Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DAMPAK GLOBALISASI PADA

MASYARAKAT DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. ARMANDA YUDA PRANATA : 19612011464


2. EGHA SEFYATUS SOLYCHAH : 19612011474
3. RISA MASRIAH : 19612011490
4. VITTA HANDAYANI : 19612011496

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANTAKUSUMA

TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan karunia dan nikmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Terima kasih juga kepada teman-teman yang sudah berlontribusi dalam pemuatan
makalah ini agar selesai tepat pada waktunya.

Akhir kata, kami berharap makalah kami dapat memberi manfaat kepada teman
Mahasiswa yang lain agar dapat menambah ilmu pengetahuannya. Namun
terlepas dari itu, kami mengharapkan kririk dan saran terhadap makalah kami
yang jauh dari kata sempurna.

Penyusun,

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN DEPAN

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan........................................................................................1
1.3 Manfaat.......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Modernisasi di indonesia.....................................................................2

2.2 Ancaman Globalisasi pada kebudayaan............................................6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................11

3.2 Saran.............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memahami globalisasi, globalisasi adalah sebuah konsep yang licin dan  tidak
mudah dipahami. Meskipun terdapat peningkatan keterkaitan pada fenomena
globalisasi sejak 1980-an, istilah tersebut masih digunakan untuk menunjuk,
secara beragam, pada sebuah proses, sebuah kebijakan, sebuah strategi pemasaran,
sebuah bahaya, atau  bahkan sebuah ideologi. Problem dengan globalisasi adalah
bahwa ia bukan sebuah proses tunggal, tetapi sebuah jalinan yang rumit dari
proses-proses, terkadang saling tumpang-tindih dan saling terkait, tetapi juga
terkadang, saling kontradiktif dan saling berlawanan. Karenanya sulit untuk 
menyempitkan globalisasi menjadi sebuah tema tunggal. Barang kali usaha
terbaik untuk  mendefenisikan  ini adalah ide dari Kenichi Ohmae (1989) tentang
sebuah ‘dunia tanpa batas. Ini tidak hanya menunjukan pada kecenderungan
dimana batas-batas politik tradisional, yang berdasarkan pada batas-batas wilayah
nasional dan negara, semakin menjadi lunak; ia juga mengimplikasikan bahwa
pembagian-pembagian masyarakat yang sebelumnya dipisahkan oleh waktu dan 
ruang telah semakinn kurang signifikan dan terkadang menjadi tidak  relavan.
Scholte (2005) karenanya berpendapat bahwa globalisasi  terkait dengan
pertumbuhan hubungan-hubungan ‘suprateritorial’ (sebuah kondisi dimana
kehidupan sosial telah melampaui batas teritorial dengan semakin meningkatnya
komunikasi dan interaksi ‘lintas-batas’ dan ‘lintas-global’ ) antara masyarakat-
masyarakat diseluruh duni. Misalnya, aliran-aliran uang elektronik sekarang dapat
melintasi  seluruh penjuru dunia dalam sekali ketukan pada tombol sebuah
komputer yang memastikan mata uang dan pasar-pasar finansial yang lain
bereaksi hampir seketika terhadap peristiwa—peristiwa ekonomi dimanapun
didunia.

1.2 Tujuan penulisan

Agar mengetahui dampak Globalisasi secara luas.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep modernisasi diindonesia?


2. Bagaimakah sebuah globalisasi mempengaruhi kebudayaan?
3. Apa yang dimaksud globalisasi politik ?
4. Apa yang dimaksud globalisasi ekonomi?
5. Mengapa globalisasi merupakan sebuah ancaman?
6. Bagaimanakah proses bangkitnya globalisasi neoliberal?
7. Bagaimakah modernisasi dan konsekuensi-konsekuensinya menurut Anthony
Giddens?

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Modernisasi di indonesia

1. Konsep Modernisasi

Modernisasi dimulai di italia abad ke-15 dan tersebar kesebagian besar dunia barat
dalam lima abad berikutnya. Kini gejala modernisasi telah menjalar pengaruhnya
keseluruh dunia. Manifesto proses modernisasi pertama kali terlihat diinggris
dengan meletusnya revolusi industri pada abad ke-18, yang mengubah cara 
produksi tradisional ke modern.

Modernisasi masyarakat adalah suatu proses tranformasi yang mengubah:

1. Dibidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri yang


besar, dimana produksi barang konsumsi dan sarana dibuat secara massal.
2. Dibidang politik, dikatakan bahwa  ekonomi yang modern memerlukan
ada masyarakat nasional dengan integrasi  yang baik.

Modernisasi menimbulkan pembaharuan dalam kehidupan. Modernisasi sangat


diharapkan berlansungnya oleh masyarakat. Bahkan  bagi pemerintah merupakan
suatu proses yang sedang diusahakan secara terarah. Modernisasi menurut Cyril
Edwin Black (1991) adalah rangkaian perubahan cara hidup manusia yang
kompleks dan saling berhubungan, merupakan bagian pengalaman yang universal
dan yang dalam banyak  kesempatan merupakan harapan bagi  kesejahteraan
manusia.

Koentjaraningrat (1923-1999), modernisasi merupakan usaha penyesuaian hidup


dengan konstelasi dunia sekarang ini. Hal itu berarti bahwa untuk  mencapai
tingkat modern harus berpedoman kepada dunia sekitar yang mengalami
kemajuan. Modernisasi yang telah dilandasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak hanya bersifat fisik material saja, melainkan lebih jauh daripada
itu, yaitu dilandasi oleh sikap mental yang mendalam.

Manusia yang telah mengalami modernisasi, terungkap pada sikap mentalnya


yang maju, berpikir rasional,berjiwa wiraswasta,berorientasi ke masa depan, dan
seterusnya.

Schorrl (1980), mengatakan bahwa modernisasi adalah proses penerapan ilmu


pengetahuan dan teknologi kedalam semua segi kehidupan manusia dengan
tingkat yang berbeda-beda, tetapi tujuan utamanya untuk  mencari taraf hidup
yang lebih  baik dan nyaman dalam  arti yang seluas-luasnya, sepanjang masih
dapat diterima oleh masyarakat yang bersangkutan.

2
Smith (1973), modernisasi adalah proses yang dilandasi dengan seperangkat
rencana dan kebijaksanaan yang disadari untuk mengubah masyarakat ke arah
kehidupan masyarakat yang kontemporer yang menurut penilaian lebih maju
dalam derajat kehormatan tertentu.

1. Syarat-syarat Modernisasi

            Modernisasi tidak sama dengan reformasi yang menekankan pada faktor
rehabilitasi, modernisasi bersifat preventif, dan kontraktif agar proses tersebut
tidak mengarah pada angan-angan. Modernisasi dapat terwujud melalui beberapa
syarat, yaitu:

1. Cara berfikir ilmiah yang institutionalized dalam kelas penguasa maupun


masyarakat. Hal ini menghendaki sistem pendidikan dana pengajaran yang
terencana  dengan 
2. Sistem administrasi negara yang baik yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada
suatu atau lembaga tertentu.
4. Penciptaan iklim yang baik dan teratur dari masyarakat terhadap
modernisasi dengan cara penggunaan alat komunikasi massa.hal ini harus
dilakukan tahap demi tahap, karena banyak sangkut pautnya dengan sistem
kepercayaan.
5. Tingkst orgsnisasi yang tinggi, disatu pihak disiplin tinggi bagi pihak lain
dipihak pengurangan kepercayaan.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaannya.

1. Ciri-ciri modernisasi

Modernisasi merupakan salah satu modal kehidupan yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:

1. Kebutuhan materi dan ajang persaingan kebutuhan manusia.


2. Kemajuan teknologi dan industrialisasi, individualisasi, sekularisasi,
diferensiasi, dan akulturasi.
3. Modernisasi banyak memberikan kemudahan bagi manusia.
4. Berkat jasanya, hampir semua keinginan manusia terpenuhi.
5. Modernisasi juga memberikan melahirkan teori baru.
6. Mekanisme masyarakat berubah menuju prinsip dan logika ekonomi serta
orientasi kebendaan yang berlebihan.
7. Kehidupan seseorang perhatian religiusnya dicurahkan untuk bekerja dan
menumpuk kekayaan.

3
1. Peradaban Indonesia di Tengah Modernisasi dan Globaisasi

Arus modernisasi dan globalisasi adalah sesuatu yang pasti terjadi dan sulit untuk
dikendalikan, terutama  karena begitu  cepatnya informasi yang masuk keseluruh
belahan dunia. Hal ini membawa pengaruh bagi seluruh  bangsa didunia, termasuk
didalamnya bangsa indonesia. Dengan perkembangan teknologi, informasi, dan
komunikasi, maka dunia menjadi sempit,ruang dan waktu menjadi sangat relatif,
dan  dalam banyak  hal batas-batas negara sering menjadi kabur bahkan mulai
tidak relavan. Dinding pembatas antar bangsa menjadi semakin terbuka bahkan
mulai hanyut oleh arus perubahan. Oleh karena itu, indonesia menghadapi
kewajiban ganda, disatu pihak melestarikan warisan budaya bangsa dan dipihak
lain membangun kebudayaan nasional yang modern.

Tujuan akhir dari kedua usaha atau kewajiban ini adalah masyarakat modern yang
tipikal indonesia, masyarkat yang tidak hanya mampu membangun dirinya
sederajat dengan bangsa lain, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan 
kemerosotan mutu lingkungaan hidup akibat arus ilmu dan teknologi modern
maupun menghadapi tren global yang membawa daya tarik kuat kearah pola hidup
yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa (Indra Siswarini, 2006:16).

 Pertanyaannya, mampukah kita membangun bangsa ditengah-tengah modernisasi


dan globalisasi dalam  arus yang semakin kuat? Jika jawaban “ya”, maka kita 
akan mampu menjadi negara maju yang masih berjati diri indonesia. Jika “tidak”,
maka selamanya kita akan menjadi bangsa yang terjajah. Salah satu  yang bisa
menjawab “ya” adalah  peranan lembaga  pendidikan untuk terus menggali ilmu
pengetahuan dan teknologi serta informasi tanpa menghilangkan jati diri
indonesia melalui pelestarian nilai-nilai dan  moral bangsa indonesia.  

Globalisasi kebudayaan

Globalisasi kebudayaan adalah proses dimana informasi, komoditas dan gambaran


yang telah diproduksi disalahsatu  dunia masuk kedalam sebuah aliran global
yang cendeung menipiskan perbedaan-perbedaan kebudayaan antara bangsa-
bangsa, wilayah-wilayah dan individu. Ini terkadang digambarkan sebagai proses 
McDonaldisasi (proses dimana komoditas-komoditas global dan praktik-praktik
perdagangan dan pemasaran yang terkait  dengan industri makanan cepat-saji
menjadi mendominasi sektor-sektor ekonomi). Didorong, sebagaian, oleh
pertumbuhan perusahaan-perusahaan transnasional dan munculnya komoditas-
komoditas global, globalisasi kebudayaan juga didorong oleh apa yang disebut
‘revolusi informasi’, penyebaran teknologi informasi dan internet, dan
perusahaan-perusahaan media global. Akan tetapi, sebagaimana ditunjukkan
sebelumnya, kebudayaan meloloskan dan sekaligus membatasi kekuatan-kekuatan
globalisasi. Disamping penyebaran film-film hollywood, sepatu olahraga 

4
nike,dan rumah kopi Starbucks, penjualan barang-barang keseluruh dunia
memerlukan kepekaan terhadap kebudayaan dan praktik  sosial pribumi.

Globalisasi politik

Globalisasi politik  terlihat pada semakin pentingnya peran organisasi-organisasi


internasional. Meraka adalah organisasi-organisasi yang bersifat transnasional
dimana wilayah kerja mereka mencakup area internasional yang mencakup
beberapa negara. Kebanyakkan organisasi semacam itu muncul pada periode
pasca 1945: contohnya termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, NATO, komunitas
ekonomi eropa dan berbagai penerusnya, dewan ekonomi dan uni eropa dan
berbagai penerusnya, Dewan Ekonomi Eropa, dan Uni Eropa, Bank Dunia, Dana
Moneter Internasional (IMF), organisasi kerja sama dan pengembangan ekonomi
(OECD) dan organisasi perdagangan dunia (WTO). Ketika mereka menyesuaikan
diri dengan prinsip-prinsip intergovermentalisme organisasi-organisasi
internasional  menyediakan sebuah mekanisme yang memungkinkan negara-
negara, paling tidak dalam teori, untuk melakukan aksi bersama tanpa
mengorbankan kedaulatan nasional. Badan-badan supranasional, disisi lain,
mampu memaksakan kehendak mereka pada negara-negara nasional. Penekanan
antar-negara dari globalisasi politik memisahkannya  dari konsep-konsep
globalisasi ekonomi dan kebudayaan, yang memperlihatkan  peran dari pelaku-
pelaku non negara dan berbasis-pasar. Lebih lanjut, sejauh ini merefleksikan
sebuah komitmen  idealis pada internasionalisme dan sebagian bentuk
pemerintahan-dunia, globslisasi politik masih jauh tertinggal dibelakang
globalisasi  ekonomi dan kebudayaan. Sementara sebuah negara global masih 
merupakan prospek yang sangat jauh, masyarakat sipil global, yang berbasis pada
aktivitas-aktivitas dari perusahaan-perusahaan transnasioanal (TNCs), Organisasi-
organisasi non-pemerintahan (NGOs) dan kelompok-kelompok pengaruh
internasional, telah menjadi realitas.     

Globalisasi Ekonomi

Globalisasi  ekonomi tercermin dalam ide bahwa tidak ada ekonomi nasional
sekarang ini yang terpisah atau menyendiri: semua ekonomi, sedikit atau banyak
telah diserap kedalam sebuah ekonomi global yang salaing terkait. OECD (1995)
karenanya mendefenisikan globalisasi sebagai ‘sebuah pergeseran dari sebuah
dunia ekonomi-ekonomi nasional yang berbeda-beda menuju sebuah ekonomi
global dimana produksi diinternasionalisasi dan modal finanlisial mengalir secara
bebas dan instan keseluruh penjuru dunia ’. runtuhnya komunisme memberi
dorongan kuat bagi globalisasi ekonomi, dimana ia melancarkan jalan bagi
penyerapan, kedalam sistem kapitalis  global, blok negara-negara besar terakhir
yang masih tersisa  diluar. Globalisasi ekonomi, dengan demikian juga membantu
mempercepat runtuhnya komunisme, dimana hambatan-hambatan perdagangan
yang lebih rendah, sebuah  usaha untuk mengendalikan nilai-tukar dan gerakan 

5
modal investasi yang lebih bebas sejak 1980-an telah  membantu  memperlebar
kesenjangan ekonomi antara barat kapitalis dan timur komunis yang stagnan.
Salah satu implikasi penting dari globalisasi ekonomi adalah berkurangnya
kapasitas pemerintahan-pemirintahan nasional untuk mengatur dan mengelola
ekonomi-ekonomi mereka dan, terutama, untuk menolak restrukturisasi mereka
selaras dengan garis-garis pasar bebas.

2.2 Ancaman Globalisasi pada kebudayaan

Ancaman globalisasi

Gambaran umum tentang globalisasi adalah bahwa ia merupakan sebuah proses


yang bersifat top-down yaitu pembentukan sebuah sistem global tunggal yang
menjejakkan kaki-kakinnya diseluruh belahan dunia. Dalam pandangan  ini,
globalisasi terkait dengan Homogenisasi, dimana keragaman kebudayaan,
sosial,ekonomi dan politik dihancurkan disebuah dunia dimana kita  semua
menyaksikan program-program televisi yang sama, memakan makanan yang
sama, membeli komoditas-komoditas  yang sama, mendukung  bintang-bintang
olahraga yang sama dan  mengikuti gaya-gaya antik dari selebritis-selebritis yang
sama. Akan tetapi, globalisasi sering kali berjalan beriringan dengan lokalisasi,
regionalisasi, dan multikulturalisme. Ini terjadi karena  beragam alasan. Pertama,
menurunnya kemampuan negara-nasional untuk  mengorganisasikan kehidupan
ekonomi dan politik dalam sebuah cara yang bermakna menyebabkan kekuasaan
menjadi tersedot kebawah, atau sebaliknya, tergencet keatas. Maka kesetiaan-
kesetiaan yang didasarkan  pada  nasionalisme kebangsaan dan politik  menjadi
sirna, dan banyak digantikan oleh kesetiaan-kesetiaan yang terkait dengan
komunitas atau wilayah lokal, atau identitas keagamaan dan etnis.
Fundamentalisme keagamaan, dapat karenanya, dilihat sebagai sebuah respon
terhadap globalisasi. Kedua, ketakutan atau ancaman akan homoginesasi,
khususnya ketika ia dipahamisebagai suatu bentuk imperialisme, yang mendorong
munculnya perlawanan kebudayaan dan politik. Ini dapat membawa pada
kemunculan-kembali ketertarikan pada bahasa-bahasa yang telah mengalami
penurunan dan  kebudayaan-kebudayaan minoritas, dan juga serangan balik
terhadap globalisasi, paling jelas melalui  munculnya gerakan-gerakan ‘anti-
kapitalis’ dan anti perdagangan bebas. Ketiga, dari pada sekedar menghasilkan
sebuah kebudayaan tunggal global, globalisasi dalam sebagian cara telah
membentuk pola-pola keragaman sosial dan kebudayaan yang lebih kompleks
dinegara-negara berkembang maupun negara maju. Dinegara-negara berkembang,
barang-barang dan gambaran-gambaran konsumen Barat telah diserap  kedalam
praktik-praktik kebudayaan yang lebih tradisional melalui sebuah proses
Indigenisasi (proses melalui barang-barang dan praktik-praktik asing diserap
dengan diadaptasikan pada kebutuhan-kebutuhan dan keadaan-keadaan lokal)
atau  pribuminisasi. Negara-negara maju, juga  tidak bisa  lepas dari  dampak 
yang  lebih luas dari pertukaran kebudayaan, sebagai balasan bagi Coca-cola,
McDonald dan MTV, dan semakin dipengaruhi oleh agama-agama non Barat;
praktik-praktik pengobatan dan terapi; dan  kesenian, music dan kesustraan.

6
Bangkitnya globalisasi neoliberal

Tidak ada yang baru tentang proses globalisasi ekonomi. Pengembangan struktur-
struktur ekonomi lintas batas dan lintas negara telah  menjadi ciri sentral dari
imperialisme dan, dapat diargumenkan, bahwa titik-tinggi globalisasi ekonomi
telah mulai tercapai pada akhir abad ke-19 dengan berlangsungnya persaingan 
negara-negara eropa untuk  membangun koloni-koloni diafrika  dan asia. Akan 
tetapi bentuk-bentuk globalisasi lama, terkadang dipandang sebagai proto
globalisasi, biasanya membangun organisasi-organisasi transnasional di balik
proyek-proyek politik ekspansionis.tanpa memandang penyebaran dan
keberhasilan mereka,inperium-inperium tidak pernah berhasil menghapus batasan-
batasan wilayah; mereka hanya sebatas mengatur wilayah-wilayah tersebut
menurut kepentingan kekuasaan-kekuasaan politik yang dominan,sering kali
membentuk batasan-batasan baru antara dunia yang  ‘berperadaban’ dan dunia
‘barbarian’. Dalam kasus fenomena globalisasi masa kini, kontra dengan itu,
jaringan  saling keterkaitan dan saing ketergantungan ekonomi telah  begitu
meluas sehingga memungkinkan, untuk pertama kalinya, untuk melihat ekonomi
dunia sebagai  sebuah entitas global tunggal. Ini adalah pengertian  dimana
kehidupan ekonomi telah  menjadi ‘tak-terbatas’.

Satu perbedaan lebih lanjut adalah bahwa globalisasi diperiode modern telah
berjalan beriringan dengan kemajuan neoliberalisme, sehingga kedua kekuatan
tersebut biasa dianggap sebagai bagian dari fenomena yang sama yang lebih
besar: globalisai neoliberal. Mengapa globalisasi ekonomi dan neoliberalisme
terkait begitu erat? Ini dapat dilihat terjadi karena beberapa alasan. Terutama,
pesaingan  internasional yang semakin ketat mendorong  pemerintahan-
pemerintahan untuk  melakukan deregulasi ekonomi dan penurunan tingkat pajak
dengan harapan dapat menarik investasi dan mencegah pindahnya pindahnya
perusahaan-perusahaan transnasional. Tekanan yang kuat bagi penurunan belanja
publik, dan terutama anggaran-anggaran kesejahteraan, dengan fakta bahwa,
dalam sebuah konteks persaingan global yang semakin meninggi, pengendalian
inflasi telah menggantikan pemeliharaan tingkat pekerjaaan penuh sebagai tujuan
kebijakan ekonomi. Tekanan-tekanan semacam itu, bersama dengan bangkitnya
kembali tingkat pertumbuhan dan produktivitas dari ekonomi AS dan keinerja
yang relatif terus maju dari model-model kapitalisme nasional lain, terutama
dijepang, dan dijerman, berarti bahwa pada akhir 1990-an neoliberalisme tampak
menjadi ideologi yang dominan dari ekonomi dunia ‘baru’. Hanya sedikit negara,
seperti  misalnya cina, yang mampu menghadapi globalisasi neoliberal dengan
cara mereka sendiri, membatasi keterlibatan mereka dalam kompetisi dengan,
misalnya mempertahankan tingkat pertukaran mereka  yang rendah.

Pembentukan  kembali ekonomi yang selaras dengan garis-garis neoliberal juga


didorong oleh konversi, selama 1990-an, dari lembaga-lembaga pengatur ekonomi
global, khususnya bank dunia dan dana Moneter Internasional (IMF), menuju ide-
ide dari apa yang selama 1990-an kemudian disebut dengan ‘Konsensus
Wasingshington’. Ini mendorong negara-negara berkembang dan, setelah

7
runtuhnya komunisme, negara-negara transisi, untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan seperti perdagangan bebas, liberalisasi pasar modal, tingkat pertukaran
yang fleksibel, anggaran-anggaran yang seimbang, dan sebagainya. Kemajuan
globalisasi neoliberal bertepatan  tidak hanya dengan tiga dekade pertumbuhan di 
AS dan peningkatan ekonominya yang baru pada 1990-an, tetapi juga tiga dekade
pertumbuhan ekonomi dalam dunia. Ini mendorong para pendukung
neoliberalisme untuk berargumen bahwa model pertumbuhannya  telah jelas
memperlihatkan keunggulannya atas ortodoksi keynesian lama, yang
bagaimanapun, telah menurun sejak keluarnya AS dari sistem  tingkat pertukaran
tetap Bretton Wood pada  1971. Inti dari model pertumbuhan neoliberal adalah
pasar-pasar finansial dan proses ‘finansialisasi’. Ini dimungkinkan oleh  ekspansi
besar-besaran pada sektor finansial dari ekonomi, yang menjelaskan
meningkatnya pengaruh dari  Wall Street, City of London, Frankfurt, singapura
dan  lain.dalam proses tersebut, kapitalisme berubah menjadi ‘kapitalisme turbu’,
yang mengambil manfaat dari aliran-aliran uang yang sangat meluas yang sedang
mencari muara dalam investasi yang semakin meningkat dan  konsumsi yang
lebih tinggi. Meskipun proses ini melibatkan  sebuah pertumbuhan yang cukup
besar dan utang negara dan sering kali swasta, ini dianggap akan tetap  stabil
terkait dengan landasan pertumbuhan yang disokong oleh utang tersebut. Ciri-ciri
penting dari model pertumbuhan neoliberal diantaranya adalah keyakinana yang
kuat pada pasar-pasar terbuka dan liberalisasi perdagangan, yang mendorong,
setelah 1995, pembentukan WTO, dan sebuah pergeseran pada banyak ekonomi
maju dari bidang manufaktur semakin banyak  diekspor kenegara-negara
berkembang dimana tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya lebih rendah.

Modernitas dan konsekuensi-konsekuensinya menurut Anthony Giddens

Analisis dari pandangan Anthony Giddens adalah pandangannya mengenai


modernisasi. Ia beranggapan, modernisasi dapat dimaknai dalam dua perspektif
sebagai mesin perusak dari nilai dan tradisi lokal, namun juga bisa menjadi sebuah
peluang untuk menuju tatanan masyarakat yang madani. Giddens melukiskan
kontradiksi antara globalisasi dalam dua perspektif tersebut pada teorinya
mengenai tipologi masyarakat tradisional dan post-tradisional.

Dalam masyarakat yang bertipe tradisional, aktivitas individu tidak ditentukan


oleh pertimbangan-pertimbangan yang berlebihan, karena pilihan yang tersedia
telah mengacu pada pradeterminasi, berupa kebiasaan, tradisi, atau nilai. Di sisi
lain, masyarakat post-tradisional lebih cenderung tidak memperhatikan kebiasaan-
kebiasaan yang “pakem” dilakukan di masa sebelumnya. Justru, masyarakat post-
tradisional lebih memperhatikan pertimbangan logis-rasional untuk
mengantisipasi apa yang akan terjadi ke depan. Masyarakat post-tradisional inilah
yang disebut sebagai masyarakat modern. Dalam satu perspektif, masyarakat
modern lebih berpikiran rasional; ia dapat memperhitungkan apa yang akan terjadi
ke depan dengan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan pribadi, sehingga
struktur yang berlaku bisa saja berubah setiap saat. Namun, dalam perspektif lain,
modernitas ini justru berkorelasi negatif dengan sustainability dan lingkungan,

8
karena pikiran rasional cenderung berorientasi pada modal dan keuntungan,
dengan melepaskan alam sebagai basis kerja. Inilah yang dikritik oleh Giddens.

Giddens juga melihat modernitas sekarang sebagai “juggernaut” (panser raksasa)


yang lepas kontrol.

“kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga
taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga
menyebabkan dirinya hancur-lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan
orang yang menentangnya dan meski kadang-kadang menempuh jalur yang
teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak
terbayangkan sebelumnya. Perjalanannya bukannya sama sekali tak
menyenangkan atau tidak bermanfaat; adakalanya memang menyenangkan dan
berubah sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi, sepanjang institusi modernitas
ini terus berfungsi, kita takkan pernah mampu mengendalikan sepenuhnya baik
arah maupun kecepatan perjalanannya. Kita pun takkan pernah merasa aman
sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya penuh dengan bahaya”.

Istilah “juggernaut” (panser raksasa) digunakan Giddens untuk menggambarkan


kehidupan modern sebagai sebuah “dunia yang tak terkendali” (runaway world).
Citra panser raksasa dimaksudkan Giddens untuk menerangkan bahwa mekanisme
modern jauh lebih besar kekuasaannya ketimbang agen yang mengemudikannya.
Modernitas dalam bentuk juggernaut sangatlah dinamis, dia adalah dunia yang
terus berputar dengan besarnya peningkatan percepatan, cakupan, dan besarnya
perubahan dari sistem-sistem yang mendahuluinya. Giddens menambahkan bahwa
juggernaut tidak mengikuti alur tunggal. Terlebih lagi dia bukan hanya satu
melainkan tersusun dari beberapa bagian yang saling berkonflik dan kontradiktif.
Jadi, giddens mengatakan kepada kita bahwa ia tidak menawarkan satu teori besar
yang telah usang atau paling tidak bukan satu narasi besar yang sederhana dan
satu arah. Gagasan tentang juggernaut sangat cocok dengan teori strukturasi
khususnya dengan titik tekan yang diarahkan pada teori ruang dan waktu.

Giddens mendefinisikan modernitas berdasarkan empat institusi dasar. Pertama


adalah kapitalisme, yang biasanya dicirikan oleh produksi komoditas kepemilikan
modal pribadi, buruh upahan yang tidak memilki hak milik dan sistem kelas yang
berasal dari ciri-ciri ini. Yang kedua adalah industrialisme, yang terdiri dari
penggunaan sumber kekuasaan tak bernyawa dan mesin untuk memproduksi
barang. Idustrialisme tidak tebatas pada tempat kerja, dan ia mempengaruhi
setting-setting lain, seperti transportasi, komunikasi, dan kehidupan rumah tangga.
Yang ketiga adalah kapasitas pengawasan yang merujuk pada supervisi aktivitas
penduduk diranah politik. Yang keempat adalah dimensi institusional modernitas
yaitu kekuatan militer atau kontrol atas sarana kekerasan termasuk industrialisasi
perang.

Keempat institusi dasar diatas menurut Giddens saling mempengaruhi dan saling
memperkuat. Empat institusi ini pada gilirannya memunculkan empat

9
masalah/ancaman yang ditimbulkan. Sebenarnya Giddens tidak secara spesifik
menjelaskan mana dari empat “institusi” yang paling menonjol atau paling
berperan besar. Kapitalisme memberikan andil terbesar dalam kekeruhan dunia
modern saat ini. Kapitalisme mendorong manusia untuk terus berkompetisi,
sementara industrialisme merangsang manusia untuk berinovasi. Kompetisi
mendorong untuk inovasi teknologi mengalami percepatan perkembangan akibat
dukungan modal dari korporat-korporat raksasa. Para kapitalis tidak henti-
hentinya menemukan produk-produk baru, demikian pula para teknologi. Dalam
hal ini bata-batas teritorial negara (nation-state) tidak dihiraukan, demikian pula
batas-batas kultur. Bahkan manusia sebagai individu juga tidak diperhitungkan.
Yang penting adalah maju dan baru.

Giddens langsung menunjuk tiga akibat yang sekaligus mencirikan dunia modern:
globalisasi, detradisionalisasi, dan social reflexivity. Globalisasi menghubungkan
manusia di seluruh dunia, bukan hanya pada lingkup ekonomi, tetapi juga dalam
segala hal. Komunikasi dan transportasi telah menghubungkan manusia di mana
pun ia berada. Telepon (dan kemudian Internet) membuat orang “bertemu” tanpa
susah payah bertatap muka. Detradisionalisasi bukan berarti hilangnya tradisi.
Tradisi masih ada bahkan “diciptakan”, tetapi tradisi bukan lagi satu-satunya dasar
pembuatan keputusan. Tradisi mendapatkan “status baru”. Jika orang menemukan
bahwa konsultasi dengan tradisi tidak memuaskan, ia dapat berpaling dan
memakai pertimbangan lain dari sumber lain. Yang terakhir ini terkait erat dengan
social reflexivity. Manusia modern memang dapat mengambil keputusan sendiri.
Ia menghadapi banyak informasi, tetapi ia bebas menyeleksi informasi mana yang
ia butuhkan untuk pengambilan keputusan. Arus informasi memang membuatnya
bingung, namun harus mengambil keputusan. Individu sering dapat menolak
sebuah informasi semata-mata ia tidak suka atau karena tidak cocok.

Modernitas menurut Giddens erat juga kaitannya dengan ruang dan waktu.
Dengan datangnya modernitas, ruang makin lama makin dilepaskan dari tempat.
Berhubungan dengan orang yang berjauhan jarak secara fisik makin lama makin
besar peluangnya. Menurut Giddens, tempat semakin menjadi “phantasmagoric”,
artinya “tempat terjadi peristiwa sepenuhnya ditembus dan ditentukan oleh
pengaruh sosial yang jauh jaraknya dari tempat peristiwa itu.    

10
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Modernisasi dimulai di italia abad ke-15 dan tersebar kesebagian besar dunia barat
dalam lima abad berikutnya. Kini gejala modernisasi telah menjalar pengaruhnya
keseluruh dunia. Manifesto proses modernisasi pertama kali terlihat diinggris
dengan meletusnya revolusi industri pada abad ke-18, yang mengubah cara 
produksi tradisional ke modern. Arus modernisasi dan globalisasi adalah sesuatu
yang pasti terjadi dan sulit untuk dikendalikan, terutama  karena begitu  cepatnya
informasi yang masuk keseluruh belahan dunia. Hal ini membawa pengaruh bagi
seluruh  bangsa didunia, termasuk didalamnya bangsa indonesia. Globalisasi
kebudayaan adalah proses dimana informasi, komoditas dan gambaran yang telah
diproduksi disalahsatu  dunia masuk kedalam sebuah aliran global yang cendeung
menipiskan perbedaan-perbedaan kebudayaan antara bangsa-bangsa, wilayah-
wilayah dan individu. Globalisasi politik  terlihat pada semakin pentingnya peran
organisasi-organisasi internasional. Globalisasi  ekonomi tercermin dalam ide
bahwa tidak ada ekonomi nasional sekarang ini yang terpisah atau menyendiri:
semua ekonomi, sedikit atau banyak telah diserap kedalam sebuah ekonomi global
yang salaing terkait. Giddens mendefinisikan modernitas berdasarkan empat
institusi dasar. Pertama adalah kapitalisme, yang biasanya dicirikan oleh produksi
komoditas kepemilikan modal pribadi, buruh upahan yang tidak memilki hak
milik dan sistem kelas yang berasal dari ciri-ciri ini.

Saran

Tidak ada satu negarapun yang terlepas dari pengaruh globalisasi maupun
modernisasi termasuk indonesia hal tersebut karena tidak ada suatu negara yang
menutup diri dari negara lain. Proses masuknya globalisasi kesuatu negara yang
notabene masih dalam kategori masih berkembang memang ada  dampak negatif
dan positif, untuk  mencapai suatu negara yang mampu menahan arusnya
globalisasi maka harus adannya sistem proteksi agar pengaruh asing yang masuk
dapat ditanggap dan  direspon dengan cermat. indonesia khususnnya belum 
mampu dalam memproteksi sehingga masyarakat cenderung  menerima semua
unsur-unsur globalisasi dan modernisasi yang belum tentu baik. Tentunya harapan
kita kedepan pemerintah harus memperkuat sistem proteksi agar negara kita tidak
menjadi negara “jajahan” oleh negara maju, dan kualitas sumber  daya manusia
harus diprioritaskan demi mencapai perubahan kearah yang lebih baik di sektor
ekonomi, politik, hukum, sosial budaya. Tentunya sebagai bangsa indonesia dan
generasi muda harus optimis menghadapi persaingan dalam era globalisasi.     

11
Daftar Pustaka
https://www.kompasiana.com/rickoricardo/568fad91e8afbda609b8569b/makalah-
globalisasi-dan-ancaman-terhadap-kebudayaan?page=all

12

Anda mungkin juga menyukai