OD GLAUKOMA SEKUNDER
Disusun oleh :
30101507391
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 29 Juni
2020 – 11 Juli 2020.
NIM : 30101507568
Fakultas : Kedokteran
Mengetahui,
Pembimbing
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
yang memungkinkan laporan kasus berjudul “ Glaukoma Skunder “ ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat
kuliah pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus ini, dan
- Rekan Co-asisten selama kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata RSI Sultan Agung
Semarang
Walau telah berusaha menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya, penulis
menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati untuk perbaikan di masa
Pasien datang ke poli mata RSI Sultan Agung Semarang pada tanggal 03 Juli 2020
rujukan dari RS di Pati dengan keluhan mata kanannya terasa nyeri cenut cenut sejak 3
bulan yang lalu. Pasien mengatakan awalnya mata kanan terasa gatal, perih, cenut –
cenut dan masih dapat melihat, kemudian sejak sebulan ini nyeri bertambah berat dan
sering, penglihatan menjadi tidak jelas dan terkadang tidak tampak. Gejala lain yang
dikeluhkan berupa penglihatan gelap yang dirasakan saat bangun tidur kemudian
membaik saat pagi dan siang hari, nyeri kepala, rasa silau saat melihat matahari. Pasien
menyangkal adanya mata merah, sering tersandung, dan melihat seperti terowongan
saat berjalan. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan RS di Pati dan mendapatkan obat
tetes mata.
1.5. RESUME
Subyektif : OD
Obyektif:
Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
1/300 VISUS 6/12
Injeksi konjungtiva (+)
KONJUNGTIVA Injeksi konjungtiva (-)
minimal
BULBI Injeksi perikorneal (-)
Injeksi perikorneal (+)
Keruh dan edema KORNEA Jernih
Dangkal BILIK MATA DEPAN Dalam
Sentral Sentral
Bulat Bulat
Diameter : 5 mm Diameter : 2 mm
Reflek pupil PUPIL
Reflek Pupil
Direct (-) Direct (+)
Indirect (-) Indirect (+)
Shadow test (+)
IRIS Shadow test (+)
Warna coklat kehitaman
Keruh tidak rata LENSA Keruh tidak rata
Tidak dilakukan FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
N+4 TIO DIGITAL N
R No Applanation 4x NCT 17 mmHg
1.6. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA
DX BANDING:
OD Glaucoma Sekunder
ODS Katarak Imature
Suspect OD Retinopati Hipertensi
DX KERJA
OD Glaucoma Sekunder
ODS Katarak Imature
1.7. USULAN PEMERIKSAAN
Funduskopi
Konsul dokter spesialis penyakit dalam
1.8. TERAPI
Medikamentosa
Oral :
Asetazolamide 250 mg 3 x 1 Tablet / hari
Topikal :
Timolol maleat 0,5% 5mg/ml 3 x 1 tetes / hari OD
Parenteral :
Tidak diberikan
Operatif
Rujuk ke dokter spesialis mata
1.9. EDUKASI
Menjelaskan tentang penyakit pasien bahwa penyakit pasien terjadi karena
peningkatan tekanan dalam bola mata dan telah terjadi kerusakan pada saraf mata
pasien sehingga terjadi gangguan penglihatan pada mata kanan pasien.
Peningkatan bola mata disebabkan karena komplikasi dari katarak yang terjadi
pada lensa mata pasien.
Menjelaskan pada pasien bahwa pengobatan pada mata kanan pasien tidak bisa
menyembuhkan mata pasien menjadi penglihatan normal. Karena sudah terjadi
kerusakan saraf.
Menjelaskan untuk tidak berada di kamar yang gelap dan membaca terlalu dekat
karena dapat menimbulkan nyeri kepala dan mata terasa cekot cekot.
1.9 PROGNOSA
OD OS
Quo Ad Vitam Ad Bonam
Quo Ad Functionam Dubia Ad Bonam Dubia Ad Bonam
Quo Ad Cosmetian Ad Bonam
Quo Ad Sanationam Dubia Ad Malam Dubia Ad Bonam
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi
atau lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari
oleh penderita. Gangguan saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa
penciutan lapang pandang.
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang
terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat
adanya variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum
air, pilokarpin, uji variasi diurnal, dan provokasi steroid.
Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat
disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah
diderita sebelumnya atau pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit
mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainnya, seperti:
a) Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma
fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis/sindrom
eksfoliasi)
b) Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
c) Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang
disertai prolaps iris)
d) Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan
bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post-operasi katarak)
e) Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu
yang lama.
2.2.3 PATOFISIOLOGI
Sejauh ini, 11 gen dan multiple lokus diketahui berkontribusi terhadap
perkembangan glaucoma yang juga dipengaruhi oleh usia dan lingkungan.
Glaukoma disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan
pengaliran(drainage) dari humuor aquos. Berikut adalah faktor resiko terjadinya
glaucoma;
1. Tekanan intarokuler yang tinggi: Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21
mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur : Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.
Terdapat 2% dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga: Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga
penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena
glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua
dan anak-anak.
4. Obat-obatan : Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata
yang mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya
glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain : Riwayat penyakit diabetes, hipertensi
2.2.4 DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma
umumnya berupa gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah. Kehilangan
penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.
Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya
skotoma-skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya).
Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada
kekeruhan media atau kelainan makula.
Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling
sering disebabkan oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.
Gangguan penglihatan yang lain adalah haloglaukomatosa yaitu penderita
melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu. Keadaan ini
umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus
lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada
waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat
(transient blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.
Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang
berbeda-beda. Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam
bola mata dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi
siliar yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual
muntah.
2) Pemeriksaan-Pemeriksaan pada mata
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
b. Tonometri
c. Funduskopi
d. Perimetri
e. Gonioskopi
Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata
depan, tempat dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal
Schlemm. Dengan gonioskopi dapat ditentukan apakah sudut bilik mata
depan tertutup atau terbuka.
f. Tonografi
Apraklonidin
Suatu agonis adrenergik α2 yang menurunkan pembentukan Aquoeus
humor tanpa efek pada aliran keluar.
Epinefrin
Dipivefrin
Inhibitor karbonat anhidrase
Asetazolamid → dosis 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500
mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini
timbul poliuria.
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,
granulositopeni, kelainan ginjal.
Diklorfenamid
Metazolamid
Untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang
sangat tinggi perlu segera dikontrol.
Epinefrin 0,25-2%
Diteteskan sekali atau 2x sehari, meningkatkan aliran keluar aquoeus
humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan Aquoeus
humor.
Dipifevrin
Suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraocular menjadi
bentuk aktifnya.
c. Penurunan Volume Korpus Vitreum
Obat-obat hiperosmotik
Gliserin (gliserol)
d. Miotik, Midriatik dan Sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombé karena sinekia
posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh penutupan lensa ke
anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam
usaha untuk menarik lensa ke belakang.
2.3 KATARAK
2.3.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI LENSA
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Lensa memiliki
ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan 3,5 mm – 5 mm. Berat lensa 135 mg
pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik
posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada
lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa
bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik
anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh
darah, dan jaringan ikat. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang
berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan
lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan
membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Kapsul lensa
yang bersifat elastic berfungsi untuk mengubah bentuk lensa pada proses
akomodasi.
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu,
sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar
sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi
terjadi akibat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m.
cilliaris berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa
menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat.
Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada
penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena
terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:
2.4 KATARAK
2.4.1 DEFINISI
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti
air terjun. Asal kata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan
melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan matanya akibat. Seorang
dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupi kabut. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)
lensa, denaturasi protein lensa, atau keduanya.
2.4.2 ETIOLOGI
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor (multifactorial) dan belum
sepenuhnya diketahui. Berbagai faktor tersebut antara lain:
1. Kelainan kongenital/herediter
2. Proses degenerasi sbg akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh
lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok , radiasi UV, dan
peningkatan kadar gula darah
3. Komplikasi penyakit di mata maupun penyakit sistemik
diabetes
kelainan metabolik lain (termasuk galaktosemia, penyakit fabry,
hipokalsemia)
obat2an sistemik (terutama steroid, klorpromazin)
infeksi (rubela kongenital)
distrofi miotonik
dermatitis atopik
sindrom sistemik (Down, Lowe)
kongenital , termasuk katarak turunan
radiasi sinar X
4. Efek samping obat
5. Radiasi: ultraviolet, infrared, X-ray, microwafe
6. Trauma penetrans dan perforans
c. Serat lensa
Lebih iregular
Pada korteks jelas kerusakan serat sel
Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus
Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
Ada beberapa stadium katarak senil:
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur dan morgani
C. Komplikata: oleh karena penyakit/kelainan di Mata atau tempat lain
Glaucoma
Iridocyclitis
DM, galaktosemia, hipoparatiroid, miotonia distrofi
Efek samping obat: steroid, amiodaron, miotika antikolinesterase,
klorpromazine, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol (MER-29)
D. Traumatika
Perbedaan stadium katarak senilis :
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Bertambah (air Berkurang (air+masa
Cairan lensa Normal Normal
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + glaukoma
2.4.4 PATOFISIOLOGI
Lensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu :
Nukleus à zone sentral
Korteks à perifer
Kapsul anterior dan posterior
Sebagian besar katarak terjadi karena suatu perubahan fisik dan perubahan
kimia pada protein lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh.
Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus multiple (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar lensa) menyebabkan hilangnya
transparansi lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif
sehingga nukleus menjadi kuning atau kecokelatan juga terjadi penurunan
konsentrasi glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium
serta peningkatan hidrasi lensa. Perubahan ini dapat terjadi karena meningkatnya
usia sehingga terjadi penurunan enzim yang menyebabkan proses degenerasi pada
lensa.
Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi
karena:
2.5 Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke
arah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat
(nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada
nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa
menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya
berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian
menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau
katarak nigra.
2.6 Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan
penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan
membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke
arah miopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah (Wijana, 1983).
Gejala Subyektif:
Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif.
Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya
kekeruhan, Bila :*Kekeruhan tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya.
dan *Kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa.
silau (glare) terutama saat melihat cahaya
Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh
karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan
menyebabkan silau.
Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopy, hal ini terjadi karena
proses pembentukan cataract sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi
power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka retina.
Gejala Obyektif:
Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.
Pada oblique illumination (mata disinar dari samping):
Pada fundus reflex dengan opthalmoscope:*kekeruhan tersebut tampak hitam
dengan background orange. dan *Pada stadium maturestent hanya didapatkan
warna putih atau tampak kehitaman tanpa background orange, hal ini
menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.
Camera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut camera
anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi
glaukoma.
2.4.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk katarak adalah pembedahan (operasi). Medikamentosa
diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit misalnya,
silau maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk mengurangi inflamasi dapat
diberikan steroid ringan. Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang,
suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya dengan dosis yang tepat dapat
membantu memperlambat progresifitas katarak.
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang
katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa dengan isi
kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nucleus)
melalui kapsul anterior yang dirobek dengan meninggalkan kapsul posterior.
a. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata
dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi
katarak sekunder.
b. Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada tindakan
ini tidak akan terjadi katarak sekunder
2.4.7 KOMPLIKASI
Katarak dapat menyebabkan uveitis dan glaukoma sekunder. Uveitis dapat terjadi
pada katarak stadium hipermatur akibat pencairan dan pengeluaran masa lensa ke
bilik mata depan (COA). Protein lensa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga timbul reaksi inflamasi di uvea (uveitis). Akibat lanjut dari uveitis ini dapat
terjadi trabekulitis, sinekia (anterior/posterior) dan glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder dapat terjadi pada katarak stadium immatur dan hipermatur. Pada
stadium immatur, hidrasi lensa menyebabkan lensa lebih mencembung dan akan
mendorong iris ke depan sehingga akan mempersempit sudut iridokorneal,
selanjutnya dapat menghambat outflow humor akuos. Pada stadium hipermatur, masa
lensa yang keluar dapat menyumbat jaringan trabekulum sehingga outflow humor
akuos juga terganggu