Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said dan diperkirakan lahir pada tahun 1450.
Beliau adalah anak dari Adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta atau lebih dikenal
dengan Raden Sahur. Sunan Kalijaga mempunyai beberapa nama lain yaitu Lokajaya, Syekh
Malaya, Pangeran Tuban dan Raden Abdurrahman.
Asal-usul nama Kalijaga ini menurut masyarakat Cirebon berasal dari Desa Kalijaga di
Cirebon. Pada saat beliau tinggal di sana, beliau sering berdiam diri di sungai, atau dalam
bahasa jawa adalah jogo kali. Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah penjelasan tentang
sejarah Sunan Kalijaga.
Sejarah Sunan Kalijaga Sebelum Menjadi Walisongo
Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok hasil bumi. Beliau
merampok orang – orang kaya dan mencuri di tempat penyimpanan hasil bumi. Kemudian
hasil rampokan dan curian tersebut dibagikan kepada orang-orang miskin.
Pada suatu hari, saat Raden Said berada di hutan, beliau bertemu dengan seorang kakek tua
yang membawa tongkat. Kakek tua tersebut adalah Sunan Bonang.
Karena tongkat kakek tersebut terlihat seperti emas, maka Raden Said merampas tongkat
tersebut. Kemudian Raden Said berkata bahwa hasil rampokannya akan diberikan kepada
orang miskin.
Tetapi Sunan Bonang tidak membenarkan akan hal tersebut dan berkata kepada Raden Said
bahwa Allah SWT tidak menerima amal yang buruk. Kemudian Sunan Bonang menasihati
Raden Said, dan pada saat itulah Raden Said ingin menjadi murid dari Sunan Bonang.
Sunan Bonang kemudian menyuruh Raden Said untuk bersemedi sembari menjaga tongkat
yang ditancapkan di tepi sungai. Raden Said tidak boleh pergi sebelum Sunan Bonang
datang.
Tiga tahun berlalu, Sunan Bonang datang dan Raden Said masih menjaga tongkat tersebut.
Pada saat itulah Sunan Bonang memberi nama Raden Said dengan nama Kalijaga.
Raden Said diberi pelajaran tentang agama Islam oleh Sunan Bonang. Kemudian Raden Said
mulai berdakwah dan menyebar luaskan Agama Islam. Beliau memilih kesenian dan
kebudayaan seperti wayang kulit, gamelan, seni ukir dan seni suara suluk sebagai sarana
dakwah.
Selain metode penyebaran Agama Islam yang efektif, beliau juga memiliki ilmu yang tinggi.
Hal itu membuat sebagian besar Adipati di Jawa memeluk Agama Islam, seperti Adipati
Pandanaran, Adipati Kartasura, Adipati Kebumen, Adipati Banyumas dan Adipati Pajang.