Anda di halaman 1dari 18

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Referat

Fakultas Kedokteran September 2019


Universitas Pattimura

DISTONIA

Oleh:
Zwesty Anggreany Salhuteru
2018-83-058

Pembimbing:
dr. Semuel A. Wagiu, Sp.S

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Ambon
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Distonia”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. M.
Haulussy.
Penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Semuel A.
Wagiu, Sp.S selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran,
dan tenaga untuk membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke
depannya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Ambon, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
I.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
II.1. Distonia...................................................................................................... 5
II.1.1 Definisi Distonia ..................................................................................... 8
II.1.2. Etiologi distonia..................................................................................... 9
II.1.3. Patofisiologi distonia............................................................................ 10
II.1.4. Klasifikasi distonia................................................................................ 12
II.1.5 Pemeriksaan diagnosis distonia .............................................................14
II.1.6. Penatalaksanaan distonia.................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar
terjadi kontraksi atau spasme. Hal utama adalah aktivitas otot yang berlebihan
untuk pergerakan.1 Aktivitas berlebihan ini dapat dinyatakan sebagai kekuatan
berlebihan pada otot primer yang digunakan untuk suatu gerakan, aktivasi otot
tambahan yang tidak diperlukan untuk suatu gerakan, atau aktivasi bersama otot
yang kerjannya berlawanan dengan otot-otot primer.1 Distonia juga dikenal
sebagai torsi spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh Oppenheim
pada tahun 1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural yang terlihat
dalam kondisi ini.2
Prevalensi distonia tidak diketahui. Angka-angka prevalensi tersedia
biasanya didasarkan pada studi kasus didiagnosis. Hal ini terutama terjadi dengan
distonia yang dapat hadir dalam berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia
fokal tidak terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Di Indonesia, belum ada
penelitian tentang prevalensi distonia itu sendiri, populasi yang sebenarnya dari
prevalensi distonia tidak diketahui. Angka-angka prevalensi tersedia biasanya
didasarkan pada studi kasus didiagnosis. Hal ini terutama terjadi dengan distonia
yang dapat hadir dalam berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia fokal
tidak terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi di South Tyrol di
Austria mempelajari sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun
berikutnya. Distonia primer didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti
memberikan prevalensi 7320 per juta penduduk usia yang dipilih. Ini
menunjukkan bahwa dalam penuaan populasi, distonia adalah gangguan
neurologis yang relatif umum.3
Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik. Distonia
tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia yang melibatkan
hubungan antar saraf. Berdasarkan hal tersebut distonia sangalah luas sehingga di
klasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan bagian tubuh yang terkena.
Selain itu, Manifestasi klinis dari distonia juga meliputi kesadaran, kesulitan
berbicara sehingga harus dapat dibedakan dengan diagnosis klinis penyakit yang
lain yang mempunyai manifestasi klinis serupa, Sehingga dalam referat ini akan
membahas distonia secara umum yaitu penyebab dari distonia, kalsifikasi dari
distonia, mmekanisme terjadinya distonia secara umum serta tata laksana secara
umum terhadap distonia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Distonia


Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar
terjadi kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh
Oppenheim pada tahun 1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural
yang terlihat dalam kondisi ini. Pengertian lain dari Distonia adalah gangguan
gerakan ditandai kontraksi otot yang abnormal sering berulang, kelainan postur,
atau keduanya. Gerakan distonik biasanya berpola, memutar, dan mungkin
gemetar. Distonia sering dimulai atau diperburuk oleh suatu gerakan volunter dan
terkait dengan aktivasi otot overflow. Distonia mewakili kelompok umum dari
gangguan gerak yang mencakup berbagai kondisi dari satu-satunya manifestasi
adalah kejang otot distonik, dimana distonia merupakan salah satu bagian yang
lebih parah dari kondisi neurologis.2
2.2 Etiologi Distonia
Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik.
Distonia tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal
ganglia adalah daerah otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi
otot. Masalahnya melibatkan hubungan antara sel-sel saraf.5

Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia.


Kerusakan tersebut dapat dikarenakan adanya:

1. Trauma otak.

2. Stroke.

3. Tumor.

4. Kekurangan oksigen.

5. Infeksi.

6. Reaksi obat.
7. Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.

8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua.


Beberapa pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala
distonia. Gejala dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga
yang sama.5

2.3 Patofisiologi Distonia


Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia.
Lokalisasi dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron skema.
Mutasi pada GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase (TH)
merusak sintesis dopamin di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal penghapusan
asam di Torsina, pendamping molekul dalam amplop nuklir dan endoplasma
reticulum (ER), bertanggung jawab untuk DYT1 dystonia. Mutasi pada α 3
subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan onset yang cepat dystonia
parkinsonisme (DYT12). mutasi pada ε sarcoglycan, mungkin biasanya
ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan myoclonus dystonia
(DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1 (MR 1), a enzim
detoksifikasi diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia non-kinesigenic
(DYT8). A faktor transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X terkait dystonia
parkinsonisme (DYT3).5

2.4 Klasifikasi Distonia


Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.

2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50
tahun. Dan wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki.
Gejala tersering yang timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme,
oromandibular dystonia, laryngeal dystonia, dan limb dystonia.
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.


Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.

Berdasarkan onset:9

1. Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan
sering menjalar ke anggota badan lainnya.

2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot


kranial atau satu lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang berdekatan.

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:

1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum


deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang
terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak
dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat
yang serius dan harus duduk dalam kursi roda. 6

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling


sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan
posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain
itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi
pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali
mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara
perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%
penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.6

Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik6

3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.


Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal. 6,13

4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,


wajah dan leher. 11

5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.


Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan. 13

6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan


proses berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal,
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.13

7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia


oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.

8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan
untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan
kram musisi. 13
9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan
obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan
dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang
hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan
di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

2.5 Manifestasi klinis

Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar


kesadaran, tremor, kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6

- Cedera ketika lahir

- Infeksi

- Reaksi terhadap obat tertentu

- Trauma

- Stroke

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun


cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa
merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya
diturunkan.6

Gejala dan Tanda:5

- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa


baris kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.

- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika


penderita merasa lelah.
- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan
suara.

- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah
raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin
jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum
deformans, (d) Parkinsonian

Awal mula serangan :8

1. Reaksi distonia akut

Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit.


Kelompok otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah,
ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap
badan yang tidak biasa.8

2. Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma
ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis
berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan
gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang. Penderita
dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya
menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan sering
salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.

3. Kronik

a. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3


bulan atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu
untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah
pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan
atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I dalam jangka waktu
yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive
dyskinesia.8,9

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang


tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-
facial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap
(sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial
grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama
gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan
menggeliat dari batang tubuh.8,9

b. Tardive dystonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma


tardive. Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan
involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang
tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh
meige’s syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.5

c. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons


terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia
pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.8

 d. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai


kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la
tourette’s syndrome).8

e. Tardive myoclonus

Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron.


Gangguan ini jarang dijumpai.6
Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia

2.6 Diagnosis Distonia


Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik
neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien
dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk
mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan
obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan
keparahan klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut.
Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah,
dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam
basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.11

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot


yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM.
Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal,
sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk
penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.11
2.6 Tatalaksana Distonia
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
kejang otot dan nyeri adalah sebagai berikut.7

1. Obat-obatan

Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki


ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan
sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin,
yaitu triheksilfenidil, benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur
neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau
diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang ringan), yaitu
diazepam, lorazepam, klonazepam, dan baklofen. Obat lainnya
memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang
meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin.
Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.7

2. Toksin Botulinum

Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin


botulinum yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini
bisa disuntikkan kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia
fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.7

3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya

Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat,
maka dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah
berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari
talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena
talamus terletak didekat struktur otak yang mengendalikan proses
berbicara. Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia
spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau
mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-
berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan
biofeedback juga bisa membantu pemderita distonia jenis tertentu.12
BAB III
PENUTUP

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya


menyebabkan  gerakan  atau  postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik,
prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada
anggota gerak dan batang tubuh.

Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai


potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.

Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi


atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot
leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah
(protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada
mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur
yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan
leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa
laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita
usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6
DAFTAR PUSTAKA

1. JinahH. US National Library of Medicine : Diagnosis and treatment of


dystonia; 2016 [cited 2019 Agustus]. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4248237
2. MarjdonoM, SidhartaP : Neurologi klinis dasar, editor : buku neurologi klinis
dasar : Jakarta : Dian rakyat ;2014.hal 65-66
3. GiovaniD, AngeloG : the enviromental epidemiology of primary dystonia.
2015 [cited 2019 september ]. Available ftom :
https://www.researchgate.net/publication/236978915_The_Environmental_E
pidemiology_of_Primary_Dystonia
4. The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London :
November 2011. P13-14.

5. Mark Hallett, M.D. Pathophysiology of Dystonia: Translation. Human Motor


Control Section, NINDS, Bethesda : May 2013. P3.

6. Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical
Approach. Seoul National University Hospital Korea : March 2012. P75.

7. DresslerD, AltenmullerE, dkk : Treatment of distonia : Cambrigde Medicine.


P.125
8. Mark AS : Handbook of Dystonia (Neurological diseaswe and therapy ). 2nd
edition. ISSN-13 : 978-1841848518
9. KP Bhatia, Stamelo, BresmanS : Dystonia : an Overview . Chapter17 : oxford
textbook of movement disorders. 2003. RqcP176-9
10. RachelEN, DeboraE, et all : A History of Dystonia : ancient to modern.
Movement disorders clinical Practice. [cited on sept 2019].
11. CamargosS, FransiscoC. Understanding dystonia : diagnostic issues and how
to overcome them. View and review. DOI : 10.1590/0004
12. MatejS et all. Diagnostic anf therapeutic approach to patients with dystonia.
Review. Albanesse.2013
13. ElisabethA et all. Dystonias. Medscape. Types and clasification. 2015 [cited
september 2019). Avalaible from :
http://emedicine.medscape.com/article/312648-overview
14. Komangdr, dkk. Physogenic movement disorders.Perkembangan neurologi
bali terkini. Bagian SMF neurologi FK UNUD. Edisi 5th. 2017
15. Mcphee dkk. Distonia Overview. Universitas Esa unggul. 2010 [cited
september 2019]. Available from :
https://id.search.yahoo.com/yhs/search;_ylt=Awrx5kpaboBdQiIApR

Anda mungkin juga menyukai