Kesalahan dalam pengukuran adalah perbedaan antara nilai sebenarnya dari suatu pekerjaan
pengukuran yang di lakukan oleh seseorang pengamat. Dalam pengukuran besara fisis menggunakan
alat ukur atau instrumen tidak akan mungkin didapat suatu nilai yang benar tepat, namun selalu
mempunyai ketidakpastian yang disebabkan oleh kesalahan- kesalahn dalam pengukuran.
Menurut Miller & Miller (2001) tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh dari
kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yang memang rusak total, sampel
yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat
menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat
rendah dan lain lain.
Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari suatu perulangan
menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara individual berada di sekitar harga rata-rata.
Kesalahan ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas).
Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan
konsentrasi.
Kesalaahn sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan
suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standarisasi prosedur
b. Standarisasi bahan
Secara umum, faktor yang menjadi sumber kesalahan dalam pengukuran sehingga menimbulkan variasi
hasil, antara lain adalah:
a. Obyek yang akan dianalisis diperlakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh ukuran kualitas yang
homogen
3. Perbedaan alat dan instrumentasi yang digunakan Cara yang digunakan untuk mengatasinya adalah
dengan menggunakan alat pengatur yang terkontrol dan telah terkalibrasi.
5. Perbedaan pembacaan hasil pengukuran Kesalahan ini dapat diatasi dengan selalu berupaya untuk
mengenali alat atau instrumentasi yang akan digunakan terlebih dahulu.
Di beberpa referensi ada yang menyebutkan 3 sumber yaitu manusia, alat dan lingkungan. Namun disini
akan di bagi hanya 2 yang meliputi sumber sistematis dan sumber acak
Merupakan kesalahan yang disebabkan oleh peralatan atau instrumen serat keslahan yang dibuat oleh si
pengamat.
a) Kesalahan alat
· Kesalahan nol (zero error) akibat tidak berhimpitnya titik nol jarum penunjuk.
· Kelelahan (fatigue) alat karena misalnya pegas yang dipakai telah lembek.
· Kesalahan kalibrasi yaitu ketidak-tepatan pemberian skala ketika pertama kali alat dibuat. Bisa
dihindari dengan membandingkan alat tersebut dengan alat baku (standar).
· Pemakaian alat pada kondisi berbeda dengan saat dikalibrasi, yaitu pada kondisi suhu, tekanan
atau kelembaban yang berbeda. Itulah sebabnya perlu dicatat nilai variable atau kondisi lingkungan saat
eksperimen dilakukan, misalnya suhu dan tekanan udara di laboratorium.
b) Kesalahan pengamat
· Kesalahan parallax yaitu kesalahan akibat posisi mata saat pembacaan skala tidak tepat tegak
lurus diatas jarum.
· Kesalahan interpolasi yaitu salah membaca kedudukan jarum diantara dua garis skala terdekat.
Sumber kesalahan ini dapat dihindari dengan sikap pengamatan yang baik, memahami sumber
kesalahan dan berlatih sesering mungkin
Merupakan suatu kesalahan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak menentu sehingga
mengganggu kerja alat ukur. Sumber kesalahan ini berasal dari luar sistem dan tidak dapat di kuasai
sepenuhnya, yaitu antara lain:
a) Gerak brown molekul udara yang dapat mempengaruhi penunjukkan alat-alat halus seperti
galvanometer.
b) Fluktuasi tegangan listrik yang tak teratur yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran dengan alat-
alat ukur listrik.
c) Landasan (meja, lantai, atau dudukan lain) alat yang bergetar akibat lalu lintas atau sumber lain.
Akurasi pengukuran atau pembacaan adalah istilah yang sangat relatif. Akurasi didefinisikan sebagai
beda atau kedekatan (closeness) antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam
eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan
suatu nilai standar yang diakui secara konvensional. Secara umum akurasi sebuah alat ukur ditentukan
dengan cara kalibrasi pada kondisi operasi tertentu dandapat diekspresikan dalam
bentuk plus-minus atau presentasi dalam skala tertentu atau pada titik pengukuran yang spesifik. Semua
alat ukur dapat diklasifikasikan dalam tingkat atau kelas yang berbeda-beda, tergantung pada
akurasinya. Sedang akurasi dari sebuah sistem tergantung pada akurasi Individual elemen pengindra
primer, elemen skunder dan alat manipulasi Yang lain.
Kesalahan ( error )
Beda aljabar antara nilai ukuran yang terbaca dengan nilai“sebenarnya “ dari obyek yang diukur.
Perubahan pada reaksi alat ukur dibagi oleh hubungan perubahan aksinya.
Kepekaan
sensivitas yakni istilah untuk mnggambarkan seberapa besar perubahan yang ditimbulkan pada output
sistem instrumen atau elemen sistem ketika besaran diukur besaran di ukur berubah pada pada suatu
nilai yang ditetapkan .sederhananya ,kepekaan merupakan rasio atau perbandingan antara keluaran dan
masukan
NAMA : RETNO WARIANTI
NIM : 06091010029
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009 / 2010
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Fisika adala ilmu pengetahuan eksperimental. Dalam melakukan eksperimen kita memerlukan
pengukuran-pengukuran. Biasanya untuk menggambarkan hasil pengukuran digunakan angka-angka.
Setiap angka yang digunakan untuk menggambarkan Fisika secara kuantitatif disebut besaran. Untuk
mengukur kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum dapat digunakan dengan pengoperasian vektor
yang akan dibahas pada makalah ini.
Lalu dapat juga menggunakan gaya dan massa untuk menganalisis prinsip-prinsip dinamika, yaitu
prinsip-prinsip yang mengaitkan antara gerak dan gaya yang menyebabkannya. Prinsip-prinsip ini
dibungkus dalam suatu paket yang rapi yang terdiri dari tiga pernyataan yang disebut dengan hukum
Newton.
Lalu dapat pula menggunakan konsep gerak harmonik untuk mencari persamaan yang dipengaruhi oleh
gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan simpangannya.
III. Tujuan
PEMBAHASAN
I.Pengukuran Dasar
I.I Pengukuran
Fisika maupun disiplin ilmu lain pengukuran kuantitas merupakan dasar utama. Dalam pengukuran ini
akan dicari korelasi atau interprestasi dan sering pula diadakan perbandingan prediksi teoritis. Hal-hal
yang meliputi pengukuran kuantitas ini adalah sistem satuan Internasional atau disingkat dengan sitem
SI ( System International Unit ) atau satuan metric.
Dalam melakukan pengukuran selalu dimungkinkan terjadi kesalahan. Oleh karena itu, kita harus
menyertakan angka-angka kesalahan agar kita dapat memberi penilaian wajar dari hasil pengukuran.
Jelas hasil pengukuran yang kita lakukan tidak dapat diharapkan tepat sama dengan hasil teori, namun
ada pada suatu jangkauan nilai:
X – Δx < x < x + Δx
dengan x merupakan nilai terbaik sebagai nilai yang benar, Δx merupakan kesalahan hasil pengukuran,
yang disebabkan keterbatasan alat, ketidakcermatan, perbedaan waktu pengukuran, dan lain
sebagainya. Dengan menyertakan kesalahan atau batas toleransi terhadap suatu nilai yang kita anggap
benar, kita dapat mempertanggungjawabkan hasil pengukuran.
Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil pengukuran selalu
mempunyai derajat ketidakpastian. Kesalahan pengukuran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kesalahan sitematis dan kesalahan acak. Kesalahan sistematis akan menghasilkan setiap bacaan yang
diambil menjadi salah dalam satu arah. Kesalahan sitematik adalah kesalahan yang sebab-sebabnya
dapat diidentifikasi dan secara prisip dapat dieliminasi. Nilai yang terukur secara konsisten terlalu tinggi
atau terlalu rendah.
b. Kesalahan pengamatan: akibat kesalahan paralaks ( kesalahan sudut pandang terhadap suatu titik
ukur ).
c. Kesalahan lingkungan.
d. Keasalahan teoritis: akibat penyederhanaan sistem model atau aproksimasi dalam persamaan yang
menggambarknnya.
Kesalahan acak menghasilkan hamburan data di sekitar nilai rata-rata. Data mempunyai kesempatan
yang sama menjadi positif atau negatif. Sumber kesalahan acak sering dapat dikuantisasi melalui analisis
statistik, sehingga efek kesalahan acak terhadap besaran atau hukum fisika dapat ditentukan. Kesalahan
acak dihasilkan dari ketidakmampuan pengamat untuk mengulangi pengukuran secara presisi. Ada
metode statistik baku yang digunakan untuk mengatasi kesalahan acak. Hal ini dapat memberikan
simpangan baku untuk serangkaaian bacaan, tetapi ketika jumlah bacaan tidak terlalu besar adalah
bermanfaat untuk mempunyai metode untuk mendapatkan nilai pendekatan dari kesalahan tanpa
melakukan analisis statistik formal, yaitu perbedaan mutlak antara nilai individual dan nilai rata-rata.
Kata akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian) sering dugunakan untuk maksud yang sama.
Bagaimanapun, memungkinkan untuk mempunyai hasil pengukuran dengan presisi tinggi yang tidak
akurat. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan sistematik. Demikian juga, memungkinkan untuk
mempunyai hasil pengukuran yang akurat, tetapi tidak presisi. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan
acak. Sensitivitas (kepekaan) adalah kemampuan memberikan tanggapan terhadap perubahan nilai
pengukuran yang terjadi. Untuk menjamin sensitivitas alat ukur kita harus selalu menggunakannya
sesuai dengan ordenya.
Pengukuran besaran panjang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat ukur, misalnya mistar
ukur, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.
a. Mistar Ukur
Untuk mengukur panjang suatu benda biasanya kita menggunakan mistar atau alat sejenis. Pada
umumnya mistar pengukur panjang adalah berskala sentimeter dan milimeter. Skala terkecil dari mistar
adalah 1 mm, yang menyatakan tingkat ketelitian alat. Pada saat melakukan pengukuran dengan
menggunakan mistar, arah pandangan hendaknya tepat pada tempat yang diukur. Artinya, arah
pandangan harus tegak lurus dengan skala pada mistar dan benda yang diukur. Jika pandangan mata
tertuju pada arah yang kurang tepat, maka akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih
besar atau lebih kecil. Kesalahan pengukuran semacam ini di sebut kesalahan paralaks.
6 cm + 2mm = 6,2 cm
= 62 mm
b. Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang suatu benda yang ukurannya cukup kecil, dan jari-jari
dalam dan luar, serta kedalaman suatu tabung. Jangka sorong terdiri dari dua pasang rahang, sepasang
untuk pengukur luar dan sepasang untuk pengukur dalam. Dari pasangan itu ada rahang yang tetap ada
dan ada rahang yang di geser-geser. Pada rahang tetap terdapat batang skala yang diberi skala dalam cm
dan mm sebagai skala utama. Pada rahang geser terdapat 10 skala yang panjangnya 9 mm sebagai skala
nonius. Oleh Karena itu, 1 skala nonius sama dengan 0,9 mm. jadi, skala nonius berselisih 0,1 mm
dengan skala mm pada skala utama. Angka 0,1 mm menyatakan ketelitian jangka sorong.
Skala utama menunjukkan angka 6,6 cm dan skala nonius yang berimpit dengan skala utama adalah 5
skala (0,5 mm = 0,005 cm ). Jadi, hasil pengukuran panjang = 6,6 cm + 0,05 = 6,65 cm
c. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama, antara lain: poros tetap, poros geser, skala
utama, dan skala nonius yang berupa pemutar. Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur panjang,
ketebalan, diameter bola, dan diameter kawat ang sangat kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan
0,5 mm. Skala nonius mempunyai 50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena itu 1 skala
nonius sama dengan 0,01 mm = 0,001 cm, yang menyatakan tingkat ketelitian mikrometer sekrup.
Misalkan kedudukan skala nonius dan skala utama seperti pada gambar di bawah ini.
Skala utama menunjukkan angka 1,5 mm dan skala nonius yang segaris dengan skala utama adalah skala
ke-15 (15 x 0,01 mm = 0,15mm). Hasil pengukuran = 1,5 mm + 0,15 mm = 1,65 mm.
II. Vektor
Dalam fisika dan teknik, acapkali bilangan tunggal dan satuannya tidak memadai untuk memberikan
deskripsi yang lengkap terhadap besaran fisika. Misalnya, jika Anda berjalan 3 km ke timur, posisi anda
jauh berbeda dengan jika Anda berjalan 3 km ke barat. Perubahan posisi suatu benda disebut
perpindahan. Perpindahan adalah contoh dari besaran vektor, yang secara singkat disebut vektor.
Vektor adalah besaran yang memiliki baik besar maupun arah untuk suatu deskripsi yang lengkap.
Berbagai besaran dalam fisika termasuk kecepatan, perceptan, gaya, dan momentum adalah vektor.
Pada diagram, setiap vektor dinyatakan dengan tanda panah. Tanda panah tersebut selalu digambarkan
sedemikian rupa sehingga menunjuk ke arah yang merupakan arah vektor tersebut. Panjang tanda
panah digambarkan sebanding dengan besar vektor.
Sebagai contoh, pada gambar di bawah dilukiskan suatu vektor gaya (F) yang besarnya 40 N (N =
Newton, satuan gaya) dan berarah 30o utara dari timur atau 30o terhadap sumbu x positif. Besar vektor
F = 40 N dilukiskan dengan panjang anak panah 4 cm. Ini berarti skala yang dipilih adalah 1 cm = 10 N
atau 4 cm = 40 N.
Dalam menuliskan vektor, apabila Anda menggunakan tulisan tangan, lambang suatu vektor umumnya
ditulis dengan huruf besar dan di atasnya perlu ditambahkan tanda panah, misalnya :
Untuk buku cetak, lambang vektor ditulis dengan huruf besar yang dicetak tebal, misalnya F. Untuk
besar vektor, apabila kita menggunakan tulisan tangan maka besar suatu vektor ditulis dengan tanda
harga mutlak, misalnya :
Untuk buku cetak, besar vektor ditulis dengan huruf miring, misalnya F
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor gaya masing-masing sebesar F1 dan
F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda itu akan pindah ?tentu saja benda
tersebut tidak berpindah searah F1 atau F2. dalam kasus seperti itu, maka benda tersebut berpindah
searah dengan F1 + F2. Operasi ini disebut jumlah vektor.
Cara menggambar jumlah dua buah vektor adalah dengan metode segitiga. Pertama, gambar vektor F1
berupa tanda panah. kedua, gambar vektor kedua, F2, dengan pangkalnya berhimpitan dengan ujung
vektor pertama, F1. ketiga, jumlahkan kedua vektor, dengan menggambar vektor resultan (F1 + F2), dari
pangkal vektor F1 menuju ujung vektor F2. selesai. Proses ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Cara menggambar selisih vektor pada dasarnya sama dengan menggambar penjumlahan dua vektor.
Sebagai contoh, sebuah vektor F1 dan vektor F2 nilainya seperti tampak pada diagram di bawah. Berapa
selisih kedua vektor tersebut ?misalnya F3 adalah selisih vektor F1 dan F2, maka dapat kita tulis F3 = F1
– F2 atau F3 = F1 + (-F2). Hal ini menunjukkan bahwa selisih antara vektor F1 dan F2 sama saja dengan
penjumlahan vektor F1 dan vektor -F2. tanda minus hanya menunjukkan bahwa arah -F2 berlawanan
dengan F2.
Pertama, gambar terlebih dahulu tanda panah yang melambangkan vektor F1. kedua, gambar vektor -
F2. vektor -F2 besarnya sama dengan F2, hanya arahnya berlawanan. (Lihat dan bandingkan gambar di
bawah dan di atas). Ketiga, gambar tanda panah vektor resultan F3, di mana pangkal vektor F3 berimpit
dengan pangkal vektor F1 dan ujung vektor F3 berimpit dengan ujung vektor -F2. Berimpit itu artinya
menempel, atau apalah terserah kamu. Selesai….
Poligon itu artinya segi banyak/banyak segi. Sebelumnya, kita belajar menggambar 2 vektor dengan cara
segitiga. Bagaimana jika kamu disuruh menggambar resultan atau jumlah vektor yang lebih dari 3
?Misalnya kamu berpindah sejauh 4 meter, vektor A (lihat gambar di bawah), lalu kamu berpindah lagi
sejauh 3 meter, vektor B. Karena hobimu jalan-jalan, maka kamu pindah lagi sejauh 2 meter, vektor C.
Untuk menggambar vektor resultan/hasil penjumlahan lebih dari 2 vektor, maka kamu tidak bisa
menggunakan metode/cara segitiga. Kamu harus menggunakan metode poligon/segi banyak. Caranya,
pertama, gambar vektor A. kedua, gambar vektor B, di mana pangkal vektor B berimpit dengan ujung
vektor A (lihat gambar di bawah). Ketiga, gambar vektor C di ujung vektor B. caranya seperti
menggambar vektor B. terakhir, gambar vektor D sebagai vektor resultan/hasil, dimana pangkal vektor D
berimpit dengan pangkal vektor A dan ujung vektor B nempel dengan ujung vektor C. selesai…
Selain menggambar penjumlahan vektor dengan metode/cara segitiga dan poligon, kita juga bisa
menggunakan metode jajaran genjong, eh genjang. Kalau metode segitiga khusus untuk dua vektor dan
metode poligon khusus untuk lebih dari dua vektor, maka metode jajaran genjang untuk menggambar
penjumlahan dua vektor atau lebih. Bagaimana menggambar penjumlahan dua vektor atau lebih
menggunakan cara jajaran genjang
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor Gaya masing-masing sebesar F1 dan
F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda itu akan pindah ?
untuk menggambar penjumlahan dua vektor, lakukan sesuai langkah2 di bawah ini. Pertama, gambar
vektor F1 menggunakan tandah panah (lihat gambar di bawah). Kedua, gambar vektor F2, di mana
pangkal/buntut berimpit/nempel dengan pangkal/buntut vektor F1. ketiga, gambar vektor resultan, F3
(F1 + F2), di mana pangkal vektor F3 nempel dengan pangkal vektor F1 dan F2, sedangkan ujung vektor
F3 nempel dengan titik temu garis putus-putus dari kedua ujung vektor F1 dan vektor F2 .
Perkalian vektor adalah operasi perkalian dengan dua operand (obyek yang dikalikan) berupa vektor.
Terdapat tiga macam perkalian vektor, yaitu perkalian titik (dot product), perkalian silang (cross
product) dan perkalian langsung (direct product).
a. Perkalian titik
Perkalian titik dua buah vektor akan menghasilkan sebuah skalar. Jenis perkalian ini bersifat komutatif.
math
math
Untuk vektor satuan terdapat hubungan-hubungan yang khusus dalam operasi perkalian titik, yang
merupakan sifat-sifat yang digunakan dalam perkalian titik, yaitu
math
math
math
dan
math
math
math
Atau dapat pula dituliskan dengan menggunakan notasi delta Kronecker math, yaitu
math
b. Perkalian silang
Hasil suatu perkalian silang dua buah vektor adalah juga sebuah vektor. Perkalian silang bersifat tidak
komutatif.
math
math
Untuk vektor-vektor satuan terdapat pula hubungan yang mendasari operasi perkalian silang, yaitu
math
math
math
math
math
math
c. Perkalian Langsung
Hasil perkalian langsung dua buah vektor adalah sebuah tensor atau matriks. Perkalian ini tidak bersifat
komutatif.
math
math
math
math
Perkalian langsung dua buah vektor satuan tidak memiliki hubungan yang khusus.
math
math
III.Hukum II Newton
Apa yang terjadi jika gaya total yang bekerja pada benda tidak sama dengan nol ? Newton mengatakan
bahwa jika pada sebuah benda diberikan gaya total atau dengan kata lain, terdapat gaya total yang
bekerja pada sebuah benda, maka benda yang diam akan bergerak, demikian juga benda yang sedang
bergerak bertambah kelajuannya. Apabila arah gaya total berlawanan dengan arah gerak benda, maka
gaya tersebut akan mengurangi laju gerak benda. Apabila arah gaya total berbeda dengan arah gerak
benda maka arah kecepatan benda tersebut berubah dan mungkin besarnya juga berubah. Karena
perubahan kecepatan merupakan percepatan maka kita dapat menyimpulkan bahwa gaya total yang
bekerja pada benda menyebabkan benda tersebut mengalami percepatan. Arah percepatan tersebut
sama dengan arah gaya total. Jika besar gaya total tetap atau tidak berubah, maka besar percepatan
yang dialami benda juga tetap alias tidak berubah.
Bayangkanlah Anda mendorong sebuah gerobak sampah yang bau-nya menyengat. Usahakan sampai
gerobak tersebut bergerak. Nah, ketika gerobak bergerak, kita dapat mengatakan bahwa terdapat
gayatotal yang bekerja pada gerobak itu. Silahkan dorong gerobak sampah itu dengan gaya tetap selama
30 detik. Ketika Anda mendorong gerobak tersebut dengan gaya tetap selama 30 menit, tampak bahwa
gerobak yang tadinya diam, sekarang bergerak dengan laju tertentu, anggap saja 4 km/jam. Sekarang,
doronglah gerobak tersebut dengan gaya dua kali lebih besar (gerobaknya didiamin dulu). Jika anda
mendorong gerobak sampah dengan gaya dua kali lipat, maka gerobak tersebut bergerak dengan laju 4
km/jam dua kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Percepatan gerak gerobak dua kali lebih besar.
Apabila Anda mendorong gerobak dengan gaya lima kali lebih besar, maka percepatan gerobak juga
bertambah lima kali lipat. Demikian seterusnya. Kita bisa menyimpulkan bahwa percepatan berbanding
lurus dengan gaya total yang bekerja pada benda.
Seandainya percobaan mendorong gerobak sampah diulangi. Percobaan pertama, kita menggunakan
gerobak yang terbuat dari kayu, sedangkan percobaan kedua kita menggunakan gerobak yang terbuat
dari besi dan lebih berat. Jika Anda mendorong gerobak besi dengan gaya dua kali lipat, apakah gerobak
tersebut bergerak dengan laju 4 km/jam dua kali lebih cepat dibandingkan gerobak sebelumnya yang
terbuat dari kayu ? Tentu saja tidak karena percepatan juga bergantung pada massa benda. Anda dapat
membuktikannya sendiri dengan melakukan percobaan di atas. Jika Anda mendorong gerobak sampah
yang terbuat dari sampah dengan gaya yang sama ketika Anda mendorong gerobak yang terbuat dari
kayu, maka akan terlihat bahwa percepatan gerobak besi lebih kecil. Apabila gaya total yang bekerja
pada benda tersebut sama, maka makin besar massa benda, makin kecil percepatannya, sebaliknya
makin kecil massa benda makin besar percepatannya.
Hubungan ini dikemas oleh eyang Newton dalam Hukum-nya yang laris manis di sekolah, yakni Hukum II
Newton tentang Gerak :
Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami percepatan, di mana arah
percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Vektor gaya total sama dengan massa
benda dikalikan dengan percepatan benda.
ΣF = ma
a adalah percepatan, m adalah massa, dan ΣF adalah gaya total. Jika persamaan di atas ditulis dalam
bentuk a = F/m, tampak bahwa percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan resultan gaya yang
bekerja padanya dan arahnya sejajar dengan gaya tersebut.
Hukum II Newton menyatakan hubungan anatara gerak benda dengan penyebabanya, yaitu gaya.
Perhatikan bahawa hukum II Newton mencakupi hukum I Newton, yaitu apabila ΣF = 0, maka
percepatan alias a = 0.
Jadi apabila tidak ada gaya total alias resultan gaya yang bekerja pada benda maka benda akan diam
apabila benda tersebut sedang diam; atau benda tersebut bergerak dengan kecepatan tetap, jika benda
sedang bergerak. Ini merupakan bunyi Hukum I Newton.
Setiap gaya F merupakan vektor yang memiliki besar dan arah. Persamaan hukum II Newton di atas
dapat ditulis dalam bentuk komponen pada koordinat xyz alias koordinat tiga dimensi, antara lain :
Kumpulan persamaan komponen di atas sama dengan hokum II Newton ΣF = ma. Jika sebuah benda
bergerak sepanjang garis lurus alias satu dimensa, maka kita hanya menuliskannya dengan ΣF = ma.
Apabila benda bergerak dalam dua dimensi (koordinat xy), maka kita dapat menguraikan vector gaya
dengan persamaan ΣFx = max dan ΣFy = may. jumlah komponen kedua gaya tersebut sama dengan ΣF =
ma.
Gaya pegas dapat menyebabkan benda bergerak bolak-balik secara periodik yang disebut gerak
periodik. Gerak periodik memiliki persamaan gerak sebagai fungsi waktu berbentuk sinusoidal yang
disebut gerak harmonik. Gerak harmonik sederhana yaitu gerak harmonik yang dipengaruhi oleh gaya
yang arahnya selalu menuju titik seimbang dean besarnya sebanding dengan simpangannya.
Secara sederhana dapat dibedakan tiga jenis perubahan bentuk benda yaitu rentangan, mampatan, dan
geseran. Untuk tiap jenis perubahan bentuk benda akan diperkenalkan besaran yang disebut tegangan.
Tegangan menunjukkan kekuatan gaya yang menyebabkan perubahan bentuk benda. Tegangan yang
terjadi pada rentangan disebut tegangan rentang atau tegangan tarik. Tegangan yang terjadi pada
mampatan disebut tegangan mampat, sedangkan tegangan yang terjadi pada geseran disebut tegangan
geser.
Kita juga perlu meperkenalkan besaran lain yang menggambarkan hasil perubahan bentuk, yaitu
regangan. Ketika tegangan dan regangan cukup kecil, kita sering menemukan bahwa kedua besaran
tersebut sebanding dan kita menyebut konstanta perbandingannya sebagai modulus elastisitas, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut.
Perilaku elastis yang paling sederhana untuk dipahami adalah rentangan yang terjadi pada batang, tali,
atau kawat ketika ujungnya ditarik. Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan besar gaya F dan lua
penampang A,
Gaya pegas merupakan gaya pemulih. Gaya pemulih ada gaya yang bekerja pada gerak harmonik yang
selalu mengarah pada titik keseimbangan dan besarnya sebanding dengan simpangannya. Jika pegas
ditarik atau ditekan dengan sebuah gaya F, maka akan terjadi perubahan panjang pada pegas sebesar x.
sebagai reaksi, pegas juga akan melakukan gaya sebagai reaksi terhadap benda yang diberikan.
Persamaan yang menyatakan bahwa besarnya gaya pemulih dan arahnya selalu berlawanan dengan
arah simpangan yaitu F = kx .
Periode menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk melakukan satu siklus gerak harmonik
sedangkan frekuensi menyatakan jumlah siklus gerak harmonik yang terjadi tiap satuan waktu. Untuk
gerak harmonik pada pegas, perode T dan frekuensi f dapat dihitung denga menyamakan gaya pemulih
dan gaya sentripetal, karena gerak harmonik pada hakikatnya merupakan proeksi gerak melihkar
beraturan pada salah satu sumbu utamanya.
ΣF = ma
ky = mω2y
k = mω2
k = m (2π/T)2
T = 2π √m/k
F = 1/2π√k/m
BAB III
PENUTUP
I.Kesimpulan
a. Dalam pengukuran, hasil yang didapatkan dari pengukuran belum dapat di katakan tepat karena
dalam pengukuran selalu terjadi derajat ketidakpastian.
b. Vektor merupakan besaran yang memiliki besar dan arah. Penulisan lambang vektor dapat ditulis
dengan F. Dalam pengoperasian vektor dapat dilakukan dengan penjumlahan dan perkalian vektor.
c. Hukum II Newton berbunyi “Percepatan suatu benda yang disebabkan oleh suatu gaya sebanding
dan searah dengan gaya itu dan berbading terbalik dengan massa benda yang di kenai oleh gaya
tersebut, yang secara matematis dapat dirumuskan ΣF = ma”.
d. Gerak harmonik sederhana adalah gerak periodik yang memiliki persamaan gerak sebagai fungsi
waktu berbentuk sinusoidal. Gerak harmonik sederhana didefinisikan sebagai gerak harmonik yang
dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan
simpangannya, yang secara umum persamaan yang menyatakan bahwa periode dan frekuensi gerak
harmonik sederhana pada sistem pegas yaitu: T = 2π √m/k dan F = 1/2π√k/m.
DAFTAR PUSTAKA