Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua (aging process) adalah akumulasi secara progresif dari berbagai
perubahan patofisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring dengan berlalunya waktu
dan dapat meningkatkan resiko terserang penyakit degeneratif hingga kematian. Proses
menua berlangsung secara alamiah dalam tubuh yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan, selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia pada jaringan tubuh yang akhirnya mempengaruhi kemampuan fisik secara
keseluruhan (Darmojo, 2014).

Lansia (lanjut usia) umumnya digunakan untuk pria dan wanita yang telah berusia
lanjut. Berdasarkan pengertian secara umum, seseorang disebut lansia apabila berkisar
antara 60-65 tahun (Saptorini, 2011). Menurut WHO (1989) dalam Maryam (2010),
batasan lansia adalah kelompok usia 45-59 tahun sebagai usia pertengahan (middle/
young elderly), usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly), usia 75- 90 tahun disebut tua
(old), usia diatas 90 tahun disebut sangat tua (very old).

Lansia mengalami proses penuaan secara biologis yang berlangsung terus- menerus
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik dan semakin rentan terhadap penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Peningkatan persentase pasien lansia menyebabkan
pentingnya menilai jumlah perawatan yang diperlukan sebagai strategi pencegahan dan
interseptif untuk mengurangi beban penyakit (Sharma et al, 2012).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 1


1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyebab terjadinya keluhan
pada pasien di skenario.
1.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan
aging process.
1.2.3 Mahasiswa mengetahui dan memahami diagnosa kerja pada skenario.
1.2.4 Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, perubahan sistem organ,
klasifikasi dan teori-teori mengenai aging process.

1.3 Manfaat

Mahasiswa/Mahasiswi dapat memahami tentang aging process mulai dari definisi,


perubahan sistem organ, klasifikasi serta teori-teori mengenai aging process.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 2


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial


Hari / tanggal sesi 1 : Senin, 26 Maret 2018
Hari / tanggal sesi 2 : Rabu, 28 Maret 2018
Tutor : dr. Muhammad Nauval, S.Ked
Ketua : Firdaus Zulhakiman
Sekretaris : Xena Pramesti Mahardika

2.2. Skenario LBM


“Suamiku Lemah”

Tuan Bowo 65 tahun, datang ke poliklinik RS Unizar diantar isterinya dengan


keluhan nyeri sendi pinggang yang terus menerus dirasakan sejak 3 bulan terakhir. Nyeri
dirasakan hingga paha bagian belakang. Pasien juga mengeluhkan tekanan darahnya tiba-
tiba naik 1 bulan terakhir yang menyebabkan sering sakit kepala, padahal ia selalu rutin
berolahraga dan memakan sayur-sayuran. Pasien juga mengeluhkan pandangannya mulai
kabur meskipun sudah memakai kacamata, dan telinganya sering sulit mendengar
pembicaraan kecuali dengan suara keras. Menurut isteri pasien, sejak pensiun emosis
suaminya jadi tidak stabil, dan pelupa. Berat badan suaminya menurun dan tidak
bergairah dalam hubungan suami istri. Tidak terdapat riwayat kencing manis, penyakit
jantung atau stroke pada pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 150/90 mmHg, N: 88x/menit, RR : 24x/menit,


Temp : 37,2◦C. Tampak kulit pasien mengalami penipisan, dengan xerosis kutis dan
peristaltis usus pasien menurun. Dokter mengatakan bahwa ini adalah aging process dan
menyarankan pemeriksaan medis lengkap untuk mengetahui kondisi pasien dan
memberikan edukasi mengenai successful aging.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 3


2.3 Pembahasan LBM

2.3.1 Identifikasi Masalah


2.3.1.1 Apakah penyebab nyeri sendi pinggang hingga paha bagian belakang sejak 3
bulan terakhir pada pasien di skenario?
2.3.1.2 Apakah penyebab dari tekanan darah pada pasien naik 1 bulan terakhir yang
menyebabkan sering sakit kepala, padahal ia selalu rutin berolahraga dan
memakan sayur-sayuran?
2.3.1.3 Apakah penyebab pandangan mulai kabur meskipun sudah memakai kacamata
dan telinganya sulit mendengar pembicaraan kecuali dengan suara keras?
2.3.1.4 Mengapa sejak pasien pensiun, emosinya jadi tidak stabil dan pelupa?
2.3.1.5 Apakah penyebab berat badan suami menurun?
2.3.1.6 Apakah penyebab pasien tidak bergairah dalam hubungan suami istri?
2.3.1.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik di skenario?
2.3.1.8 Apakah penyebab kulit pasien mengalami penipisan dengan xerosis kutis serta
gerakan peristaltik usus menurun?
2.3.1.9

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 4


2.3.1.10
2.3.2 Brain Storming
2.3.2.1 Apakah penyebab nyeri sendi pinggang hingga paha bagian belakang sejak 3
bulan terakhir pada pasien di skenario?

Nyeri sendi pinggang hingga paha bagian belakang yang diderita pasien
kemungkinan disebabkan oleh hernia nucleus pulposus (HNP). HNP adalah turunnya
kandungan annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau
ruptur annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulpous yang menyebabkan
kompresi pada elemen saraf. Pada umumnya, HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5
dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini menyebabkan nyeri punggung bawah yang
dapat meluas ke regio gluteal, paha bagian posterior, regio cruris sampai regio pedis
(Lotke dkk, 2008).

Penyebab dari HNP biasanya dengan meningkatnya usia terjadi perubahan


degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus
fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus
fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur,
2013).

2.3.2.2 Apakah penyebab dari tekanan darah pada pasien naik 1 bulan terakhir yang
menyebabkan sering sakit kepala, padahal ia selalu rutin berolahraga dan
memakan sayur-sayuran?

Perubahan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan pembuluh darah, dan
konsekuensi fungsional bervariasi, tergantung pada lapisan yang terpengaruh. Perubahan
pada lapisan pembuluh darah tersebut dapat dicontohkan dalam perubahan tunika intima
(lapisan terdalam) memiliki akibat fungsional yang paling serius dalam perkembangan
aterosklerosis, sedangkan perubahan di tunika media (lapisan tengah) berhubungan
dengan hipertensi. Untuk lapisan terluar (tunika eksterna) tampaknya tidak akan
terpengaruh oleh perubahan yang berkaitan dengan usia. Lapisan ini, terdiri dari adiposa
dan jaringan ikat, mendukung serabut saraf dan vasorum vasa, suplai darah untuk tunika
media (R. Boedhi Darmojo & H. Hadi Martono, 2014 ).

Tunika intima terdiri dari satu lapisan sel endotel pada lapisan tipis jaringan ikat.
Tunika intima berfungsi untuk mengontrol masuknya lipid dan zat lain dari darah ke
dalam dinding arteri. Sel endotel yang utuh memungkinkan darah mengalir dengan lancar.
Semakin bertambahnya usia, tunika intima mengental karena fibrosis, proliferasi sel, dan
lipid dan akumulasi kalsium. Ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi tidak teratur.
Perubahan pada intima tunika dan sel-sel endotel menyebabkan arteri melebar dan
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 5
memanjang mengakibatkan dinding arteri lebih rentan terhadap aterosklerosis. Sel-sel
otot polos yang terlibat dalam fungsi jaringan pembentuk memproduksi kolagen,
proteogly cans, dan serat elastis. Karena memberikan dukungan struktural, lapisan ini
mengendalikan ekspansi dan kontraksi arteri. Perubahan usia mempengaruhi tunika
media yaitu peningkatan kolagen, tunika media menipis dan mengerasnya serat elastin,
sehingga pembuluh darah kaku. Perubahan pada tunika media terutama terjadi di dalam
aorta, diameter lumen meningkat untuk mengkompensasi kakunya arteri yang berkaitan
dengan usia. Vena menjadi lebih tebal, lebih melebar, dan kurang elastis dengan
bertambahnya usia. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi (R. Boedhi Darmojo & H. Hadi Martono, 2014 ).

2.3.2.3 Apakah penyebab pandangan mulai kabur meskipun sudah memakai kacamata
dan telinganya sulit mendengar pembicaraan kecuali dengan suara keras?
a. Pandangan mulai kabur
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar kornea dan
membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan diantara iris dan skelera, hal ini
yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan mata melakukan akomodasi
(kontraksi pupil terganggu), sehingga menyebabkan penurunan kemampuan sistem
visual. (Hadi dan kris 2010).
b. Telinga sulit mendengar pembicaraan kecuali dengan suara keras
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Kehalangan pendengaran pada lansia disebut dengan
presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat
proses penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal
ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik
sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan
pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan frekuensi
tinggi (Boedhi, Darmojo 2014).
2.3.2.4 Mengapa sejak pasien pensiun, emosinya jadi tidak stabil dan pelupa?
Berat otak menurun 10–20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian
meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia
45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak
berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 juta sel
termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan
saraf pusat. Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron per tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil per jam. Terjadi penebalan

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 6


atrofi cerebral (berat otak menurun 10%) antara usia 30-70 tahun. Secara berangsur-
angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan
batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat
deposit lipofusin (pigment wearand tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan
berasal dari lisosom atau mitokondria. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gangguan daya ingat pada lansia dan gangguan emosi pada lansia (Aru W.S. et al., 2009).

Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi emosi pada lansia
diantaranya:

1) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan tempat Lansia berada termasuk
lingkungan keluarga, panti dan masyarakat, keharmonisan keluarga, kenyamanan
disekitar tempat tinggal dan kondisi masyarakat yang kondusif akan sangat
mempengaruhi perkembangan emosi (Eliot M. Benner dan Peter Salovey, 1997).

2) Faktor Pengalaman

Pengalaman yang dialami oleh Lansia selama hidupnya akan mempengaruhi


emosinya. Pengalaman selama hidupnya dalam berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan akan menjadi referensi bagi Lansia dalam menampilkan emosinya.(Eliot M.
Benner dan Peter Salovey, 1997)

3) Jenis Kelamin

Keadaan hormonal dan kondisi fisiologis pada laki-laki dan perempuan


menyebabkan karakteristik emosi antara keduanya.Laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan, dan perempuan lebih bersifat emosionalitas daripada laki-laki karena
perempuan memiliki kondisi emosi didasarkan peran sosial yang diberikan oleh
masyarakat sesuai jenis kelaminnya. Perempuan harus mengontrol perilaku agresif dan
asertifnya, tidak seperti peran sosial laki-laki. Hal ini menyebabkan timbulnya kecemasan
dalam dirinya. Secara otomatis perbedaan emosional antara pria dan wanita berbeda.
Menurut Eliot M. Benner dan Peter Salovey mengatakan bahwa wanita lebih sering
berusaha mencari dukungan sosial untuk menghadapi distress sedangkan pria lebih
memilih melakukan aktifitas fisik untuk mengurangi distress (Eliot M. Benner dan Peter
Salovey, 1997).

4) Perubahan Pandangan Luar

Perubahan pandangan luar dapat menimbulkan konflik dalam emosi seseorang


seperti tidak konsistennya sikap dunia luar terhadap pribadi seseorang, membeda-bedakan

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 7


wanita dan pria dunia luar memanfaatkan kondisi ketidakstabilan seseorang untuk
pengaruh yang negatif. Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk
mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat
keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita
pelajari, serta dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di
korteks berfungsi untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak
terkontrol, serta marah pada keadaan yang tidak tepat. Ketika mekanisme inhibitor dari
otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut
dengan “disinhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat
keputusan yang buruk, hiperaktif, dll. Sedangkan system limbik mengatur emosi dan
kewaspadaan seseorang. Bila system limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang
memiliki mood yang labil, temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut,
selalu menyentuh apapun yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan yang berlebihan
(Montaus SL, 2018).

2.3.2.5 Apakah penyebab berat badan suami menurun dan tidak bergairah dalam
hubungan suami istri?
a. Penyebab berat badan pasien menurun
 Menurunnya fungsi sistem pencernaan, sebagai berikut (Stanley, 2007) :
1. Gigi

Gigi yang rusak, tanggal atau lepas sangat mempengaruhi proses pelumatan makanan
diakibatkan oleh terganggunya fungsi pengunyah. Pembuatan dan pemakaian gigi palsu
(prothesa) dalam hal ini sangatlah penting.

2. Air ludah

Mulai berkurang produksinya. Hal ini berakibat “mulut kering” dan berdampak
kesulitan menelan makanan.

3. Lambung

Menurun fungsinya, berakibat menurunnya proses pencernaan makanan. Hal ini


terasa sebagai rasa “penuh”, bahkan kemudian menjadi rasa “kembung” akibat
pembentukan dan penumpukan gas yang berlebihan yang berasal dari hasil proses
pembusukan oleh kuman yang ada di saluran pencernaan. Sering kali lanjut usia
mempergunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri atau obat anti reumatik tidak jarang
berakibat samping gangguan fungsi lambung. Kebiasaan merokok juga dapat
mengganggu fungsi lambung di samping pembuluh darah dan jantung.

4. Usus

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 8


Peristaltik atau gerakan usus yang semakin menurun dengan menyebabkan semakin
lambatnya makanan bergerak melalui system pencernaan. Keluhan yang sering ditemui
selain sebah, penuh, juga sembelit (sukar buang air).

2.3.2.6 Apakah penyebab pasien tidak bergairah dalah hubungan suami istri?

Beberapa perubahan intim yang terjadi terkait dengan usia lanjut (Lippincott Williams &
Wilkins, 2004) :

1. Pria lanjut usia akan mendapati bahwa diperlukan waktu lebih lama untuk mencapai
ereksi, tetapi juga dapat mempertahankan ereksi dan berhubungan jangka lama
sebelum mencapai orgasme.
2. Pria lanjut usia akan mengalami penurunan volume cairan seminal, sehingga
mengurangi tekanan pada saat ejakulasi.
3. Impotensi atau disfungsi seksual menjadi lebih umum pada kelompok lanjut usia
meskipun 70% pria berusia 70 tahun masih mampu (poten). Pada sebagian besar
kasus impotensi, penurunan aliran darah ke penis karena atherosklerosis dianggap
sebagai penyebab dan kondisi ini diperburuk dengan hipertensi dan penyakit gula.
4. Wanita akan mengalami masalah pada saat menopause. Hal ini berhubungan dengan
penurunan hormon seksual yang menyebabkan penipisan dan kekeringan pada vagina
yang menyebakan ketidaknyamanan, tetapi dengan terapi pengganti hormon
(hormone replacement therapy) dapat membantu mengurangi hal demikian.
Beberapa wanita merasa kurang menarik dan takut penolakan fisik seiring dengan
meningkatnya usia mereka, yang dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan diri.
5. Banyak faktor dapat merusak kehidupan seks dari penyakit dan obat-obatan hingga
kelelahan (fatique) atau hanya sekadar kehilangan ketertarikan.

Meskipun bercinta demikian menawan dan masih dapat dilakukan hingga usia lanjut,
beberapa orang menyadari bahwa pada usia senja, cukup komunikasi, kontak kulit yang
erat seperti, saling bergandengan, berpelukan, dan berbaring bersama memberikan
kenyamanan dan kemesraan yang dibutuhkan.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 9


2.3.2.7 Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik di skenario (WHO, 2013) ?

Interpretasi hasil pada skenario Interpretasi hasil TTV normal


Tekanan darah : 150/90 mmHg Hipertensi derajat 1.
Frekuensi nadi : 88 x/menit Normal, karena rentang nilai frekuensi
nadi yang normal adalah : 60-
100x/menit
Pernafasan : 24 x/menit Takipnea, karena rentang nilai normal
respiration rate (RR) adalah : 12-
20x/menit
Suhu : 37,2 ◦C Normal, karena rentang nilai normal
suhu adalah 36,5-37,5 ◦C.

2.3.2.8 Apakah penyebab kulit pasien mengalami penipisan dengan xerosis kutis serta
gerakan peristaltik usus menurun?
a. Penyebab xerosis kutis

Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke epidermis
melalui dua cara yaitu melalui stratum corneum (SC) dan ruang interseluler. Oleh sebab
itu normal air akan keluar dari tubuh melalui epidermis, keadaan tersebut dikenal dengan
istilah trans epidermal water loss (TEWL). Xerosis pada lansia dikaraterisasi dengan
berkurangnya kelembaban yang mencapai kelembaban kurang dari 10% di stratum SC.
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan pada TEWL karena berkurangnya permeabilitas
pelindung. Kelembaban yang berkurang akan menyebabkan terjadinya pemisahan
korneosit. Ketika kulit menjadi terlalu kering, kulit akan mengeras, merah, dan
berkembang menjadi retak (Darmojo & Martono, 2014).

b. Penyebab peristaltik usus menurun

Pada usus besar kelokan-kelokan pembuluh darah meningkat sehingga motilitas


kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan absorpsi air dan elektrolik
meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi makanan), feses menjadi lebih keras,
sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan keluhan yang sering didapat pada
lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen juga
seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah melemah (Darmojo & Martono,
2014).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 10


2.3.3 Rangkuman Permasalahan

Tuan Bowo 65 tahun, keluhan : nyeri sendi


pinggang hingga paha bagian belakang,
tekanan darah naik, pandangan mulai kabur.

Telinga sering sulit mendengar pembicaraan


keciuali dengan suara keras. Emosi tidak
stabil dan pelupa.

Berat badan menurun dan tidak bergairah


Aging Process
dalam hubungan suami istri. Kulit
mengalami penipisan dan xerosis, gerakan
peristaltik usus menurun.

2.3.4 Learning Issues


2.3.4.1 Perubahan apakah yang terjadi pada sitem reproduksi, kardiovaskuler, respirasi,
muskuloskeletal, gastrointestinal, metabolik dan organ indra saat usia tua?
2.3.4.2 Apakah definisi dari successful aging?
2.3.4.3 Apakah diagnosa banding dari pasien di skenario?
2.3.4.4 Apakah diagnosis kerja pasien di skenario?
2.3.5 Referensi
2.3.5.1 Darmojo, B dan Hadi, M. 2014. Buku Ajar Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2.3.5.2 Lotke, Paul A dkk. 2008. Lippincots’s Primary Care Orthopaedics. China :
Philadelphia.
2.3.5.3 Moore, Keith L dan A.M.R. Agur. 2013. Clinically Oriented Anatomy.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
2.3.5.4 Bahtiyar, Lutfi (2011) GDS: Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi
Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia.
2.3.5.5 Eliot M. Benner dan Peter Salovey. 1997. Emotion Regulation During Chilhood
Developmental, Intrpersonal and Individual Consideration, Emotioal
Developmental and Emotion Intelligence: Education Implication. New York :
Basic Books.
2.3.5.6 Aru W.S, Setiyohadi B, Simadribrata, Setiati S. 2009. Proses Menua dan
Implikasi Kliniknya dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. ed.4. Jakarta:
Internal Publishing.
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 11
2.3.5.7 Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik (Nety Juniarti & Sari Kurnianingsih, Penerjemah). Jakarta: EGC
2.3.5.8 Lippincott Williams & Wilkins, (2004). Kaplan and Sadocks Comprehensive
Textbook of Psychiatry Oda, Akiko. Automony, Reciprocity, and Communication
in Older Spouse Relationships. Diakses tanggal 1 April 2018.
2.3.6 Pembahasan Learning Issues
2.3.6.1 Perubahan apakah yang terjadi pada sitem reproduksi, kardiovaskuler, respirasi,
muskuloskeletal, gastrointestinal, metabolik dan organ indra saat usia tua?
1. Sistem Panca Indra

Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat kesenggangan


untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indera
yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan
merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensoris.

a. Pengelihatan

Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar kornea dan


membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan diantara iris dan sclera. Kejadian
ini disebut arcus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Perubahan penglihatan dan
fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan
kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan dan perubahan
warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak (Suhartin, 2010).

Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual dari indera
penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke susunan saraf pusat tentang
posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga
tubuh dapat mempertahankan posisinya agar tetap tegak dan tidak jatuh.

b. Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapat mempengaruhi


kualitas hidup seseorang. Kehalangan pendengaran pada lansia disebut dengan
presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat
proses penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal
ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik
sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan
pendengaran secara bertahap. Ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan frekuensi
tinggi (Boedhi, Darmojo 2014).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 12


Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timfani, pengapuran
dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot dan ligamen. Implikasi dari hal ini
adalah gangguan konduksi pada suara (Boedhi, Darmojo 2014).

Pada telinga bagian luar terjadi perpanjangan dan penebalan rambut, kulit menjadi
lebih tipis dan kering serta terjadi peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah
potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi suara (Boedhi,
Darmojo 2014).

Penuruan kemampuan telinga seperti diatas dapat berdampak pula terhadap


komponen vestibular yang terletak di telinga bagian dalam. Komponen vestibular ini
berperan sangat penting terhadap keseimbangan tubuh. Saat posisi kepala berubah maka
komponen vestibular akan merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi tubuh
agar tetap tegak.

2. Sistem Musculoskeletal
a. Otot

Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada menurunnya
kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas akan menyebabkan kelemahan
serta atrofi dan mengakibatkan kesuliatan untuk mempertahankan serta menyelesaikan
suatu aktivitas rutin pada individu tersebut. Perubahan pada otot inilah yang menjadi
fokus dalam penurunan keseimbangan berkaitan dengan kondisi lansia. Menurut
Lumbantobing (2005) perubahan yang jelas pada sistem otot lansia adalah berkurangnya
massa otot. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atrofi. Otot mengalami atrofi
sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik atau denervasi saraf
(Martono, 2004). Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan
melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot
dengan jaringan lemak. Akibatnya otot akan berkurang kemampuannya sehingga dapat
mempengaruhi postur.

Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih disebabkan oleh disuse.
Lansia yang aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat mempertahankan massa
otot, kekuatan otot dan koordinasi dibanding mereka yang hidupnya santai. Tetapi harus
diingat bahwa olahraga yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara sempurna
proses penurunan massa otot (Lumbatobing, 2005).

Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat pada menurunnya
kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang tubuh (trunk) akan berkurang
kemampuannya dalam menjaga tubuh agar tetap tegak. Respon dari otot-otot postural

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 13


dalam mempertahankan postur tubuh juga menurun. Respon otot postural menjadi kurang
sinergis saat bekerja mempertahankan posisi akibat adanya perubahan posisi, gravitasi,
titik tumpu, serta aligmen tubuh. Pada otot pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai
seperti grup otot quadriceps, hamstring, gastrocnemius dan tibialis mengalami penurunan
kemampuan berupa cepat lelah, turunnya kemampuan, dan adanya atrofi yang berakibat
daya topang tubuh akan menurun dan keseimbangan mudah goyah.

b. Tulang

Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh,
serta perlambatan remodeling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada
pertengahan usia dua puluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih
dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses
penurunan massa tulang ini sebagai disebabkan oleh faktor usia dan disuse. Dengan
bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi
karena penurunan hormon estrogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain.
Tulang-tulang trabekular menjadi lebih berongga, mikroarsitekur berubah dan sering
patah baik akibat benturan ringan maupun spotan (Martono, 2004). Implikasi dari hal ini
adalah peningkatan terjadinya resiko osteoporosis dan fraktur (Suhartin, 2010).

3. Sistem Reproduksi

Perubahan system reproduksi pada (Boedhi, Darmojo 2014):

a. Menciutnya ovarium dan uterus.


b. Terjadinya atrofi payudara
c. Pada laki-laki testis dapat memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
d. Selaput lender vagina menurun
4. Sistem Kardiovaskular (Boedhi, Darmojo 2014).
a. Jantung

Elastisitas dinding aorta menurun dengan bertambahnya usia. Disertai dengan


bertambahnya kaliber aorta. Perubahan ini terjadi akibat adanya perubahan pada dinding
media aorta dan bukan merupakan akibat dari perubahan intima karena aterosklerosis.
Perubahan aorta ini menjadi sebab apa yang disebut isolated aortic incompetence dan
terdengarnya bising pada apex cordis.

Penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi) seperti organ tubuh
lain, tetapi malahan terjadi hipertropi. Pada umur 30-90 tahun massa jantung bertambah
(± 1gram/tahun pada laki-laki dan ± 1,5 gram/tahun pada wanita).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 14


Pada daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari berkurangnya jumlah
inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid, degenerasi kolagen dan
kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut. Daun katup menjadi kaku, perubahan ini
menyebabkan terdengarnya bising sistolik ejeksi pada usia lanjut. Ukuran katup jantung
tampak bertambah. Pada orang muda katup antrioventrikular lebih luas dari katup
semilunar. Dengan bertambahnya usia terdapat penambahan circumferensi katup, katup
aorta paling cepat sehingga pada usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan
penebalan katup mitral dan aorta. Perubahan ini disebabkan degenerasi jaringan kalogen,
pengecilan ukuran, penimbunan lemak dan kalsifikasi. Kalsifikasi sering terjadi pada
anulus katup mitral yang sering ditemukan pada wanita. Perubahan pada katup aorta
terjadi pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku dan terdengar bising sistolik
ejeksi .

b. Pembuluh darah otak

Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna dan a.vertebralis.
Pembentukan plak ateroma sering dijumpai didaerah bifurkatio kususnya pada pangkal
a.karotis interna, Sirkulus willisii dapat pula terganggu dengan adanya plak ateroma juga
arteri-arteri kecil mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunika media
hialinisasi dan kalsifikasi. Walaupun berat otak hanya 2% dari berat badan tetapi
mengkomsumsi 20% dari total kebutuhan oksigen komsumsion. Aliran darah serebral
pada orang dewasa kurang lebih 50cc/100gm/menit pada usia lanjut menurun menjadi
30cc/100gm/menit.

Perubahan degeneratif yang dapat mempengaruhi fungsi sistem vertebrobasiler


adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air sangat menurun, fibrokartilago meningkat
dan perubahan pada mukopoliskharid). Akibatnya diskus ini menonjol ke perifer
mendorong periost yang meliputinya dan lig.intervertebrale menjauh dari corpus
vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini akan mengalami klasifikasi dan membentuk
osteofit. Keadaan seperti ini dikenal dengan nama spondilosis servikalis.

Discus intervertebralis total merupakan 25% dari seluruh collumna vertebralis


sehingga degenerasi diskus dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia
lanjut. Spondilosis servikalis berakibat 2 hal pada a.vertebralis, yaitu:

 Osteofit sepanjang pinggir corpus vetebrales dan pada posisi tertentu bahkan dapat
mengakibatkan oklusi pembuluh arteri ini.
 Berkurangnya panjang kolum servikal berakiabat a.verterbalies menjadi berkelok-
kelok. Pada posisi tertentu pembuluh ini dapat tertekuk sehingga terjadi oklusi.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 15


Dengan adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut seperti
telah diuraikan diatas, dapat dimengerti bahwa sirkulasi otak pada orang tua sangat rentan
terhadap perubahan-perubahan, baik perubahan posisi tubuh maupun fungsi jantung dan
bahkan fungsi otak

c. Pembuluh darah perifer

Arterosclerosis yang berat akan menyebabkan penyumbatan arteria perifer yang


menyebabkan pasokan darah ke otot-otot tungkai bawah menurun hal ini menyebabkan
iskimia jaringan otot yang menyebabkan keluhan kladikasio.

5. Sistem Respirasi (Boedhi, Darmojo 2014).


a. Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan mengalami osifikasi
sehingga terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil
dan volume rongga dada mengecil.
b. Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori mengalami kelemahan
akibat atrofi.
c. Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
aveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin rawan bronkus mengalami
pengapuran.
d. Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan alveolus membesar
secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding
saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas
jaringan parenkim paru mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru
pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus.

Perubahan anatomi tersebut menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan sebagai


berikut:

 Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga
dada akan merubah mekanika pernafasan menjadi dangkal, timbul gangguan sesak
nafas, lebih-lebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.
 Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan
penimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan
pendistribusian gangguan udara nafas dalam cabang bronkus.
 Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun, (3) resistensi
saluaran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut
terjadi pengurangan ventilasi paru.
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 16
 Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap,
penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi) dan
transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga.
Penurunan pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena: (1) berbagi
perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) kerena
bertkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnyan curah jantung.
 Gangguan perubahan ventilasi paru: pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan
ventilasi paru, akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer,
kemoreseptor sentral atupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons
terhadap rangsangan berupa penurunan PaO2, peninggian PaCO2, Perubahan pH
darah arteri dan sebagainya.
6. Sistem Gastrointestinal (Boedhi, Darmojo 2014).
 Rongga Mulut (Cavum Oris)
a. Gigi (Dente)
- Atrial: Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus menerus.
Dimensi vertikal wajah menjadi lebih pendek sehingga merubah penampilan/estetik
fungsi pengunyah.
- Meningkatkan insiden karies terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder di
bawah tambalan lama.
- Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga gigi goyang dan tanggal.
b. Muskulus

Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan yang tidak
terkontrol dari bibir, lidah dan rahang orafacial dyskinesis.

c. Mukosa

Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap, dan
kering.

d. Lidah (Lingua)

Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya fisura- fisura.
Sehubungan dengan ini maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya
orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu
misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan
sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan
berbicara.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 17


e. Kelenjar liur (Glandula Salivarius)

Terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva
menurun.

f. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis)

Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah terjadi pada usia 30-50
tahun. Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi.
Dengan manifestasi adanya TM joint sound, melemahnya otot-otot mengunyah sendi,
sehingga sukar membuka mulut secara lebar.

g. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare)

Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada rahang tanpa gigi
atau setetelah pencabutan.

 Lambung (Ventriculus)

Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini menyebabkan sekresi asam lambung,
pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil,
sehingga daya tampung makanan berkurang. Proses pengubahan protein menjadi pepton
terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang rasa lapar juga berkurang.
Absobsi kobalamin menurun sehingga konsentrasi kobalamin lebih rendah.

 Usus halus (Intestinum Tenue)

Mukosa usus halus mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang jumlah vili
berkurang yang menyebebabkan penurunan proses absorbsi. Di daerah duodenum enzim
yang dihasilkan oleh pancreas dan empedu menurun, sehingga metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini
menyebabkan gangguan yang disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.

 Pankreas (Pancreas)

Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang
dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula vateri
menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh ensim elastase dan fosfolipase-A yang
diaktifkan oleh tripsin dan/atau asam empedu.

 Hati (Hepar)

Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang dari 40
tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595 ml/menit. Hati berfungsi
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 18
sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Disamping
juga memegang peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,
konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia secara histologik
dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagian besar sel, berubah bentuk
menjadi jaringan fibrous sehingga menyebabkan penurunan fungsi hati. Hal ini harus di
ingat terutama dalam pemberian obat-obatan.

 Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)

Pada colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang menyebabkan motilitas
colon menurun, berakibat absobsi air dan elektrolit meningkat sehingga faeses menjadi
lebih keras sering terjadi konstipasi.

7. Sistem Imun (Boedhi Darmojo, 2014).


 Kelenjar Timus (Glandula Thymus)

Pemeriksaan anatomis menunjukkan bahwa ukuran maksimal kelenjar Timus


terdapat pada usia pubertas sesudahnya akan mengalami proses pengecilan. Pada usia 40-
50 tahun jaringan kelenjar tinggal 5-10%. Diketahui bahwa Timus merupakan kelenjar
endokrin sekaligus tempat deferensiasi sel limfosit T menjadi sel imunokompeten
Involusi ditandai dengan adanya infiltrasi jaringan fibrous dan lemak. Konsekwensinya
kemampuan kelenjar Timus untuk mendewasakan sel T berkurang.

 Limpa (Lien), kelenjar Limfe

Tidak ada perubahan morfologis yang berarti hanya menunjukkan turunnya kemampuan
berproliferasi dan terdapat sedikit pembesaran limpa.

2.3.6.2 Apakah definisi dari successful aging?


1. Pengertian Successful Aging

Menurut Suardiman (2011: 174) successful aging adalah suatu kondisi dimana
seorang lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga umur panjang dalam kondisi
sehat, sehingga memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara mandiri, tetap berguna
dan memberikan manfaat bagi keluarga dan kehidupan sosial. Kondisi demikian sering
disebut sebagai harapan hidup untuk tetap aktif. Sebaliknya orang tidak menghendaki
umur panjang, apabila umur panjang ini dilalui dalam keadaan sakit.

Successful aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada
kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa
tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas. Setidaknya ada
beberapa faktor yang menyebabkan seorang lansia untuk tetap bisa berguna dimasa

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 19


tuanya, yakni; kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan
kemunduran yang dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari
lingkungan lansia tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami
kebutuhan dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia
untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki (Hurlock 2004: 410).

Kesempatan yang diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan


fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia. “Penelitan terhadap usia lanjut mengungkapkan
bahwa rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik dan mental. Mereka
secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran
fisik dan mental dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang”
terhadap masalah usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik
dan mental mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan” (Hurlock 2004: 410).

2. Aspek-aspek Successful Aging

Lawton (dalam Weiner, 2003: 610) memaparkan successful aging dalam 4 (empat) aspek
yaitu meliputi :

a. Functional well
Functional well disini didefinisikan sebagai keadaan lansia yang masih memiliki
fungsi baik fungsi fisik, psikis maupun kognitif yang masih tetap terjaga dan mampu
bekerja dengan optimal di dalamnya temasuk juga kemungkinan tercegah dari berbagai
penyakit, kapasitas fungsional fisik dan kognitif yang tinggi dan terlibat aktif dalam
kehidupan.
b. Psychological well-being.
Kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai
kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya
6 (enam) fungsi psikologis yang positif yaitu:
 Self acceptance
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik
utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang
baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut
memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang
dijalani. Individu yang mempunyai tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan
bersikap positif terhadap diri sendiri, mengetahui serta menerima aspek-aspek yang
terdapat dalam dirinya, baik positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif
terhadap masa lalu.
 Positive relationship with other

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 20


Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan
hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga memiliki rasa afeksi
dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan
dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, dan enggan untuk mempunyai ikatan
dengan orang lain, menandakan bahwa ia kurang baik dalam dimensi ini.
 Autonomy
Dimensi outonomi menjelaskan mengenai kemampuan untuk menentukan diri
sendiri, kemandirian dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku Individu yang baik
dalam dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah laku
dengan cara tertentu serta dapat mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar personal.
Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi outonomy akan memperhatikan
harapan dan evaluasi orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain
dan cenderung berharap konformis.
 Control over one’s enviroment
Individu yang baik dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga
sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk
mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya
individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk
megatur kehidupan sehari-hari dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
 Purpose in live
Individu yang baik dalam dimensi ini mempunyai peraaan bahwa kehidupan saat ini
dan masa lalunya memiliki keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan
hidup, dan mempunyai targer yang ingin dicapai dalam kehidupan, maka ia dapat
dikatakan mempunyai tujuan hidup yang baik. Sebaliknya individu yang kurang baik
dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam
hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak
mempunyaikepercayaan yang membuat hidup lebih berarti.
 Personal growth
Dimensi pertumbuhan pribadi menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk
mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Dimensi
ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah
satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman.Individu yang baik dalam
dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagi
sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya dan mampu
melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya,
individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 21
mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan bahwa ia adalah
seorang pribadi yang stagnan, tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani.
c. Selection optimatization compensation.
Model SOC merupakan model pengembangan yang mendefinisikan proses universal
regulasi perkembangan. Proses ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks
sosio-historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan sosial fungsi kognitif),
serta pada tingkat analisis (misalnya, masyarakat, kelompok, atau tingkat individu).
Mengambil perspektif aksi-teoretis, seleksi, optimasi, dan kompensasi mengacu pada
proses pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan pribadi.
a. Seleksi
Seleksi mengacu pada pengembangan, menguraikan, dan berkomitmen untuk tujuan
pribadi. Sepanjang masa hidup, peluang biologi, sosial, dan individu dan kendala
menentukan berbagai domain alternatif berfungsi. Jumlah pilihan, biasanya melebihi
jumlah sumber daya internal dan eksternal yang tersedia untuk individu, perlu dikurangi
dengan memilih subset dari domain tersebut yang untuk memfokuskan sumber daya
seseorang. Hal ini sangat penting di usia tua, waktu dalam hidup ketika sumber daya
menurun.
b. Optimasi
Untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam domain yang dipilih, berarti tujuan
yang relevan perlu diperoleh, diterapkan, dan halus. Carayang paling cocok untuk
mencapai tujuan seseorang bervariasi sesuai dengan domain tujuan tertentu (misalnya,
keluarga, olahraga), karakteristik pribadi (misalnya, umur, jenis kelamin), dan konteks
sosial budaya (misalnya, sistem dukungan kelembagaan). Contoh prototipikal optimasi
adalah investasi waktu dan energi ke dalam akuisisi berarti tujuan yang relevan,
pemodelan sukses orang lain, dan praktek keterampilan tujuan yang relevan.
c. Kompensasi
Pemeliharaan fungsi positif dalam menghadapi kerugian mungkin sama pentingnya
bagi penuaan sukses sebagai fokus pertumbuhan yang berkelanjutan.
d. Primary and Secondary Control
Dalam semua kegiatan yang relevan untuk kelangsungan hidup dan prokreasi, seperti
mencari makan, bersaing dengan saingan, atau menarik pasangan, organisme berjuang
untuk kontrol dalam hal mewujudkan hasil yang diinginkan dan mencegah yang tidak
diinginkan. Kecenderungan motivasi paling mendasar dan universal berhubungan dengan
dasar ini berusaha untuk mengendalikan lingkungan, atau dalam istilah yang lebih
spesifik, untuk menghasilkan konsistensi antara perilaku dan peristiwa di lingkungan.
Hal ini disebut sebagai primary control. Sedangkan secondary control merujuk kepada
kemampuan seseorang untuk mengatur keadaan mental, emosi dan motivasi.
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 22
3. Faktor yang Mempengaruhi Successful Aging

Berk (dalam Suardiman, 2011: 181) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi


pencapaian successful aging :

 Optimis serta perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan dan fungsi baik.
 Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun keterbatasan energi
fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.
 Penguatan konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.
 Memperkuat pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung
makna, menghadirkan ikatan sosial.
 Menerima perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.
 Perasaan spiritual dan keyakinan yang matang harapan akan kematian dengan
ketenangan dan kesabaran.
 Kontrol pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian.
 Kualitas hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan
yang menyenangkan.

Masa lansia merupakan masa mempertahankan kehidupan (defensive strategy) dalam


arti secara fisik berusaha menjaga kesehatan agar tidak sakit -sakitan dan menyulitkan
atau membebani orang lain. Pada saat itu memang terjadi berbagai penurunan status yang
disebabkan oleh penurunan aspek seperti fisiologis, psikis dan fungsi-fungsi sensorik
motorik yang diikuti oleh penurunan fungsi fisik, kognitif, emosi, minat, sosial, ekonomi
dan keagamaan. Usia lanjut berhasil difasilitasi oleh konteks sosial yang memberi
peluang para usia lanjut untuk mengelola perubahan hidupnya secara efektif. Lansia
memerlukan perencanaan jaminan sosial yang baik, layanan kesehatan baik, perumahan
yang aman, dan layanan sosial yang bermacam-macam.

2.3.6.3 Apakah diagnosa banding dari pasien di skenario?


1. Definisi Geriatric Syndrome

Sindrom geriatri merupakan kumpulan gejala dan atau tanda klinis, dari satu atau
lebih penyakit yang sering dijumpai pada pasien geriatrik. Tampilan klinis yang tidak
khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Sindrom geriatri meliputi
gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom
geriatrik menampilkan banyak fitur-fitur umum. Keadaan lansia sangat umum yaitu
lemah. Efeknya pada kualitas hidup dan cacat substansial. Sering gejala utama tidak
berhubungan dengan kondisi patologis tertentu yang mendasari perubahan status
kesehatan. Sebagai contoh, ketika infeksi yang melibatkan saluran kemih menyebabkan
delirium, itu adalah perubahan fungsi saraf dalam bentuk perubahan kognitif dan perilaku
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 23
yang memungkinkan diagnosis delirium dan menentukan hasil fungsional yang banyak.
Karena sindrom ini melibatkan banyak sistem organ, diperlukan perencanaan dan
pemberian perawatan klinis. Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan
yang sering dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut yang terdiri dari
Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement
(gangguan intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin
dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immunodeficiency (penurunan
imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia
(gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of
hearing,vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati
dkk., 2009 dalam AA Dini, 2013).

2. Epidemiologi

Prevalensi usia lanjut lebih dari 60 tahun meningkat lebih cepat dibandingkan
populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka harapan hidup dan penurunan
angka kelahiran. Data demografi dunia menunjukkan peningkatan populasi usia lanjut 60
tahun atau lebih meningkat tiga kali lipat dalam waktu 50 tahun; dari 600 juta pada tahun
2000 menjadi lebih dari 2 miliar pada tahun 2050 (Setiati, Siti 2013).

Jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia mencapai peringkat lima besar terbanyak
di dunia, yakni 18,1 juta pada tahun 2010 dan akan meningkat dua kali lipat menjadi 36
juta pada tahun 2025. Angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 67,8 tahun
pada tahun 2000-2005 dan menjadi 73,6 tahun pada tahun 2020- 2025.Proporsi usia lanjut
meningkat 6% pada tahun 1950-1990 dan menjadi 8% saat ini. Proporsi tersebut
diperkirakan naik menjadi 13% pada tahun 2025 dan menjadi 25% pada tahun 2050. Pada
tahun 2050 seperempat penduduk Indonesia merupakan penduduk usia lanjut,
dibandingkan seperduabelas penduduk Indonesia saat ini (Sharon, K. 2007).

3. Klasifikasi Geriatric Syndrome


Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai baik
mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut yang terdiri dari Immobility (imobilisasi),
Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti
demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi),
Impotence (impotensi), Immunodeficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi),
Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic
disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan
pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2009).
a. Imobilisasi

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 24


Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih,
dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai
faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak
seimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa informasi penting meliputi lamanya
menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi
kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah
iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
b. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada
orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di
lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat
bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et
al., 2007).
c. Incontinence (Inkontinensia Urin dan Alvi)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dikehendaki
dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah sosial dan atau
kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering
dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65
tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia urin merupakan fenomena yang
tersembunyi, disebabkan oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan
di lain pihak dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008;
Cigolle et al., 2007). International Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan
Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan
masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai
perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses
melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin (Kane et al., 2008).
d. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien lanjut usia
adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori
didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan
tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 25
berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan
terganggunya aktivitas (Geddes et al.,2005; Blazer et al., 2009).
e. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian no. 2
setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal antara lain:
adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas
terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia sehingga sulit/jarang mengeluh,
sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi
biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak
dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai
peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36OC lebih sering dijumpai.
Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai
koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya
perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan
penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi gangguan
pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia 70 tahun sampai
39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama
untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri. Otosklerosis
biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan terjadinya remodeling tulang
di kapsul otik menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit
menyebar ke telinga bagian dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural.
Penyakit Ménière adalah penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan gangguan
pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang
disebabkan oleh energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen
pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri
disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan
frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit
untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatri
adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa
implantasi koklea (Salonen, 2013). Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara
signifikan berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh
yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang
digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari
dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis,
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 26
obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang
dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap,
jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama,
kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati
sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hatihati mengguakan obat baru
(Setiati dkk, 2006).
g. Isolation (Depression)

Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah
kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan binatang peliharaan.
Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya
terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa
direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi.
Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepajangan.

h. Inanition (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut karena
kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia
lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada
pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan,
sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan) usia lansia dimana seseorang menjadi kurang produktif
(bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia
pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari
tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan
beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa
seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca,
dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial, pensiun juga berarti
kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun berkurang memudahakan seorang
lansia mengalami depresi.
j. Iatrogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang
tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 27


interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia
haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan
pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning)
akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga
pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.
k. Insomnia
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan
seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan
insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan
neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi thymus
(kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak
bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid
lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa
yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang
masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap
antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap
rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi
menempati porsi besar pada pasien lansia.
m. Impotence
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia
lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan
pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah sehingga membesar,
pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok)
dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah
depresi.
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga menyebabkan
diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa
kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah
gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres,
fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, colitis.
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 28
4. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Imobilisasi Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama
imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan
masalah psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat‐obatan
antipsikotik seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik
dari tulang (osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease, metastase kanker tulang,
trauma), sendi (osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia,
pseudoclaudication) atau masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi.

Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental
seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat pula
menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah
maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat hipnotik dan sedatif
dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.

b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain:
(Sharon, K. 2007).

1) Kecelakaan (merupakan penyebab utama)


 Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
 Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses
menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada di rumah
tertabrak, lalu jatuh.
2) Nyeri kepala dan/atau vertigo
3) Hipotensiorthostatic:
 Hipovolemia / curah jantung rendah
 Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
 Pengaruh obat-obat hipotensi
4) Obat-obatan
 Diuretik / antihipertensi
 Antidepresan trisiklik
 Sedativa
 Antipsikotik
 Obat-obat hipoglikemik
 Alkohol

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 29


5) Proses penyakit yang spesifik, misalnya:
 Aritmia
 Stenosis
 Stroke
 Parkinson
 Spondilosis
 Serangan kejang
6) Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
7) Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):
 Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
 Terbakar matahari
 Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)

Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi
proses enua yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh termasuk organ
berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urin. Perubahan ini
diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan
pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung kemih yang
menimbulkan rangsangan berkeih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa.
Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan urine di dalam
kanddung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah
merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat mengakibatkan banyaknya sisa
air kemih di kandung keih sebagai akibat pengosongan yang tidak sempurna
(Setiati,2009)

 Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan


penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.
Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola
makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif
dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-
laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan kornea, lensa iris, aquous
humormvitorous humor akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia, karena
bagian utama yang mengalami perubahan/penurunan sensifitas yang menyebabkan lensa
pada mata, produksi aquosus humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu
terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 30


usia akan mempengarui fungsi organ pada mata seseorang yang ber usia 60 tahun, fungsi
kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan
tersebut meliputi ukuran – ukuranpupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses
akomodasi merupakan kemampuan untukmelihat benda – benda dari jarak dekat maupun
jauh. Akomodasi merupakan hasil koordinasi atas ciliary body dan otot – otot, apabila
seseorang mengalami penurunan daya akomodasimaka orang tersebut disebut presbiopi
(Setiati dkk, 2009 ).
5. Manifestasi Klinis (Hurlock 2004: 410)
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai
sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada penurunan
berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran
darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid hipokampal, dan
terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya
neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan aktivitas
monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual;
berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan
mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan
mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian
yang baru saja terjadi.
Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa;
ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat (presbiopia); berkurangnya
sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara
bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi
kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan
target dari noise.
Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi
ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-
adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic
peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer. ( Pada fungsi paru-paru terjadi
penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI) dan forced volume capacity (FVC);
berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual.
Adanya ‘ventilation-perfusion mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun seiring
bertambahnya usia : 100 – (0,32 x umur).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 31


Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati,
terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan metabolisme
fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung,
berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon
yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance)
dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya
usia seseorang.

Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan
relatif perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH)
sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan
prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi. Pada saluran kemih dan kelamin
timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas
orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin. Toleransi
glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial
meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1
berkurang. Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3,
testosteron bebas maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta
peningkatan hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon
ovarium.

Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal,
berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal
(hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan
meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara bermakna
(sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil pada otot
diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah
miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik (berkurang 4%/dekade
setelah usia 50).

Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya produksi
antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat,
berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam
sirkulasi.

Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap yang
tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat berpikiran atau
melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi pada

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 32


orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan konsentrasi
dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah depresi teratasi. Gangguan
depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia, sehingga dua hal
tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fi sik
tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia
depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran,
perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Assessmen Geriatri komprehensif mencakup: kesehatanfisik, mental, status


fungsional, kegiatan sosial, dan lingkungan.Tujuan asesmen ialah mengetahui kesehatan
penderita secara holistic supaya dapat memberdayakan kemandirian penderita selama
mungkin dan mencegah disabilitas-handicap diwaktu mendatang. Asesmen ini bersifat
tidak sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan koordinasi serasi antar disiplin dan
lintas pelayanan kesehatan (Forciea MA. 2004, Darmojo BR, 2010).

Anamnesis dilengkapi dengan berbagai gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi,
gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan
dan lain-lain.

a. Penilaian sistem : Penilaian system dilaksanakan secara urut, mulai dari system
syaraf.
b. Pusat, saluran nafas atas dan bawah, kardiovaskular, gastrointestinal (seperti
inkontinensia alvi, konstipasi), urogenital (seperti inkontinensia urin). Dapat
dikatakan bahwa penampilan penyakit dan keluhan penderita tidak tentu berwujud
sebagai penampilan organ yang terganggu.
c. Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, minum alkohol).
d. Anamnesis Lingkungan perlu meliputi keadaan rumah tempat tinggal.
e. Review obat-obat yang telah dan sedang digunakan perlu sekali ditanyakan, bila
perlu, penderita atau keluarganya.
f. Ada tidaknya perubahan perilaku.
 Anamnesis Nutrisi : (Martono H. 2004)
a. Pada gizi perlu diperhatikan :
 Keseimbangan (baik jumlah kalori maupun makronutrien)
 Cukup mikronutrien (vitamin dan mineral)
 Perlu macam makanan yang beranekaragam.
 Kalori berlebihan atau dikurangi disesuaikan dengan kegiatan AHSnya, dengan
tujuan mencapai berat badan ideal.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 33


 Keadaan gigi geli, mastikasi dan fungsi gastro-intestinal.
 Apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan.
b. Pengkajian Nutrisi (Kuswardhani, RAT, 2011)

Pengkajian nutrisi dilakukan dengan memeriksa indeks massa tubuh. Rumus Indeks
Masa Tubuh (IMT) : Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (m)2

IMT : 18 – 23 (normal)

Rumus Tinggi Badan Populasi Geriatri :

Pria : TB = 59.01 + (2.08 X Tinggi Lutut)

Wanita : TB = 75.00 + (1.91 X Tinggi Lutut) – (0.17 X Umur).

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.

a. Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk dan
berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk melihat kemungkinan
terdapatnya hipotensi ortostatik .
b. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini
disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting adalah pemeriksaan
secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau tidaknya gangguan organ atau
sistem.
c. Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian sistem, yaitu:
1) Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
2) Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
3) Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
4) Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu dilakukan dengan cermat.
5) Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan sendisendi perlu
diperiksa :sendi panggul, lutut dan kolumna vertebralis.
6) Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.

Pemeriksaan fisik perlu dilengkapi dengan beberapa uji fisik seperti “get up and go”
(jarak 3 meter dalam waktu kira-kira 20 detik), mengambil benda di lantai, beberapa tes
keseimbangan, kekuatan, ketahanan, kelenturan, koordinasi gerakan.Bila dapat
mengamati cara berjalan (gait), adakah sikap atau gerakan terpaksa.Pemeriksaan organ-
sistem adalah melakukan pemeriksaan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki secara
sistematis (Kuswardhani, RAT. 2011).
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 34
 PEMERIKSAAN TAMBAHAN (PENUNJANG)

Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan kepastian diagnosis,


tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.

a. X-foto thorax, EKG


b. Laboratorium :- DL,UL, FL

Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi (rujukan) kepada sub- bagian
atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan alat yang lebih spesifik : FNB, EKG, CT-
Scan.

 Pengkajian Imobilisasi

Dalam mengkaji imobilisasi, perlu dilakukan anamnesis menenai riwayat penyakit


sekarang, lamanya mengalami disabilitas, penyakit yang dapat memengaruhi kemampuan
mobilisasi dan obat‐obatan yang dapat menyebabkan imobilisasi. Keluhan nyeri, skrining
depresi dan rasa takut jatuh serta pengkajian lingkungan, termasuk kunjungan rumah bila
perlu, penting dilakukan. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa status kardiopulmonal,
pemeriksaan muskuloskeletal yang mendetil misalnya kekuatan otot dan gerak sendi,
pemeriksaan status neurologis dan juga pemeriksaan kulit untuk identifikasi ulkus
dekubitus. Status imobilisasi pasien harus selalu dikaji secara terus‐menerus.

7. Penatalaksanaan
Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan berbagai
jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi pilihan untuk
mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi pilihan utama
sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat
pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan
secara holistik (Setiati, Siti 2013).
a. Pengelolaan inkontinensia urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis besar dapat
dikerjakan sebagai berikut (Simposium “Geriatric Syndromes: Revisited” 2011):
1) Program rehabilitasi, antara lain:
 Melatih perilaku berkemih.
 Modifikasi tempat berkemih (urinal).
 Melatih respons kandung kemih.
 Latihan otot-otot dasar panggul.
2) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap (indweling).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 35


3) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
4) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau keadaan
patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.
5) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk kemudahan
berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan penyerap khusus untuk
mengurangi dampak inkontinensia.
b. Jatuh (Pranaka, 2011)
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi faktor risiko,
penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan
membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang terkait serta
keluarga penderita.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktoralsehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi
dan perbaikan lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian, penggunaan alat bantu gerak
dan sebagainya.
 Factor pelindung cidera retak
 Terapiestrogen
 Berat badan setelah usia
 Berjalanuntuk latihan
 Asupan kalsium yang cukup
c. Pencegahan Komplikasi Imobilisasi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan farmakologik dan
non farmakologik. Upaya non farmakologis yang dapat dilakukan adalah dengan
beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah
baring total, perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur Selain itu,
mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan
latihan fungsional dapat dilakukan secara bertahap. Untuk mencegah terjadinya
dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyebab terjadinya ulkus
yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu dapat dilakukan perubahan posisi lateral 30o,
penggunaan kasur anti dekubitus, atau menggunakan bantal berongga. Pada pasien
dengan kursi roda dapat dilakukan reposisi tiap jam atau diistirahatkan dari duduk.
Melatih pergerakan dengan memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta mencegah
terjadinya gesekan juga dapat mencegah dekubitus. Pemberian minyak setelah mandi atau
mengompol dapat dilakukan untuk mencegah maserasi. Kontrol tekanan darah secara
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 36
teratur dan penggunaan obat‐obatan yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah
serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Monitor
asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya konstipasi. Selain itu juga perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap
kebiasaan buang air besar pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi (Pranaka, 2011).

Tata laksana farmakologis yang dapat diberikan terutama pencegahan terhadap terjadinya
trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu Low dose heparin (LDH) dan low molecular
weight heparin (LMWH) merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien
geriatri denganimobilisasi namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal dan
interaksi dengan obat lain (Pranaka, 2011).

 Pressure Ulcer

Pengobatan

1. Menilai seluruh aspek, bukan hanya ulkus karena tekanan, termasuk kesehatan fisik,
sakit, kesehatan psikososial, dan tekanan komplikasi ulkus.
2. Mencoba untuk menggunakan langkah-langkah yang ditetapkan penyembuhan luka
3. Menjaga prinsip-prinsip perawatan luka yang relevan dengan ulkus tekanan:
a. Debridement luka
b. Luka bersih
c. Menggunakan solusi yang tidak membunuh sel-sel; Jangan menggunakan solusi yang
yaitu sitotoksik hidrogen peroksida, Solusi Dahenitu, atau Betadine
d. Mengairi luka, menggunakan kekuatan minimal
e. Tutup luka dengan bahan yang tepat
f. Delirium

Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila sumber deliriumnya


adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau ketika agitasi yang berat tidak dapat
dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini disebabkan karena benzodiazepin dapat
menyebabkan reaksi berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan
yang diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang dapat
menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Andri, Charles E. Damping,
2007).

Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering dipakai pada
kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol digunakan karena profil efek sampingnya
yang lebih disukai dan dapat diberikan secara aman melalu jalur oral maupun parenteral.

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 37


Dosis yang biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular maupun
intra vena (IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap satu jam sampai total
kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah pasien lebih baik kesadarannya atau
sudah mampu menelan obat oral maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis
terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena lebih
sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral (Andri, Charles E.
Damping, 2007).

g. Infeksi
Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena meningkatkan
bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi antibiotik tergantung pada kuman
patogen yang didapati.
h. Gangguan pendengaran
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar
hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran
(speech reading), dan latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist) (Sharon, 2007).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien dalam
komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan
ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara
individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan
oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua
orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian
tertentu dari terapi terbukti bermanfaat (Sharon, 2007).
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari
rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal
isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak
bibir. Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara
mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising.
Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk
memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
(Sharon, 2007).
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok. Penyuluhan
dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara perorangan, sedangkan
program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 38


komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan
ataupun pengajaran (Sharon, 2007).
Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat
lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi
dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatan-
hambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh
dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar
yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-petunjuk
lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus
membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya (Salonen,
Jakko, 2013).
2.3.6.4 Apakah diagnosa kerja pada pasien di skenario?

Diagnosis kerja pasien di skenario adalah aging proces (proses penuaan).

1. Definisi Proses Penuaan


Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi
seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2006).
Pada lanjut usia, individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Penurunan tersebut mengenai berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan
daya ingat, kelemahan otot, pendengaran, penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang
berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya (Nugroho, 2008).
Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi menjadi
beberapa tahapan, antara lain (Pangkahila, 2007) :
A. Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun) :
Usia ini dianggap usia muda dan produktif, tetapi secara biologis mulai terjadi
penurunan kadar hormon di dalam tubuh, seperti growth hormone, testosteron dan
estrogen. Namun belum terjadi tanda-tanda penurunan fungsi-fungsi fisiologis tubuh.
B. Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun) :
Tahap ini mulai terjadi gejala penuaan seperti tampilan fisik yang tidak muda lagi,
seperti penumpukan lemak di daerah sentral, rambut putih mulai tumbuh, penyembuhan
lebih lama, kulit mulai berkeriput, penurunan kemampuan fisik dan dorongan seksual
hingga berkurangnya gairah hidup. Radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang
dapat bermanisfestasi pada berbagai penyakit. Terjadi penurunan lebih jauh kadar
hormon- hormon tubuh yang mencapai 25% dari kadar optimal.
C. Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas):

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 39


Gejala dan tanda penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi penurunan semua fungsi
sistem tubuh, antara lain sistem imun, metabolisme, endokrin, seksual dan reproduksi,
kardiovaskuler, gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit degeneratif mulai terdiagnosis,
aktivitas dan kualitas hidup berkurang akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis
yang sangat terganggu.
2. Teori Proses Penuaan

Studi yang dilakukan Nies untuk mengidentifikasi pola makan dan pola hidup yang

mempengaruhi kehidupan yang sehat di usia tua, melibatkan 1091 laki-laki dan 1109

perempuan usia 70-75 tahun. Hasilnya menunjukkan, pola hidup tidak sehat seperti

kebiasaan merokok, diet tidak sehat, aktivitas fisik rendah meningkatkan risiko

kematian (Nies, 2003). Modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, meningkatkan

aktivitas fisik, dan pola hidup sehat merupakan salah satu strategi untuk memiliki

kualitas hidup yang tetap baik meski usia telah lanjut (Marquez, 2009).

Terdapat empat teori utama yang menjelaskan terjadinya proses penuaan (Goldman,

2004) :

1) Teori Wear and Tear

Tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan

disalahgunakan. Organ tubuh, seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lain, menurun

karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak,gula,

kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan

emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di

tingkat sel. Hal ini berarti walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum

alkohol, dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ tubuh

secara biasa saja, pada akhirnya terjadi kerusakan.

2) Teori Neuroendokrin

Teori ini menyangkut peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.Pada usia

muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh.

Karena itu pada masa muda fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 40


kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual,

dan fungsi memori. Hormon bersifat vital untuk memperbaiki dan mengatur fungsi

tubuh. Ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih

sedikit sehingga kadarnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh terganggu.

Growth hormone yang membantu pembentukan massa otot, Human Growth Hormon

(HGH), testosteron, dan hormon tiroid, akan menurun tajam ketika menjadi tua.

3) Teori Kontrol Genetika

Faktor genetik memiliki peran besar untuk menentukan kapan menjadi tua dan umur

harapan hidup, dapat dianalogikan individu lahir seperti mesin yang telah diprogram

sebelumnya untuk merusak diri sendiri. Tiap individu memiliki jam biologi yang telah

diatur waktunya untuk dapat hidup dalam rentang waktu tertentu. Ketika jam biologi

tersebut berhenti, merupakan tanda individu tersebut mengalami proses penuaan

kemudian meninggal dunia, waktu dalam jam biologi sangat bervariasi tergantung pada

peristiwa yang terjadi dalam kehidupan individu tersebut dan pola hidupnya.

4) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron

tidak berpasangan pada orbit luarnya, dapat bereaksi dengan molekul lain, menimbulkan

reaksi berantai yang sangat destruktif. Radikal bebas bersifat sangat reaktif. Radikal

bebas akan merusak membran sel, Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), dan protein. Banyak

studi mendukung ide bahwa radikal bebas mempunyai kontribusi yang besar pada

terjadinya penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan seperti kanker, penyakit

jantung dan proses penuaan.

3. Akibat Proses Menua

Faktor-faktor perubahan proses menua dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

eksternal pada perubahan proses menua.

a. Faktor internal

Pengaruh faktor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomik, fisiologik

dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan ini akan
LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 41
menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara penurunan tersebut

dengan penyakit seringkali tidak begitu nyata (Darmojo, 2014).

Penurunan anatomik dan fisiologik dapat meliputi sistem saraf pusat,

kardiovaskuler, pernapasan, metabolisme, ekskresi, musculoskeletal serta kondisi

psikososial. Kondisi psikososial itu sendiri meliputi perubahan kepribadian yang menjadi

faktor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas, gangguan tidur, perasaan kurang

percaya diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa rendah diri, putus asa

dan dukungan sosial yang kurang. Faktor sosial meliputi perceraian, kematian,

berkabung, kemiskinan, berkurangnya interaksi sosial dalam kelompok lansia

mempengaruhi terjadinya depresi. Respon perilaku seseorang mempunyai hubungan

dengan kontrol sosial yang berkaitan dengan kesehatan (Tucker, 2006).

Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi dan keterikatan sosial dapat

mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim saraf pusat.

Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan. Makin

banyaknya jumlah jaringan sosial pada usia lanjut mempunyai hubungan dengan fungsi

kognitif atau mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39% (Barnes, 2004).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara lain gaya

hidup, faktor lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan

adalah jarang beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal

tersebut dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual

pada usia lanjut yaitu dengan menghentikan merokok. Serta faktor lingkungan, dimana

lansia manjalani kehidupannya merupakan faktor yang secara langsung dapat

berpengaruh pada proses menua karena penurunan kemampuan sel, faktor-faktor ini

antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap rokok meningkatkan resiko

penuaan dini, sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga

kulit tampak lebih tua (Darmojo, 2014).

LBM 1 “Suamiku Lemah”Page 42


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuan Bowo 65 tahun, datang ke poliklinik RS Unizar diantar isterinya dengan


keluhan nyeri sendi pinggang yang terus menerus dirasakan sejak 3 bulan terakhir.
Nyeri dirasakan hingga paha bagian belakang. Pasien juga mengeluhkan tekanan
darahnya tiba-tiba naik 1 bulan terakhir yang menyebabkan sering sakit kepala,
padahal ia selalu rutin berolahraga dan memakan sayur-sayuran. Pasien juga
mengeluhkan pandangannya mulai kabur meskipun sudah memakai kacamata, dan
telinganya sering sulit mendengar pembicaraan kecuali dengan suara keras. Menurut
isteri pasien, sejak pensiun emosis suaminya jadi tidak stabil, dan pelupa. Berat
badan suaminya menurun dan tidak bergairah dalam hubungan suami istri.
Berdasarkan hasil diskusi kelompok SGD 1 untuk LBM I yang berjudul “Suamiku
Lemah” serta berdasarkan tanda dan gejala pada skenario kami sepakat mengambil
diagnosa Aging Proces (Proses Penuaan).

LBM III “Si Pengganggu”Page 43


DAFTAR PUSTAKA

Andri, Charles E. Damping. Peranan Psikiatri Geriatri dalam Penanganan Delirium


Pasien Geriatri. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007; 57 (7) 227- 232.

Aru W.S, Setiyohadi B, Simadribrata, Setiati S. 2009. Proses Menua dan Implikasi
Kliniknya dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. ed.4. Jakarta: Internal
Publishing.

Bahtiyar, Lutfi (2011) GDS: Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi
Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia.

Barnes LK, Leon MD, Wilson RS, Bienias JL, Evans DA. Social recourses and
cognitive decline in a population of older Africans and whites. Journal of
Neurology. 2004; 63(12):2322 -2326.

Darmojo, B dan Hadi, M. 2014. Buku Ajar Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Eliot M. Benner dan Peter Salovey. 1997. Emotion Regulation During Chilhood
Developmental, Intrpersonal and Individual Consideration, Emotioal
Developmental and Emotion Intelligence: Education Implication. New York :
Basic Books.

Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris.
6th ed. New York, NY: McGraw-Hill.

Lippincott Williams & Wilkins, (2004). Kaplan and Sadocks Comprehensive


Textbook of Psychiatry Oda, Akiko. Automony, Reciprocity, and
Communication in Older Spouse Relationships. Diakses tanggal 1 April 2018.

Lotke, Paul A dkk. 2008. Lippincots’s Primary Care Orthopaedics. China :


Philadelphia.

LBM III “Si Pengganggu”Page 44


Marquez DX, Bustamante EE, Blissmer BJ, Prohaska TR. Health Promotion for
Successful Aging. American Journal of 60 Lifestyle Medicine. 2009; Vol. 3,
No. 1, 12-19.

Moore, Keith L dan A.M.R. Agur. 2013. Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.

Nies AH, Groot LCGM, Staveren WA. Dietary Quality, Lifestyle Factors and
Healthy Ageing in Europe: the Seneca Study. Age and Ageing. 2003;32 : 427-
434, British Geriatric Society.

Nugroho W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Ed.3. Jakarta: EGC.

Pangkahila W. 2007. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti


Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Pranarka, Kris. 2011. Simposium geriatric syndromes: revisited. Semarang: Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.

Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya.


Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati,
S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. 1335-1340.

Setiati Siti, Harimurti Kuntjoro, Govinda RA. Proses menua dan implikasinya.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarata MK, Setiyati S
(editor). 2013. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V, Jilid 1. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Sharon K, Stephanie S, Mary ET, George AK. 2007. Geriatri syndromes: clinical,
research, and policy implications of a core geriatri concept. Journal
compilation , The American Geriatris Society. 55(5): 794-796.

LBM III “Si Pengganggu”Page 45


Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik (Nety Juniarti & Sari Kurnianingsih, Penerjemah). Jakarta: EGC

LBM III “Si Pengganggu”Page 46

Anda mungkin juga menyukai