Deskripsi Data
Tidak banyak literatur yang membahas secara rinci dan khusus perjalanan hidup Muhammad
Syakir al-Iskandariyah. Terlebih, sama seperti halnya kitab kitab klasik pada umumnya
karena di bagian akhir kitab tidak tercantum biografi sang penulis kitab. Meski demikian,
penulis akan mencoba mendeskripsikan biografi singkat beliau yang penulis kutip dari
berbagai sumber.
pertengahan Syawal tahun 1282 H atau bertepatan tahun 1861 M.Kemudian beliau wafat di
Cairo, Mesir pada tahun 1358 H atau bertepatan tahun 1937 M dalam usia 76 tahun.
Iskandariyah adalah salah satu kota kegubernuran di Mesir, yang merupakan ibu kota terluas
Iskandariyah juga merupakan mantan ibukota Mesir, serta merupakan pelabuhan terbesar
bagi Republik Mesir. Kegubernuran ini terletak di bagian utara negara dan wilayahnya
Kegubernuran Iskandariyah memiliki luas sekitar 2.679 km persegi dan penduduk sekitar
4.187.509 jiwa pada tahun 2007. Iskandariyah kini dikenal luas dengan nama Alexandria.
Beliau selesai menulis kitab Washaya al-Abaa‟ lil Abnaa‟ pada usia 44 tahun bertepatan saat
Ayah beliau bernama Ahmad bin Abdul Qadir bin Abdul Warits bin Abu„Ulaya. Keluarga
sebagaimana putranya, Ahmad Syakir bin Muhammad Syakir, beliau juga merupakan ahli
sunni yang berpedoman teguh kepada Rasulullah, sahabat, dan salafus shalih.
Dalam kitab Washaya al-Abaa‟ lil Abnaa‟ beliau menjadikan Imam Hanafi yang bernama
lengkap Abu Hanifah bin Nu‟man bin Tsabit at-Taimi al-Kufi sebagai inspirasi dalam
mencari ilmu. Hal ini terlihat dari kutipan dalam bab lima tentang hak dan kewajiban
terhadap teman.
“Wahai anakku, Imam Abu Hanifah radhiyallahu „anhu pada suatu waktu ditanya: “Apa
sebabnya sehingga engkau mendapat ketinggian ilmu yang sangat luas?” jawab Abu Hanifah:
“Aku tidak malas dalam mengambil manfaat (dengan belajar dan mengajar) dan aku tidak
Muhammad Syakir al-Iskandariyah dikenal sebagai seorang yang giat menghafal ayat-ayat al-
Quran dan belajar dasar-dasar agama Islam di daerah Jurja, Mesir. Kemudian beliau
melanjutkan studi ke universitas Islam tertua,yaitu Universitas al-Azhar, pada tahun 1307 H
atau sekitar 1886 M. Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1317 H atau sekitar 1896 M, beliau
dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai qadhi atau hakim di Mahkamah Mudiniyah al-
Qalyubiyah untuk daerah Sudan atau setara dengan Mahkamah Agung diIndonesia.
Sekitar lima tahun kemudian pada tahun 1322 H atau sekitar 1901 M,kembali ke Universitas
al-Azhar sebagai guru atau dosen sambil membawa serta putranya yaitu Ahmad Syakir, saat
itu usia beliau sekitar 40 tahun. Di Mesir, beliaulah yang menjaga dan mengawasi putranya.
Sehingga Ahmad Syakir sendiri besar dalam lingkungan ulama, di antara ulama tersebut
adalah Syaikh Abdussalam al-Faqi, di mana Ahmad Syakir belajar syair dan sastra darinya.
Kemudian putranya tersebut belajar ilmu hadis dari Syaikh Ahmad asSyinqithi,SyaikhSyakir
al-Iraqi,danSyaikhJamaluddinal-Qasimi.
Empat tahun kemudian, pada 1326 H atau sekitar 1905 M kitab Washaya al-Abaa lil
Abnaa ini terbit dan disebarluaskan dalam bentuk cetakan-cetakan fotokopi sebagaimana
kitab-kitab klasik pada masa itu. Sebagaimana orang Timur Tengah pada umumnya, nama
Ahmad dari ayah beliau yaitu Ahmad bin Abdul Qadir bin Abdul Warits, disisipkan ke nama
putranya, yaitu Ahmad Syakir. Kelak dari tangan putranyalah, kitab Umdatu at-Tafsir „ani al-
Hafizh Ibnu Katsir atau Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir sebanyak enam jilid dapat
dirampungkan.
skripsi dari peneliti terdahulu (Nur Afidatul), mengatakanbahwa beliau adalah penulis
produktif yang menghasilkan beberapa karya.Setelah penulis membaca ulang dari skripsi
Ahmad Syakir adalah karya Muhammad Syakir al-Iskandariyah. Padahal mereka adalah dua
orang yang berbeda, Muhammad Syakir al-Iskandariyah adalah ayah dari Ahmad Syakir.
Kelak dari tangan putranya lahirlah karya monumental Umdatu at-Tafsir „ani al-Hafizh Ibnu
Katsir. Meski demikian, sebagai tokoh pembaharu dan dosen di Universitasal-Azhar abad
resume, dan catatan yang tidak terpublikasikan. Sebatas penelusuran penulis, karya beliau
3. Latar Belakang Penulisan kitab Washaya al-Abaa’ lil Abnaa’ Penulisan kitab
Washaya al-Abaa‟ lil Abnaa‟ pada tahun 1326 H atau1905 M ketika Muhammad Syakir al-
terlepas dari tekanan perpolitikan dunia Mesir yang tengah memanas. Mengingat di tahun
tersebut Mesir belum seutuhnya merdeka dari penjajah mereka,yaitu Inggris. Hal ini terlihat
dari nasihat beliau di dalam kitab Washayaal-Abaa‟ lil Abnaa‟ bab akhlak kepada negara
agar menjaga tanah airkelahiran dari guncangan musuh yang ingin menguasai negara.
temantemanmudanjanganlahmenyakitimereka.BertakwalahkepadaAllahdalammembangunne
gerimu.Janganlahmengkhianatinegerimudanpertahankanlahjangansampainegerimu dikuasai
olehmusuh.”
keterkaitan ini. Namun Mesir juga harus menanggungbeban keuangan berat sehingga pada
1875 Mesir terpaksa menerima nasihatotoritas moneter asing dalam pengelolaan ekonomi
membengkak.Campur tangan asing dalam ekonomi Mesir justru diduduki Inggris sejak1882
anti-Barat khususnya Inggris. Hal ini membuat Hasan alBanna1112 yang saat itu berusia tiga
mengental setiap kali Hasanal-Banna melewati wilayah Terusan Suez yang diduduki pasukan
padamasa pemerintahan Jamal Abdul Nasser yang menggulingkan Raja Faruqpada 23 Juli
1952, Mesir benar-benar telah merdeka.13 Maka melihat dari perpolitikan Mesir yang
penulisan kitab Washaya al-Abaa‟ lil Abnaa‟ karena pengaruh dari ekspansi militer
Inggris dan Prancis, berawal dari sanalah pemikiran Muhammad Syakir al-Iskandaryah
berkembang. Sehingga pada akhirnya, untuk menjaga nilai-nilai islami dan budaya ketimuran
dari pengaruh budaya asing yang ditinggalkan para penjajah, Muhammad Syakir al-
Iskandaryah menulis kitabakhlak ini.Proses masuknya kitab Washaya al-Abaa‟ lil Abnaa‟
sebagaimana kitabklasik lain ke Indonesia tidak terlepas dari peran masuknya agama Islam ke
Asia Tenggara. Sebab menurut Rizem Aizid, Islam sudah mulai masuk keIndonesia
sejak sekitar abad 7 dan 8. Banyak pedagang muslim Persia danArab yang berlayar dan
Sumatera Barat, Indonesia) menjaditempat strategis untuk menghubungkan Asia Timur Jauh,
Asia Tenggara,dan Asia Barat.1516 Melalui jalur perdagangan inilah, para muslim Persia
danArab mulai mensyiarkan agama Islam di Asia Tenggara. Bahkan saat ituIslam semakin
menyebar hingga ke bagian Asia Timur, yaitu negeriTiongkok. Sebagaimana teori Makkah
kemudian diikutioleh pedagang Persia dan Gujarat (India). Gujarat dinyatakan sebagaitempat
singgah, Makkah sebagai pusat, dan Mesir sebagai tempatpembelajaran agama Islam. Hamka
menolak pendapat yang mengatakanbahwa Islam baru masuk pada abad 13. Sebab dalam
kenyataannya, diNusantara pada abad itu telah berdiri suatu kekuatan politik Islam.
Maka,dapat dipastikan Islam telah masuk jauh sebelum itu, yakni sekitar abad 7.Pada tahun
674 M, telah ada perkampungan perdagangan Arab di pantaiSumatera Barat, yang bersumber
dari berita Tiongkok. Lalu berita ini dituliskembali oleh T.W. Arnold (1896), J.C. van Leur
Hal ini terbukti dengan berdirinya kerajaan Keddah pada 1136 Msebagai kerajaan
Islam tertua dan terbesar di Nusantara, yang membentangdi semenanjung selatan Myanmar
Format kitab klasik pada umumnya sedikit lebih kecil daripada kertas 20kuarto, yakni
yang tak terjilid tersebut dibungkusdengan sampul kitab. Penerbit bahkan mencetak kitab di
atas kertasberwarna kuning sebagaimana pada mulanya kitab-kitab ini dibawa olehpara
pedagang Arab yang singgah ke Nusantara. Hal ini adalah ciri khasfisik yang mengandung
makna simbolik yang membuat kitab-kitab tersebuttampak klasik sehingga akhirnya disebut
kitab klasik.
kitab mulai diterjemahkan ke dalam bahasa daerah seperti bahasaJawa, Sunda, dan Madura.
Sehingga saat ini kita dapat menjumpai kitabkitab klasik yang terjemahannya berbahasa
daerahdanditulisdenganbahasaArab-Melayu.DaripenulisMinangkabaumisalnya,lahirlahkarya
sejumlah kitab, dalam bahasa Melayu dan Arab dan untuk dijadikanbahan pelajaran di
pesantren dan madrasah. Abdul Hamid Hakim populerdengan kitab Mabadi‟ al-Awwaliyyah
atau KamusArab-Indonesia yang beliau tulis pada tahun 1972 dan mendapat pengakuanbesar
Abnaa‟ sebagaimana kitab klasik lain tidak terlepas dari prosesmasuknya agama Islam ke