Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Time Series
Time series (data berkala) merupakan data yang tersusun berdasarkan waktu atau
data yang diperoleh dari waktu ke waktu. Waktu yang dibutuhkan dapat berupa harian,
mingguan, bulan, dan sebagainya. Time series merupakan rangkaian pengamatan yang
didapat dari satu sumber tetap dan terjadi berdasarkan indeks waktu t secara runtun
dengan interval waktu yang tetap (Cryer, 1986). Menurut Wei (2006) setiap pengamatan
dapat dinyatakan sebagai variabel random Zt dengan notasi Zt1, Zt2, …, Ztn.
Berdasarkan segi domain, analisis deret waktu dibagi menjadi dua yaitu analisis
deret waktu pada domain frekuensi (frequency domain) dan analisis deret waktu pada
domain waktu (time domain). Analisis deret waktu pada domain fungsi merupakn analisis
deret waktu yang dianggap sebagai akibat dari adanya komponen siklus pada frekuensi
ynag berbeda dan sulit didapatkan dalam domain waktu. Sedangkan analisis deret waktu
dalam domain waktu berupa analisis ynag menggunakan fungsi autokorelasi, autokorelasi
parsal, dan autokovarians. Model yang termasuk dalam deret waktu pada domain waktu
yakni Autoregressive (AR), Moving Average (MA), Autoregressive Moving Average
(ARMA), dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) (Brockwell, and
Davis. 2002).
Stasioneritas deret waktu merupakan keadaan suatu data yang tidak mengalami
pertumbuhan maupun penurunan. Secara umum pola data harus horizontal sepanjang
sumbu waktu. Dengan kata lain, terjadi fluktuasi tau perubahan data yang berada
disekitar nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan raga dari fluktuasi
tersebut (Makridakis, 1999).
B. Prediksi
Prediksi merupakan suatu praduga secara sistematis mengenai kejadian yang akan
terjadi di masa mendatang berdasarkan informasi pada masa lalu dan sekarang sehingga
kesalahan yang diperoleh dapat diperkecil. Prediksi tidak harus memberikan jawaban
yang sesuai, namun berusaha untuk memberikan jawaban yang sedekat mungkin dengan
kejadian yang akan terjadi (Makridakis, 1999).
Metode prediksi merupakan teknik dalam memperkirakan kejadian yang akan
datang, baik secara pragmatis maupun sistematis berdasarkan data masa lalu yang
relevan, sehingga diharapkan metode prediksi dapat memberikan keakuratan yang lebih
besar. Metode prediksi memberikan cara pengerjaan yang terarah dan teratur, sehingga
memungkinkan pengguna teknik penganalisaan yang benar dapat memberikan tingkat
kepercayaan yang lebih besar, karena dapat diuji dan dibuktikan deviasi yang terjadi
secara ilmiah.
Metode prediksi memiliki dua kategori, yang setiap kategori terdiri dari beberapa
model sebagai berikut :
1. Metode kualitatif
Metode kualitatif merupakan metode berdasarkan data kualitatif pada masa
lalu. Metode ini digunakan apabila data masa lalu dari variabel yang akan
diprediksi tidak ada, tidak cukup atau kurang dipercaya. Hasil prediksi yang
dikerjakan sangat bergantung pada individu yang menyusunnya. Hal ini
dikarenakan hasil prediksi tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran si
penyusun yang bersifat pendapat, instiusi, pengetahuan serta pengalamannya.
Oleh sebab itu metode ini sering disebut sebagai judgemental, sudjective,
intuitive.
2. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif merupakan metode berdasarkan data kuantitatif pada masa
lalu. Hasil prediksi yang diperoleh bergantung pada metode yang digunakan
dalam memprediksi tersebut. Dengan menggunakan metode yang berbeda
maka hasil yang diperoleh pun akan berbeda. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan metode yaitu baik tidaknya metode
yang akan digunakan ditentukan dengan penyimpangan antara hasil prediksi
dengan kenyataan yang terjadi. Semakin kecil penyimpangan yang dihasilkan
maka semakin baik pula metode yang digunakan. Terdapat tiga kondisi yang
memungkinan penggunaan metode kuantitatif yaitu :
a. Terdapat informasi tentang keadaan yang lain.
b. Informasi terebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data.
c. Dapat diasumsikan bahwa pola data yang lalu akan berkelanjutan pada
masa mendatang.
C. Covid 19
Pada Desenber 2019, pertama kali munculnya kasus pneumonia misterius di kota
Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasusu pertama ini muncul di pasar ikan kota Wuhan,
namun belum diketahui secara pasti sumber penularannya (Rothan, Byrareddy, 2020).
Pada kisaran tanggal 18-29 Desember 2019 terdapat lima pasien yang dinyatakan
positif dan dirawat menggunakan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sejak
31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 terdapat peningkatan kasus yang ditandai
dilaporkannya kasus sebanyak 44. Bahkan tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah
menyebar di berbagai provinsi lain di China, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan
(Huang, dkk. 2020).
Awalnya penyakit ini diberi nama sementara sebagai 2019 novel coronavirus
(2019-nCoV), kemudian pihak WHO memberikan nama baru pada tangga 11 Februari
2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus Corona memiliki bentuk
bulat dengan diameter sekita 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, salah
satunya yaitu kelelawar dan unta. Sebelum adanya wabah COVID-19 terdapat 6 jenis
coronavirus yang dapat menginveksi manusia yaitu alphacoronavirus 229E,
alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute
Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome
Coronavirus (MERS-CoV).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Berdasarkan hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini
termasuk dalam subgenesus yang sama dengan wabah SARS pada 2002-2004 yaitu
Sarbecovirus sehingga International Committee on Taxonomy of Viruse mengajukan
nama yaitu SARS-CoV-2 (Gorbalenya, dkk. 2020).
Stuktur genom pada virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya.
Sekuens virus ini memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada kelelawar,
sehingga memunculkan hipotesis bahwa SARS-CoV-2 merupakan virus yan berasal dari
kelelawar yang kemudan bermutasi dan menginfeksi manusia. Diduga trenggiling
merupakan reservoir perantara karena strain pada tenggiring memiliki kemiripan
genomnya dengan kelelawar (Zhang T, dkk. 2020).
Penyebaran COVID-19 dari manusia ke manusia saat ini menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi sangat agresif. Transmisi ini keluar saat
batuk ataupun bersin (Han Y, Yang H. 2020).
D. ARIMA
ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan salah satu
metode prediksi dengan menggunkanan pendekatan deret waktu yang melakukan teknik-
teknik korelasi antar suatu deret waktu. Dasar dari model ARIMA yakni pengamatan
sekarang (Zt) dan tergantung pada satu atau beberapa pengamatan yang sebelumnya (Z t-k).
Model ARIMA dibuat dikarenakan terdapat dependen (korelasi) antar deret pengamatan.
Untuk melihat adanya dependensi antar pengamatan, maka diperlukankannya uji korelasi
antar pengamatan yang lebih sering dikenal sebagai fungsi autokorelasi (ACF) (Iriawan,
2006).
ARIMA merupakan metode runtun waktu Box-Jenkis. ARIMA memiliki
ketepatan yang sangat baik untuk peramalan jangka pendek, namun untuk peramalan
angka panjang ARIMA memiliki ketepatan yang kurang baik. Pada peramalan jangka
panjang hasilnya cenderung konstan/mendatar (Wei, 1990).
Model ARIMA secara penuh mengabaikan variabel independen dalam membuat
ramalan dan suati model yang mengasumsikan bahwa data yang digunakan harus
stasioner. Jika data yang didapat tidak stasioner, maka perlu dilakukakan penyesuaian
untuk menghasilkan data yang stasioner. Data masa lalu dan sekarang dari variabel
dependen digunakan ARIMA untuk menghasilkan prediksi jangka pendek yang akurat.
Model ARIMA Box-Jonkis terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu model autoregresif
(AR), model rata-rata bergerak (MA), dan model campuran yang memiliki karateristik
dari dua model sebelumnya.
1. Model Autoregressive (AR)
Model Autoregressive (AR) merupakan model yang menggambarkan tentang
variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-
periode sebelumnya (ARIMA (p,0,0)). Model AR memiliki fungsi sebagai berikut :
Zt −ϕ 1 Z t−1−ϕ 2 Zt −2−…−ϕ p Zt − p=a t
Persamaan tersebut dapat dirubah dalam bentuk lain menjadi
Zt =ϕ 1 Z t−1+ ϕ2 Z t −2 +…+ ϕ p Z t − p+ at
Persamaan tersebut dapat dinotasikan sebagai ϕ p (B)Z t =at (Wei,1990).
dengan
Zt = data ke t
ϕ 1 , ϕ2 , … , ϕ p = parameter dari persamaan autoregressive
at = nilai kesalahan pada saat t
ϕ p ( B )=1−ϕ1 B−ϕ2 B 2−…−ϕ p B p
2. Model Moving Average (MA)
Proses untuk menentukan model deret waktu antara autoregresif atau moving
average dapat dilihat dari korelasi antardata yang akan dimodelkan (autokorelasi).
Persamaan antara proses autoregresif dan moving average yaitu pendekatannya
dengan mengukur autokorelasi. Perbedaannya pada model autoregresif yaitu
mengukur autokorelasi antara nilai berturut-turut dari Zt , sedangkan pada model
moving average mengukur autokorelasi antara nilai kesalahan atau error. Pada
moving average nilai yang akan datang dapat diprediksi dengan menggunakan error
pada beberapa periode yang lalu.
Pada model Moving Average (MA) atau (ARIMA (0,0,q)) secara umum memiliki
bentuk Zt =θ q (B)at yang didapat dari fungsi (Box, 1994) :
Zt =a t−θ 1 a t−1−θ2 at −2−…−θq at −q
dengan
Zt = data ke t
θ1 , θ2 , … , θq = parameter dari persamaan moving average
at = nilai kesalahan pada saat t
θq ( B )=1−θ1 B−θ2 B2−…−θ q Bq
3. Model campuran
a. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
Model ini merupakan gabungan antara model autoregresif dengan model
moving average yang memiliki bentuk model ARIMA (p,d,q) atau ARMA (p,q).
Berikut fungsi secara umum :
Zt =ϕ 1 Z t−1+ ϕ2 Z t −2 +…+ ϕ p Z t − p+ at −θ1 at−1−θ 2 a t−2−…−θq a t−q
Dengan menggunakan operator AR (p) dan MA (q) sehingga persamaan
diatas dapat disederhanakan menjadi :
ϕ p ( B ) Z t =θq ( B) at
b. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Jika data tidak stasioner, maka perlu dilakukan pembedaan. Menurut Box
dan Jenkins (1994) model ARIMA (p,d,q) yaitu sebagai berikut :
ϕ p( B) ¿
dengan
ϕ p ( B )=1−1−ϕ 1 B−ϕ2 B2−…−ϕ p B p : operator proses AR yang stasioner
θq ( B )=1−θ1 B−θ2 B2−…−θ q Bq : operator proses MA
Żt =Z t−μ : penyimpanan terhadap rata-
rata proses
B : operator langkah mundur
dimana B j Ż t =Z t− j
¿ : operator pembeda
d : tingkat pembeda agar proses
menjadi stasioner
Agar memudahkan dapat menggunakan ARIMA (p,1,q) atau d=1 yaitu
sebagai berikut :
Zt =(1+ ϕ¿¿ 1) Z t−1 + ( ϕ2 −ϕ1 ) Z t −2+ ( ϕ3−ϕ2 ) Z t−3 +…+ ( ϕ p −ϕ p−1 ) Z t − p−ϕ p Zt − p−1+ at −θ1 at −1 −θ2 at−
E. Metode Pemodelan ARIMA Box-Jenkins
Metode ARIMA Box-Jenkins menggunakan pendekatan interatif untuk
mengidentifikasi suat model yang paling tepat dari beberapa model yang ada. Model
sementara yang telah dipilih kemudian duji lagi dengan data historis untuk melihat
apakah model sementara yang telah terbentuk sudah memadai atau belum. Model akan
dianggap memadai jika error (selisih prediksi dengan data historis) terdistribusi secara
acak, kecil dan independen satu sama lain.
Berikut tahapan-tahapan metode ARIMA menurut Box-Jenkins :
1. Identifikasi Model ARIMA Box-Jenkins
Tahapan pertama yaitu menyelediki apakah data sudah stasioner atau
belum. Data yang digunakan dalam model ARIMA haruslah stasioner, apabila
data yang digunakan tidak stasioner maka perlu dilakukan penstasioneran
terlebih dulu.
Suatu data dapat dinyatakan sebagai stasioner apabila koefisien
autokorelasi pada semua lag secara statistik tidak menunjukkan adanya
perbedaan secara signifikan dari nol. Pengujian data stasioner dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut (Rosadi, 2010):
1) Pendeteksian ketidakstasioneran data dalam ragam dapat dilakukan
dengan menerapkan plot ACF dan PACF dari residual kuadrat. Selain
itu dapat pula dilihat dari plot yang dihasilkan dengan Box-Cox pada
data. Jika koefisien 𝜆 yang diperoleh adalah satu atau mendekati satu
maka data dapat dikatan sebagai stasioner dalam ragam.
2) Pendeteksian ketidakstasioneran data dalam rataan dapat
menggunakan plot data aslinya, plot fungsi autokorelasi (ACF), dan
plot fungsi autokorelasi parsial (PACF). Apabila dalam data
mengandung komponen trend, maka secara perlahan data nonstasioner
dala, mean dan plot ACF, PACF akan melebur secara perlahan. Selain
itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan Uji Akar Unit (Unit
Root Test). Uji akar unit yang digunakan untuk data deret waktu yaitu
Augmented Dickey-Fuller (ADF). Secara umum persamaan yang
digunakan yaitu :
p
∆ Y t =α + βt+ γ Y t −1 + ∑ δ ∆ Y t −i +1+ ε t
i=2

Keterangan :
α = konstanta
β = koefisien pada tren waktu
γ = koefisien peubah pada periode t-1
δ = koefisien dari autogressive
ε t = sisaan yang bersifat acak
Nilai statistik uji akar unit diperoleh menggunakan persamaan :
Υ^
D Fτ =
SE ( Υ^ )
Dengan
p
Υ^ =−(1−∑ α i )
i=1

Υ mengindikasikan sebagai nilai statistik dari uji akar unit dan


menjelaskan hipotesis pengujian yaitu :
H0: Υ = 0 (terdapat akar unit dalam data, sehingga data tidak stasioner
dalam rataan)
H1: Υ ≠ 0 (tidak terdapat akar unit dalam, sehingga data stasioner
dalam rataan)
H0 ditolak jika nilai statistik menghasilkan lebih besar dari pada nilai
kritis. MacKinnon dan nilai probabilitas ≥ 0,05, sehingga dapat disimpulkan
data deret waktu adalah stasioner.
Berikut bentuk plot ACF dan PACF untuk mengidentifikasi model dari
data apabila data yang digunakan stasioner :

Table 2.1 Identifikasi Model dengan ACF dan PACF

Tipe Model Pola ACF Pola PACF


Menurun secara
AR (p) Signifikan pada semua lag p
eksponensial menuju nol
Signifikan pada semua lag Menurun secara
MA (q)
p eksponensial menuju nol
Menurun secara Menurun secara
ARMA (p,q)
eksponensial menuju nol eksponensial menuju nol
Menurun secara Menurun secara
ARIMA (p,d,q) eksponensial menuju nol eksponensial menuju nol
dengan pembedaan dengan pembedaan
Proses pembedaan perlu dilakukan jika data yang digunakan tidak
stasioner dalam mean. Notasi yang digunakan yaitu operator shift mundur
yang disimbolkan dengan B, berikut persamaan yang dipakai (Makridakis,
1988) :
BY t=Y t −1
Hal ini dapat diartikan bahwa notasi B yang dipasang terhadap Y t
memiliki pengaruh yaitu menggeser satu periode kebelakang. Dua kali
penerapan B untuk shift Y t maka akan menggeser data sebanyak dua periode
kebelakang, sebagai berikut :
B ( B Y t )=B2 Y =Y t −2
Apabila pada data runtun waktu tidak stationer , maka data tersebut dapat
dibuat menjadi lebih dekat stasioner dengan menggunakan pembedaan
pertama dari data. Namun apabila setelah melakukan percobaan tersebut data
masih belum stasioner, maka dapat dilakkan pembedaan yang kedua kali.
Pembedaan pertama :
Y 't =Y t −Y t−1
Kemudian dengan melibatkan operator shift mundur, maka persamaan
pembedaan pertama akan menjadi :
Y 't =Y t −B Y t =( 1−B)Y t
Sedangkan pada pembedaan kedua yaitu :
Y 't =Y t −Y t−1=( Y t−Y t−1 )−( Y t−1−Y t −2) =Y t −2Y t−1 +Y t−2=( 1−2 B+ B2 ) Y t =¿
Proses transformasi dapat dilakukan jika data tidak stasoner dalam varians.
Salah satu transformasi yang sering digunakan yaitu transformasi Box-Cox.
Pada tranfsormasi Box-Cox yang sering digunakan untuk analisis runtun
waktu yaitu transformasi logaritma. Adapun beberapa nilai 𝜆 yang bersesuaian
dalam transformasi Box-Cox sebagai berikut (Rosadi, 2010) :

Table 2.2 Nilai 𝜆 dengan TRANSFORMASI Box-Cox

Nilai Estimasi 𝜆 Transformasi


2 Y t2
0.5 √Y t
0 ln Y t
-0.5 1
√Y t
-1.0 1
Yt

2. Estimasi Parameter Model


Tahapan kedua setelah dilakukan identifikasi model, maka parameter-
parameter model perlu diduga melalui data yang ada. Pendugaan dapat
dilakukan dengan cara meminimkan jumlah kuadrat a t.
Menurut Wei (1990) berdasarkan prinsipnya semua model ARIMA dapat
dikemalikan ke bentuk ARMA (p,q), oleh sebab itu proses pendugaan
parameter model ARIMA dapat mengikuti proses pendugaan model ARMA
(p,q). Bentuk umum model ARMA (p,q) yaitu :
a t=Z t−ϕ1 Z t−1−ϕ2 Z t−2−…−ϕ p Z t− p +θ1 at −1+θ 2 a t−2 +…+θq a t−q
Dengan asumsi bahwa a t ,t=1,2 , … , n merupakan sebuah proses white
noise berdistribusi normal (0, σ 2) yang bebas. Pendugaan parameter ϕ p dan θq

∂L
dari model ARMA (p,q) bisa didapat dengan menyelesaikan =0, dan
∂ ϕp

∂L
=0 (Lo, 2003).
∂θ q
Setelah memperoleh nilai ϕ 1 dan θ1, maka solusi-solusi tunggal yang nyata
dimaksimumka dengan fungsi log-likelihood dapat diperiksa dengan kondisi
turunan kedua untuk maksimum lokal. Berikut turunan kedua dari parameter
ϕ 1 dan θ1:

∂2 L
=∂ ¿ ¿
∂ ϕ1 2
n
1
¿− 2 ∑ ¿ ¿
σa 1
∂2 L
=∂¿ ¿
∂θ 12
n
1
¿− 2 ∑ ¿ ¿
σa 1
Setelah menetapkan model sementara dari hasil identifikasi model yaitu
penujian untk melihat apakah parameter layak digunakan dalam model atau
tidak, sehingga digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : ^
βi =0 dan H 1 : β^i ≠ 0

β^i
dengan uji statistik : t hit =
std ev ( ^
βi )

H 0 ditolak apabila |t hit|>t a ;df =n− patau p-value ¿ α


2

Keterangan :
H 0 = parameter tidak cukup signifikan
H 1 = parameter cukup signifikan
p = jumlah parameter
3. Pengujian Diagnostik Model
Pengujian diagnostik bertujuan untuk membuktikan apakah model
ARIMA (p,d,q) layak digunakan. Kelayakan model dapat diperiksa dengan
menggunakan uji Ljung-Box (𝚀).
Hipotesis yang digunakan yaitu :
H0 : ^
ρk =0 (residual white noise)
H1: ^
ρk ≠ 0 (residual belumwhite noise)
Dengan uji statistik :
r 2k
k
Q=n(n+2) ∑
k=1 n−k

Keterangan :
n = banyakanya pengamatan
rk = koefisien autokorelasi sisaan pada lag k
k = lag maksimum
Dengan daerah penolakan : H 0 ditolak apabila Q> X 2a ;df =k− p−qdimana p
dan q merupakan orde dari ARIMA (p,q) atau H 0 ditolak apabila p-value ¿ α.
Statistik Q menurut Ljung mengikuti distribusi X 2 dengan derajat bebas
(m-p-q). Apabila nilai Q lebih kecil dari nilai kritis distribusi X 2 pada taraf
nyata α maka model layak digunakan.
4. Peramalan
Proses peramalan menggunakan model yang telah diuji merupakan
memadai. Namun, apabila model belum memadai sebagai dasar peramalan
maka proses Box-Jenkins dilakukan ulang dari tahap pertama.
F. New Normal
Penyebaran virus COVID-19 yang semakin pesat diseluruh dunia menyebabkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan wabah ini sebagai pandemi global.
Selain itu dalam dunia kesehatan muncul istilah baru yaitu Herd Immunity sebagai upaya
perlindungan diri atau imun tubuh dan tantangan yang dihadapi pada era new normal ini
(WHO, 2020).
Herd Immunity dapat tercipta dengan dua cara. Pertama dengan menyuntikkan
sebuah vaksin atau obat untuk menangkal penyebaran virus. Kekebalan pada tubuh akan
muncul dari vaksin tersebut sehingga tidak membuat virus menular kepada orang lain.
Kedua Herd Immunity dapat muncul dengan cara alami, yaitu apabila dalam suatu
kelompok sudah banyak yang tertular virus maka orang lain dalam kelompok tersebut
akan memiliki kekebalan yang baik dengan sendirinya dan dapat menangkal penyebaran
virus tersebut (Bauch, 2005).
Herd Immunity dapat muncul dengan membiarkan virus terus menyebar sehingga
orang-orang akan terinfeksi. Apabila mereka sembuh maka akan banyak orang yang
kebal dan wabah akan menghilang dengan sendirinya karena sult menemukan inang yang
membuatnya tetap hidup dan berkembang. Semakin banyak yang memiliki Herd
Immunity maka akan berdampak bagi lingkungan sosialnya yaitu melindungi kelompok
masyarakat yang bukan sasaran imunisasi dari virus yang menyerang (Gypsyamber,
2020).
Pada kasus COVID-19 sampai saat ini belum menemukan vaksin untuk
menangkal penyebarannya, sehingga Herd Immunity dapat dilaksanakan dengan cara
alami yaitu penyembuhan pasien yang sudah terinfeksi. Dengan membiarkan COVID-19
menginfeksi sebagian besar orang dibeberapa wilayah maka akan menciptakan Herd
Immunity . Namun, cara tersebut tidak disarankan menjadi pilihan utama, karena tingkat
infeksi yang sangat cepat dapat mengakibatkan kematian yang justru dapat mebahyakan
lingkungan. Untuk itu diterapkannya Physical Distancing di masyarakat agar dapat
menahan penyebaran COVID-19 , dan juga penggunaan masker saat berada diluar rumah
(WHO, 2020).
Cryer, J.D. 1986. Time Series Analysis. Duxbury Press, Boston.

Wei, W.W. 2006. Time Series Analysis:Univariate and Multivariate Methods. Addison-Wesley Publishing
Company, New York.

Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease (COVID-19)
outbreak. J Autoimmun. 2020

Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020

Gorbalenya AE, Baker SC, Baric RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA, et al. The species Severe acute
respiratory syndrome-related coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat
Microbiol. 2020

Zhang T, Wu Q, Zhang Z. Probable Pangolin Origin of SARSCoV-2 Associated with the COVID-19
Outbreak. Curr Biol. 2020

Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus infection disease (COVID-19): A
Chinese perspective. J Med Virol. 2020

Brockwell and Davis. 2002. Introduction to Time Series and Forecasting. Ed. ke-2. Springer, New York.

Makridakis, W. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan, Edisi kedua. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

D. Rosadi, Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R., Yogyakarta: ANDI Yogyakarta,
2010.

S. d. Makridakis, Metode dan Aplikasi Peramalan Edisi Kedua, Jakarta, 1988.

Wei. W.W.S, Time Analysis Univariate and Multivariate Methods. Addison Wesley Publishing Company,
Inc, 1990.

Iriawan, Nur & Astutu, Puji. Mengolah data dengan mudah menggunakan Minitab 14. Yogyakarta :
ANDI, 2006.

World Health Organization. Infection prevention and control during health care when COVID-19 is
suspected. (Internet). 2020. Tersedia pada https://www.who.int/publicationsdetail/infection-
prevention-andcontrol-during-health-care-whennovel-coronavirus-(ncov)- infection-issuspected-
20200125 akses 2 Juli 2020.

Gypsyamber D’souza and David Dowdy, What is Herd Immunity and How Can We Achieve (Internet).
2020. Tersedia pada https://www.jhsph.edu/covid19/articles/achieving-herd-immunitywith-
covid19.html akses 2 Juli 2020.

Bauch CT, Lloyd‐Smith JO, Coffee MP, Galvani AP. Dynamically modeling SARS and other newly emerging
respiratory illnesses: past, present, and future. Epidemiology 2005: 6: 791–801.

Lo.M.S. Generalized Autoregressive Conditional Hetroscedastic Time Series Model. A project submitted
in partial fulfillment of requirements fo degree of master of science. Simon Fraser University. 2003

Anda mungkin juga menyukai