faringitis fungal

Nystasin 100.000-400.000 2 kali/hari.5

4) Faringitis gonore

Sefalosporin generasi ke-3, ceftriakson 250 mg, IM.5

b. Faringitis kronik
1) Faringitis kronik hiperplastik
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat

kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan

simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat

diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.5


2) Faringitis kronik atrofi
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofi nya dan untuk faringitis kronik

atrofi ditambahkan sengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.5


c. Faringitis spesifik5
1) Faringitis luetika

Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.

2) Faringitis tuberkulosis

Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.

8. Komplikasi

Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri

yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan

26
biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan

dengan antibiotik, atau adanya paparan baru. Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa

Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal

glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses.8

9. Prognosis8

a. Quo ad Vitam : ad bonam


b. Quo ad Sanam : ad bonam
c. Quo ad Fungsionam : ad bonam

III. Pembahasan

Faringitis merupakan suatu peradangan pada dinding faring yang dapat

disebabkan oleh virus, bakteri, trauma, toksin, dan lain-lain. Pada kasus ini ditemukan

gejala yang mengarah pada faringitis akut yaitu nyeri telan sejak tiga hari yang lalu,

demam, batuk, dan halitosis. Gejala pada kasus tersebut sesuai dengan gejala pada

faringitis akut diantaranya nyeri tenggorok terutama ketika menelan, muntah, demam

dengan suhu yang tinggi, dan dapat disertai atau tanpa batuk

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan faring hiperemis,

ditemukan eksudat berwarna kuning, dinding faring tidak ada granulasi, dan didapatkan

nyeri tekan di limfonodi submandibula. Tonsil berukuran T1-T1, tidak hiperemis, tidak

terdapat detritus, dan kripte dalam batas normal. Sehingga, dapat dikatakan bahwa

27
terdapat tanda peradangan pada faring dengan tonsil dalam kondisi normal. Peradangan

faring bersifat akut karena tidak didapatkan granulasi pada dinding faring.

Penatalaksanaan yang diberikan yaitu amoxicilin 3x500 mg selama 7 hari

sebagai antibiotik dan paracetamol 3x500 mg sebagai analgetik dan antipiretik.

BAB IV

RINGKASAN

I. Kasus

Seorang laki-laki 22 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri telan

sejak 3 hari yang lalu. Nyeri hanya dirasakan di tenggorokan. Pasien

mengeluhkan keluhan tersebut secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

Keluhan dirasakan pasien secara terus-menerus dan mengganggu aktifitas.

Keluhan terasa memberat pada saat makan dan pasien telah membeli obat

diwarung namun tidak membaik. Adapun keluhan yang lain seperti batuk

berdahak, hidung tersumbat, bau nafas dan demam.

II. Permasalahan

28
Berdasarkan anamnesis didapatkan nyeri telan (+), demam (+), batuk

(+), halitosis (+).Pada pemeriksaan tenggorok pasien ditemukan faring

hiperemis, ditemukan eksudat berwarna kuning, dan inding faring tidak ada

granulasi.

III. Solusi
1. Farmakologi:
- Amoxicilyn
- Paracetamol
2. Non-farmakologi: istirahat cukup

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Efiaty Arsyad Soepardi. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi


Adenoid. Dalam: Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: FK UI,
2007. Edisi ke-6: 217-219.
2. Miriam T, Nadia C, Aneela. Pharyngitis. Am Fam Physician. 2004. 69(6): 1465-
1470.
3. Atlas of Human Anatomy 4th Edition
4. Arjun S Joshi, 2011. Pharynx Anatomy. Available From:
http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall [Accessed:
22 Maret 2017]
5. Rusmarjono dan Bambang Hermani. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam: Efiaty
A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: FK UI, 2007. Edisi ke-6: 212- 215;
217-218.
6. Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58. Available
From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000/Acute_Pharyngitis.
12.aspx [Diakses pada : 22 Maret 2017]
7. George L.. Bab 17 Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : George
L.A., Lawrence R.B., Peter A.H. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC. 2007
Edisi ke-6;328-329.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis
Bagi Dokter Pelayanan Primer. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

30

Anda mungkin juga menyukai