Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Referat

Fakultas Kedokteran September 2019


Universitas Pattimura

DIAGNOSTIK MENINGITIS

Oleh:
Zwesty Anggreany Salhuteru
2013-83-063

Pembimbing:
dr. Parningotan Y Silalahi, Sp.S

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Ambon
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Diagnostik Meningitis”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaiakan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Dr. M. Haulussy.
Penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Parningotan Y Silalahi, Sp.S
selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga
untuk membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke depannya. Semoga
referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.

Ambon, September 2019

Penulis

2i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Zwesty Anggreany Salhuteru
NIM : 2013-83-063
Judul referat : Diagnostik meningitis

Telah menyelesaikan tugas penyusunan referat dalam rangka kepaniteraan klinik


pada bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Ambon di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

Ambon, September 2019


Pembimbing

dr. Parningotan Y Silalahi, Sp. S

3ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
I.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2
II.1. Meningitis.................................................................................................. 2
II.1.1 Definisi Meningitis ……………………………………………………. 2
II.1.2. Etiologi meningitis................................................................................. 2
II.1.3 Patofisiologi meningitis ....................................................................... 5
II.1.3. Diagnostik meningitis ............................................................................3
A. Anamnesis ............................................................................................4
B. Pemeriksaan Fisik ................................................................................5
C. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 15

4iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Meningitis bakteri adalah penyakit menular yang parah pada membrane
melapisi otak yang menghasilkan angka kematian dan morbiditas yang tinggi di
seluruh dunia. Dalam beberapa dekade terakhir epidemiologi dan strategi
pengobatan untuk meningitis bakteri yang didapat masyarakat telah berubah secara
signifikan. Meningtis menyebabkan berbagai macam gejala klinis dari ringan
sampai berat seperti demam, mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala,
kejang, penurunan kesadaran, dan defisit neurologi lain yang dapat berlangsung
lama atau menetap dan bahkan dapat menyebabkan kematian. 1,2
Meningitis dapat mengenai semua ras, di Amerika Serikat dilapokan ras
kulit hitam lebih banyak menderita meningitis dibandingkan ras kulit putih.
Sebagian besar kasus, sekitar 70% kasus meningitis terjadi pada anak dibawah 5
tahun dan orang tua diatas usia 60 tahun. Insiden rate menoingtis akibat bakteri di
amerika serikat mengenai 3 per 100.000 penduduk per tahun. 2
Berdasarkan riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2013, angka kematian
akibat meningitis dan ensefalitis mencapai 0.8% dari seluruh kematian yang terjadi
pada semua gologan umur. Pada penilitian tersebut didapatkan meningitis dan
ensefalitis menempati peringkat ke-7 atau 3,2% dari seluruh kematian akibat
penyakit menular.2
Masih banyaknya kematian yang disebabkan oleh meningitis harus
menjadi perhatian bagi pihak pemerintah maupun kalangan medis, oleh karena
itu pemahaman yang baik tentang etiologi dan patofisiologi meningitis
merupakan bagian kunci untuk membantu dokter dan tenaga medis lainnya
dalam membuat diagnosis dini dan penatalaksanaan yang sesuai.

51
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Meningitis
II.1.1. Definisi Meningitis
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula
spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur)
tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau
kondisi lainnya. Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang
ditandai dengan peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi
otak dan sumsum tulang belakang.3
II.1.2 Etiologi meningitis
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus
merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.4
Klasifikasi meningitis berdasarkan etiologi menurut jenis kuman mencakup
sekaligus kausa meningitis, yaitu :1

1. Meningtis virus
2. Meningitis bakteri
3. Meningitis spiroketa
4. Meningitis fungus
5. Meningitis protozoa dan
6. Meningitis metazoa

Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan


meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Agen infeksi

62
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu,
yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh Escherichia Coli,
Streptococcus beta haemolyticus dan Listeria monocytogenes. Golongan umur
dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia
dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,
Staphylocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab meningitis serosa yang
paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak
dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan
yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus, sedangkan Herpes simplex,
Herpes zoster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik
(viral).4

II.1.3 Patofisiologi Meningitis


a) Meningeal Invasion

Mekanime masuknya kuman ke dalam lapisan meninges masih belum


diketahui sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pejamu, agen infeksi dan
faktor lingkungan. Pada bayi yang belum menghasilkan antibody spesifik dapat
mudah terkena meningitis oleh bakteri gram negatif, sedangkan pada bayi yang
agak besar telah kehilangan IgG yang diperolehnya melalui plasenta dan mudah
terkena infeksi meningokokus dan H. Influenzae. Pada orang dewasa dengan
gangguan sistem imun seperti pada keganasan sistem retikuloendotelial dapat
mempermudah infeksi susunan syaraf pusat. Konsentrasi kuman yang tinggi
didalam darah akibat suatu infeksi dibagian lain tubuh atau karena proses
transmisi kuman karena kontak antar individu dapat menyebabkan invasi kuman
pada meninges. Virus setelah melakukan perlekatan dan invasi terhadap sel
pejamu dapat bereplikasi dan menyebar yang kemudian menyebabkan destruksi
sel pejamu.7

3
7
Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran
penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa
juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah
otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.11

b). Induksi Inflamasi


Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses
inflamasi melalui mediator yang berperan seperti interleukin, tumor necrosis
factor-α (TNF-α), interferon, prostaglandin, nitrit oksida, platelet activation
factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-mula pembuluh darah meningeal
yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat
singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma.
Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag.11

c) Perubahan Sawar Darah Otak

Sawar darah otak, menjaga susunan syaraf pusat terhadap bahaya yang
datang dari lintasan hematogen. Proses radang juga menyebabkan terjadinya
perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang sebelumnya kedap dan selektif
terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel sehingga terjadi kebocoran
plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk kedalam cairan serebrospinal

84
dan ruang subarachnoid. Dengan demikian peradangan akan terus terjadi tidak
hanya pada pembuluh darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-
vena di korteks dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan
degenerasi neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino-purulen menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang
disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.12

d) Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial

Aliran cairan serebrospinal dapat terhambat oleh karena terjadi trombosis


atau perlekatan vili vena pada sinus akibat peradangan yang berperan dalam
absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan hidrosefalus. Selain itu,
plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi cairan serebrospinal
jika terkena radang akan meningkatkan produksinya sehingga timbul
hidrosefalus komunikans. Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak
dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan
pembuluh darah, menurunkan aliran suplai nutrisi dan oksigen. Jika proses
ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan otak, defisit neurologis,
berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan kesadaran dan
bahkan kematian.1,8,15

5
9
Gambar 2.1 Patofisiologi meningitis

II.1.4 Diagnostik Meningitis


Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan
nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan
kesadaran. Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat
dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.2,5

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya


dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk2

10
6
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot.

b. Pemeriksaan Kernig2
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinski leher)2


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa
yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga
dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif (+) bila gerakan fleksi
kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul
kedua tungkai secara reflektorik.

d. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)2

4711
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski
II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
sendi panggul dan lutut kontralateral.

e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)2


Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua
ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda
Brudzinski III positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas
superior.
f. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari
tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila
terjadi flexi involunter extremitas inferior.2
g. Pemeriksaan Lasegue
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.
Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan
sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa dan kurang dari 60° pada
lansia. 2

C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Kultur CSF
Pemeriksaan kultur cairan serebrospinal adalah salah satu diagnostik yang
paling penting karena dapat digunakan untuk semua bentuk meningitis.
Semua kasus yang diduga meningitis harus menjalani pungsi lumbal (LP)
ketika tidak ada massa kepala lesi (studi CT scan) dan gangguan

812
kardiopulmoner;lesi massa kepala, seperti tanda-tanda neurologis fokal dan
meningkat tekanan intrakranial. Tekanan CSF seharusnya direkam selama
LP.5,6
Pewarnaan Gram CSF harus dilakukan; bakteri dihitung jika lebih
tinggi dari 1 × 103 sel per mililiter mengkonfirmasi infeksi. Noda Gram
positif selalu ada pada pasien, terutama anak-anak: 90% dengan
pneumokokus meningitis, 80% dengan meningitis meningokokus,
setengahnya penderita meningitis basiler Gram negatif, dan sepertiga dari
pasien dengan listeria meningitis . Cytospin sentrifugasi terbukti sangat
sensitif untuk mendeteksi organisme dalam CSF bernoda Gram. Untuk
diferensial diagnosis, jumlah dan diferensiasi sel CSF serta konsentrasi
protein dan glukosa bermanfaat. CSF rendah jumlah sel darah putih dengan
pewarnaan Gram positif memiliki yang buruk hasil. 5

Agent Opening WBC count Glucose Protein Microbiology


Pressure (cells/µL) (mg/dL) (mg/dL)
(mm H2
O)
Bacterial 200-300 100-5000; < 40 >100 Specific pathogen
meningitis >80% PMNs demonstrated in
60% of Gram
stains and 80% of
cultures
Viral 90-200 10-300; Normal, Normal Viral isolation,
meningitis lymphocytes reduced in but may PCR assays
LCM and be slightly
mumps elevated
Tuberculous 180-300 100-500; Reduced, Elevated, Acid-fast bacillus
meningitis lymphocytes < 40 >100 stain, culture,
PCR
Cryptococcal 180-300 10-200; Reduced 50-200 India ink,
meningitis lymphocytes cryptococcal
antigen, culture

9
13
Aseptic 90-200 10-300; Normal Normal Negative findings
meningitis lymphocytes but may on workup
be slightly
elevated
Normal 80-200 0-5; 50-75 15-40 Negative findings
values lymphocytes on workup
LCM = lymphocytic choriomeningitis; PCR = polymerase chain reaction; PMN =
polymorphonuclear leukocyte; WBC = white blood cell.

Tabel 1. Penilaian Cairan Serebrospinal Berdasarkan Agen Infeksi

 Pemeriksaan Non-kultur
Ada beberapa kondisi tertentu, yang mengharuskan penggunaan tes
non-kultur seperti identifikasi awal patogen dan pada pasien dengan
pemberian antibiotik sebelumnya atau negatif pada pemeriksaan CSF awal,
pewarnaan Gram dan kultur negatif di dalamnya 72 jam inkubasi. 5
Aglutinasi lateks merupakan uji untuk menentukan mikroorganisme
dan lebih sensitif terhadap antigen Hib dari antigen N. meningitides. Pada
meningitis pneumokokus studi, teknik ini dilaporkan positif pada49 (66%)
dari 74 sampel CSF untuk S. pneumoniae, dan pada 4 dari 14 Sampel CSF
yang kultur-negatif. 5
Ada studi, yang telah menunjukkan kegunaan reaksi berantai standar
atau multipel polimerase berurutan (PCR) untuk mendeteksi infeksi patogen
pada pasien dengan perawatan antibiotik sebelumnya atau di resourcepoor
pengaturan. Multiplex real time PCR atau broadrange PCR adalah salah satu
teknik yang menjanjikan, yang menargetkan 16S gen RNA ribosom
eubacteria, dan pada pasien dengan riwayat pemberian antibiotik, hasil
positif secara signifikan lebih tinggi dengan PCR dibandingkan dengan
budaya. Namun demikian, dalam beberapa penelitian tingkat deteksi
terbatas antara tes. Ekstraksi DNA secara real-time PCR membutuhkan
waktu 90 menit, yang membuat metode ini sangat berguna.5

10
14
PCR real-time spesifik berbasis pewarnaan Gram khusus
(menggunakan 16S ribosomal RNA) telah dibuktikan secara simultan
deteksi dan diferensiasi Gram-positif dan Bakteri gram negatif langsung
dari sampel darah , menunjukkan diagnosis yang cepat dan tepat pada bayi
dan anak-anak. Selanjutnya, serotyping berbasis PCR berurutan S.
pneumoniae menggunakan primer serotipe spesifik mengkonfirmasi
distribusi serotipe pneumokokus, di mana penggunaan sebelumnya
antibiotik tinggi. 5
Amplifikasi isotermal yang dimediasi loop baru-baru ini
mengembangkan teknik, yang memperkuat DNA di bawah isotermal
kondisi (63°C), dan dianggap menjanjikan, sejak hasilnya bisa dibaca
dengan mata telanjang. Jadi satu mempelajari, menggunakan sampel swab,
sepuluh atau lebih salinan S. Pneumoniae diambil dari mukosa mulut
terdeteksi, namun ada tidak ada bukti penggunaannya dalam diagnosis
meningitis bakteri.9
Teknik microarray atau biochip menggunakan ekstraksi DNA
genomik dari CSF, amplifikasi DNA yang ditargetkan, dan hibridisasi DNA
berlabel dengan oliogonucleotide Probe (patogen spesifik atau gen
virulensi) diimobilisasi pada microarray. Namun teknik ini belum terbukti
bermanfaat dalam praktik klinis. 5
Dalam satu studi, tes imunokromatografi cepat adalah digunakan
untuk mendeteksi S. pneumoniae pada 122 anak yang terinfeksi dengan
meningitis pneumokokus. Sensitivitas teknik imunokromatografi adalah
100% untuk diagnosis meningitis pneumokokus dibandingkan dengan
teknik lain: biakan CSF (sensitivitas 71%) dan lateks aglutinasi (86%), oleh
karena itu, teknik ini bisa jadi berguna dalam kasus meningitis
pneumokokus.5
 Skore meningitis bakteri
Skor meningitis bakteri menetapkan penilaian meningitis pasien dan
protokol terapi rawat jalan, disarankan untuk anak-anak yang mengalami

11
15
pleositosis (7 × 106) sel / L atau lebih banyak) dan tidak satu pun dari lima
kriteria presentasi berikut:
- Riwayat kejang dengan penyakitnya
- neutrofil darah hitungan minimal 10 × 109 sel / L
- Pewarnaan CSF Gram positif
- Protein CSF minimal 80 mg / dL, atau jumlah neutrofil CSF minimal
1 × 109 sel / L. Teknik ini memiliki sensitivitas 95% tingkat (69, 75).
Dalam satu penelitian, lima pasien meningitis dengan pleositosis
memiliki skor meningitis bakteri risiko rendah dan 5,5% kasus
meningitis tidak memiliki pleositosis . Pasien dengan kultur CSF
positif tanpa pleositosis atau peningkatan konsentrasi protein CSF
mungkin mewakili meningitis bakteri tahap awal. 5,9
 Reseptor Pemicu Terlarut yang pada Sel Myeloid 1 (sTREM-1)
level tinggi sTREM-1 dapat dianggap sebagai hasil yang tidak
menguntungkan. Studi lain menunjukkan sTREM- rendah tidak terdeteksi
1 level untuk 12 pasien meningitis virus dan meningkat level untuk tujuh
dari sembilan pasien. Namun, hasil dari Teknik ini dibandingkan dengan
tes diagnostik CSF lainnya belum ditetapkan.5
 Kultur darah
Kultur darah adalah cara yang berguna untuk mendeteksi penyebabnya
agen dan dapat digunakan sebagai metode pelengkap ketika budaya CSF
negatif atau tidak tersedia. Mungkin ada berbeda hasil positif kultur darah:
50% hingga 90% untuk kasus meningitis H. Influenzae, 75% untuk
pneumokokus kasus meningitis 40% anak-anak dan 60% pasien dewasa
dengan meningitis meningokokus. Namun, dalam dua penelitian
kemanjuran kultur darah menurun sebesar 20% pada pasien yang
sebelumnya menerima pengobatan. 5
 Serum deteksi radang
Penanda ini mampu membedakan virus dan bakteri meningitis. Satu studi
membandingkan bakteri dan asepticmeningitis, menunjukkan bahwa
prokalsitonin serum meningkat kadar (0,5 ng / mL) dan kadar protein C-

12
16
reaktif (20 mg / L) sugestif meningitis bakteri. Lain studi di Finlandia
menunjukkan 100% spesifisitas Creactive kadar protein lebih rendah dari
40 mg / liter untuk pasien dan sensitivitas 93% untuk meningitis bakteri
dan virus. Kesimpulannya, meski konsentrasi serum meningkat protein C-
reaktif dan prokalsitonin dapat dipertimbangkan metode yang bermanfaat
namun mereka masih perlu dievaluasi dalam studi masa depan.8

 CT
Informasi mengenai komplikasi intrakranial, seperti edema otak,
hidrosefalus, dan infark bisa diperoleh dengan menggunakan CT kranial.
Apalagi jendela tulang pencitraan mengidentifikasi fokus parameningeal,
seperti sinusitis, mastoiditis atau abses odontogenik. 4

13
17
BAB III
PENUTUP

Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula
spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur)
tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau
kondisi lainnya. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan
yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Diagnostik meningitis dapat di tegakan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung untuk
menegakan diagnostik.

14
18
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Atlas: Meningitis care in the world. [Internet]


2005 Jan [cited 2019 Agustus]. Available from:
https://www.who.int/csr/resources/publications/meningitis/PICO_3Report_1
2May.pdf?ua=1
http://www.who.int/mental_health/publications/atlas_meningitis_care_2005/e
n/.
2. Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT.
Dian Rakyat, Jakarta.
3. Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall
4. Dye C. After 2015: Infectious diseases in a new era of health and
development. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci.
2014;369(1645):20130426. doi: 10.1098/rstb.2013.0426. [PubMed:
24821913]. [PubMed Central: PMC4024220].
5. Mehrdadi S. Acute Bacterial Meningitis : Diagnosis, Treatment and prevention.
Review article. 2018. Cited [september 2019]. Available from :
file:///C:/Users/acer/Downloads/jamm-6-4-84749.pdf
6. VanD dkk. ESCMID guidline : Diagnosis and treatment of acute bacterial
meingitis. Original Article. 2016. Cited [september 2019]. Available from :
https://www.clinicalmicrobiologyandinfection.com/article/S1198-
743X(16)00020-3/abstract
7. Gifritths MJ. Management of acute meningitis. Clinical Medicine.2018. cited
[agustus 2019]. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6303447/
8. Baines P dkk. Paediatric meningtis clinical features and diagnosis. Clinical
pharmatic journal. Cited [agustus 2019]. Available from :
https://www.pharmaceutical-journal.com/download?ac=1064569&firstPass=false
9. NicholasY, ThomasM. Meningitis in adult : diagnosis and management.
International Medicine Journal. Volume 48. Cited [september 2019].
v
Available from :

19
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/imj.14102 Mahar M &
Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT. Dian Rakyat,
Jakarta.
10. Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall

11. Yuliana, 2013. Tinjauan Histologi Sawar Darah Otak. Vol. 9. Jurnal
Kedokteran. Bagian Histologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
12. Fatimah, 2012. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Article. Available at
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pemeriksaan-klinis-
neurologi.html
13. Lutfi, et all., 2013. Imaging in Bacterial Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#showall
14. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga.
Media Aesculapius, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai