Disusun oleh:
2017
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENCEGAHAN
DBD TERKAIT PROGRAM 1 RUMAH 1 JUMANTIK DI RW 10 BENDA
TIMUR WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENDA BARU MEI 2017
Dosen Pembimbing 1 : dr. Farsida, MPH
Disusun oleh:
2017
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENCEGAHAN
DBD TERKAIT PROGRAM 1 RUMAH 1 JUMANTIK DI RW 10 BENDA
TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN 2017
Yessi Oktavianti, Dian Vitasari, Bellina Sarsa Pamela, Widya Hidawati, Hansa Eka Pertiwi,
Fania Liahsani, Rakka Fawwaz Ilhami, Fidya Rizka Amalia*
ABSTRAK
Latar Belakang:Penyakit DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Indonesia. Demam berdarah Dengue (DBD) juga merupakan suatu penyakit yang menjadi salah
satu prioritas nasional pengendalian penyakit menular di Indonesia , karena penyebaran DBD yang
cepat, dan penyebarannya saat ini terus bertambah luas sehingga dapat menjadiakan Kejadian Luar
Biasa (KLB). Sehingga dalam melaksanakan program Indonesia Sehat 2016, Kementerian Kesehatan
menyusun strategi penguatan pelayanan kesehatan melalui pendekatan keluarga dengan mengutamakan
upaya promotif dan preventif, termasuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit Arbovirus,
khususnya DBD. Oleh karena itu peran keluarga perlu terus ditingkatkan untuk melakukan pemantauan,
pemeriksaan dan pemberantasan jentik. Konsep inilah yang disebut dengan “Jumantik Rumah Tangga atau
Satu Rumah Satu Jumantik” yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.Sehingga
program pemerintah inilah yang dijadikan alasan untuk dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan
dan sikap terhadap pencegahan DBD terkait program 1 rumah 1 jumantik, di RW 10 yang terdiri dari 10
RT di kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap pencegahan
DBD terkait program 1 rumah 1 jumantik.
Hasil.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden adalah baik
(80.2%), sedangkan tingkat pengetahuan kurang (19,8%). Untuk penilaian sikap sebagian besar adalah baik
(69.8%) terhadap program 1 rumah 1 jumantik. Sikap dalam kategori kurang (30.2%). Hasil uji korelasi
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga terhadap program 1
rumah 1 jumantik (P=0.087, P>0.05) dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap pencegahan DBD
terhadap program 1 rumah 1jumantik (P=0.001, P<0.05).
Kesimpulan.
Perlunya peningkatan penyebaran KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) sosialisasi program 1 rumah
1 jumantik secara merata pada seluruh warga untuk menjalankan tindak pencegahan DBD secara
menyuluruh agar program ini terus berjalan dilakukan oleh warga pada saat tidak hanya dilakukan penilaian
saja dan berlaku untuk semua anggota keluarga untuk menanamkan sikap dan pengetahuan yang baik
terhadap penyakit DBD ini.
Kata Kunci: Pencegahan DBD, Pengetahuan, Sikap dan Program 1 Rumah 1 Jumantik, Demam Berdarah
Dengue.
Correlation between Knowledge and Attitude with the Prevention of
DHF Related to 1 House 1 Jumantik Program at RW 10 Benda Timur
Tangerang Selatan 2017
* Student of Medical Education Program, Faculty of Medicine and Health, University of Muhammadiyah Jakarta
Abstract
Background. DHF is still one of the major public health problems in Indonesia. Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) is also a disease that is one of the national priorities of infectious disease control in Indonesia,
due to the rapid spread of dengue fever, and its current spread continues to expand to allow for
Extraordinary Occurrence. So in the implementation of Healthy Indonesia 2016 program, the Ministry of
Health develops strategies to strengthen health services through family approaches by prioritizing
promotive and preventive efforts, including prevention and control of arbovirus diseases, especially dengue.
Therefore, the role of family should be continuously improved for monitoring, examination and eradication
of larvaes. This concept is called "Jumantik Rumah Tangga or Satu Rumah Satu Jumantik" conducted by
South Tangerang City Health Office. So this government program is used as a reason to do research on the
correlation between knowledge and attitudes with the prevention of DHF related to 1 house 1 jumantik
program, in RW 10 consisting of 10 RT in Benda Baru Subdistrict Pamulang Tangerang Selatan City.
Aim. The purpose of this study was to determine the correlation between knowledge and attitudes with the
prevention of DHF related to 1 house 1 jumantik program.
Methods. This study design was cross sectional. Sample taken in this study was 96 respondents using
lemeshow formulation in April-Mei 2017 with questionnaires as a primary data. Data were analyzed by
Chi-Square Test.
Results: The result of this study found that most of respondent's level of knowledge is good (80.2%), while
level of knowledge is less (19,8%). For attitude assessment mostly good (69.8%) against 1 house 1
jumantik program. Attitudes in the less category (30.2%). The correlation test showed no significant
correlation between family knowledge to 1 home 1 jumantik program (P = 0.087, P> 0.05) and there was a
significant correlation between attitude of prevention of DBD to 1 house 1 jumantik program (P = 0.001, P
<0.05) .
Conclusion: The necessity to increase the spread of IEC (Communication, Information and Education)
socialization of 1 house 1 jumantik program to all citizens to run the action of dengue fever prevention in
order that this program will continue to run by citizens not only at the time to do the assessment and applies
to all family members to instill a good attitude and knowledge of this dengue disease.
Keywords: DHF prevention, Knowledge, Attitude and 1 House 1 Jumantik Program, Dengue Hemorrhagic
Fever.
LEMBAR PERSETUJUAN
Disetujui untuk diajukan pada Sidang Penelitian Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pada hari :
Tanggal :
Menyetujui,
Mengetahui
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah
SWT karena berkat rahmat, nikmat, dan karunia serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan, Sikap Terhadap Pencegahan DBD Terkait
Program 1 Rumah 1 Jumantik di RW 10 Benda Baru Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Tahun
2017” yang penulis ajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan stase IKAKOM I (Ilmu
Kedokteran Komunitas I). Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang
yang penuh ilmu pengetahuan sampai hari ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak motivasi dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
2. ,Ibu Listya Windyarty, S.Sos, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Benda Baru yang
telah memberikan izin untuk dapat melakukan penelitian.
3. dr. Slamet Sudi Santoso, M.Pd Ked, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
4. dr. Risky Akaputra, Sp.P, selaku dokter penanggung jawab Dokter Muda Fakultas Kedokteran
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah jakarta yang selalu mengingatkan kami agar menjadi
lebih baik dan dapat menyelesikan tugas-tugas dengan tepat waktu.
5. drg. Endang Kurniawan, MM, selaku Kepala Puskesmas Benda Baru yang telah baik dan sabar
membimbing kami selama coass stase IKAKOM I dan telah mengizinkan kami untuk melakukan
penelitian ini di puskesmas wilayah kerja beliau.
6. dr. Prima Sesari Saraswati (selaku pembimbing utama) dari Puskesmas Benda Baru dan dr.
Farsida , MPH (selaku pembimbing pendamping) dosen pembimbing kepaniteraan Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang telah menyetujui judul penelitian kami dan yang selalu sabar, tulus,
dan sepenuh hati memberikan bimbingan, dukungan, ide, dan bantuan kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.
7. Kang Irvan Firdaus, AMKL (selaku kesehatan lingkungan di Puskesmas Benda Baru) dan Kang
Affandi Amd.Kep (selaku pemegang program DBD di wilayah kerja Puskesmas Benda Baru)
3
yang telah baik memberikan data kejadian DBD tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Benda
Baru sehingga peneliti memilki gambaran untuk melakukan penelitian ini.
8. Bapak RW 10 Benda Baru Timur yang telah mengizinkan kami melakukan penelitian di RW 10
Benda Baru Timur dan Warga RW 10 Benda Baru Timur yang telah bersedia menjadi responden
untuk penelitian.
9. Seluruh Staff Puskesmas Benda Baru dan teman-teman Dokter Muda yang selalu memberikan
semangat dan motivasi dalam mengerjakan penelitian ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami selaku penulis selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dan bermanfaat. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna bagi setiap
pembacanya.
Penulis
4
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................................xii
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
2.1 PENGETAHUAN..................................................................................................7
2.2 SIKAP....................................................................................................................11
5
2.3.1 Definisi DBD..........................................................................................12
2.3.2 Etiologi....................................................................................................13
2.3.3 Epidemiologi..........................................................................................13
2.3.4 Patologi...................................................................................................16
2.3.8 Diagnosis................................................................................................23
2.3.12 Penatalaksanaan..................................................................................28
2.3.13 Prognosis..............................................................................................33
2.3.14 Pencegahan..........................................................................................33
2.4 JUMANTIK..........................................................................................................37
2.4.2 Struktur..................................................................................................38
6
3.3 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL.........................44
3.2.1 Variabel..................................................................................................44
3.4.1 Populasi..................................................................................................47
3.4.2 Sampel....................................................................................................47
BAB V. PEMBAHASAN.......................................................................................................58
6.1 KESIMPULAN.....................................................................................................61
6.2 SARAN..................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................63
LAMPIRAN 1.........................................................................................................................66
LAMPIRAN 2.........................................................................................................................68
LAMPIRAN 3.........................................................................................................................70
7
LAMPIRAN 4.........................................................................................................................71
LAMPIRAN 5.........................................................................................................................72
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ....................................................................................................... 42
Bagan 2.2 Kerangka Konsep ................................................................................................... 43
8
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional...........................................................................46
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kota
Tangerang Selatan pada Tahun 2017.......................................................................................53
Tabel 4.2 Gambaran Hasil Program Sosialisasi Jumantik dengan Pengetahuan dan Sikap
Responden pada Warga RW 10 Benda Baru Timur terhadap Penyakit
DBD.........................................................................................................................................54
Tabel 4.3 Hubungan antara Pengetahuan DBD dengan Hasil Program Jumantik di RW 10 Benda
Baru Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang
Selatan Tahun 2017................................................................................................55
Tabel 4.4 Hubungan Sikap Pencegahan DBD dengan Hasil Program Jumantik pada RW 10 Benda
Baru Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang
Selatan pada Tahun 2017.......................................................................................56
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1Angka Kesakitan DBD per 100.000 Penduduk Tahun 2008................................14
Gambar 2.2 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit DBD di Indonesia Tahun 2009-2015.
..................................................................................................................................................15
Gambar 2. 3Angka Bebas Jentik di Indonesia Tahun 2010-2015............................................15
Gambar 2.4 Hipotensi Infeksi Sekunder .................................................................................17
Gambar 2.7 Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat....................29
10
DAFTAR SINGKATAN
3M : Menguras, Menutup, Mengubur
DD : Demam Dengue
Ig- : Imunoglobulin
IR : Incidence Rate
KK : Kartu Keluarga
PT : Perguruan Tinggi
RT : Rukun Tetangga
11
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
TB : Tuberculosis
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas ......................................................................................................... 66
13
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi salah satu prioritas nasional
pengendalian penyakit menular di Indonesia. Upaya pengendalian DBD masih perlu ditingkatkan,
mengingat daerah penyebarannya saat ini terus bertambah luas dan Kejadian Luar Biasa (KLB)
masih sering terjadi.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam
mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan manifestasi perdarahan seperti uji
tourniquet (rumple lead) positif, bintik-bintik merah di kulit (petekie), mimisan, gusi berdarah dan
lain sebagainya.
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang ditandai dengan empat gejala klinis
utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma syok dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian.23
Sampai saat penyakit Arbovirus, khususnya DBD ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara
lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya
usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya pengobatan yang cukup
mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang
dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan di rumah sakit.
Faktor-faktor yang berperan terhadap peningkatan kasus DBD antara lain kepadatan vektor,
kepadatan penduduk yang terus meningkat sejalan dengan pembangunan kawasan pemukiman,
urbanisasi yang tidak terkendali, meningkatnya sarana transportasi (darat, laut dan udara), perilaku
masyarakat yang kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan, serta perubahan iklim (climate
change).
Pengendalian penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) telah diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
14
Berdarah dan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 92 tahun 1994 tentang perubahan atas lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/ MENKES/SK/1992, dimana menitikberatkan pada
upaya pencegahan dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selain penatalaksanaan
penderita DBD dengan memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan dan sumber daya, memperkuat
surveilans epidemiologi dan optimalisasi kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB)
DBD. Manajemen pengendalian vektor secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.20
Sebelum tahun 1970 hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemic pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
memiliki angka tertinggi kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun 2013
dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD
berat. 31
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah. Di Indonesia,
demam berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58
15
orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal dunia, dengan Angka Kematian (AK)
mencapai 41,3%. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas keseluruh Indonesia.32
Pada tahun 2015 tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia,
dan 1.229 orang di anataranya meninggal dunia. Jumlah tersebut tertinggi dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia
pada tahun 2014. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk
menjaga kebersihan lingkungan.33
Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Banten, setidaknya di tahun 2014 tercatat sebanyak 2.660
kasus DBD. Dimana, Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak dengan
jumlah 570 kasus, disusul Kota Tangerang 472 kasus, Kota Cilegon 428 kasus. Sedangkan untuk
Kabupaten Tangerang 315 kasus, Kabupaten Lebak 289 kasus, Kabupaten Serang 284 kasus, Kota
Serang 188 kasus, dan Kabupaten Pandeglang 114 kasus. Berdasarkan data dari Dinkes Kota
Tangerang Selatan pada bulan Januari 2015 tercatat 83 kasus DBD. Dari tujuh kecamatan yang ada,
jumlah penderita DBD yang paling tinggi yaitu kelurahan Rawa Buntu Kecamatan Serpong dengan
12 kasus. Untuk wilayah kerja Puskesmas Benda Baru yang menaungi 3 kecamatan yaitu
Kecamatan Benda Baru, Bambu Apus, dan Kedaung. Pada wilayah kerja Puskesmas Benda Baru
memiliki jumlah kasus DBD 184 orang dengan frekuensi penyakit 151,2 per 100.000 penduduk,
dan yang paling banyak terdapat di kecamatan Benda Baru dengan kasus DBD 89 orang. Sedangkan
angka kesakitan DBD di Kota Tangsel dari tahun 2009 sampai tahun 2015 mengalami penurunan
yang sangat signifikan yaitu dari 95% sampai 47%. Dari data Dinas Kesehatan setempat, pada tahun
2015 lalu tercatat 712 kasus yang disebabkan gigitan nyamuk aedes aegepty tersebut. Sedangkan
pada 2016 terdata 655 kasus dengan empat pasien di antaranya meninggal dunia. 20
Dari tingginya angka kejadian DBD di Kota Tangerang Selatan oleh karena itu program
jumantik diusulkan untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian DBD. Dalam program
jumantik Puskesmas Benda Baru menaungi 3 kecamatan yaitu Benda Baru, Bambu Apus, dan
Kedaung. Dan kecamatan Benda Baru merupakan kecamatan yang pertama dinyatakan bebas jentik
pada program jumantik di Kota Tangerang Selatan, sedangkan kelurahan Benda Baru Timur pada
Rw 10 merupakan Rw yang terakhir yang dinyatakan bebas jentik.
Dari alasan tersebut sehingga peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang “Hubungan
Pengetahuan dan Sikap terhadap Pencegahan DBD terkait Program 1 Rumah 1 Jumantik di Rw 10
Benda Baru Timur Tahun 2017”
16
1.2 TUJUAN
b. Sebagai bahan masukan dalam upaya untuk mengevaluasi sistem akademik dan
pembelajaran.
3. Bagi Masyarakat
17
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi masyarakat dalam
meningkatkan perilaku sehat terhadap penanggulangan penyakit Demam Berdarah
Dengue.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia terhadap sesuatu, atau segala
perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud
barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh
manusia berbentuk ideal atau yang bersangkutan dengan masalah kejiwaann.
Pengetahuan adalah gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
19
2.1.3 Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sbelumnya.
Pengetahuan tingkat ini adalah menginat kembali terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang,
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenernya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai
aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan
seperti sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan sebagainya.
e. Sintesa (syntesis)
Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggambungkan bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang, baru dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk meyusun formasi baru dari informasi-informasi yang ada
misalnya dapat menyusun, dapat menggunkan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
20
f. Evauasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. 18
21
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaanya. Hal
ini akan sebagaian dari pengalaman dan kematangan jiwa. Usia mempengaruhi
terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang. Semakin bertambah usia akan
semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan
yang diperolehnya semakin membaik. 20
2. Faktor eksternal
a. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
b. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhidari
sikap dalam menerima informasi. 20
2.2 SIKAP
Sikap secara sederhana didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita
suka atau tidak suka terhadap beberapa hal.19
Sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap terbentuk dari keadaan kesiapan mental yang menjadi predisposisi
untuk berespon secara konsisten terhadap objek-objek sosial dalam suatu interaksi yang akan
membentuk suatu perilaku.
a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang
di berikan (obyek).
b) Merespon (responding)
22
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap. Usaha merespon tersebut, baik
positif maupun negatif, memberi arti bahwa orang tersebut menerima ide atau
stimulus yang diberikan.
c) Menghargai (valving)
Sikap dapat ditunjukan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Merupakan tingkatan paling tinggi. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko.
2.2.3 Fungsi Sikap
Sikap mempunyai 4 fungsi, yaitu :24
1) Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini diakitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan
menggambarkan keadaan keinginan. Sebagaimana kita maklumi bahwa untuk
mencapai suatu tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek
sikap dapat membantu individu mencapai individu akan bersikap positif terhadap
objek tersebut atau sebaliknya.
2) Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau
ancaman dirinya.
3) Fungsi Pernyataan Nilai
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu sistem nilai apa
yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil dari individu yang
bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4) Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia yang membawa
keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu ingin
mengerti dan ingin banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan.
23
2.3 DEMAM BERDARAH DENGUE
2.3.1 Definisi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditandai dengan demam mendadak
dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, nyeri otot dan/atau nyeri sendi,
gelisah, nyeri ulu hati, leukopenia, ruam, limfadenopati dan disertai tanda perdarahan dikulit
berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena,
hepatomegali, trombositopenia, dan kesadaran menurun atau renjatan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus.
2.3.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis,
dan West Nile virus.
2.3.3 Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara.
24
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009
tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Pada tahun 2015 di Indonesia, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak
129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75
per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian= 0,83%). Dibandingkan tahun 2014 dengan
kasus sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Target
Renstra Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar < 49 per
100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015. Berikut
tren angka kesakitan DBD selama kurun waktu 2008-2015.
Gambar. 2.1 Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 Penduduk Tahun
2008-2015
Gambaran angka kesakitan DBD menurut provinsi tahun 2015 dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Pada tahun 2015 terdapat sebanyak 21 provinsi (61,8%) yang telah mencapai
target renstra 2015. Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi tahun 2015 yaitu Bali
sebesar 257,75, Kalimantan Timur sebesar 188,46, dan Kalimantan Utara sebesar 112,00 per
100.000 penduduk.
Angka kesakitan DBD dan jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD pada tahun 2015
sama-sama mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 sebesar 433 (84,74%) menjadi 446
Kabupaten/Kota (86,77%) pada tahun 2015. Berikut ini gambaran jumlah kabupaten/kota
25
terjangkit tahun 2009-2015. Selama periode tahun 2009 sampai tahun 2015 jumlah
kabupaten/kota terjangkit DBD cenderung meningkat.
Gambar 2.2 Jumlah Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD di Indonesia tahun 2009-2015
Indikator lain yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu angkabebas
jentik (ABJ). Sampai tahun 2015 ABJ secara nasional belum mencapai target program yang
sebesar ≥ 95%.
Pada tahun 2015 ABJ di Indonesia terlihat peningkatan yang cukup signifikan dari
24,06% pada tahun 2014 menjadi 54,24% pada tahun 2015. Hal ini bisa disebabkan pelaporan
data ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Puskesmas
sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) secara rutin,
kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) sudah mulai di galakkan kembali.
Walaupun jika dibandingkan dengan tahun 2010-2013 masih lebih kecil dan masih belum
mencapai target program yang sebesar ≥ 95%.
26
a. Bentuk klasik, dengan gejala panas 5 hari, disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan
tulang. Penurunan jumlah thrombosit dan ruam-ruam banyak dijumpai kasusnya di negara-
negara kawasan Asia tenggara (Indonesia, Filipina, Malaysia, Vietnam), secara endemik.
b. Bentuk epidemik, dikenal dengan nama ”Dengue hemorrhagic fever” (DHF). Di
Indonesia penyakit ini dikenal dengan sebutan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan gejala demam dengue disertai dengan pembesaran hati dan tanda-tanda perdarahan.
Epidemik DBD dapat terjadi secara berulang-ulang. Sejak kasus DBD pertama kali
ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 (epidemi terjadi pertama kali di Batavia 1779),
jumlah kasus DBD cenderung meningkat. Angka insiden DBD di Indonesia terus meningkat
setiap 5-10 tahun (Farouk, 2004).
2.3.4 Patologi
Patogenesis DBD bermacam-macam. Ada yang menerangkan bahwa virulensi virus
yang sangat berperan terhadap severity of disease. Ada juga teori peranan mediator, apoptosis,
genetik, dan antibody dependent enhancement. Sebagian ahli menganut antibody dependent
enhancement, di mana infeksi virus dengue yang kedua dengan serotype virus yang berbeda
akan memberikan manifestasi penyakit yang lebih parah. Teori-teori ini pada akhirnya
menjelaskan akan adanya gangguan hemostasis, permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma.
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement.
Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 (gambar 2),
sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi
anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan
menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit
juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.
27
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit,
penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.
Menurut Notoatmodjo, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni
untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan
manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi
objek dan sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.29
Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan kegiatan yang
berkaitan dengan :29
28
a. Manajemen sumber daya manusia.
b. Manajemen keuangan (mengurusi cash flow keuangan).
c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan).
d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (mengurusi pelayanan
kesehatan).
29
Desentralisasi
Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada kabupaten/kota.Penyakit DBD
hampir tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah yangdi atas 1000 m diatas
permukaan air laut. Angka kesakitan penyakit inibervariasi antara satu wilayah dengan
wilayah lain, dikarenakan perbedaansituasi dan kondisi wilayah.
Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan
Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit DBD
karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan setiap minggu secara
berkesinambungan, sehingga populasi vector sebagai penular penyakit DBD dapat
berkurang. Orientasi, sosialisasi, dan berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak yang
terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam
pemberantasan penyakit DBD.
Pokok-pokok program pemberantasan DBD mencakup (1) Kewaspadaandini
DBD, (2) Pemberantasan vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, danpemeriksaan
jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, (3) BulanBakti gerakan ”3M”,
(4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas melakukanpenyelidikan epidemiologi
(PE) untuk mengurangi persebaran lebih luas dan tindakan yang lebih tepat, (5)
Penanggulangan KLB, (6) Peningkatanprofesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta
Masyarakat dann PSN DBD, (8)Penelitian.28
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus sehingga kemungkinan
penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah. Selanjutnya dalam
melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukanperan serta masyarakat,
baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam
memberantas jentik nyamuk penularnya. 28
Penyelidikan Epidemiolegis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita atau tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal
penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam
radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah untuk mengetahui penularan
dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu
dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan untuk mengetahui
adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik
30
nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang
akan dilakukan.
Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang
dilaksanakan dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan, dan pengasapan menggunakan
insektisisda sesuai kriteria. Tujuannya adalah membatasi penularan DBD dan
mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi
sumber penularan DBD lebih lanjut.
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang
meliputi pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang
dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Tujuannya adalah membatasi
penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah
lainnya. Penilaian Penanggulangan KLB meliputi penilaian operasional dan
penilaian epidemiologi. Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui
persentase pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini
dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang
direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi, dan penyuluhan. Sedangkan penilaian
epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap
jumlah penderita dan kematian DBD dengan cara membandingkan data
kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB.
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah
kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat-
tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah mengendalikan populasi nyamuk
sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD
diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan
dengan ”3M”, yaitu (1) menguras dan menyikat tempat-trempat penampungan air,
(2) menutup rapat-arapat tempat penampungan air, dan (3) mengubur atau
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur olehpetugas kesehatan atau
31
kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Tujuannya adalah melakukan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD termasuk memotivasi keluarga/masyarakat
dalam melaksanakan PSN DBD.
Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang merupakan
upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalamrangka mencegah dan
memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan datang. Dalam upaya
pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat berperan secara aktif dalam
pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan serentak Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN). Seperti diketahui nyamuk Aedesaegipty adalah nyamuk domestik yang
hidup sangat dekat dengan pemukimanpenduduk sehingga upaya pemberantasan dan
pencegahanpenyebaran penyakit DBD adalah upaya yang diarahkan untuk
menghilangkan tempat perindukan (breeding places) nyamuk Aedes aegypti yang ada
dalam lingkungan permukiman penduduk. Dengan demikian gerakan PSN dengan 3M
Plus, yaitu menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekaliatau
menaburinya dengan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti,
menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa
bertelur di tempat itu, mengubur/membuang pada tempatnyabarang-barang bekas seperti
ban bekas, kaleng bekas yang dapat menampung air hujan.28
Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan
menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot rumahdengan
obat nyamuk yang tersedia luas di pasaran. Hal sederhana lainnya yangdilakukan oleh
masyarakat adalah menata gantungan baju dengan baik agar tidak menjadi tempat
hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti.28
Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M Plus
dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga dapat
mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah perilaku dan lingkungan yang
bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup nyamuk Aedes aegypti.28
Berbagai gerakan yang pernah ada di masyarakat seperti, Gerakan Jumat Bersih
(GJB), Adipura, dan gerakan-lainnya dapat dihidupkan kembali untuk membudayakan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika ini dilakukan maka selain penyakit DBD
maka penyakit-penyakit lain yang berbasis lingkungan ikut terberantas.28
32
2.3.7 Manifestasi Klinis
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak selama 2-7 hari,
yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang
adekuat. Pasien juga mengeluh sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi,
hilangnya napsu makan, mual-mual dan ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai
dengan demam tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah
kemerahan, dan gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan. Berikutnya dapat
muncul kecenderungan pendarahan, seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan juga
pendarahan dalam tubuh. Pada kasus yang sangat parah, mungkin berlanjut pada kegagalan
saluran pernapasan, shock dan kematian.
Sindrom Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria do atas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
2.3.8 Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro orbital
3. Mialgia/ artralgia
4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
33
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bending positif
Ptekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.
1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan kebocoran plasma.
34
Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar 2.5.
35
10. Imunoserologi dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
1. Pencegahan
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tepat umum dengan melakukan
pemberantasan sarang nyamuk yang meliputi:
a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti divas bunga, air
tempat minum burung.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti :
1. Seperti : tempayan, bak mandi, dan tempat penampungan air bersih yang
memungkinkan tempat berkembang biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.
2. Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya 1 minggu seklai seperti bak
mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya dikuras maksimal
1 minggu sekali.
3. Mengubur barang-barang bekas bekas barang-barang yang memungkinkan air
tergenang seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, tempurung kelapa. 23
c. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya
Seperti plastic bekas air mineral, potingan bamboo, tepurung kelapa dan lain-lain, yang
dapat menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah
membakarnya.
d. Menggantung pakaian
Faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan
baju atau pakaian bergantungan yang disukai nyamuk untuk beristirahat. 22
e. Memakai kelambu
Orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang wabah demam berdarah sebaiknya
waktu tidur mamakai kelambu. Terutama waktu tidur siang hari, Karena nyamuk Aedes
aegypti menggigit pada siang hari.
f. Memakai lotion anti nyamuk
Pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar
terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti.
36
g. Menaburkan bubuk abate Satu sendok makan ( ± 10 gram) untuk 100 liter air 23
Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate ditaburkan ke dalam wadah-
wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat ini akan membuat lapisan pada
dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau
tidak disikat dan memelihara ikan pemakan jentik.
2. Penemuan, pertolongan dan pelaporan
Keluarga yang anggotanya menunjukan gejala penyakit demam berdarah dengue
memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dilanjutkan segera memeriksa
kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan,
penentuan diagnose dan pengobatan atau perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan
wajib melaporkan kepada puskesmas. 1
2.3.12 Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke
4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang
dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan
sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta
terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi
nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan
pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat
atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan
antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.
Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko
terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol
pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5
protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
37
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Gambar 2.6
Penanganan
tersangka
DBD tanpa
syok
Gambar 2.7 Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
38
Gambar 2.8Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
39
Gambar 2.9 Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi
kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
40
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,
asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu
bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg
BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat
sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan
perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang
tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.14 Namun
demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain
mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma,
mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
41
nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan
cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam.
Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah
hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah
cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis
pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak
stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg
berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi
hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di mana
terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil,
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan
terjadinya perdarahan internal.
2.3.13 Prognosis
Demam dengue tanpa komplikasi merupakan penyakit ringan. Fatalitas Kasus DHF dan DSS
adalah 2%.
2.3.13 Pencegahan
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi virusnya belum tersedia. Metode yang dipakai dalam pemberantasan penyakit
DBD saat ini adalah dengan metode Fogging, Abatiasi, dan PSN-DBD ( Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah).30
42
3. Carbarnat
Alat yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin Fof atau mesin ULV dan
penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu. Untuk membatasi
penularan virus Dengue penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada
penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus Dengue (nyamuk
infektif) dan nyamuk yamg lainnya akan mati. Namun akan segera muncul nyamuk-nyamuk
baru yang diantaranya akan menghisap darah penderita virema yang masih ada yang dapat
menimbulkan terjadinya penularan kembali. Oleh karenanya harus dilakukan penyemprotan
siklus kedua. Siklus ini untuk mencegah nyamuk baru terbasmi sebelum sempat
menularkannya pada orang lain. Tindakan fogging akan membasmi nyamuk dalam waktu
singkat, namun tidak membuat jentik mati, karenanya harus dilakukan pemberantasan jentik
agar populasinya bisa ditekan serendah-rendahnya. Dengan demikian penderita DBD (orang
dengan viremia) tidak dapat menularkannya pada orang lain.
b. Pemberantasan jentik
Pemberantasan sarang nyamuk dikenal dengan istilah PSN-DBD yang dilakukan dengan cara
:
1. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu Menguras (dan Menyikat) bak
mandi, bak WC, dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga
(tempayan, drum, dan lain-lain); dan Mengubur barang-barang bekas (seperti
kaleng, ban, dan lain-lain). Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak
dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat ini pengendalian vector DBD
yang paling efisien dan efektif adalah dengan cara ini (PSN-DBD) yaitu dengan
memutus rantai penularan melalui pemberantasan sarang nyamuk Demam
Berdarah Dengue dalam kegiatan 3 M PLUS. Untuk mendapat hasil yang
diharapkan, kegiatan 3 M PLUS ini harus dilaksanakan secara luas/ serempak
dan terus-menerus/ berkesinambungan.
Tujuan dari PSN adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti,
sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.
43
Sasaran PSN adalah semua tempat perkembang biakan nyamuk penular,
seperti TPA untuk keperluan sehari-hari, TPA bukan untuk keperluan
sehari-hari, dan tempat penampungan air alamiah.
Keberhasilan kegiatan DBD dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik
(ABJ), bila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBB
dapat dicegah atau dikurangi
Cara PSN-DBD yang dilakukan dengan cara ‘3M PLUS’, 3M yang
dimaksud yaitu :
- Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-
tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali
- Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/ rusak
- Menutup lubang-lubang pada bambu/ pohon dan lain-lain
(dengan tanah, dan lain-lain)
- Memasang kawat kasa
- Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
- Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
menggunakan kelambu
- Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
- Cara-cara spesifik lainnya sesuai daerah masing-masing
Keseluruhan cara tersebut dikenal dengan istilah 3M PLUS
Pelaksanaan
1. Di rumah dilaksanakan oleh anggota keluarga
2. Tempat-tempat umum dilaksanakan oleh petugas yang
ditunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat-tempat
umum.
2. Kimia
Cara pemberantasan jentik Aedes Aegyptidengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan istilah larvasidasi.
Larvasidasi yang biasa digunakan antara lain adalah temephos. Formulasi
temephos yang digunakan adalah granules (sandgranules). Dosis yang digunakan
1ppm atau 10 gram (±1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida
dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
44
3. Biologi
Pemberantasan jentik nyamuk Aedes Aegyptisecara biologi dapat dilakukan
dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang atau tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis
var israeliensis (Bti).30
2.4 JUMANTIK
Gerakan 1 rumah 1 jumantik adalah peran serta dan pemberdayaan masyarakat dengan
melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik
nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor khususnya dbd melalui pembudayaan PSN
3M PLUS.
Jumatik rumah adalah kepala keluarga/ anggota keluarga/ penghuni dalam satu rumah
yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan pemantauan jentik dirumahnya. Kepala
keluarga sebagai penanggung jawab jumantik rumah.
Jumantik lingkungan adalah 1 atau lebih petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat
– tempat umum (TTU) atau tempat - tempat institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan
jentik di :
tempat wisata
Koordinator jumantik adalah satu atau lebih jumantik atau kader yang ditunjuk oleh
ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan
jumantik lingkungan.
45
Supervisor jumantik adalah satu atau lebih anggota dari Pokja DBD atau orang yang
ditunjuk oleh ketua RW atau Kepala Desa atau Lurah untuk melakukan pengolahan data dan
pemantauan pelaksanaan jumantik dilingkungan RT.
2.4.2 Struktur
SUPERVISOR
JUMANTIK
KOORDINATOR KOORDINATOR
JUMANTIK JUMANTIK
46
Adapun ilustrasi struktur kerja Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dapat dilihat pada gambar
berikut:
5. Puskesmas
a. Berkoordinasi dengan kecamatan dan ataukelurahan/desa untuk pelaksanaan kegiatan
PSN3M Plus.
b. Memberikan pelatihan teknis kepada Koordinatordan Supervisor Jumantik.
c. Membina dan mengawasi kinerja Koordinator danSupervisor Jumantik
d. Menganalisis laporan ABJ dari SupervisorJumantik.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentikoleh Jumantik di wilayah kerjanya
kepada DinasKesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan sekali.
48
f. Melakukan pemantauan jentik berkala (PJB)minimal 3 bulan sekali.
g. Melaporkan hasil PJB setiap tiga bulan (Maret,Juni, September, Desember) keDinas
KesehatanKabupaten/Kota.h. Membuat SK Koordinator Jumantik atas
usulanRW/Desa/Kelurahan dan melaporkan ke DinasKesehatan Kab/Kota.
i. Mengusulkan nama Supervisor Jumantik ke DinasKesehatan Kab/Kota.
6. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
a. Mengupayakan dukungan operasional Jumantikdi wilayahnya
b. Memberikan bimbingan teknis perekrutan danpelatihan Jumantik
c. Menganalisa laporan hasil PJB dari puskesmas
d. Mengirimkan umpan balik ke Puskesmas.
e. Melaporkan rekapitulasi hasil PJB setiap tigabulan (Maret, Juni, September,
Desember)kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
f. Melakukan rekapitulasi Koordinator Jumantikdi wilayahnya dan melaporkan kepada
DinasKesehatan Provinsi.
g. Mengeluarksan SK Supervisor Jumantik danmelaporkan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi.
7. Dinas Kesehatan Provinsi
a. Membina dan mengevaluasi pelaksanaankegiatan PSN 3M Plus di Kabupaten/Kota
b. Mengirimkan umpan balik ke Dinas KesehatanKabupaten/Kota
c. Menganalisis dan membuat laporan rekapitulasihasil kegiatan pemantauan jentik dari
DinasKesehatan Kabupaten/Kota kepada DirektoratJenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit(Ditjen P2P), Kementerian Kesehatan RI, setiaptiga bulan
(Maret, Juni, September, Desember).d. Melakukan rekapitulasi jumlah Koordinator
danSupervisor Jumantik serta melaporkan kepadaDitjen P2P, Kemenkes RI.
49
2.5 KERANGKA TEORI
(Predisposing factor) :
1. Pengetahuan
2. Sikap
1. Pemeriksaan jentik
berkala
2. Penyemprotan masal
Faktor Pendorong
(Reinforcing factor) :
50
BAB III
METODE PENELITIAN
51
Tabel 3.1 Definisi Operasional
52
penelitian ini (Dikatakan kurang
adalah baik apabila nilai
kecenderungan kebenaran pada
keluarga untuk kuesioner sikap <3)
melakukan
tindakan 1 : Baik
pencegahan (Dikatakan baik
DBD apabila nilai
(membuang kebenaran pada
kaleng-kaleng kuesioner sikap >3)
bekas,
menguras bak
mandi,
menutup
tempat
penampungan
air)
Program Peran serta Observasi Senter, 0 = Tidak Berhasi Numerik
jumantik dan pipet, (Ada Jentik Aedes
pemberdayaan plastik dan aegypti/Aedes
masyarakat panca albopictus)
dengan indera 1= Berhasil (Tidak
melibatkan jentik Aedes
setiap keluarga aegypti/Aedes
dalam albopictus)
pemeriksaan,
pemantauan
dan
pemberantasan
jentik nyamuk
Aedes
aegypti/Aedes
albopictus
53
untuk
pengendalian
penyakit tular
vekctor
khususnya
DBD melalui
pembudayaan
PSN 3M+
3.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Cara penghitungan dengan menggunakan
“LEMESHOW” :
n = Z 2 x P (1 - p) n : Jumlah Sampel
d2 Z : Pada kepercayaan 95% = 1,96
p : Maksimum estimasi =0,5
d : Sampling error 10% α 0,10
Jumlah Sampel ( n ) = 96
54
penelitian.
Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini, yaitu:
a. Kriteria Inklusi
- Warga yang bertempat tinggal RW 10 Benda Baru Timur di wilayah kerja
PuskesmasBenda Baru Tangerang Selatan pada saat penelitian.
- Bersedia secara tertulis untuk menjadi responden
- Warga memiliki pengaruh dalam urusan rumah tangga sehari-hari
- Warga dengan usia >18 tahun.
b. Kriteria Ekslusi
- Warga yang tidak bersedia secara tertulis untuk menjadi responden
- Warga dengan usia <18 tahun.
- Warga dengan keterbelakangan mental.
Pengetahuan mengenai penyebab DBD, gejala klinis DBD, cara pencegahan terkena
DBD, penanganan awal pada orang terdekat kita yang terkena DBD, dan perbedaan gejala
DBD dengan DD. Variabel pengetahuan terhadap DBD dinilai menggunakan pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner. Skor 0 jika pengetahuan responden terhadap DBD adalah
kurang baik, sedangkan skor 1 adalah baik .
55
3.5.3 Hasil Program Jumantik
Program jumantik tersertifikasi pada suatu wilayah apabila nilai hasilnya minimal
95,01%.Variabel Program jumantik dikatakan berhasil dengan nilai 1 apabila di rumah
responden tidak terdapat jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti, sedangkan yang tidak berhasil
dengan nilai 0 apabila di rumah responden terdapat jentik.
3.6 ALUR PENELITIAN
Warga sekitar wilayah kerja
Puskesmas Benda Baru Kota
Tangerang Selatan yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi
Informed Consent
56
3.7 PENGOLAHAN DATA
Proses editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar
pertanyaaan, daftar karakteristik umum warga wilayah kerja Puskesmas Benda Baru.
Melakukan kegiatan memeriksa data ialah menjumlah dan melakukan koreksi. Dalam
penelitian ini dilakukan penyuntingan data yang telah dikumpulkan dengan cara
memeriksa kelengkapan pengisian pertanyaan yang diajukan, kelengkapan pengisian
kuesioner, dan kesalahan jawaban dari setiap kuesioner yang diisi.
Coding data adalahpemberian kode pada tiap variabel dengan tujuan untuk
mempermudah analisis. Dalam penelitian ini pengkodean dilakukan pada semua
variabel baik itu variabel dependent maupun independent.
Entry data adalah jawaban dari masing-masing responden serta hasil pengukuran
yang dalam bentuk code (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program computer.
Semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dsb.
Kemudian dilakukan koreksi.
3.8 ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan setiap
variabel yang diteliti, yaitu dengan melihat distribusi data pada semua variabel. Analisis
univariat dalam penelitian ini adalah variabel karakteristik umum yang meliputi usia
responden, jenis kelamin responden, pekerjaan responden, pendidikan responden,
57
pengetahuan dan sikap responden mengenai pencegahan DBD. Bentuk penyajian data
menggunakan table distribusi frekuensi dan presentase.
2. Analisis Bivariat
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, selanjutnya dilakukan analisis
data dengan menggunkan program SPSS 17. Dalam penelitian ini, data bivariat dianalisis
dengan melakukan uji hipotesis Chi-Square. Alasan digunakannya uji hipotesis Chi-Square,
adalah:
c. Masalah skala pengukuran menggunakan skala kategorik yaitu bila variabel yang
dicari asosiasinya adalah variabel kategorik dengan variabel kategorik untuk
variabel pengetahuan, sikap terhadap pencegahan DBD terkait hasil program
Jumantik di RW 10 Benda Timur tahun 2017.
58
b. Syarat uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai nilai expected kurang dari ,
maksimal 20% dari jumlah sel.
c. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternative, yaitu:
Uji Fisher’s Exact Test bisa dikatakan mempunyai hubungan yang bermakna jika P
value lebih kecil atau sama dengan 0,05.
59
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Benda Baru Tangerang Selatan. Puskesmas
Benda Baru terletak di Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan,
dan Provinsi Banten.
Penelitian ini dilakukan pada RW 10 di Benda Baru Timur Perumahan Pamulang Permai
2, kelurahan Benda Baru. Di RW tersebut terdiri dari 9 RT yang mana 1 RT memiliki ±25 kartu
keluarga (KK). RW 10 Benda Baru Timur merupakan wilayah kerja Puskesmas Benda Baru di
Tangerang Selatan.
Responden dalam penelitian ini adalah warga RW 10 dengan ±25 KK setiap RT.
Responden berjumlah 96 dari RW 10 Benda Baru Timur. Data karakteristik responden
terdiri dari pendidikan, pekerjaan, serta pengetahuan dan sikap responden terhadap
DBD.
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kota Tangerang
Selatan Tahun 2017
Variabel n = 96
Pendidikan a
Rendah 19 (19.8)
Tinggi 77 (80.2)
Pekerjaan a
Tidak Bekerja 69 (71.9)
Bekerja 27 (28.1)
Pengetahuan terhadap DBD a
Kurang Baik 28 (29.2)
61
Baik 68 (70.8)
Sikap terhadap penanganan dan
pencegahan DBDa
Kurang Baik 29 (30.2)
Baik 67 (69.8)
a
n (%)
Dari hasil penelitian untuk karakteristik responden, diketahui bahwa pendidikan terendah adalah
tidak sekolah, SD dan SMP berjumlah 19 responden (19,8%) sedangkan untuk pendidikan tinggi
responden adalah SMA dan Perguruan Tinggi (PT) terdiri dari 77 responden (80,2%). Sementara
itu untuk pekerjaan diketahui bahwa responden terbanyak adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 69
responden (71,9%), sedangkan yang bekerja sebanyak 27 responden (28,1%). Dilihat dari hasil
penelitian untuk tingkat pengetahuan baik terdiri dari 68 responden (70,8%) sedangkan untuk
tingkat pengetahuan kurang baik 28 orang (29,2%). Lalu untuk sikap baik terdiri dari 67 responden
(69,8%) dan sikap kurang baik 29 responden (30,2%).
Tabel 4. 2 Gambaran Hasil Program Sosialisasi Jumantik dengan Pengetahuan dan Sikap Responden pada
warga RW 10 Benda Baru Timur terhadap Penyakit DBD
Variabel n = 96
Hasil Program Jumantika
Tidak Berhasil 26 (27.1)
Berhasil 70 (72.9)
a
n (%)
Berdasarkan tabel 4.2 secara umum hasil program sosialisasi jumantik yang berhasil berjumlah 70
responden (72,9%), sedangkan untuk yang tidak berhasil berjumlah 26 (27,1%).
62
1. Hubungan Antara Pengetahuan DBD dengan Hasil Program Jumantik
Tabel 4. 3 Hubungan Antara Pengetahuan DBD dengan Hasil Program Jumantik di RW 10 Benda Baru
Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kelurahan Benda Baru Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
Data yang disajikan pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden yang
berpengetahuan baik dengan hasil program jumantik yang berhasil yaitu sebanyak 50
orang (73,5%), sedangkan responden pengetahuan baik dg hasil program jumantik yang
tidak berhasil sebanyak 18 orang (26,5%). Sedangkan untuk responden yang
pengetahuan kurang baik dengan hasil program jumantik berhasil yaitu sebanyak 20
orang (71,4%), lalu sebanyak 8 orang (28,6%) yang hasil program jumantik tidak
berhasil. Berdasarkan hasil uji statistik fishe’s exact test diketahui bahwa nilai p value =
0,807 (p > 0,05), sehingga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan tentang DBD dengan hasil program jumantik.
63
Untuk pertanyaan sikap pencegahan DBD yang di buat 5 pertanyaan yang isinya sikap
pencegahan penyakit DBD dengan pilihan jawaban setuju atau tidak setuju melakukan
hal tersebut sesuai pertanyaan yang di ajukan dalam bentuk kuesioner.
Hasil analisis hubungan antara sikap dengan hasil program jumantikpada warga RW
10 Benda Baru Timur Kelurahan Benda Baru tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 4 Hubungan Sikap Pencegahan DBD dengan Hasil Program Jumantik pada RW
10 Benda Baru Timur di Wilayah Kerja Puskesmas Benda Baru Kelurahan Benda Baru
Kota Tangerang Selatan Tahun 2017
Dari hasil analisis tabel 4.4 bahwa responden yang sikap pencegahan DBD baik dengan
hasil program jumantik yang berhasil yaitu sebanyak 56 orang (83,6%), sedangkan
responden yang sikap pencegahan baik dg hasil program jumantik yang tidak berhasil
sebanyak 11 orang (16,4%). Sedangkan untuk responden yang sikap pencegahan kurang
baik dengan hasil program jumantik berhasil yaitu sebanyak 14 orang (48,3%), lalu
sebanyak 15 orang (51,7%) yang hasil program jumantik tidak berhasil. Berdasarkan
hasil uji statistik fishe’s exact test diketahui bahwa nilai p value = 0,001 (p < 0,05),
sehingga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap pencegahan
DBD dengan hasil program jumantik.
64
BAB V
PEMBAHASAN
65
hal ini akan mempengaruhi pengetahuan responden dalam melaksanakan upaya pencegahan
terhadap DBD. Namun kenyataan di lapangan bahwa responden yang berpendidikan tinggi atau
SMA sederajatpun masih banyak yang memiliki pengetahuan yang kurang begitupun sebaliknya
terhadap responden yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan responden sering mendapatkan
informasi tentang upaya-upaya pencegahan penyakit DBD melalui petugas kesehatan, leaflet,
brosur, media cetak, televisi dan radio.
Pengetahuan dapat dimiliki oleh siapapun. Contohnya Ibu, ibu merupakan bagian
masyarakat yang memiliki kontribusi dan pengaruh besar terhadap keluarga dan lingkungan itu
sendiri. Pengetahuan yang diperoleh oleh masyarakat terutama ibu yang cenderung sering di rumah
dan dekat dengan anak-anak akan membantu membentuk perilaku seseorang yang dapat diwujudkan
dengan melakukan tindakan, pentingnya pengetahuan tersebut hendaknya masyarakat di
beritahukan pengetahuan mengenai upaya pencegahan DBD, sehingga masyarakat dapat melakukan
upaya pencegahan di lingkungan sekitarnya.
Sikap responden terhadap upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) khususnya pelaksanaan 3M (Menutup, Menguras Tempat Penampungan Air dan
Memanfaatkan Kembali Barang Bekas) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah
laku atau merespons sesuatu tentang pemberantasan penyakit DBD yaitu dengan melakukan
tindakan 3M.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner di RW 10 Benda Baru
kecamatan Pamulang sebagai mana dilihat pada tabel menunjukkan bahwa tingkat sikap yang baik
sebanyak 67 orang (69,8%) sedangkan sikap kurang sebanyak 29 orang (30.2%). Hasil ini di dukung
oleh penelitian Ni nyoman (2014) di Banjar Badung, Desa Melinggi wilayah Puskesmas Payangan
menunjukan sikap mendukung menghasilkan perilaku tindak pencegahan DBD (54,8%) dan sikap
tidak mendukung menghasilkan perilaku (16,3%) dengan < 0,0001.
Menurut Montung (2012), sikap responden merupakan respon yang sudah bersifat terbuka
dan telah tampak dalam kehidupan nyata sehingga tercermin dalam tindakan pencegahan yang
mereka lakukan secara lebih baik sesuai dengan sikap positif mereka terhadap upaya pencegahan
itu sendiri.27
Sikap merupakan reaksi atau respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
66
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2010). Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.15
Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rinaldo, 2015) di
kelurahan Tuminting menunjukkan sikap responden tidak berhubungan dengan pencegahan DBD
(P=0,228 P>0,05). Mungkin dikarenakan masih adanya sikap negatif terhadap pencegahan DBD
menandakan bahwa masyarakat tidak menganggap serius bahaya penyakit DBD yang bisa berakibat
fatal. Masyarakat akan merasa tidak perlu untuk mencari penanganan yang segera apabila terjangkit
DBD.24
Hal ini bisa disebabkan karena iklim di Indonesia yang tropis. Masyarakat bisa merasa
terganggu dengan penggunaan pakaian yang panjang atau lotion karena cuaca pada siang hari bisa
sangat panas. Beberapa tempat juga terkadang mengalami kesulitan dengan sumber air sehingga
masyarakat merasa tidak perlu untuk menguras bak mandi. Ditambah lagi dengan anggapan bahwa
DBD hanya merupakan tanggung jawab petugas kesehatan, membuat masyarakat tidak peduli akan
bahaya dari DBD itu sendiri.
67
BAB VI
6.1 SIMPULAN
1. Didapatkan bahwa responden yang berpengetahuan baik dengan hasil program jumantik
yang berhasil sebesar 50 orang (73,5%) sedangkan, responden pengetahuan baik dengan
hasil program jumantik yang tidak berhasil sebanyak 18 orang (26,5%) . sedangakan untuk
responden dengan pengetahuan kurang baik dengan hasil program jumantik berhasil yaitu
sebanyak 20 orang (71,4%) lalu 8 orang (28,6%) yang memiliki hasil program jumantik
tidak berhasil. Berdasarkan hasil uji statistik fishe’s exact diketahui bahwa nilai P value
=0,807 (p> 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang
DBD dengan hasil program jumantik.
2. Didapatkan bahwa responden yang sikap pencegahan DBD baik dengan hasil program
jumantik yang berhasil sebesar 56 orang (83,6%), sedangkan responden sikap pencegahan
baik dengan hasil program jumantik yang tidak berhasil sebanyak 11 orang (16,4%) .
sedangakan untuk responden yang sikap pencegahan kurang baik dengan hasil program
jumantik berhasil yaitu sebanyak 14 orang (48,3%) lalu sebanyak 15 orang (51,7%) yang
hasil program jumantik tidak berhasil. Berdasarkan hasil uji statistik fishe’s exact diketahui
bahwa nilai P value =0,001 (p> 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan tentang DBD dengan hasil program jumantik.
6.2 SARAN
68
a. Masyarakat disarankan dapat melakukan pemeriksaan jentik secara mandiri minimal
seminggu sekali dalam waktu 30 menit, tidak hanya pada Pemberatantasan Sarang
Nyamuk (PNS) dengan 3M (menutup, mengubur dan menguras )tetapi juga melalui
pemeliharaan ikan pemakan jentik, abatisasi. Hal ini bertujuan untuk memberantas jentik
vektor nyamuk Aedes aegypti, rumah tempat tinggal menjadi rumah sehat dan bebas dari
jentik vektor nyamuk Aedes aegypti.
b. Masyarakat disarankan dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD
secara mandiri, seperti penyemprotan dengan obat nyamuk di dalam rumah, sekolah
ataupun tempat kerja, menggunakan repellent sebelum tidur. Hal ini bertujuan untuk
membantu manyarakat terhindar dari gigitan nyamuk dan memperkecil potensi
penularan DBD di kota Tanggerang Selatan.
4. Peneliti Selanjutnya
Mengembangkan penelitian ini dengan meneliti variabel- variabel lain yang mempengaruhi
praktik DBD dan program jumantik.
69
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI : 2006 : 1709-1713
2. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-433
3. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999
4. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam
: Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009
5. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill: 1998 :
1141-1143.
6. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu Penyakit
Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8
7. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah).
Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.
2009. 125-132
8. Mandal, B. K. dkk. Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. 2008-273
9. Davey, Patrick. Medicine At a Glance. Jakarta : Erlangga. 2003. 298-299
10. Setiati, Siti. dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi VI. Jakarta : InternaPublishing.
2014. 539-548
11. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi revisi, Rineka
Cipta, Jakarta.
13. Kementrian Kesehatan. 2016. Implementasi PSN 3M-PLUS dengan Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
14. Nasir, A, dkk. Buku Ajar: Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 1. Yogyakarta:
Nuha Medika 2011. p: 30-31
15. Notoadmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
2003. p: 8
70
16. Wawan, A dan Dewi, M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan Perilaku
Manusia. Edisi 1. Yogyakarta : Nuha Medika 2010. p: 16-18
17. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia: Demam Berdarah Dengue. Kementrian
Kesehatan RI 2014. p: 153-155 Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf. Diakses 20 Mei 2017, jam 19.51
WIB
18. Aryu Candra. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Resiko Penularan Vol. 2, No. 2, p: 110-119. Jakarta: Litbang Depkes RI 2010.
Availablefrom:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/aspirator/article/download/2951/213
6 Diakses tanggal 22 Mei 2017, jam 12:33 WIB.
19. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia: Demam Berdarah Dengue.
Kementrian Kesehatan RI 2011. p: 84-87; 153-156. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2011.pdf Diakses 20 Mei 2017, jam 12:18
WIB
20. Pengendalian Demam Berdarah di Kota Tangerang Selatan : Program 1 Rumah 1
Jumantik. Depkes 2016.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pengendalian%20DBD%20di%20Kota
%20Tangsel%20-%20Walikota%20Tangsel.pdfDiakses 21 Mei 2017
21. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis, Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010. p: 86 – 91
22. World Health Organization [homepage on the internet]. Dengue: Guidelines for
Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Epidemiolgy, Burden of Disease
and Transmission. p: 3-5. Available
from: http://www.who.int/tdr/publications/documents/denguediagnosis.pdf?ua=1.
Diakses 23 Mei 2017, jam 12:25 WIB
23. Soegijanto, Soegeng. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan: Demam
Berdarah Dengue, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika 2002. p: 44 – 48
24. Pantou G Rinaldo. 2015. Hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat dengan
tindakan pencegahan DBD di kelurahan tuminiting, Manado. Skripsi FKUNSRAT.
Diakses pada tanggal 19 Mei 2017 Pukul 21.00 WIB
71
25. Kurniawati, Dwi Hera.(2008). Hubungan Antara Asupan Zat Gizi, Aktivitas Fisik
dan Obesitas pada Karyawan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti
Jakarta Utara. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
26. Ni Nyoman 2014. hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku
pemberantasan sarang nyamuk (psn) sebagai pencegahan demam berdarah dengue
(dbd) di banjar badung, desa melinggih, wilayah puskesmas payangan tahun 2014.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/13855 diakses pada tanggal 19
Mei 2017 : 20.00 WIB
27. Montung, 2012. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Pengetahuan Dan Sikap
Dengan Tindakan PSN DBD Masyarakat Kelurahan Malalayang I Kecamatan
Malalayang Kota Manado
28. Depatremen Kesehatan. 2006. Manajemen Kesehatan pada Demam Berdarah.
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Jakarta .
29. Herlambang S dan Marwani A. 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit.
Yogyakarta: Gosyen publishing.
30. Departemen Kesehatan RI. 2005. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di
Indonesia. Jakarta.
31. WHO. 2014. Dengue and Severe dengue. From World Health Organization :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/.
32. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun
1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi Agustus 2010,2:1-14. Kementrian
Kesehatan RI: Jakarta.
33. InfoDATIN Kemenkes RI. 2016. Situasi DBD. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta.
72
LAMPIRAN 1. Surat Tugas
73
74
LAMPIRAN 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Karakteristik Responden:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pengetahuan Responden
Jawablah pertanyaan berikut dengan menyilang jawaban yang paling anda anggap
benar.
75
No Pertanyaan Benar Salah
5 DBD dan DD adalah penyakit yang berbeda karena
DBD mempunyai gejala yang lebih berat dan DD
mempunyai kemungkinan sembuh lebih besar dari
pada DBD
6 Jika seseorang didiagnosa DBD, perlu disekitarnya
dipasang kelambu untuk mencegah nyamuk
menggigit penderita DBD sehingga tidak
menularkan ke orang lain
7. Dibawah ini yang merupakan gejala DBD adalah (jawaban boleh lebih dari
satu)...
Sikap Responden
Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda pada jawaban yang anda
anggap benar.
76
LAMPIRAN 3. Foto Saat Kegiatan Penelitian
77
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner
78
LAMPIRAN 5. Hasil Analisis Data
Statistics
Pendidikan
N Valid 96
Missing 0
Mean .80
Std. Error of Mean .041
Median 1.00
Std. Deviation .401
Variance .160
Range 1
Minimum 0
Maximum 1
Percentiles 25 1.00
50 1.00
75 1.00
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
79
Statistics
Pekerjaan
N Valid 96
Missing 0
Mean .28
Std. Error of Mean .046
Median .00
Std. Deviation .452
Variance .204
Range 1
Minimum 0
Maximum 1
Percentiles 25 .00
50 .00
75 1.00
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Pengetahuan
N Valid 96
Missing 0
Mean .71
Std. Error of Mean .047
Median 1.00
Std. Deviation .457
Variance .209
Range 1
Minimum 0
Maximum 1
Percentiles 25 .00
50 1.00
75 1.00
80
Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Sikap
N Valid 96
Missing 0
Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Statistics
Hasil Program
N Valid 96
Missing 0
Mean .73
Std. Error of Mean .046
Median 1.00
Std. Deviation .447
Variance .200
Range 1
Minimum 0
Maximum 1
Percentiles 25 .00
50 1.00
75 1.00
81
Hasil Program
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Pengetahuan * Hasil
96 100.0% 0 0.0% 96 100.0%
Program
Hasil Program
Baik Count 18 50 68
82
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.58.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Asymptotic
Standardized Approximate
Value Errora Approximate Tb Significance
Risk Estimate
83
Case Processing Summary
Cases
Hasil Program
Baik Count 11 56 67
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.85.
b. Computed only for a 2x2 table
84
Symmetric Measures
Asymptotic
Standardized Approximate
Value Errora Approximate Tb Significance
Risk Estimate
85