Anda di halaman 1dari 13

Bagian Ilmu Orthopedi

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia

TELAAH JURNAL

Acute Compartment Syndrome (ACS)


of Extremities

Rumaisha Alkatiri
111 2018 2127

Pengampuh :

dr. A. Dhedie Prasatia Sam, Sp.OT, M.Kes


ABSTRA
K
▪ Sindrom kompartemen akut tetap menjadi masalah klinis dengan berbagai implikasi terkait kesehatan
pada pasien. Ini juga menyebabkan sulitnya kehidupan sosial serta biaya perawatan.

▪ Penelitian ekstensif selama bertahun-tahun telah memperjelas patofisiologinya, namun keterlambatan


dalam diagnosis masih terjadi dan mengarah pada konsekuensi yang fatal.

▪ Fasiotomi yang cepat dan memadai tetap menjadi dasar pengobatan.

▪ Sementara metode diagnostik terus berkembang, tanda klinis masih menjadi alat diagnostik yang paling
umum digunakan untuk kondisi ini.

▪ Untuk meminimalkan morbiditas dan mengoptimalkan pengobatan, dokter memerlukan pemahaman yang
jelas tentang patofisiologi, cara diagnosis dan pengobatan sindrom kompartemen.

2
PEMBAHASAN
Acute Compartment Syndrome of Extremities

3
DEFENISI Sindrom kompartemen adalah salah satu kegawat-daruratan ortopedi.

▪ Sindrom kompartemen ditandai dengan peningkatan tekanan dalam suatu kompartemen fibro-
osseus , seperti lengan bawah atau tungkai, yang mengakibatkan penurunan drainase dari limfe
dan vena, berkurang atau hilangnya aliran darah arteri, dan selanjutnya menyebabkan
berkurangnya tekanan perfusi jaringan , yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia
neuromuskular dan diikuti dengan kematian jaringan (nekrosis).

▪ 2 mekanisme sindrom kompartemen :


□ Peningkatan isi kompartemen (fraktur, soft tissue injury, crush syndrome, revaskularisasi, infus
cairan, osteotomi, acute hematogenous osteomyelitis, gigitan ular, dan leukimia).
□ Penurunan volume fascia kompartemen (casts/gips, tight circumferencial dressings, luka
bakar).
4
INSIDENS
I

▪ Menurut The Royal Infirmiry of Edinburgh insiden kejadian sindrom kompartemen akut (ACS)
adalah 3,1 per 100.000 orang (7,3 per 100.000 laki-laki dan 0,7 per 100.000 perempuan).

▪ Fraktur tibia menyumbang 36% kasus dengan soft tissue injury menjadi penyebab kedua.

▪ Faktor resiko penyebab sindrom kompartemen akut yang dapat dipertimbangkan ialah :
□ Jenis kelamin (pria > wanita)
□ Usia muda
□ Fraktur tibia
□ Fraktur lengan atas high energy
□ Fraktur diafisis femoralis high energy
□ antikoagulasi
5
PATOFISIOL Tekanan intrakompartemen normal (ICP) adalah 8-10 mmHg pada dewasa dan
OGI 10-15 mmHg pada anak-anak.

↑ Isi kompartemen ↑ Tekanan Obstruksi vena (↑


↑ Tekanan jaringan
↓ Volume kompartemen intrakompartemen venous pressure)

EDEMA ↑ Resistensi ↑ Spasme pembuluh ↑ Tekanan arteriolar


pembuluh darah darah intramuscular

Perfusi jaringan →
HIPOKSIA

Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin, serotonin) yang akan meningkatkan permeabilitas
kapiler yang meningkatkan eksudasi cairan dan mengakibatkan peningkatkan tekanan dan cedera yang lebih hebat.
Akibatnya konduksi saraf akan melemah, pH jaringan akan menurun akibat dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan
jaringan sekitar yang hebat. Bila berlanjut, otot-otot akan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin.
6
PATOFISIOL
OGI

▪ Waktu dari kejadian awal hingga terjadinya


sindrom kompartemen ekstremitas akut
dapat bervariasi dari menit ke jam.

▪ Jaringan saraf tepi terpengaruh lebih awal


pada ACS.

▪ Jumlah nekrosis otot dipengaruhi oleh


aliran darah sisa yang tersedia, suhu, dan
jenis serat otot, serta durasi iskemik.
METODE
DIAGNOSIS
▪ Pilihan diagnostic termasuk pengembangan tanda klinis spesifik, pengukuran ICP / tekanan
intrakompartemen, spektroskopi inframerah, pemantauan PH, ultrasound dan MRI.

▪ Cari gejala klinis klasik yang dikenal dengan 5P : Pain, Pallor, Pulselesness, Paraesthesia,
Paralysis/paresis. Pada anak-anak, temukan gejala klinis 3A : increased need for Analgesia, Anxiety,
Agitation.

▪ Kombinasi dari 4P telah dikaitkan dengan spesifitas dan nilai prediksi negatif lebih dari 97% tetapi
sensitivitas rendah dan rendah nilai prediksi positif. Ini berarti bahwa “tidak adanya gejala” lebih berguna
untuk menyingkirkan diagnosis ACS, daripada kehadiran gejala untuk mendiagnosis ACS.

▪ Hal ini menunjukkan bahwa bahkan jika hanya ditinjau dari tampilan klinis, diagnosis ACS sangat sulit
ditemukan atau mungkin berakhir dengan diagnosis yang tertunda. Kebutuhan tambahan diagnostik telah
terlihat jelas selama beberapa waktu.
METODE
DIAGNOSIS

▪ MRI dapat mendeteksi pembengkakan intrakompartemen tetapi tidak spesifik karena dapat muncul pada

cedera apa saja. Skintigrafi dan USG juga gagal membuktikan sebagai alat diagnostic untuk ACS .

▪ Pengukuran tekanan intrakompartemen merupakan gold standard untuk menegakkan diagnose

sindroma kompartemen. Ada beberapa teknik untuk pengukuran ICP seperti slit catheter, the side portal

needle (Stryker needle), dan jarum ukuran 18 dengan pengaturan yang mirip dengan jalur arteri.

▪ Jika dibandingkan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tekanan kompartemen yang diukur dengan

slit catheter dan jarum portal samping/stryker needle. Namun, ada peningkatan rata-rata 20 mmHg dalam

tekanan kompartemen yang diukur saat menggunakan jarum ukuran 18.


METODE
DIAGNOSIS
▪ Pengukuran harus dilakukan di semua kompartemen yang terkena dan pada berbagai serial waktu dan
penting untuk mengukur tekanan puncak dari ekstremitas yang biasanya terjadi 5 cm di distal dan
proksimal dari lokasi fraktur (dua pengukuran).

▪ Berbagai penulis menyebutkan nilai yang berbeda dari tekanan kompartemen yang dianggap sebagai
ambang untuk fasciotomy dekompresi.

▪ Beberapa penulis menggunakan nilai absolut indikator 30 mmHg dan durasi tekanan yang meningkat tidak
diketahui atau dianggap lebih daru 8 jam, atau > 40 mmHg.

▪ Menggunakan ambang tekanan ΔP kurang dari 30 mmHg selama lebih dari 2 jam sebagai satu-satunya
kriteria diagnostik yang memberikan sensitivitas 94%, spesifisitas 98,4%, nilai prediksi positif 92,8% dan
nilai prediksi negatif 98,7%.
METODE
DIAGNOSIS
▪ Teknik baru yang disebut Near-infrared spectroscopy (NIRS) adalah teknik non-invasive dan kontinu. Ini
didasarkan pada penyerapan cahaya dalam spektrum inframerah. Penilaian oksigenasi jaringan dilakukan
dengan membandingkan konsentrasi oksihemoglobin dan deoksihemoglobin dalam darah vena dalam
kedalaman sekitar 3 cm di jaringan lunak.

▪ Pemantauan pH intrakompartemen telah diteliti sebagai biomarker potensial untuk mendiagnosis ACS.
Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan tekanan intrakompartemen menyebabkan
peningkatan pembengkakan dan kebocoran kapiler, iskemia, berkurangnya ketersediaan O2 dan nutrisi,
aktivitas anaerobik, fungsi sel yang buruk, gangguan keseimbangan asam basa dan dengan demikian keadaan
lebih asidosis. Telah dibuktikan bahwa PH intra-kompartemen <6,4 berkorelasi dengan diagnosis sindrom
kompartemen.

▪ Oleh karena itu, diperlukan lebih banyak penelitian tentang opsi diagnostik ini untuk memungkinkan
metodologi ini diadaptasi dalam pengaturan klinis.
PENATALAKSANA
AN

▪ Segera setelah ACS terdiagnosis, maka emergent fascitomy dan dekompresi diindikasikan untuk
dilakukan.

▪ Tujuannya adalah mengurangi tekanan yang meningkat untuk mengembalikan perfusi aliran darah local
yang normal agar mengurangi deficit fungsi neurologis dan untuk menghilangkan jaringan nekrotik.

▪ Pengobatan yang optimal adalah fasiotomi dalam waktu kurang dari 2 jam sejak penegakan diagnosis
dengan perencanaan sayatan dilakukan sebelum fasiotomi.

▪ Sebelum tindakan, kaki dieleveasi setinggi jantung untuk meningkatkan aliran balik vena dan
mengurangi pembengkakan. Semua balutan harus dilonggarkan atau dilepas jika memungkinkan.
Penyakit koagulopati atau sistematik lainnya harus ditangani dengan volume penuh dan resusitasi.
PENATALAKSANA
AN

▪ Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda .Insisi ganda pada
tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.

Anda mungkin juga menyukai