Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MANAJEMEN PASIEN TENGGELAM DI SUMUR

Dosen pembimbing: Sunarko, S.Pd., M.Med. Ed.

Disusun oleh:

Harmadita Nur Hernawati

P1337420717036

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2019/2020
BAB I

PENDAULUAN

A. Latar belakang

Kecelakaan tenggelam di sumur dapat terjadi oleh semua orang, kejadian

ini berawal dari kurang hati-hati. Tenggelam (drowning) merupakan cedera

oleh perendaman (submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian

dalan waktu kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu

kurang dari 24 jam maka disebut dengan istilah near drowning.

Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus

tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan

air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.

Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat

terjadi di laut atau sumur tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember

berisi air. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat

bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air.

Dalam hal ini, maka pertolongan kegawadaruratan dengan pasien

tenggelam harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya

kolaps pada alveolus, lobus atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan

tindakan kegawatdaruratan ini tentunya harus dilakukan secara benar dengan

tujuan untuk mencegah kondisi korban lebih buruk, mempertahankan hidup

serta untuk peningkatan pemulihan.


Pertolongan pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara

tepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang

menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Pertolongan ini

menggunakan fasilitas dan peralatan yang tersedia pada saat itu dan di tempat

yang dibutuhkan.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari tenggelam?

2. Apa saja jenis-jenis tenggelam?

3. Apa penyebab tenggelam?

4. Apa saja factor risiko dari tenggelam?

5. Bagaimana patofisiologi dari tenggelam?

6. Apa saja komplikasi akibat tenggelam?

7. Bagaimana penyelamatan pasien tenggelam dalam sumur?

8. Bagaimana manajemen gawat darurat pasien tenggelam dalam sumur?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari tenggelam

2. Untuk mengetahui jenis-jenis tenggelam

3. Untuk mengetahui penyebab tenggelam

4. Untuk mengetahui faktor risiko dari tenggelam

5. Untuk mengetahui patofisiologi dari tenggelam

6. Untuk mengetahui komplikasi akibat tenggelam

7. Untuk mengetahui cara penyelamatan pasien tenggelam dalam sumur


8. Utuk mengetahui manajemen gawat darurat pasien tenggelam dalam

sumur

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian tenggelam

Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman

(submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu

kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu kurang dari

24 jam maka disebut dengan istilah near drowning.

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas

(asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah

tenggelam harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban

dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.

Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus

tenggelam di air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan

air maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.

Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat

terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember

berisi air. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat

bahwa mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air.


Tenggelam (Drowning) adalah Proses atau pengalaman gangguan respirasi

akibat tenggelam dalam air. (Szpilman dkk, 2012)

Tenggelam (Drowning) adalah Kematian makhluk hidup karena terendam

air. (Lee dkk).

B. Jenis-jenis tenggelam

Jenis-jenis tenggelam antara lain: (buku UI)

1. Wet drowning

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah

korban tenggelam.

2. Dry drowning

Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat

spasme laring.

3. Secondary drowning

Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari

dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

4. Immersion syndrome

Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat

refleks vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor

pencetus.

C. Penyebab tenggelam (near drowning)

1. Near drowning terjadi ketika korban tidak dapat bernapas dalam air dalam

periode waktu tertentu. Dalam beberapa kasus terutama yang terjadi pada
anak, hal ini dapat terjadi dalam hitungan detik sedangkan pada dewasa

terjadi lebih lama

2. Tidak bisa berenang

3. Kelelahan dan kehabisan tenaga

4. Kehilangan kontrol dan terjatuh ke dalam air yg lebih dalam dan panik

5. Perahu atau kapal tenggelam

6. Terperangkap atau terjerat di dalam air

7. Dibawah pengaruh obat obatan terlarang atau meminum alkohol sewaktu

berenang, atau di atas kapal

8. Kejang

9. Hypothermia

10. Trauma

11. Kecelakaan sewaktu menyelam

12. Meninggalkan anak anak ditepi air

13. Terjatuh pada lapisan es tipis

14. Bunuh diri

D. Faktor Resiko Tenggelam

1. Umur

Sebagian besar kejadian tenggelam sering terjadi pada kelompok umur

1-4 tahun, dan kejadiannya menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Anak usia dibawah 5 tahun menempati tingkat kematian tertinggi di

seluruh dunia. Tenggelam merupakan penyebab kematian nomor tiga


pada kelompok umur 5-14 tahun setelah kecelakaan lalu lintas dan

demam berdarah.

2. Jenis kelamin

Hampir 80% korban meninggal akibat tenggelam adalah laki-laki.

Tenggelam merupakan penyebab kematian nomor 5 pada laki-laki pada

kelompok umur 15-24 tahun.

3. Akses terhadap air

Kondisi lingkungan di sekitar air mempengaruhi kemudahan maupun

hambatan akses ke air seperti kolam, danau, waduk sungai, pantai, saluran

air, galian pasir, sumur, dan lain-lain. Semakin mudah akses ke air akan

meningkatkan risiko kejadian tenggelam.

4. Bencana banjir

Kondisi geografis kepulauan di Indonesia pada musim penghujan

dapat menyebabkan bencana banjir. Bencana banjir tersebut dapat

menimbulkan korban jiwa akibat tenggelam.

5. Transportasi air

Indonesia sebagai negara maritim memiliki banyak transportasi air.

Kondisi transportasi air yang tidak aman seperti tidak laik berlayar, tidak

dilengkapi dengan alat-alat keselamatan, kelebihan muatan dan faktor

cuaca buruk menjadi penyebab terjadinya kecelakaan transportasi air.

6. Mengkonsumsi alkohol dan obat obatan terlarang


Hal ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran maupun gangguan

fungsi tubuh lainnya sehingga mempengaruhi kemampuan konsentrasi,

koordinasi/ keseimbangan, dan refleks/kewaspadaan seseorang saat

berenang.

7. Kurangnya pengawasan

Hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan hampir seluruh

kejadian tenggelam terjadi pada siang hari (97%) dan sebagian besar

kejadian tenggelam pada anak terjadi ketika orang tua atau pengasuh

dengan kondisi konsentrasinya terganggu.

E. Patofisiologi tenggelam

Ketika terbenam ke dalam air atau media cair lainnya, korban yang sadar

akan menahan napas dan mungkin meronta untuk menyelamatkan diri atau

bahkan panik. Kemudian dorongan untuk bernapas (“air hunger”) akan

menyebabkan terjadinya inspirasi spontan – terengah-engah. Hal ini akan

mengakibatkan terjadinya aspirasi cairan yang dapat menghalangi jalan napas

korban sehingga dapat menghambat korban untuk bernapas, kemudian akan

diikuti oleh kejang dan kematian oleh karena hipoksemia. Proses ini dikenal

juga dengan wet drowning. Pada beberapa kejadian korban tidak meminum air,

melainkan terjadi spasme laring yang juga dapat mengakibatkan terjadi

hipoksemia dan kematian yang dikenal dengan istilah dry drowning.


Meskipun aspirasi air tawar dan air laut pada dasarnya menimbulkan

perubahan yang berlawanan dalam volume darah dan elektrolit, hanya sebagian

kecil korban yang meminum air dalam jumlah yang cukup dari kedua jenis

cairan tersebut dapat menyebabkan efek yang signifikan secara klinis. Namun,

aspirasi sejumlah cairan, baik itu air tawar maupun air laut, dapat

menyebabkan adanya kerusakan pulmonal yang dapat mengakibatkan edema

paru non-kardiogenik. Cedera paru yang terjadi dapat diperburuk oleh adanya

kontaminan di dalam air seperti bakteri, material kecil, berbagai bahan kimia

dan muntahan. Hipoksia serebral juga dapat menyebabkan edema paru non-

kardiogenik.

Sebagian besar pasien akan menjadi acidemic. Pada awalnya, hal ini lebih

berkaitan dengan hipoventilasi dibandingkan lactic acidosis akibat adanya

penurunan perfusi jaringan. Abnormalitas elektrolit jarang memerlukan

penanganan pada korban near drowning dan biasanya bersifat sementara

kecuali bila terdapat cedera ginjal yang signifikan oleh karena hipoksia,

hemoglobinuria atau myoglobinuria.

Faktor terpenting yang menentukan efek dari kejadian tenggelam adalah

durasi dan tingkat keparahan hipoksia yang ditimbulkan. Sebagian besar pasien

yang tiba di rumah sakit dengan fungsi kardiovaskular dan neurologis yang

masih baik dapat bertahan hidup dengan kecacatan minimal, sedangkan pada

pasien yang tiba dengan fungsi kardiovaskular yang tidak stabil dan koma akan

lebih buruk oleh karena hipoksia dan iskemia sistem saraf pusat.
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai

gangguan elektrolit.

Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi

elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka

akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli

dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran

darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan

ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma

meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++

dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel

dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya

kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.

Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl

jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda

air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.

F. Komplikasi Tenggelam

1. Pneumonia 8. edema paru

2. Hipoksemia 9. gangguan metabolik

3. Asfiksia 10. (asidosis)

4. ARDS 11. Gangguan hematokrit

5. Aritmia 12. Edema paru

6. hipotermia 13. Edema otak

7. hemolisis 14. Gagal organ ganda


G. Penyelamatan pasien tenggelam dalam sumur

1. Semprotkan udara ke dalam sumur sehingga mengusir gas dari dalam

lubang. Jika kesulitan untuk mencari udara dari pompa, semprotkan air

dalam jumlah mencukupi ke dalam lubang sumur dalam bentuk spray.

Langkah ini cukup membantu menambahkan udara segar ke dalam lubang

sumur selain mengusir gas-gas beracun keluar dari dalam lubang.

2. Lakukan pengecekan dengan menggunakan api untuk mengetahui aman

tidaknya sumur.

3. Jika ada mesin pompa diesel yang sebelumnya digunakan di dalam sumur,

hendaknya diambil terlebih dahulu dan biarkan sumur untuk beberapa

waktu atau terus semprotkan air ke dalam lubang sumur.

4. Orang yang menolong dan akan turun ke bawah jangan sendirian. Saat dia

turun harus diikat ke tubuhnya dan ada orang yang menjaga. Jika merasa

lemas segera minta untuk diangkat ke atas kembali dan menunggu

beberapa saat lagi untuk boleh turun ke bawah lagi.

5. Panggil petugas penyelamatan dari dinas kebakaran atau rumah sakit

H. Manajemen gawat darurat pasien tenggelam dalam sumur

1. Bantuan Hidup Dasar

Penanganan A (airways) B (breathing) C (circulation) merupakan hal

utama yang harus dilakukan, dengan fokus utama pada perbaikan jalan

napas dan oksigenasi buatan, namun imobilisasi servikal perlu

dipertimbangkan pada korban dengan luka yang berat. Cedera servikal

biasanya jarang terjadi pada korban tenggelam, pada korban yang


mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban

tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air.

Prinsip utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri

penyelamat, lalu korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak

perlu terjun ke dalam sumur untuk menyelamatkan korban. Namun, jika

tidak bisa penyelamat harus terjun dengan alat bantu dan pengaman, untuk

membawa korban ke daratan sambil melakukan penyelamatan.

2. Penilaian pernapasan

Dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah

a. Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada

b. Listen, yaitu mendengarkan suara napas

c. Feel, yaitu merasakan ada tidaknya hempusan napas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas

dengan normal dapat di lakukan langkah-langkah seperti

a. Head tild-chin lift,

b. Jaw thrust

c. Heimlich maneuver

d. Suction

e. Pasang OPA atau NPA

Setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian

napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas

buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth

to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas

bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial

yaitu sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung

lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada

pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan

hinggan 10-15 kali selama 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam

selama <5 menit, pernapasan buatan dilanjutkan. Kompresi dada

diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak dan tidak bernapas

dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti

jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas

tempat yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian

kompresi instrinsik untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena

tidak terbukti dapat mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan

aspirasi. Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik

regurgitasi air dari paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi,

namun jangan sampai menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban

dapat dimiringkan dan cairan regurgitasinya dikeluarkan.

3. Bantuan hidup lanjut

Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat

kejadian merupakan hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada

sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan cermat pada saat pertolongan

diberikan.
Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Cedera

lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi

ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien

dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan

tingkat kesadaran untuk dihospitalisasi, perhatian harus difokuskan pada

oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat

dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan

berhubungan langsung dengan hasil akhir.

Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian

oksigen dengan tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukakan dengan

BVM (Bag Valve Mask) atau tabung oksigen. 1 oksigen yang diberikan

memiliki saturasi 100%. Jika setelah pemberian oksigen ini, keadaan

korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi trakeal.


BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Tenggelam (drowning) merupakan cedera oleh karena perendaman

(submersion/immersion) yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu

kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat dalam waktu kurang dari

24 jam maka disebut dengan istilah near drowning.

Pada pasien tenggelam disumur langkah pertolongan yang mungkin dapat

dilakukan antara lain adalah melalui langkah-langkah berikut :

1. Semprotkan udara ke dalam sumur sehingga mengusir gas dari dalam

lubang.

2. Jika ada mesin pompa diesel yang sebelumnya digunakan di dalam sumur,

hendaknya diambil terlebih dahulu dan biarkan sumur untuk beberapa

waktu atau terus semprotkan air ke dalam lubang sumur.

3. Orang yang menolong dan akan turun ke bawah jangan sendirian.

4. Panggil petugas penyelamat dari dinas kebakaran atau rumah sakit

Sedangkan manajemen gawat darurat pasien tenggelam dalam sumur :

1. Bantuan Hidup Dasar : Penanganan A (airways) B (breathing) C

(circulation) merupakan hal utama yang harus dilakukan.

2. Penilaian pernapasan : dilakukan dengan tiga langkah yaitu look, listen

dan feel.
3. Bantuan hidup lanjut

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran mengenai makalah di atas.


DAFTAR PUSTAKA

Arofah, d. 2009. Pemateri Tema Penanganan Korban Pasca Tenggelam (Kondisi

Henti Jantung dan Napas) dalam Kegiatan Pelatihan Korban Paska

Tenggelam pada Life Guard. Narasi Kegiatan Pengabdian Masyarakat.

Onyekwelu, E. 2008. Drowing and Near drowning. Internet Journal of Healt.

Internet Journal of Healt,8(2).

Rahajeng, Ekowati dkk. 2015. Buku Saku Pengendalian Tenggelam pada Anak.

Jakarta.

Tahir, I. 2010. Aspek K3 Pada Proses Pengurasan Sumur. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai