Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

OD GLAUKOMA SEKUNDER

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan


Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :

Arrahma Yazmi Asy Syifa

30101507391

Pembimbing :

dr. Atik Rahmawati, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 29 Juni
2020 – 11 Juli 2020.

Nama : Arrahma Yazmi Asy Syifa

NIM : 30101507568

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata

Periode Kepaniteraan Klinik : 29 Juni 2020 – 11 Juli 2020

Pembimbing : dr. Atik Rahmawati, Sp.M

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Atik Rahmawati, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya,

yang memungkinkan laporan kasus berjudul “ Glaukoma Skunder “ ini dapat diselesaikan

tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu

Kesehatan Mata RSI Sultan Agung Semarang, dengan berbekalkan pengetahuan,

bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat

kuliah pra-klinik.

Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan

untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

- dr. Atik Rahmawati, Sp.M selaku pembimbing laporan kasus

- Pimpinan dan staff RSI Sultan Agung Semarang.

- Rekan Co-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata RSI Sultan Agung

Semarang

Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis

menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran

dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa

mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semarang, 9 Juli 2020

Arrahma Yazmi Asy Syifa


1. LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Y
Usia : 54 Tahun
Alamat : Pati
Status perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Petani
No RM : 141-41-xx
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 03 Juli 2020
1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Juli 2010 di Poli Mata
RSI Sultan Agung Semarang

Keluhan Utama : Mata kanan nyeri cenut cenut

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata RSI Sultan Agung Semarang pada tanggal 03 Juli 2020
rujukan dari RS di Pati dengan keluhan mata kanannya terasa nyeri cenut cenut sejak 3
bulan yang lalu. Pasien mengatakan awalnya mata kanan terasa gatal, perih, cenut –
cenut dan masih dapat melihat, kemudian sejak sebulan ini nyeri bertambah berat dan
sering, penglihatan menjadi tidak jelas dan terkadang tidak tampak. Gejala lain yang
dikeluhkan berupa penglihatan gelap yang dirasakan saat bangun tidur kemudian
membaik saat pagi dan siang hari, nyeri kepala, rasa silau saat melihat matahari. Pasien
menyangkal adanya mata merah, sering tersandung, dan melihat seperti terowongan
saat berjalan. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan RS di Pati dan mendapatkan obat
tetes mata.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit hipertensi : (+), Tidak terkontrol Lebih dari
5 tahun yang lalu
 Riwayat penyakit DM : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat penggunaan obat tetes mata steroid : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat infeksi pada mata : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

 Keluhan sakit serupa : (+), Ayah pasien pernah


mengalami Glaukoma dan sudah di operasi

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS PBI. Kesan ekonomi cukup.


1.3. PEMERIKSAAN FISIK
1.3.1. STATUS GENERALIS
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda Vital : TD 202 / 119 mmHg

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGIS ( Rabu, 1 Juli 2020 )


KETERANGAN OD OS
VISUS
Tajam penglihatan 1/300 6/12
KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata (+) baik kesegala arah (+) baik kesegala arah
Hitam, distribusi merata, Hitam, distribusi merata,
SUPRA SILIA tidak rontok, sekret (-), tidak rontok, sekret (-),
simetris. simetris.
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (hiperemis) (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
Dapat membuka mata (+) (+)
KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Anemis (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Kemosis (-) (-)
KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (+) (-)
Injeksi perikorneal (+) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Papil (-) (-)
Trantas dots (-) (-)
SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
KORNEA
Kejernihan Keruh dan Edem Jernih
Sikatrik (-) (-)
Infiltrate (-) (-)
BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Tidak Jernih Jernih
Kedalaman Dangkal Dalam
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
IRIS
Warna Coklat Kehitaman Coklat
Bentuk Bulat Bulat
Kripte (+) (+)
Sinekia (-) (-)
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 5 mm 2 mm
Reflek cahaya direk (-) (+)
Reflex cahaya indirek (-) (+)
LENSA
Kejernihan Keruh tidak rata Keruh tidak rata
Shadow test (+) (+)
FUNDUSKOPI
FUNDUSKOPI Tidak dilakukan Tidak dilakukan
TENSI OKULI
N+4 N
(DIGITAL)
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Non contact tonometry (NCT) :
OD : R no applanation 4x
OS : 17 mmHg

1.5. RESUME
Subyektif : OD

Nyeri cenut cenut (+),


Nyeri kepala (+),
Penglihatan kabur dan terkadang gelap (+),
Rasa silau saat melihat matahari (+)
Mata merah (-),
Sering tersandungsaat berjalan (-),
Melihat seperti terowongan (-),
Keluhan pada OS (-)
Hipertensi (+) dan tidak terkontrol
RPK : (+), Ayah pasien pernah mengalami glaukoma dan sudah di operasi.

Obyektif:

Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
1/300 VISUS 6/12
Injeksi konjungtiva (+)
KONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (-)
minimal
BULBI Injeksi perikorneal (-)
Injeksi perikorneal (+)
Keruh dan edema KORNEA Jernih
Dangkal BILIK MATA DEPAN Dalam
Sentral Sentral
Bulat Bulat
Diameter : 5 mm Diameter : 2 mm
Reflek pupil PUPIL
Reflek Pupil
Direct (-) Direct (+)
Indirect (-) Indirect (+)
Shadow test (+)
IRIS Shadow test (+)
Warna coklat kehitaman
Keruh tidak rata LENSA Keruh tidak rata
Tidak dilakukan FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
N+4 TIO DIGITAL N
R No Applanation 4x NCT 17 mmHg
1.6. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA
DX BANDING:
OD Glaucoma Sekunder
ODS Katarak Imature
Suspect OD Retinopati Hipertensi
DX KERJA
OD Glaucoma Sekunder
ODS Katarak Imature
1.7. USULAN PEMERIKSAAN
Funduskopi
Konsul dokter spesialis penyakit dalam

1.8. TERAPI
Medikamentosa
 Oral :
Asetazolamide 250 mg 3 x 1 Tablet / hari
 Topikal :
Timolol maleat 0,5% 5mg/ml 3 x 1 tetes / hari OD
 Parenteral :
Tidak diberikan
Operatif
Rujuk ke dokter spesialis mata

1.9. EDUKASI
 Menjelaskan tentang penyakit pasien bahwa penyakit pasien terjadi karena
peningkatan tekanan dalam bola mata dan telah terjadi kerusakan pada saraf mata
pasien sehingga terjadi gangguan penglihatan pada mata kanan pasien.
Peningkatan bola mata disebabkan karena komplikasi dari katarak yang terjadi
pada lensa mata pasien.
 Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan pada mata kanan pasien tidak bisa
menyembuhkan mata pasien menjadi penglihatan normal. Karena sudah terjadi
kerusakan saraf.
 Menjelaskan untuk tidak berada di kamar yang gelap dan membaca terlalu dekat
karena dapat menimbulkan nyeri kepala dan mata terasa cekot cekot.

1.9 PROGNOSA
OD OS
Quo Ad Vitam Ad Bonam
Quo Ad Functionam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
Quo Ad Cosmetian Ad Bonam
Quo Ad Sanationam Dubia Ad Malam Dubia Ad Bonam
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HUMOR AQUOS


2.1.1 Anatomi Humor Aquos
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan humor aquos adalah badan
siliaris, sudut kamera okuli anterior, dan sistem aliran humor aquos.
a. Badan siliaris

Gambar 2.1 Badan siliaris


Berfungsi sebagai pembentuk humor aquos, memiliki panjang 6 mm,
membentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari
ujung anterior koroid ke pangkal iris. Terdiri dari dua bagian yaitu : anterior :
pars plicata (2 mm), posterior: pars plana (4 mm). Tersusun dari 2 lapisan sel
epitel siliaris :
a.    Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b.    Pigmented ciliary epithelium (PE)
Humor aquos disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak
berpigmen. Sebagai hasil proses metabolik yang tergantung pada beberapa
sistem enzim, terutama pompa Na+/K+ - ATP ase, yang mensekresikan ion
Na+ ke ruang posterior.

b. Sudut kamera okuli anterior


Memegang peranan penting dalam proses aliran humor aquos.
Dibentuk iris, bagian paling anterior korpus siliaris, sklera spur, trabecular
meshwork dan garis schwalbe (bagian akhir dari membran descemet kornea)
c. Sistem Aliran Humor Aquos
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor,
vena aqueous, dan vena episklera.
1.    Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90 %
humor aquos melewati bagian ini. Terdiri dari 3 bagian:
1) Uvea meshwork
2) Corneoscleral meshwork
3) Juxtacanalicular meshwork

Gambar 2.3 Trabecular meshwork


2.     Kanalis schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa.
Dinding bagian dalam kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang
ireguler yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal
dibatasi oleh sel gepeng yang halus dan mencakup pembukaan saluran
pengumpul yang meninggalkan kanalis schlemm pada sudut miring dan
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena episklera.
3.    Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aquos intrasklera, berjumlah 25-35,
meninggalkan kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke
dalam vena sklera.
2.1.2 Fisiologi Humor Aquos
Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera
anterior dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan
pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan
osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat
dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses
metabolik aktif yang bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim
karbonik anhidrase) dan 20% oleh proses pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.

Gambar 2.2 Sistem aliran humor aquos yang normal

Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk


diantara permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA
keluar dari bilik anterior melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur
trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik
anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer, melewati trabekular
meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke
pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur
uveosklera, HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra arakhnoid dan
masuk ke dalam sirkulasi pada vena.
Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk
organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,
disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme
pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk
mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra okular. Untuk
mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam batas normal
(10-24 mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui
sistem drainase mikroskopik.
2.2 GLAUKOMA
2.2.1 DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan
intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang
pandang. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa
yaitu antara 15-20 mmHg. Tekanan bola mata yang tinggi juga akan
mengakibatkan kerusakan saraf penglihat yang terletak di dalam bola mata. Pada
keadaan tekanan bola mata tidak normal atau tinggi maka akan terjadi gangguan
lapang pandangan. Kerusakan saraf penglihatan akan mengakibatkan kebutaan.
Makin tinggi tekanan bola mata makin cepat terjadi kerusakan pada
serabut retina saraf optik. Pada orang tertentu dengan tekanan bola mata normal
telah memberikan kerusakan pada serabut saraf optik (Normal tension glaucoma
– glaukoma tekanan rendah)
Tekanan bola mata yang tinggi akan mengakibatkan gangguan pembuluh
darah retina sehingga mengganggu metabolisme retina. Pada kerusakan serat
saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi retina. Bila proses
berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan buta total.
Klasifikasi glaukoma menurut Voughen antara lain yaitu, glaucoma
primer, glaucoma sekunder dan glaucoma congenital. Glaukoma sekunder adalah
peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari
penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh
penyakit mata lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor,
obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia..
2.2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
 Primer
- Sudut Terbuka (Kronis)
Primary Open Angle Glaucoma (POAG)
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering
dijumpai. Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang
berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut
terbuka. Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau
resesif pada 50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homozigot.
Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti
diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan miopia.

Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi
atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa
penciutan lapang pandang.

Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang
terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat
adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum
air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan provokasi steroid.

Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah


proses degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di
dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah
penurunan aquoeus humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.
Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-
kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan.

- Sudut Tertutup (Akut)


Acute Primary Angle Closure (APAC)
Glaucoma sudut tertutup adalah glaucoma yang disebabkan oleh
menyempitnya kamera okuli anterior dan bersifat akut. Glaukoma sudut tertutup
akut primer ditandai oleh hilangnya penglihatan mendadak yang disertai nyeri
hebat, mual serta muntah. Temuan-temuan lain adalah peningkatan mencolok
tekanan intraokular, kamera anterior dangkal, kornea berkabut, pupil terfiksasi
berdilatasi sedang dan injeksi siliaris.

 Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainnya, seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis/sindrom
eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang
disertai prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan
bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post-operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu
yang lama.

Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya


adalah penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan
perdarahan ke dalam mata. Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Uveitis kronik atau rekuren
menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia anterior perifer, dan
kadang-kadang neovaskularisasi sudut,yang semuanya meningkatkan glaukoma
sekunder.
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena
korpus siliar yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi
peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior,
disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan
yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).
 Kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma
kongenital primer, yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada
sudut kamera anterior; (2) anomali perkembangan segmen anterior - sindrom
Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger. Disini perkembangan iris dan
kornea juga abnormal; (3) berbagai kelainan lain, termasuk aniridia, sindrom
Sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital. Pada
keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular
dan ekstraokular lain.
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus,
didiagnosis pada 6 bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir
tahun pertama pada 80% kasus. Gejala paling dini dan paling sering adalah
epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan pengurangan kilau kornea. Peningkatan
tekanan intraokular adalah tanda kardinal. Pencekungan diskus optikus akibat
glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan terpenting. Temuan-
temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah, edema epitel, robekan membran
Descemet, dan peningkatan kedalaman kamera anterior serta edema dan
kekeruhan lensa.
 Absolut
Stadium akhir glaucoma apabila tidak ditangani. Ditandai dengan
kerasnya bola mata, kebutaan dan nyeri

2.2.3 PATOFISIOLOGI
Sejauh ini, 11 gen dan multiple lokus diketahui berkontribusi terhadap
perkembangan glaucoma yang juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan.
Glaukoma disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan
pengaliran(drainage) dari humuor aquos. Berikut adalah faktor resiko terjadinya
glaucoma;
1. Tekanan intarokuler yang tinggi: Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21
mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur : Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2% dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga: Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga
penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena
glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua
dan anak-anak.
4. Obat-obatan : Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata
yang mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya
glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain : Riwayat penyakit diabetes, hipertensi

Gambar 2.4 Patofisiologi glaucoma sudut tertutup dan terbuka


Mekanisme utama penurunan pengelihtan pada glaucoma adalah
apoptosis sel ganglion retina yang mrnyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akso di nervus opticus. Diskus
optikus menjadi atrofik disertai pembesaran diskus.

2.2.4 DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma
umumnya berupa gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah. Kehilangan
penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.
Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya
skotoma-skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya).
Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada
kekeruhan media atau kelainan makula.
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling
sering disebabkan oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.
Gangguan penglihatan yang lain adalah haloglaukomatosa yaitu penderita
melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu. Keadaan ini
umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus
lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada
waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat
(transient blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang
berbeda-beda. Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam
bola mata dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi
siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual
muntah.
2) Pemeriksaan-Pemeriksaan pada mata
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf


optik tidak disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu
hilangnya penglihatan sentral. Kadang-kadang pada beberapa penderita
mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma di daerah Bjerrum
(parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan
macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini umumnya dimulai dibagian
nasal, kemudian disebelah atas atau bawah, bagian temporal biasanya
bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini
tajam penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa lebih
buruk lagi.

b. Tonometri

 Pengukuran tanpa alat


Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension.
Pengukuran ini memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak
pengalaman. Walaupun tidak teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada
keadaan di mana pengukurn tekanan dengan alat tidak dapat dilakukan,
misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan infeksi kornea.

 Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan


kanulasi ke bilik mata depan yang dihubungkan dengan manometer, atau
secara tak langsung, melalui kornea dengan alat tonometer. Banyak alat
dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer Schiotz, tonometer
Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held,
tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.

Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka


tonometer indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak
dipakai. Yang pertama oleh karena praktis dan relatif murah dan yang
kedua karena lebih tepat dan tidak banyak dipengaruhi kekakuan dinding
bola mata.

c. Funduskopi

Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk:

- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.

- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.

- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina

d. Perimetri

Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan


terpenting pada glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat
menunjukkan adanya gangguan fungsional pada penderita. Khas pada
glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.

e. Gonioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata
depan, tempat dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal
Schlemm. Dengan gonioskopi dapat ditentukan apakah sudut bilik mata
depan tertutup atau terbuka.

f. Tonografi

Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan


intraokuler yang diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan
pencatatan TIO dengan tonometer indentasi elektronik dalam jangka
waktu tertentu digabung dengan tabel Fridenwald dapat memperkirakan
daya pengeluaran dan pembentukan cairan intraokular.

Diagnosis glaucoma dapat ditegakan apabila ditemukan ; peningkatan


TIO (>21 mmHg), penurunan lapang pandang dan gangguan papil n.II.
Glaukoma sudut terbuka (kronis) biasanya didapatkan gejala yang
tidak menonjol. Oleh karena itu, pasien sering datang terlambat dengan
keluhan penurunan pengelihatan secara perlahan. Biasanya pasien mengeluh
sering pusing kepala sebelah, mata terasa berat, kadang pasien tidak
merasakan adanya halo maupun cekot cekot dan mata cendrung tenang. Khas
dari anamnesis adalah pasien sering menambrak benda sekitar dan
tersandung saat berlajalan. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan
adanya edema kornea, peningkatan TIO, penyempitan lapang pandang dan
penurunan visus.
Glaucoma sudut tertutup (akut). Pasien mengeluh mata merah dengan
pengelihatan hilang mendadak. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan sudut
bilik mata sempit sehingga peningkatan tekanan bola mata karena humuor
aquos tidak dapat mengalir ke bilik anterior. Anamnesa yang khas pada
glaucoma primer sudut tertutup adalah serangan berlangsung beberapa jam
dan hilang setelah tidur sebentar. Pasien juga sering mengeluh mual muntah.
Pemeriksaan segmen posterior pada pasien glaucom didapatkan
edema papil n.II yang disebut dengan ekskavasio glakomatosa dengan
cup/disc >0.5
Gambar 2.5 Gambaran funduskopi
2.2.5 TATALAKSANA
Medikamentosa
a. Supresi Pembentukan Aquous Humor
 Penghambat adrenergik beta (beta blocker)
 Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
 Betaksolol 0,25% dan 0,5%
 Levobunolol 0,25% dan 0,5%
 Metipranolol 0,3%
Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah penyakit obstruksi
jalan napas menahun, terutama asma dan defek hantaran jantung.

 Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus
humor tanpa efek pada aliran keluar.

 Epinefrin
 Dipivefrin
 Inhibitor karbonat anhidrase
 Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini
timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,
granulositopeni, kelainan ginjal.

 Diklorfenamid
 Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang
sangat tinggi perlu segera dikontrol.

b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquoeus humor


 Obat parasimpatomimetik
- Pilokarpin : larutan 0,5-6% diteteskan beberapa kali sehari, gel 4% sebelum
tidur.
- Demekarium bromida 0,125% dan 0,25%
- Ekotiopat iodida 0,03%-0,25%

Meningkatkan aliran keluar Aquoeus humor dengan bekerja pada


jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Semua obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan,
terutama pada pasien katarak.

 Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus
humor.

 Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraocular menjadi
bentuk aktifnya.
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
 Obat-obat hiperosmotik

Darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus


vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum selain itu juga terjadi
penurunan produksi Aquoeus humor . Penurunan volume korpus vitreum
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma
maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan
(disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).

 Gliserin (gliserol)
d. Miotik, Midriatik dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke
anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Terapi Bedah & Laser

Menurut Luntz jika tekanan berkisar antara 35 – 40 mmHg dengan nervus


optikus normal, maka dipantau 1-2 bulan untuk memantau keadaan papil nervus
optikus, lapang pandang, peningkatan rasio cupdisc, jika semua ini masih dalam
batas normal dan opthalmologis yakin masih ada kemungkinan terapi berhasil
maka terapi medikamentosa dapat diteruskan. Tetapi jika papil nervus optikus
sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan defek lapang pandang sudah
sangat spesifik glaukoma, maka harus segera dioperasi. Jika sudah terjadi
sinekhia anterior perifer dan kerusakan sudut iridokornealis sudah muncul,
diperlukan trabekulektomi, seklusio papil dapat diatasi dengan iridektomi perifer
(dengan laser). Iridektomi perifer dan pembebasan pupil juga perlu dilakukan jika
terjadi sinekhia posterior yang ekstensif antara iris dan lensa, dilakukan secara
dini sebagai terapi glaukoma.

 Iridektomi & Iridotomi Perifer


Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium : YAG
atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer.
Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser memerlukan kornea jernih dan
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi laser
YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum
terjadi serangan penutupan sudut.
 Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa
ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran akueus karena efek luka
bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini
dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka.

 Bedah Drainase Glaukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung Aquoeus humor dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dan dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah menggantikan
tindakan-tindakan drainase full-thickness. Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen
bagi Aquoeus humor adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak
membaik dengan trabekulotomi atau kecil kemungkinannya berespons
terhadap trabekulotomi.
Sklerostomi laser holmium adalah satu tindakan baru yang menjanjikan
sebagai alternatif bagi trabekulotomi. Goniotomi adalah suatu teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya
terjadi sumbatan drainase Aquoeus humor di bagian dalam jalinan trabekular.
Trabekulektomi yaitu dengan mengangkat trabekulum sehingga terbentuk
celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke dalam kanal Schlemm.

2.3 KATARAK
2.3.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI LENSA
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Lensa memiliki
ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan 3,5 mm – 5 mm. Berat lensa 135 mg
pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik
posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada
lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa
bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik
anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang
berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan
lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan
membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Kapsul lensa
yang bersifat elastic berfungsi untuk mengubah bentuk lensa pada proses
akomodasi.

Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:


1. Kapsul Lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 µm), homogen, refraktil, dan
kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini
merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas
kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14
µm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 µm). Kapsul lensa bersifat
semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
2. Epitel Subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan
berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan
membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan
terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel
epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan serat-serat lensa.
3. Serat Lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan
gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari
sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan
menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut
kristalin.
Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial
yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya
pada badan siliar. Bila mata sedang istirahat atau memandang objek yang jauh,
lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap
sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi, dan koroid
beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan zonula
akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan

2.3.2 FISIOLOGI LENSA

1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu,
sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar
sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi
terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m.
cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa
menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat.
Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada
penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena
terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

2.4 KATARAK
2.4.1 DEFINISI
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti
air terjun. Asal kata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan
melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya akibat. Seorang
dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupi kabut. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau keduanya.

2.4.2 ETIOLOGI
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor (multifactorial) dan belum
sepenuhnya diketahui. Berbagai faktor tersebut antara lain:
1. Kelainan kongenital/herediter
2. Proses degenerasi  sbg akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh
lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok , radiasi UV, dan
peningkatan kadar gula darah
3. Komplikasi penyakit di mata maupun penyakit sistemik
 diabetes
 kelainan metabolik lain (termasuk galaktosemia, penyakit fabry,
hipokalsemia)
 obat2an sistemik (terutama steroid, klorpromazin)
 infeksi (rubela kongenital)
 distrofi miotonik
 dermatitis atopik
 sindrom sistemik (Down, Lowe)
 kongenital , termasuk katarak turunan
 radiasi sinar X
4. Efek samping obat
5. Radiasi: ultraviolet, infrared, X-ray, microwafe
6. Trauma penetrans dan perforans

2.4.3 KLASIFIKASI KATARAK


A. Developmental :
 Congenital  terlihat pd usia < 1 thn
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan: Pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti:
 Rubela pada kehamilan trisemester pertama dan pemakaian obat selama
kehamilan
 Pada ibu hamil terdapat riwayat kejang tetani, ikterus /hepatosplenomegali
 Pada bayi imatur dan gangguan sistem saraf seperti redartasi mental
 Juvenil  > 3 bulan, < 9 thn
B. Degeneratif/senilis :  setelah usia 50 thn
 Konsep penuaan :
 teori putaran biologik  jaringan embrio manusia membelah 50 kali 
mati
 imunologis; dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik
yang menakibatkan kerusakan sel
 teori mutasi mutan
 teori ”A free radical”
o free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
o free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
o free radical bebas dapat dinetralkan oleh antioksidan dan vit.E
 teori ”Across-link” Ahli biokimia mengatakan peningkatan terjadi
bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi .
 Perubahan lensa pada usia lanjut :
a. kapsul
 Menebal dan kurang elastis
 Mulai presbiopi
 Bentuk lamel kapsul berkurang
 Terlihat bahan granular
b. Epitel makin tipis
 Sel epitel pada ekuator bertambah besar dan berat
 Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

c. Serat lensa
 Lebih iregular
 Pada korteks jelas kerusakan serat sel
 Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus
 Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
 Ada beberapa stadium katarak senil:
 Insipien
 Imatur
 Matur
 Hipermatur dan morgani
C. Komplikata: oleh karena penyakit/kelainan di Mata atau tempat lain
 Glaucoma
 Iridocyclitis
 DM, galaktosemia, hipoparatiroid, miotonia distrofi
 Efek samping obat: steroid, amiodaron, miotika antikolinesterase,
klorpromazine, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol (MER-29)
D. Traumatika
Perbedaan stadium katarak senilis :
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Bertambah (air Berkurang (air+masa
Cairan lensa Normal Normal
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + glaukoma

2.4.4 PATOFISIOLOGI
Lensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu :
 Nukleus à zone sentral
 Korteks à perifer
 Kapsul anterior dan posterior
Sebagian besar katarak terjadi karena suatu perubahan fisik dan perubahan
kimia pada protein lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh.
Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus multiple (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar lensa) menyebabkan hilangnya
transparansi lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif
sehingga nukleus menjadi kuning atau kecokelatan juga terjadi penurunan
konsentrasi glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium
serta peningkatan hidrasi lensa. Perubahan ini dapat terjadi karena meningkatnya
usia sehingga terjadi penurunan enzim yang menyebabkan proses degenerasi pada
lensa.
Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi
karena:
2.5 Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke
arah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat
(nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada
nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa
menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya
berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian
menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau
katarak nigra.
2.6 Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan
penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan
membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke
arah miopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah (Wijana, 1983).

2.4.5 GEJALA DAN TANDA


PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan sinar celah
 Funduskopi pada kedua mata
 Tonometer

 Gejala Subyektif:
 Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif.
 Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya
kekeruhan, Bila :*Kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya.
dan *Kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa.
 silau (glare) terutama saat melihat cahaya
 Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
 Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh
karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan
menyebabkan silau.
 Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopy, hal ini terjadi karena
proses pembentukan cataract sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi
power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka retina.
 Gejala Obyektif:
 Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
 Pada oblique illumination (mata disinar dari samping):
 Pada fundus reflex dengan opthalmoscope:*kekeruhan tersebut tampak hitam
dengan background orange. dan *Pada stadium maturestent hanya didapatkan
warna putih atau tampak kehitaman tanpa background orange, hal ini
menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.
 Camera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut camera
anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi
glaukoma.

2.4.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk katarak adalah pembedahan (operasi). Medikamentosa
diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit misalnya,
silau maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk mengurangi inflamasi dapat
diberikan steroid ringan. Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang,
suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya dengan dosis yang tepat dapat
membantu memperlambat progresifitas katarak.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa dengan isi
kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nucleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek dengan meninggalkan kapsul posterior.
a. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata
dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi
katarak sekunder.
b. Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada tindakan
ini tidak akan terjadi katarak sekunder

2.4.7 KOMPLIKASI
 Katarak dapat menyebabkan uveitis dan glaukoma sekunder. Uveitis dapat terjadi
pada katarak stadium hipermatur akibat pencairan dan pengeluaran masa lensa ke
bilik mata depan (COA). Protein lensa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga timbul reaksi inflamasi di uvea (uveitis). Akibat lanjut dari uveitis ini dapat
terjadi trabekulitis, sinekia (anterior/posterior) dan glaukoma sekunder.
 Glaukoma sekunder dapat terjadi pada katarak stadium immatur dan hipermatur. Pada
stadium immatur, hidrasi lensa menyebabkan lensa lebih mencembung dan akan
mendorong iris ke depan sehingga akan mempersempit sudut iridokorneal,
selanjutnya dapat menghambat outflow humor akuos. Pada stadium hipermatur, masa
lensa yang keluar dapat menyumbat jaringan trabekulum sehingga outflow humor
akuos juga terganggu

Anda mungkin juga menyukai