FAKULTAS KEDOKTERAN
MILIARIA
OLEH :
RUMAISHA ALKATIRI
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU
KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.
Mengetahui,
Pembimbing
HALAMAN JUDUL
I. DEFINISI………............................................................ 1
II. EPIDEMIOLOGI........................................................... 1
III. ETIOLOGI ..................................................................... 2
IV. PATOGENESIS.............................................................. 2
V. DIAGNOSIS .................................................................. 3
VI. DIAGNOSIS BANDING ............................................. 8
VII. PENATALAKSANAAN ............................................... 9
VIII. PROGNOSIS.................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 11
LAMPIRAN
MILIARIA
I. Definisi
II. Epidemiologi
Miliaria terjadi pada individu dari semua ras, meskipun beberapa studi
menunjukan bahwa orang Asia yang memproduksi keringat lebih sedikit
dibandingkan kulit putih kurang cenderung memiliki miliaria rubra. Predileksi
jenis kelamin umumnya sama. Miliaria rubra dan miliaria kristalina dapat terjadi
pada segala usia. Tetapi yang paling umum pada bayi. Data terbaik tentang
kejadian miliaria pada bayi baru lahir adalah dari survei jepang lebih dari 5000
bayi, survey ini mengungkapkan bahwa miliaria kristalina ditemukan pada 4,5%
dari neonatus dengan usia rata-rata 1 minggu. Miliaria rubra muncul 4% pada
neonatus, dengan usia rata-rata 11-14 hari. Sebuah studi survei 2006 dari Iran
menemukan angka kejadian miliaria dari 1,3 % pada bayi baru lahir. Dan sebuah
survei pasien anak di Norheastren India memperlihatkan kejadian miliaria 1,6%.
Miliaria profunda lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada bayi
dan anak-anak. Di seluruh dunia, miliaria paling banyak di lingkungan tropis,
utamanya orang-orang yang baru saja pindah dari lingkungan tropis yang
temperaturnya lebih panas. Miliaria telah menjadi masalah penting bagi personil
tentara Amerika dan Eropa yang bertugas di Asia Tenggara dan Pasifik.(5)
III. Etiologi
IV. Patogenesis
Jika kondisi lembab dan panas tetap bertahan, individu terus memproduksi
keringat secara berlebihan tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat kepermukaan
kulit karena adanya penyumbatan duktus. Hasil penyumbatan ini adalah terjadinya
kebocoran saluran kelenjar keringat yang menuju ke permukaan kulit, baik dalam
dermis maupun epidermis dengan anhidrosis relatif. Ketika titik kebocoran
terletak pada stratum corneum atau tepat dibawahnya, seperti miliaria kristalina,
peradangan kecil yang akan muncul, dan lesinya akan asimptomatik. Sebaliknya,
di miliaria rubra, yang kebocoran keringat ke dalam lapisan subcorneal
menghasilkan vesikel spongiotik dan infiltrat sel radang periductal kronis pada
lapisan papillare dermis dan epidermis bagian bawah. Pada miliaria profunda,
keluarnya keringat ke lapisan papillare dermis menghasikan infiltrat limfositik
periductal dan spongiosis saluran intra-epidermal.(5)
Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada
kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat.
Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan.(1) Miliaria juga dihubungkan
dengan pseudohypoaldosteronisme, meskipun agak jarang. Kadar garam yang
tinggi pada keringat dapat memicu kerusakan saluran ekrin, yang akan
menyebabkan lesi yang mirip dengan lesi pada miliaria rubra. (6) Bakteri yang
mendiami permukaan kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus, diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis
miliaria. Dalam miliaria tahap akhir, terdapat hiperkeratosis dan parakeratosis dari
acrosyringium. Sumbat hiperkeratotik mungkin muncul dan menghalangi saluran
ekrin, tapi hal ini sekarang diyakini sebagai tahap akhir dan bukan penyebab atau
pencetus dari oklusi.(5)
1. Miliaria Kristalina
Disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di lapisan paling atas epidermis
yaitu di stratum korneum khususnya antara dua lapisan sel tanduk.
2. Miliaria Rubra
Disebabkan oleh penyumbatan saluran keringat pada epidermis yang dalam
(acrosyringium) yaitu pada stratum spinosum sehingga keringat keluar dan
masuk ke dalam epidermis bagian bawah.
3. Miliaria Profunda
Disebabkan oleh penyumbatan pada bagian distal duktus atau pada dermal-
epidermal junction (papilla dermis).
4. Miliaria Pustulosa
Merupakan varian dari miliaria rubra yang mengalami respon inflamasi atau
terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi serangan berulang-ulang miliaria
rubra.
V. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya
disertai rasa gatal, terutama ada bagian tubuh yang tertutup pakaian.
Penyakit ini diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Miliaria kristalina
Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan kulit
menyebabkan adanya akumulasi dari keringat dibawah permukaan
stratum corneum.(7) Vesikel bersifat jernih, berdinding tipis, dengan
ukuran 1-2 mm, dan tanpa adanya area inflamasi, umumnya
asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan ruptur, dan diikuti dengan
deskuamasi superficial.(6) Vesikel berisi keringat ini terletak dekat
dengan permukaan kulit dan tampak seperti tetesan embun yang jernih.
Tidak tampak eritem atau hanya sedikit, dan lesinya bersifat
asimptomatik. Vesikel dapat muncul sedikit atau berkelompok dan
paling sering menyerang balita, orang dengan tirah baring, atau orang
yang sedang kepanasan.(7)
b. Miliaria rubra
Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar
keringat yang menuju di epidermis dan dermis bagian atas,
menyebabkan munculnya papul inflamasi yang gatal disekitar pori-
pori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan orang dewasa setelah
episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang panas dan
lembab. Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien berada
pada lingkungan yang lebih dingin. Beberapa kasus dari miliari rubra
akan membentuk pus, yang akan menjadi miliari pustulosa.(3) lesi
miliaria rubra ini muncul sebagai lesi yang khas, sangat gatal,
berbentul papulovesikel eritematous yang disertai dengan rasa seperti
tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.(2)
c. Miliaria profunda
Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria
rubra, dan tidak lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis.
Lesinya pada umumnya mudah terlewatkan dalam pemeriksaan. Kulit
yang terkena pada umumnya muncul dengan papul pucat dan solid
dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada batang tubuh, dan kadang-
kadang pada anggota gerak. Tidak ada rasa gatal ataupun rasa tidak
nyaman pada lesi kulit.(6) Miliaria profunda terjadi ketika keringat
merembes ke lapisan dermis yang lebih dalam. Selama paparan panas
yang intens atau setelah injeksi lokal agen kolinergik, kulit yang
terkena dapat tertutupi dengan papul yang berwarna daging yang
multipel. Adanya oklusi saluran ini dalam tingkatan yang bervariasi
merupakan penyebab miliaria.(3)
Gambar 3 : Miliaria profunda (dikutip dari kepustakaan 7)
d. Miliaria pustulosa
Miliaria pustulosa didahului oleh dermatitis lain yang telah
menyebabkan jejas, destruksi, atau bloking pada saluran keringat.
pustul gatal ini paling sering terletak pada area intertriginosa,
permukaan flexor ekstremitas, scrotum, dan punggung pasien dengan
tirah baring. Dermatits kontak, lichen simplex kronis, dan intertrigo
sering dihubungkan dengan miliaria pustulosa, meskipun miliaria
terjadi beberapa minggu setelah adanya penyakit-penyakit ini. Episode
yang rekuren mungkin sebagai tanda adanya
pseudohipoaldosteronisme tipe I.(2)
3. Gambaran histopatologi
Pada miliaria kristalina vesikel intrakorneal atau subkorneal tanpa sel-sel
inflamasi disekitarnya, obstruksi saluran ekrin dapat diamati dalam stratum
korneum. Pada miliaria rubra, spongiosis dan vesikel spongiotik yang
diamati dalam stratum malphigi, berkaitan dengan saluran keringat ekrin,
tampak peradangan periduktal. Pada lesi awal miliaria profunda, infiltrat
periductal limfositik ini terdapat dalam papillare dermis dan epidermis
bagian bawah. Eosinofilik resisten diastase Periodic Acid Schiff (PAS)
positif dapat dilihat dalam lumen duktus. Pada lesi tingkat lanjut, sel-sel
inflamasi mungkin ada pada dermis bagian bawah, dan limfosit memasuki
saluran ekrin. Spongiosis dari epidermis sekitarnya dan hiperkeratosis
parakeratotic dari acrosyringium yang dapat diamati.(5)
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada miliaria kristalina pemeriksaan sitologi dari isi vesikuler gagal untuk
menemukan sel-sel inflamasi atau sel raksasa berinti (seperti yang
diharapkan pada herpes vesikel). Pada miliaria pustulosa pemeriksaan
sitologi isi pus menunjukan sel-sel inflamasi. Tidak seperti eritema
toxicum neonatorum, eosinofil tidak menonjol. Pewarnaan Gram dapat
mengungkapkan adanya coccus Gram positif (misalnya staphylococcus).(5)
2. Kandidasis
Kandidosis adalah infeksi pada kulit atau mukosa yang disebabkan oleh
jamur genus Candida. Tes KOH (+). Lesi satelit (+).(3)
Gambar 7 : Kandidiasis intertriginosa dengan lesi satelit tipikal (dikutip dari
kepustakaan 3)
VII. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Penderita sebaiknya menghindari aktivitas/keadaan yang memicu
berkeringat, karena hal ini dapat mengeksaserbasi gejala dan mereaktivasi
erupsi. Suhu yang tinggi, khususnya dengan kadar kelembaban tinggi atau
ketika memakai pakaian ketat aakan memperburuk penyumbatan kelenjar
keringat. Pakaian yang dikenakan sebaiknya berbahan ringan, longgar, dan
menyerap keringat untuk menjaga tingkat kelembaban kulit.(8)
2. Terapi Topikal
Penanganan yang dapat dipertimbangkan untuk mempercepat resolusi
miliaria adalah dengan lubrikasi epidermal. Penggunaan lubrikan OCT
yang mengandung urea dan α-hydroxy acid. Penggunaan topikal Lanolin
Anhidrose juga dilaporkan bermanfaat.(8) Lanolin Anhidrose meringankan
penyumbatan pori-pori dan dapat membantu sekresi keringat yang normal.
Oinment hidrofilik juga membantu dalam mengurangi sumbatan
keratinosa dan membantu memperlancar aliran sekresi keringat. (2)
Beberapa data mengungkapkan penggunaan sabun antibakteri juga dapat
menguntungkan, dan pada kasus-kasus refrakter, penggunaan intermitten
sabun atau losion Benzoil Peroxida juga dapat membantu. (8) Losion
Kalamine juga mungkin bermanfaat untuk mengurangi rasa tidak nyaman,
tetapi karena efek mengeringkannya, emolien lunak seperti krim minyak
dapat mencegah timbulnya kerusakan epidermis yang lebih lanjut.(6)
3. Terapi Sistemik
Antibiotik sistemik sebaiknya digunakan ketika ada bukti yang jelas
adanya infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik harus berdasarkan kultur
dan sensitivitasnya. Obat ini tidak berefek pada proses primer dan tidak
dibutuhkan untuk penanganan pada kasus miliaria saja. Terapi awal
sebaiknya yang berkenaan dengan spektrum sensitivitas S. epidermidis dan
antibiotik yang dipilih harus dapat mencapai kelenjar keringan dan
permukaan kulit.(8) Jika tidak ada sepsis sekunder yang luas, efek dari
antibiotik topikal atau sistemik ataupun obat-obatan antibakterial lainnya
dalam penanganan miliaria mengecewakan, namun terdapat beberapa
aturan dalam penggunaan profilaksis. Asam Askorbat oral 500 mg dua kali
sehari dapat menurunkan derajat keparahan miliaria dan derajat anhidrosis
pada penyakit yang akan muncul kemudian. Isotretinoin juga dilaporkan
dapat membantu pada kasus miliari profunda yang sulit.(6)
VIII. Prognosis