Anda di halaman 1dari 62

Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

2
7

v
ii
RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

Laporan Keuangan Proyek NAHP TA 2018 telah disiapkan dan disusun sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) Berbasis Akrual, dan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan proyek yang baik
dalam pemerintahan. Laporan Keuangan Proyek Konsolidasi meliputi :
A. CASH BASIS
I. LAPORAN REALISASI ANGGARAN TAHUN 2018
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya, yang mencakup unsur-unsur Pendapatan-LRA dan Belanja selama
periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2018.
Realisasi Pendapatan Negara pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember
2018 adalah berupa realisasi pendapatan negara bukan pajak sebesar Rp0,00.
Realisasi Belanja Negara adalah sebesar Rp586.710.455.120,00 atau mencapai
96,79% dari alokasi anggaran sebesar Rp606.150.000.000,00.

B. ACCRUAL BASIS
I. NERACA
Neraca per 31 Desember 2018 menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai
aset, kewajiban dan ekuitas. Nilai Aset per 31 Desember 2018 dicatat dan disajikan
sebesar Rp0,00 yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp0,00 dan Aset Lainnya
sebesar Rp0,00.
Nilai Kewajiban sebesar Rp0,00 dan Nilai Ekuitas sebesar Rp0,00.

II. LAPORAN OPERASIONAL


Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan-LO, beban,
surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non operasional,
surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan surplus/defisit-LO, yang
diperlukan untuk penyajian yang wajar.
Pendapatan Operasional pada LO untuk periode sampai dengan 31 Desember 2018
sebesar Rp0,00, sedangkan jumlah beban dari kegiatan operasional sebesar
Rp586.710.455.120,00 sehingga terdapat Defisit dari Kegiatan Operasional sebesar
Rp586.710.455.120,00. Kegiatan Non Operasional dan Pos-Pos Luar Biasa masing-
masing sebesar Rp0,00 dan Rp 0,00, sehingga entitas mengalami Defisit-LO sebesar
Rp 586.710.455.120,00.

III. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS


Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas
tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

1
Ekuitas awal pada tanggal 1 Januari 2018 sebesar Rp0,00 ditambah Defisit-LO
Rp586.710.455.120,00, lalu ditambah/dikurangi koreksi-koreksi senilai Rp0,00 dan
Transaksi Antar Entitas sebesar Rp586.710.455.120,00 sehingga ekuitas akhir pada
tanggal 31 Desember 2018 tercatat senilai Rp0,00/.

IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (CaLK),


Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan
atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
Termasuk pula dalam CaLK adalah penyajian informasi yang diharuskan dan
dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan
lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan.

2
I. LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Laporan Realisasi Anggaran


Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2018
(dalam Rupiah)
2018 2017
CATATAN
NO URAIAN
ANGGARAN REALISASI % REALISASI

PENDAPATAN
A NEGARA DAN B.1
HIBAH
PENERIMAAN
NEGARA BUKAN - - - -
PAJAK
JUMLAH
PENDAPATAN DAN - - - -
HIBAH
B BELANJA B.2

BELANJA PEGAWAI - - - -

BELANJA BARANG 596.150.000.000 586.710.455.120 98,42 -


BELANJA JASA
50.750.000.000 41.551.055.120 81,87 -
KONSULTAN
BELANJA
BARANG
UNTUK
BANTUAN
LAINNYA YANG 545.250.000.000 545.070.000.000 99.97 -
MEMILIKI
KARATERISTIK
BANTUAN
PEMERINTAH
BELANJA
GEDUNG DAN
BANGUNAN
UNTUK
DISERAHKAN 150.000.000 89.400.000 59,60
KE
MASYARAKAT/
PEMDA DALAM
BENTUK UANG
BELANJA MODAL - - - -
JUMLAH BELANJA 596.150.000.000 586.710.455.120 98,42 -

3
II. NERACA

Neraca
Per 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
(dalam Rupiah)
URAIAN Catatan 31 Desember 2018 31 Desember 2017
ASET
ASET LANCAR
Kas Lainnya dan Setara Kas - -
Jumlah Aset Lancar - -

ASET LAINNYA
Aset Tak Berwujud - -
Aset Lain-Lain - -
Akumulasi Penyusutan dan Amortisasi Aset
- -
Lainnya
Jumlah Aset Lainnya - -
JUMLAH ASET - -

KEWAJIBAN C.4
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK C.4.1
Utang Subsidi - -
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek - -
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG C.4.2
Utang Subsidi - -
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang - -
JUMLAH KEWAJIBAN - -

EKUITAS C.5
Ekuitas - -
JUMLAH EKUITAS - -
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS - -

4
III. LAPORAN OPERASIONAL

Laporan Operasional
Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
(dalam Rupiah)
URAIAN Catatan
31 Desember 2018 31 Desember 2017

KEGIATAN OPERASIONAL D.1


PENDAPATAN
Penerimaan Negara Bukan Pajak - -

JUMLAH PENDAPATAN - -

BEBAN
Beban Pegawai - -
Beban Persediaan - -
D.1.2 41.551.055.120 -
Beban Barang dan Jasa
Beban Pemeliharaan - -

Beban Perjalanan Dinas - -


Beban Barang untuk Bantuan Lainnya yang Memiliki
D.1.3 545.070.000.000 -
Karakteristik Bantuan Pemerintah
Beban Gedung dan Bangunan untuk Diserahkan ke
D.1.4 89.400.000
Masyarakat/Pemda dalam Bentuk Uang
Beban Bunga - -
Beban Subsidi - -
Beban Hibah - -
JUMLAH BEBAN 586.710.455.120 -

SURPLUS (DEFISIT) DARI KEGIATAN OPERASIONAL (586.710.455.120) -

KEGIATAN NON OPERASIONAL D.2


Surplus Penjualan Aset Non Lancar - -

Defisit Penjualan Asest Non Lancar - -

Defisit Selisih Kurs - -

Defisit Penjualan Aset Non Lancar - -

-
Pendapatan dari Kegiatan Non Operasional Lainnya -
SURPLUS /DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL -

SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (586.710.455.120) -

POS LUAR BIASA D.2.2


Pendapatan PNBP - -

Beban Perjalanan Dinas - -

Beban Persediaan - -

SURPLUS/DEFISIT DARI POS LUAR BIASA - -

SURPLUS/DEFISIT LO D.3 (586.710.455.120) -

[catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan
Keuangan]

5
IV. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

Laporan Perubahan Ekuitas


Untuk Tahun yang berakhir- 31 Desember 2018
(dalam Rupiah)
URAIAN Catatan 31 Desember 2018 31 Desember 2017

EKUITAS AWAL E.1 - -

SURPLUS/DEFISIT LO E.2 (586.710.455.120) -

KOREKSI YANG MENAMBAH/MENGURANGI E.3 - -


EKUITAS
DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN
KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR - -

PENYESUAIAN NILAI ASET E.3.1 - -

KOREKSI NILAI PERSEDIAAN - -


SELISIH REVALUASI ASET TETAP
KOREKSI NILAI ASET NON E.3.3
REVALUASI - -

KOREKSI LAIN-LAIN E.3.4 - -

JUMLAH - -

TRANSAKSI ANTAR ENTITAS E.4 586.710.455.120 -

EKUITAS AKHIR - -

6
A. PENJELASAN UMUM
A.1. NATIONAL AFFORDABLE HOUSING PROGRAM (NAHP)
A.1.1 LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, dan
terjangkau merupakan bagian dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025. Lebih lengkap, arah kebijakan perumahan di dalam
dokumen tersebut adalah untuk terselenggaranya: (a) pembangunan perumahan yang
berkelanjutan, memadai, layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung
oleh prasarana-sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara
professional, kredibel, mandiri dan efisien; (b) terselenggaranya pembangunan
perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang mandiri, mampu membangkitkan
potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan
lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan (c)
terselenggaranya pembangunan perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang
memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019


memprioritaskan: (a) penyediaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan empat
puluh persen terbawah dengan terfasilitasinya penyediaan hunian layak dan terjangkau
untuk 2,2 juta rumah tangga; (b) mendorong keswadayaan masyarakat dan dunia usaha
dalam penyediaan tempat tinggal; dan (c) peningkatan kualitas rumah tidak layak huni
untuk 1,5 juta rumah tangga termasuk menangani kawasan permukiman kumuh. Target
penyediaan rumah ini berdasarkan baseline jumlah kekurangan rumah sebesar 7,6 juta di
tahun 2014 untuk menjadi 5 juta di akhir tahun 2019 . Sebagai catatan, angka ini tidak
memperhitungkan penambahan kekurangan rumah setiap tahun. Besarnya angka
kekurangan rumah ini muncul dari sisi kemampuan masyarakat yang rendah dan
terbatasnya ketersediaan unit-unit rumah yang terjangkau.

Dari sisi kemampuan masyarakat, sebagaimana diilustrasikan di Tabel 1; di kota-


kota metropolitan hanya 40% rumah tangga yang mampu membeli rumah dari pasar
komersial (harga 250 juta rupiah untuk rumah ukuran 36 m2); 40% rumah tangga dalam
desil ketiga hingga desil keenam tidak dapat membeli rumah formal tanpa bantuan
pinjaman luar negeri; sementara 20% rumah tangga paling bawah tidak dapat membeli
rumah bahkan unit yang paling sederhana tanpa bantuan pinjaman luar negeri yang cukup
besar. Fakta lain adalah jumlah kredit pinjaman rumah di Indonesia dinilai masih rendah
dibandingkan dengan negara lain (hanya 2,8% dari Produk Domestik Bruto atau PDB
dibandingkan dengan India di angka 7%, dan Thailand di angka 19%). Selain karena
rendahnya daya beli masyarkat, bantuan program pembiayaan perumahan yang ada saat
ini dinilai belum mampu mengakomodasi kebutuhan Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) yang bekerja pada sektor informal serta belum melayani pembelian dan/atau
peningkatan kualitas rumah eksisting yang merupakan aset untuk menambah jumlah
pasokan rumah.

7
Tabel 1
Perkiraan Keterjangkauan Rumah di Kota-Kota Metropolitan
Tahun 2016

Penghasil Kapasitas Perkiraan Harga


Desil Rumah Yang Dapat Perkiraan Harga
an Per- Mencicil Per
Rumah Dijangkau Rumah Tanpa PLN
Bulan1 Bulan
Tangga (Rp Juta)
(Rp Juta) (Rp Juta) (Rp Juta)

10 20,3 8,1 665 949

9 10,1 3,8 306 438

8 8,4 2,9 240 300

7 7,1 2,3 192 240

6 6,0 1,8 146 183

5 4,9 1,4 113 141

4 4,2 1,1 86 107

3 3,6 0,9 74 93

2 3,1 0,6 20 21

1 2,3 0,4 8 9

Selain permasalahan rendahnya daya beli masyarakat dan program pembiayaan


perumahan yang belum cukup inklusif, pembangunan baru perumahan terjangkau setiap
tahun oleh pengembang swasta dan negeri dinilai belum optimal. Mahalnya harga tanah
dan kendala perizinan menjadi permasalahan klasik yang masih relevan hingga saat ini.
Akibatnya pembangunan rumah-rumah dengan harga terjangkau pada umumnya
berlokasi di daerah yang kurang menguntungkan dan tidak terintegrasi baik dengan
infrastruktur kota. Integrasi kawasan perumahan dengan infrastruktur kota ini juga
termasuk dalam salah satu New Urban Agenda yang merupakan hasil Konferensi Habitat
III di Quito, Equador.

Di Indonesia, salah satu solusi penyediaan rumah terjangkau adalah pembangunan rumah
secara swadaya yang dapat memangkas biaya delivery kepada pengguna akhir.
Diperkirakan 71% rumah di Indonesia dibangun secara swadaya dalam artian
pembangunan dilakukan melalui bantuan kontraktor kecil dan/atau memanfaatkan pekerja
lokal untuk proses pembangunan . Namun, pembangunan rumah swadaya murni tanpa
bantuan dari pemerintah hanya dapat dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan
menengah ke atas. Sementara rumah swadaya untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) membutuhkan fasilitasi dari pihak lain baik pemerintah, pemerintah daerah, dan

8
sektor swasta. Fasilitasi yang diberikan utamanya bertujuan meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam hal teknis membangun rumah dan menciptakan lingkungan yang layak
huni dengan memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan bangunan serta tata letak
rumah dan perumahan. Selain itu, fasilitasi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan finansial penghuni baik untuk pembangunan/perbaikan rumahnya maupun
untuk meningkatkan kesejahteraan jangka panjang.

Pemerintah sebagai penanggungjawab penyedia rumah bagi masyarakat berpenghasilan


rendah atau MBR melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
telah menginisiasi beberapa program rumah terjangkau yaitu: (i) Pembangunan rumah
formal (rusunawa, rusunami, dan rumah khusus), (ii) Pemberian Bantuan Stimulan
Perumahan Swadaya (BSPS), (iii) Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP),
(iv) Program Skema Selisih Angsuran (SSA), dan (v) Selisih Bunga (SSB). Beberapa
program-program ini bahkan telah dimulai sejak urusan Perumahan masih ditangani
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) lebih dari satu dekade silam. Selain itu,
beberapa Kementerian/Lembaga lain juga telah melaksanakan beberapa program
penyediaan perumahan untuk MBR.

Perusahaan-perusahaan negara yang begerak di bidang perumahan rakyat: Perum


Perumnas (Perusahaan Umum Pembangun Perumahan Nasional), PT SMF (Sarana
Multigriya Finansial), Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), dan Asuransi Kredit
Indonesia (Askrindo) juga sudah mengembangkan program-program penyediaan
perumahan dan peningkatan akses kepada bantuan pembiayaan perumahan. Begitu juga
dengan beberapa pemerintah daerah yang aktif menyelenggarakan program perumahan
untuk mengatasi permasalahan di daerahnya. Namun, tingkat keberhasilan program
dinilai masih belum signifikan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di atas.
Kecilnya dampak program salah satunya dapat dijelaskan dengan fakta kecilnya alokasi
anggaran pemerintah Indonesia untuk bidang perumahan yang hanya 0,05% dari PDB
(sebagai perbandingan Thailand 2,15% dan Filipina 0,3%).

Belum adanya satu peta jalan perumahan nasional sebagai acuan bersama membuat
program masing-masing lembaga berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik. Hal
ini terjadi baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Terbatasnya anggaran negara;
belum optimalnya kinerja pemangku kepentingan dan hasil (output dan outcome) yang
dicapai; serta masih besarnya selisih/kesenjangan penyediaan rumah untuk MBR, pekerja

9
informal, dan masyarakat miskin menjadi latar belakang proyek National Affordable
Housing Program (NAHP). NAHP bermaksud untuk membantu MBR agar dapat
memiliki rumah dan meningkatkan kualitas hunian yang mereka miliki melalui
pengembangan skema pembiayaan perumahan, penguatan sistem pelaksanaan program
perumahan swadaya, dan mendorong pengembangan program dan kebijakan perumahan
layak huni dan terjangkau di Indonesia. Manfaat NAHP selain membantu MBR dalam
memiliki rumah, juga membantu Pemerintah dan pihak terkait untuk menyelesaikan
permasalahan utama penyelenggaraan perumahan di Indonesia.

A.1.1.1 KRONOLOGIS PENYALURAN


a. Penerbitan Blue Book dan Green Book
Pada tahun 2015, Kementerian PPN/Bappenas telah menerbitkan List of Medium
Term Planned External Loans 2015-2019 (DRPLN-JM/Blue Book) yang
mencantumkan usulan kegiatan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan yang
berjudul Financial Support for Low Income Households untuk Program for Provision
of Housing for Low-Income Households bersama dengan kegiatan Support for
National Housing and Urban Development Cooperation dengan total nilai pinjaman
luar negeri sebesar USD 500,000,000.00

Namun dalam rangka pemenuhan target RPJMN 2015-2019, diusulkan perubahan


nama kegiatan dari Financial Support for Low Income Households menjadi National
Affordable Housing Program (NAHP). Perubahan usulan kegiatan tersebut tercantum
dalam Daftar Isian Pengusulan Kegiatan (DIPK) & Daftar Usulan Kegiatan (DUK)
yang selanjutnya dimuat dalam DRPLN-JM/Blue Book 2015-2019 Revisi 2016.
Dengan telah dimuatnya NAHP dalam DRPLN-JM/Blue Book 2015-2019, maka
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan menyampaikan Dokumen Kriteria
Kesiapan (Readiness Criteria) NAHP untuk masuk dalam DRPPLN/Green Book
2017.

b. Loan Negotiation dan Board Approval


Proses negosiasi antara International Bank for Reconstruction Development (IBRD)
dengan Delegasi Republik Indonesia untuk pinjaman luar negeri sebesar USD
450,000,000.00 dilakukan di Kantor World Bank Office Jakarta pada tanggal 7
Februari 2017. Delegasi Indonesia diwakili oleh para Pejabat Eselon I dan II
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan;

10
Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman, Bappenas; Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan; dan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan,
Kementerian PUPR.

Setelah proses negosiasi, pada tanggal 21 Maret 2017 Country Director for Indonesia
IBRD mengirimkan surat Board Approval sebagai persetujuan IBRD untuk
memberikan pinjaman luar negeri kepada Pemerintah Indonesia.

c. Penyiapan Syarat Loan Effective


Hasil negosiasi menghasilkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi Pemerintah
Indonesia untuk mencapai kondisi Loan Effective. Adapun persyaratan loan effective
meliputi:
1. Penerbitan regulasi Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT);
2. Pembentukan Unit Pengelola Proyek/Project Management Committee (PMC) dan
Unit Pelaksana Proyek/Project Implementation Unit (PIU);
3. Penyusunan Pedoman Umum/Project Operations Manuals (POMs).

d. Loan Signing
Penandatanganan loan agreement dilakukan setelah seluruh persyaratan loan effective
terpenuhi. Hal ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan untuk menjamin kepastian
pelaksanaan proyek pinjaman. Persyaratan yang membutuhkan waktu paling panjang
adalah diratifikasinya Peraturan Menteri PUPR tentang BP2BT, mengingat bahwa
prosedur dan tahapan suatu usulan permen menjadi rapermen hingga diundangkannya
melibatkan banyak pihak dan tahapan prosedural yang harus dilalui.
Setelah seluruh persyaratan terpenuhi, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan
menyampaikan dokumen kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko, Kementerian Keuangan, untuk dapat dilakukan loan signing. Loan signing
dilakukan pada tanggal 30 November 2017.

e. Loan Effective dan Pembukaan Rekening Khusus


Paska loan agreement ditandatangani, masih dibutuhkan ratifikasi perjanjian oleh
Kementerian Hukum dan HAM sehingga loan effective baru jatuh pada tanggal 24
Januari 2018.

11
Untuk kelengkapan pelaksanaan proyek, dilakukan juga koordinasi pembukaan dan
pengisian initial depot Rekening Khusus (Reksus) yang melibatkan Kementerian
Keuangan. Pembukaan Reksus terlaksana pada tanggal 5 Maret 2018 dengan nomor
rekening 601.332411980.

A.2 DASAR HUKUM


Dasar hukum yang menjadi acuan pelaksanaan NAHP adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5252);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan


dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan


Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 316, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6004);

6. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum


dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
16);

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15/PRT/M/2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 05/PRT/M/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 466);

12
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Negara/Lembaga
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1340) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian
Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1745);

9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016


tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 172);

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 18/PRT/M/2017
tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
12/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan
Berbasis Tabungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 671);

11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 07/PRT/M/2018
tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 403);

12. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


857/PRT/M/2017 tentang Zona Wilayah, Besaran Batasan Penghasilan, Batasan
Saldo Terendah Tabungan Pemohon, Batasan Harga Rumah Tapak dan Sarusun atau
Biaya Pembangunan Rumah Swadaya, Batasan Luas Tanah dan Batasan Dana
Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan dan Pelaksanaan Bantuan
Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan;

13. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


295/KPTS/M/2018 tentang Besaran Nilai dan Lokasi Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya Tahun Anggaran 2018;

14. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor


573/KPTS/M/2018 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 918/KPTS/M/2018 tentang Pembentukan
Komite Pengelola Proyek (PMC) dan Unit Pelaksana Proyek (PIU) Program
Perumahan Terjangkau (NAHP);

13
15. Keputusan Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, selaku Kepala PMC NAHP,
Nomor 269/KPTS/Dp/2017 tentang Pembentukan Koordinator, Pelaksana, dan
Sekretariat Komite Pengelola Proyek (PMC) Program Perumahan Terjangkau
(NAHP);

16. Surat Edaran Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Nomor 02/SE/Dp/2017


tentang Pedoman Umum Program Perumahan Terjangkau/National Affordable
Housing Program;

17. Surat Edaran Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Nomor 07/SE/Dr/2018


tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya;

18. Loan Agreement National Affordable Housing Program Project Nomor 8717-ID
antara Pemerintah Indonesia dan International Bank for Reconstruction and
Development tanggal 30 November 2017;

19. Project Appraisal Document National Affordable Housig Program Project Nomor
PAD 1788;

20. Guidelines Procurement of Goods, Works, and Non-consulting Services under IBRD
Loans and IDA Credits & Grants by World Bank Borrowers, Januari 2011 (yang
telah direvisi pada Juli 2014)

A.3 DESKRIPSI PROGRAM


A.3.1 KATEGORI PROGRAM
NAHP dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dengan target penerima bantuan adalah
MBR melalui bantuan pembiayaan rumah (kepemilikan pertama); peningkatan kualitas
rumah swadaya; serta dukungan teknis terhadap program dan kebijakan perumahan.

1. Kategori 1 – Mortgage-Linked Down Payment Assistance


Mortgage-Linked Down Payment Assistance atau Bantuan Pembiayaan Perumahan
Berbasis Tabungan (BP2BT) yang menyasar rumah tangga berpenghasilan
menengah ke bawah yang tidak mampu membeli rumah, baik yang fixed maupun non
fixed income, juga yang bekerja pada sektor formal maupun informal (mekanisme
pembiayaan tanpa pinjaman luar negeri). Kategori ini mencakup Komponen 1.a yaitu
Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).

2. Kategori 2 – Home Improvement Assistance


Home Improvement Assistance atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS)
menyasar 40% rumah tangga berpenghasilan paling rendah untuk yang

14
membutuhkan susbsidi untuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni (RTLH).
Kategori ini mencakup Komponen 2.a yaitu Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS),

Gambar 1
Komponen NAHP

3. Kategori 3 – Goods, Non-consulting Services, Consultant’s Services and Training

Goods, Non-consulting Services, Consultant's Services and Training mencakup


kegiatan dukungan operasional dan dukungan teknis untuk BP2BT dan BSPS yang
terdiri dari Komponen 1.b (Dukungan Teknis BP2BT), Komponen 2.b (Bantuan
Operasional Pelaksanaan BSPS), dan Komponen 2.c (Dukungan Teknis
Pengembangan Program dan Kebijakan Rumah Swadaya). Selain itu, kategori ini
juga mencakup kegiatan guna memperkuat fondasi dan struktur penyelenggaraan
perumahan di Indonesia terutama di tahun-tahun mendatang yang terdiri dari
Komponen 3.a (Dukungan Teknis Perluasan Akses ke Pembiayaan Perumahan) dan
Komponen 3.b (Dukungan Teknis Penanganan Penyediaan Perumahan Umum dan
Bagi Kelompok MBR).

Ketiga kategori di atas akan terintegrasi satu sama lain untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam upaya memiliki rumah layak dan terjangkau (demand-side) dan
membantu pemerintah dalam meningkatkan pasokan rumah layak huni dan terjangkau
melalui pembangunan baru maupun peningkatan kualitas (supply-side).

15
A.3.2 JANGKA WAKTU
Mengacu pada loan agreement, pelaksanaan proyek dimulai tahun 2018 sampai dengan
31 Maret 2021.

A.3.3 ALOKASI ANGGARAN


Secara garis besar porsi alokasi anggaran NAHP berdasarkan loan agreement adalah
sebagai berikut:

Tabel 2
Alokasi Anggaran NAHP

Alokasi
Kategori (Juta
USD)

1 Mortgage-Linked Down Payment Assistance 205

2 Home Improvement Assistance 175

Goods, Non-consulting Services, Consultant's Services and


3 Training
70

TOTAL 450

Pada pelaksanaannya, anggaran sebesar USD 450,000,000.00 dibagi sama rata untuk
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan (sebesar USD 225,000,000.00) dan
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan (sebesar USD 225,000,000.00).

16
A.3.4 STRUKTUR ORGANISASI

Gambar 2
Struktur Organisasi Project Management Committee (PMC) dan Project Implementation Unit
(PIU) NAHP

Pembentukan Tim Pelaksana NAHP ditetapkan melalui:


1. Keputusan Menteri PUPR Nomor 918/KPTS/M/2017 tentang Pembentukan Komite
Pengelola Proyek (Project Management Committee) dan Unit Pelaksana Proyek
(Project Implementation Unit) Program Perumahan Terjangkau (National Affordable
Housing Program) sebagaimana telah diubah dengan

2. Keputusan Menteri PUPR Nomor 573/KPTS/M/2018 tentang Perubahan Kedua Atas


Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
918/KPTS/M/2017 tentang Pembentukan Komite Pengelola Proyek (Project
Management Committee) dan Unit Pelaksana Proyek (Project Implementation Unit)
Program Perumahan Terjangkau (National Affordable Housing Program).

Sedangkan SK Tim Pelaksana telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembiayaan


Perumahan, selaku Kepala PMC, melalui Keputusan Direktur Jenderal Pembiayaan
Perumahan selaku Kepala Komite Pengelola Proyek (Project Management Committee)
Nomor 269/KPTS/Dp/2017 tentang Pembentukan Koordinator, Pelaksana, dan
Sekretariat Komite Pengelola Proyek (Project Management Committee) Program
Perumahan Terjangkau (National Affordable Housing Program).

17
A.4 BANTUAN PEMBIAYAAN PERUMAHAN BERBASIS TABUNGAN (BP2BT)
A.4.1 LATAR BELAKANG PROGRAM

Dalam rangka perolehan rumah atau penyediaan biaya membangun rumah, Bank
menyediakan dana untuk dipinjamkan melalui skema kredit. Namun tidak seluruh
kebutuhan dana perolehan rumah atau biaya membangun rumah dapat disediakan atau
disetujui oleh Bank. Untuk pembelian rumah bank mensyaratkan adanya uang muka
sebagaimana diatur dengan Peraturan Bank Indonesia dan juga Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).

Pemenuhan uang muka untuk memperoleh rumah tapak atau satuan rumah susun yang
dibangun oleh pengembang menjadi kendala bagi MBR. Demikian juga halnya dengan
MBR yang telah memiliki lahan masih memerlukan bantuan dana untuk mencukupi
kebutuhan biaya pembangununan rumahnya secara swadaya. Dalam rangka menyiapkan
kebutuhan uang muka dan mencukupi biaya membangun, MBR menyisihkan sebagian
penghasilannya untuk ditabung di bank. Namun oleh karena penghasilan terbatas
sehingga untuk memenuhi ketentuan uang muka dan meringankan angsuran sesuai
dengan kemampuan mengangsur membutuhkan waktu yang cukup lama. Di sisi lain, jika
permasalahan perumahan tidak segera ditanggulangi, maka backlog perumahan akan
semakin tinggi karena gap antara kemampuan MBR dengan harga rumah akan semakin
tinggi sehingga MBR tidak akan mampu menempati tempat tinggal yang layak. Oleh
karena itu Pemerintah memandang perlu memberi bantuan bagi MBR berupa uang muka
dan tambahan dana untuk membangun rumah swadaya untuk memenuhi ketentuan KPR.

Bantuan pemerintah disalurkan melalui skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis


Tabungan (BP2BT) bagi MBR yang telah mempunyai tabungan dalam rangka
pemenuhan sebagian uang muka perolehan rumah atau sebagian dana untuk
pembangunan rumah dengan karakteristik bantuan lainnya yang ditetapkan oleh
Pengguna Anggaran. Untuk mendorong efisiensi dan efektivitas pelaksanaan bantuan
uang muka dan dana pembangunan rumah, maka tugas pelaksana dikelola oleh Satuan
Kerja di Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.

18
A.4.2 MEKANISME PENYALURAN BP2BT
1. Tahap Persiapan
Pemilihan Bank Pelaksana dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Bank Umum, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah mengajukan surat
pernyataan minat menjadi Bank Pelaksana yang ditandatangani oleh direktur utama
dalam rangka penyaluran Dana BP2BT kepada Direktur Jenderal; (Format A)
b. Direktur Jenderal menugaskan pejabat atau pegawai di unit organisasinya untuk
melakukan seleksi Bank Pelaksana;
c. Pejabat atau pegawai yang ditugaskan menyampaikan laporan hasil seleksi Bank
Pelaksana kepada Direktur Jenderal;
d. Direktur Jenderal memilih Bank Umum, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha
Syariah untuk menjadi Bank Pelaksana;
e. Direktur utama atau direktur yang berwenang berdasarkan anggaran dasar pada Bank
Umum, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah menandatangani Kesepakatan
Bersama dengan Direktur Jenderal;
f. Kesepakatan Bersama paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
1) maksud dan tujuan;
2) ruang lingkup;
3) pelaksanaan;
4) biaya;
5) jangka waktu;
6) perubahan atas isi kesepakatan bersama; dan
7) penutup.
g. Bank Pelaksana yang telah menandatangani Kesepakatan Bersama, ditindaklanjuti
dengan Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani oleh Direktur utama atau direktur
yang berwenang berdasarkan anggaran dasar pada Bank Pelaksana dengan PPK
Kebijakan Pembiayaan Perumahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis
Tabungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Perjanjian
kerjasama operasional paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
1) hak dan kewajiban;
2) pelaksanaan;
3) pembiayaan;
4) pengendalian dan pengawasan;
5) pelaporan;
6) kerahasiaan;

19
7) perubahan;
8) berakhirnya perjanjian kerjasama;
9) keadaan kahar (force majeure);
10)penyelesaian perselisihan;
11)pemberitahuan; dan
12)penutup.
h. Satker membuka Rekening Penyaluran Dana BP2BT pada Bank Pelaksana sesuai
ketentuan mengenai Rekening Penyaluran Dana Bantuan Sosial dalam Peraturan
Menteri Keuangan mengenai rekening milik Kementerian Negara/Lembaga
/Kantor/Satuan Kerja.

2. Tahap Pelaksanaan

Permohonan Penetapan Dana BP2BT

a. Pemohon mengajukan permohonan KPR kepada Bank Pelaksana dengan


melampirkan dokumen pendukung dan/atau tambahan dokumen pendukung untuk
pembangunan Rumah Swadaya.
b. Bank Pelaksana melakukan verifikasi terhadap permohonan KPR Pemohon secara
legal formal.
c. Bank Pelaksana mengumpulkan, menggabungkan dan mengunggah data verifikasi ke
dalam basis data Pemohon.
d. Bank Pelaksana melakukan perhitungan dan mengusulkan perkiraan besaran Dana
BP2BT.
e. Bank Pelaksana menghitung perkiraan uang muka, KPR, dan besar angsuran
perbulan Pemohon.
f. Bank Pelaksana membuat daftar rekapitulasi Pemohon yang lolos verifikasi dan
perkiraan besaran Dana BP2BT.
g. Bank Pelaksana mengajukan permohonan penetapan besaran Dana BP2BT kepada
Satker.
h. Satker melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan penetapan besaran Dana
BP2BT.
i. Satker melakukan konfirmasi melalui surat elektronik atas kelengkapan permohonan
Dana BP2BT.
j. Satker melakukan pengujian otomatis dan manual atas kesesuaian persyaratan
dokumen permohonan penetapan besaran Dana BP2BT.

20
k. Satker menuangkan hasil pengujian dalam lembar hasil pengujian Pemohon Dana
BP2BT dilampiri dengan daftar hasil pengujian Pemohon Dana BP2BT.
l. Pejabat Perbendaharaan Satker membuat dan menandatangani surat keputusan
tentang Penerima Manfaat BP2BT.
m. Satker mengirimkan surat keputusan tentang Penerima Manfaat BP2BT kepada Bank
Pelaksana.
n. Bank Pelaksana menyampaikan pemberitahuan persetujuan Dana BP2BT kepada
Penerima Manfaat.
o. Bank Pelaksana menyesuaikan pokok KPR dengan besaran Dana BP2BT yang
diterima Penerima Manfaat.
p. Bank Pelaksana melakukan penandatanganan perjanjian KPR dengan Penerima
Manfaat setelah Rumah Tapak atau Sarusun telah mendapatkan Sertifikat Laik
Fungsi dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

Permohonan Pencairan Dana BP2BT

a. Bank Pelaksana menyampaikan surat permintaan pencairan Dana BP2BT yang


ditandatangani oleh pejabat yang berwenang kepada Satker dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) kepemilikan Rumah Tapak atau Sarusun diajukan setelah perjanjian KPR; atau
2) pembangunan Rumah Swadaya diajukan sebelum pencairan tahap terakhir KPR
Bank Pelaksana.
b. Satker melakukan pemeriksaan kelengkapan permintaan pencairan Dana BP2BT.
c. Satker melakukan konfirmasi melalui surat elektronik atas kelengkapan permintaan
pencairan Dana BP2BT kepada Bank Pelaksana.
d. Satker melakukan pengujian otomatis dan manual (dibuat formatnya) terhadap data
permintaan pencairan Dana BP2BT yang telah diterima dari Bank Pelaksana;
e. Satker menuangkan hasil pengujian data permintaan pencairan dalam lembar hasil
pengujian.
f. Satker membuat daftar rekapitulasi Penerima Manfaat sesuai dengan hasil pengujian.
g. Pejabat perbendaharaan Satker menerbitkan SPM kepada KPPN berdasarkan daftar
rekapitulasi Penerima Manfaat.
h. Satker menyampaikan daftar rekapitulasi Penerima Manfaat kepada Bank Pelaksana
setelah SP2D diterbitkan oleh KPPN.

21
i. Bank Pelaksana memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Satker pada Bank
Pelaksana ke rekening masing-masing Penerima Manfaat dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) untuk kepemilikan Rumah Tapak atau Sarusun, Bank Pelaksana
memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Penerima Manfaat ke rekening
Pelaku Pembangunan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan yang
ditandatangani Penerima Manfaat.
2) untuk pembangunan rumah swadaya:
 Bank Pelaksana memindahbukukan Dana BP2BT ke rekening Penerima
Manfaat; atau
 jika Penerima Manfaat menggunakan jasa kontraktor, Bank Pelaksana
memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Penerima Manfaat ke
rekening kontraktor berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan yang
ditandatangani Penerima Manfaat setelah Rumah Swadaya selesai dibangun
kontraktor yang dilaporkan oleh Penerima Manfaat dan diperiksa Bank
Pelaksana. Bank Pelaksana menyampaikan bukti pemindahbukuan kepada
Satker.

A.4.3 PENGANGGARAN
Untuk penyaluran BP2BT pada Tahun Anggaran 2018 dialokasikan dalam DIPA sebesar
Rp10.000.000.000,00. Namun pada tanggal 13 Desember 2019 kami merevisi DIPA
Satker Pembiayaan Perumahan dengan melakukan drop loan sehingga alokasi anggaran
untuk pinjaman luar negeri (BP2BT) menjadi sebesar Rp150.000.000,00. Hal ini
dilakukan karena dalam penetapan Surat Keputusan penerima bantuan (tahap verifikasi
pertama) hanya ada 5 debitur yang berpotensi untuk dapat dilakukan pencairan, dengan
asumsi untuk bantuan kepada debitur kurang lebih sebesar masing-masing senilai
Rp30.000.000,00.

A.4.4 REALISASI PENYALURAN BP2BT


Bank Pelaksana yang melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan Satuan Kerja
Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Tentang
Penyaluran Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan dalam Rangka
Perolehan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Tahun 2018 sebagai berikut.

22
Tabel 3
Daftar Perjanjian Kerjasama antara Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan dengan Bank
Pelaksana

Tanggal Target
Nama Nomor Tanggal Adendu
No Adendu Penyalura
Bank PKS PKS m
m n
01/PKS/P
K- 12 Juli
300 Unit
KPPBPPB 2018
T/2018

PKS/006/
PT. Bank 12 Juli
DIRUT/VII/
Artha 2018
2018
1 Graha
Internasion
09/PKS/
al, Tbk. 8
ADD/PK-
Oktober 300 Unit
KPPBPP
2018
BT/2018
PKS/004 8
/DIRUT/ Oktober
X/2018 2018

PT. Bank 03/PKS/P


Pembangu K- 12 Juli
150 Unit
nan Daerah KPPBPPB 2018
2 Jawa Barat T/2018
dan 088/PKS/
Banten, 12 Juli
DIR-
Tbk. 2018
KPR/2018
06/PKS/P
28
PT. Bank K-
Septembe 20 Unit
Pembangu KPPBPPB
r 2018
3 nan Daerah T/2018
Jawa Timur 057/399/D 28
Tbk IR/KKR/P Septembe
KS r 2018
02/PKS/P
PT. Bank K- 12 Juli
100 Unit
Pembangu KPPBPPB 2018
4 nan Daerah T/2018
Jawa 5740/HT.0
Tengah 12 Juli
1.04/KRD/
2018
2018
05/PKS/P
PT. Bank K- 12 Juli
300 Unit
Rakyat KPPBPPB 2018
5 Indonesia T/2018
(Persero) B.1025
Tbk. 12 Juli
DIR/KRK/
2018
07/2018

04/PKS/P
PT. Bank K- 12 Juli
Tabungan 300 Unit
KPPBPPB 2018
6 Negara T/2018
(Persero)
Tbk 71/PKS/DI 12 Juli
R/2018 2018
Jumlah 1.470 Unit

23
Tabel 4
Target dan Realisasi Penyaluran BP2BT per Bank
Status 31 Desember 2018

No Nama Bank Target Realisasi

1 Artha Graha 600 unit 3 unit

2 BRI 300 unit 0 unit

3 BTN 300 unit 0 unit

4 BPD Jabar Banten 150 unit 0 unit

5 BPD Jateng 100 unit 0 unit

6 BPD Jatim 20 unit 0 unit

Jumlah 1.470 unit 3 unit

Guna penyaluran dana pinjaman luar negeri, Satker Pembiayaan Perumahan


membuka rekening giro pada 5 (lima) bank, yaitu:
Tabel 5
Daftar Rekening Satker Pembiayaan Perumahan
terkait Pinjaman Luar Negeri BP2BT TA 2018

Nomor Rekening
No Nama Bank Nama Rekening
Giro

1 BJB cabang 822222222228 RPL 140 PDH


Kebayoran Baru Pembiayaan
Jakarta Perumahan

2 Artha Graha 1077494720 RPL 140 PDH


Pembiayaan
Perumahan

3 BPD Jateng 1-034-02921-7 RPL 140 PDH


Cabang Utama Pembiayaan
Perumahan

4 BRI KC Jakarta 019301003235306 RPL 140 PDH


Kebayoran Baru Pembiayaan

5 BTN 00000015-01-30- RPL PDH


001127-1 Pembiayaan
Perumahan

24
A.4.5 STRUKTUR PELAKSANA BP2BT

Gambar 3
Struktur Pelaksana BP2BT

A.5 BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN SWADAYA (BSPS)


A.5.1 LATAR BELAKANG PROGRAM
Tingginya nilai properti dan harga rumah yang dibangun oleh pengembang di sebagian
besar wilayah Indonesia menyebabkan terbatasnya akses masyarakat terhadap
perumahan, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini
mendorong sebagian besar masyarakat di Indonesia untuk membangun rumah secara
swadaya, tanpa memiliki pengetahuan yang memadai terkait perencanaan dan persyaratan
teknis rumah layak huni. Hal ini menyebabkan kualitas rumah yang dibangun secara
swadaya belum memenuhi kriteria rumah layak huni.

Berdasarkan kondisi ini, terdapat 2 (dua) potensi yang menjadi perhatian dalam
pengembangan perumahan di Indonesia, yaitu tingginya potensi keswadayaan masyarakat
dalam pengembangan sektor perumahan dan permasalahan rumah tidak layak huni
(RTLH) yang timbul dari adanya pembangunan rumah secara swadaya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) mengupayakan solusi terhadap permasalahan RTLH dengan menggali
potensi keswadayaan masyarakat melalui kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS). Melalui kegiatan BSPS, masyarakat diberikan stimulan berupa uang

25
atau barang dan pendampingan melalui peningkatan kualitas rumah atau pembangunan
rumah baru, sehingga rumah yang dibangun memenuhi kriteria rumah layak huni.

Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) telah terlaksana sejak Tahun
2006 dan berhasil meningkatkan kualitas 1,2 juta unit RTLH menjadi rumah layak huni
atau sekitar 85.000 unit penanganan RTLH tiap tahunnya. Namun, dengan pertumbuhan
RTLH yang mencapai ± 140 ribu unit setiap tahunnya, kegiatan BSPS dinilai belum
efektif dalam penanganan RTLH. Oleh karena itu, dibutuhkan perluasan cakupan dan
pengembangan kebijakan terkait Program Rumah Swadaya sebagai salah satu upaya
dalam penanganan RTLH.

Inisiasi kegiatan National Affordable Housing Program (NAHP) oleh Kementerian PUPR
bertujuan untuk mendukung rencana pemerintah dalam penanganan Rumah Tidak Layak
Huni (RTLH). Dengan adanya dukungan NAHP terhadap Kegiatan BSPS, diharapkan
jumlah penyediaan kebutuhan rumah layak huni melalui peningkatan kualitas dan
pembangunan baru unit rumah yang ditargetkan pemerintah dapat tercapai dan
implementasi kegiatan yang dilaksanakan menjadi lebih efektif dan mencakup kelompok
masyarakat yang lebih luas.

A.5.2 MEKANISME PENYALURAN BSPS


Secara umum, pelaksanaan kegiatan BSPS terbagi menjadi 4 (empat) tahapan besar,
yaitu:
1) Tahap persiapan administrasi;
2) Tahap seleksi penerima bantuan;
3) Tahap pemberian bantuan;
4) Tahap pelaksanaan pembangunan/perbaikan rumah secara swadaya.

Lingkup kegiatan tahap persiapan meliputi penyusunan dokumen administrasi, meliputi


penetapan kebijakan dan regulasi terkait pelaksanaan BSPS, verifikasi usulan daerah,
penyusunan pedoman teknis serta penetapan lokasi dan alokasi berdasarkan hasil
verifikasi usulan daerah. Sedangkan, lingkup kegiatan tahap pengorganisasian CPB
meliputi sosialisasi dan persiapan pelaksanaan penyaluran bantuan. Tahapan yang perlu
dilakukan dalam penyaluran bantuan adalah penyusunan kelengkapan administrasi untuk
pencairan dana stimulan. Tahap berikutnya adalah tahap konstruksi, dengan lingkup
kegiatan pelaksanaan peningkatan kualitas rumah atau pembangunan rumah baru secara
swadaya oleh masyarakat dan didampingi oleh TFL.

26
Bentuk stimulan kegiatan BSPS dapat berupa uang yang disalurkan kepada perseorangan
penerima stimulan melalui Bank/Pos Penyalur. Dimulai pada Tahun 2018, bantuan
stimulan berupa uang selain dimanfaatkan untuk membeli bahan bangunan untuk
peningkatan kualitas rumah atau pembangunan rumah baru, dan juga untuk membayar
upah tukang. Ilustrasi mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS dapat dilihat pada
Peraturan Menteri PUPR Nomor 7/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS), acuan pelaksanaan setiap proses tahapan BSPS juga dapat mengacu
pada buku saku dan petunjuk teknis pendampingan oleh Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL).

1. Persiapan
Tahap ini terdiri dari penyusunan rencana dan persiapan dokumen administrasi
pelaksanaan BSPS, meliputi penyusunan dan penyempurnaan kebijakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan (jika diperlukan) sampai penetapan lokasi dan
alokasi kegiatan. Berikut ini adalah tahapan umum berbagai proses persiapan BSPS:

a. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Program Rumah Swadaya dan BSPS


Pada tahap persiapan dilakukan penyusunan kebijakan, sosialisasi pedoman
pelaksanaan dan penetapan lokasi. Tahap penyiapan dokumen administrasi
dilaksanakan pada jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan pemberian
bantuan kepada masyarakat (T-1). Rancangan arahan kebijakan umumnya terdiri
dari target jumlah unit pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas (PK) dan
pembangunan baru (PB), rencana struktur Satker dan organisasi pelaksana
kegiatan, rencana pelaksanaan serta koordinasi internal Kementerian PUPR dan
koordinasi eksternal dengan Pemerintah Daerah dan kementerian/lembaga terkait
lainnya. Jumlah target unit BSPS mengacu pada Renja (Rencana Kerja)
Kementerian PUPR yang disusun pada tahun anggaran yang berjalan. Berdasarkan
target jumlah unit yang akan dilaksanakan, Dit. Rumah Swadaya selanjutnya
menyusun rencana struktur Satker pelaksanaan bantuan stimulan dengan
mempertimbangkan lokasi dan alokasi pelaksanaan kegiatan BSPS. Struktur
kesatkeran terdiri dari keanggotaan Satker, struktur organisasi, garis koordinasi
baik internal maupun eksternal dengan Konsultan Manajemen, OPD Provinsi dan
Tim Teknis Kabupaten/ Kota.

b. Pengusulan Lokasi BSPS


Salah satu pertimbangan dalam penentuan lokasi dan alokasi BSPS adalah surat
usulan dari Bupati/Walikota dengan tembusan Gubernur. Khusus untuk Provinsi

27
DKI Jakarta, usulan disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri PUPR (c.q. Dirjen
Penyediaan Perumahan). Usulan lokasi BSPS harus dilengkapi dengan data jumlah
rumah tidak layak huni (RTLH) dan jumlah kebutuhan kekurangan Rumah
Swadaya.

c. Verifikasi Lokasi BSPS


Usulan calon verifikasi BSPS oleh Bupati/Walikota dilakukan verifikasi oleh
pemerintah daerah provinsi. Apabila pemerintah provinsi tidak melakukan
verifikasi, Ditjen Penyediaan Perumahan dapat melakukan verifikasi. Verifikasi
usulan dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1) Tingkat kemiskinan kabupaten/kota,


2) Proporsi jumlah RTLH terhadap jumlah rumah di kab/kota,
3) Proporsi jumlah kekurangan rumah terhadap jumlah rumah tangga kab/kota,
4) Kepedulian pemerintah daerah dalam bidang perumahan, meliputi:
i. Mempunyai data rumah tidak layak huni dan kekurangan rumah yang
mutakhir,
ii. Mempunyai program bantuan pemerintah daerah dalam bidang perumahan,
iii. Menyediakan dana pendamping kegiatan BSPS dari APBD,
iv. Evaluasi kinerja pelaksanaan BSPS tahun sebelumnya.
5) Program prioritas Pemerintah Pusat, meliputi:
i. Perintah langsung presiden,
ii. Program prioritas Kementerian PUPR,
iii. Kegiatan berdasarkan usulan kementerian/lembaga/lembaga tinggi negara
sesuai basis data terpadu atau data lapangan,
iv. Kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan/atau perjanjian kerjasama.

d. Penetapan SK Lokasi Pelaksanaan BSPS


Berdasarkan hasil verifikasi diperoleh daftar panjang urutan calon lokasi BSPS.
Dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran, selanjutnya dilakukan
penetapan lokasi BSPS untuk kabupaten/kota yang dilakukan oleh Menteri.
Berdasarkan lokasi kabupaten/kota, maka Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan
menetapkan lokasi desa/keluarahan. Dalam waktu yang bersamaan, Direktorat
Rumah Swadaya juga melakukan diseminasi dan koordinasi dengan pemerintah
daerah peleksanaan kegiatan beserta pemangku kepentingan terkait. Kegiatan
diseminasi yang dilakukan dapat berupa rapat koordinasi dan sosialisasi. Ketentuan
mengenai pihak dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan BSPS

28
mengacu pada pada Permen PUPR No. 7/PRT/M/2018 dan segala perubahannya di
kemudian hari.

e. Rekrutmen dan pembekalan TFL


Berdasarkan SK lokasi yang ditetapkan, PPK Rumah Swadaya di tingkat Satker
Pusat dan SNVT Penyediaan Perumahan tingkat Provinsi melakukan rekrutmen
dan pembekalan TFL. Pembahasan rinci terkait prosedur rekrutmen TFL dijelaskan
pada Bab 5 mengenai Pengadaan Korfas dan Fasilitator.

2. Pengorganisasian Calon Penerima Bantuan (CPB)


Tujuan utama pengorganisasian penerima bantuan adalah melakukan penyiapan
masyarakat melalui pendampingan TFL untuk memberdayakan masyarakat calon
penerima pada tahap perencanaan, pelaksanaan pengawasan, pelaporan dan
pengembangan mandiri paska kegiatan. Tahap perencanaan yang dilakukan meliputi
sosialisasi dan penyuluhan, verifikasi calon penerima bantuan, kesepakatan calon
penerima bantuan serta identifikasi kebutuhan dan penyusunan proposal.

a. Sosialisasi dan penyuluhan BSPS Oleh TFL dan Tim Teknis


Sosialisasi merupakan kegiatan penyebarluasan informasi mengenai
penyelenggaraan BSPS kepada masyarakat. Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh
dinas kabupaten/kota secara berjenjang melalui camat/kepala distrik, kepala
desa/lurah/kepala kampung/wali nagari, dan tokoh masyarakat maupun langsung
kepada masyarakat. Metode sosialisasi disesuaikan dengan karakteristik
masyarakat setempat, melalui pertemuan langsung atau tidak langsung melalui
media publikasi seperti televisi, radio, media cetak.

Penyuluhan merupakan kegiatan pemberian petunjuk dan bimbingan kepada


masyarakat, khususnya calon penerima bantuan dalam kegiatan BSPS. Kegiatan ini
dilakukan oleh Dinas, tim teknis, Korfas, atau TFL. Hal-hal yang disampaikan
dalam penyuluhan antara lain prosedur kegiatan, tata cara pelaksanaan program,
tanggung jawab penerima bantuan, sanksi, ketentuan rumah layak huni,
penyusunan rencana anggaran biaya, pelaporan kegiatan dan lain-lain. Penyuluhan
dapat dilakukan melalui forum pertemuan atau dilakukan kepada orang-
perseorangan. TFL mendokumentasikan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai
dengan format yang ada.

b. Verifikasi Calon Penerima Bantuan


Verifikasi CPB merupakan kegiatan pemeriksaan data masyarakat secara
administrasi dan faktual untuk memperoleh CPB yang memenuhi kriteria dan

29
persyaratan pada lokasi BSPS. Verifikasi dilakukan oleh TFL didampingi oleh
perangkat desa/ kelurahan/ kampung/ nagari atau nama lain sejenis dengan cara
mendatangi rumah masyarakat berdasarkan data rumah tidak layak huni setelah
kegiatan sosialisasi.

Hal-hal yang diverifikasi meliputi:

1) Kelengkapan administrasi mencakup dokumen mengenai:


i. warga negara Indonesia yang sudah berkeluarga;
ii. memiliki atau menguasai tanah;
iii. belum pernah memperoleh BSPS atau program sejenis;
iv. berpenghasilan paling banyak sebesar upah minimum provinsi;
v. bersedia berswadaya dan membentuk kelompok.
2) Kelayakan komponen bangunan (penilaian rumah tidak layak huni)
i. Rumah dalam kondisi tidak layak huni untuk kegiatan PK, yang ditentukan
melalui pemeriksaan, dengan rincian:
 persyaratan rumah layak huni (keselamatan bangunan, kesehatan
penghuni, kecukupan minimum luas bangunan);
 penilaian keselamatan bangunan
a) komponen struktur bangunan (pondasi, sloof, kolom/tiang, ring
balok, kerangka atap)
b) kualitas bahan penutup atap, lantai, dinding
 penilaian kesehatan penghuni
a) pencahayaan;
b) penghawaan; dan
c) ketersedian MCK.
 Penilaian kecukupan minimum luas bangunan
ii. Rumah dalam kondisi rusak total atau belum ada bangunan untuk kegiatan
PBRS.
3) Hasil verifikasi calon penerima bantuan. Dalam proses verifikasi
didokumentasikan untuk dokumen administrasi, foto rumah, serta format
penilaian RTLH.
Verifikasi berfungsi juga untuk mengidentifikasi CPB, menyusun rencana
kegiatan setiap CPB, dan strategi pelaksanaan kegiatan setiap kelompok.
Identifikasi calon penerima bantuan meliputi:

30
1) penilaian keswadayaan CPB melalui kegiatan memeriksa dan menilai
kemampuan masyarakat dalam melakukan penanganan rumah atau
menyelesaikan rumah;
2) pengisian hasil identifikasi keswadayaan dan kebutuhan penanganan
rumah;
3) pengumpulan dokumen administrasi;
4) pemetaan lokasi rumah untuk pembentukan KPB;
5) identifikasi kemampuan CPB bertukang atau calon tukang/pekerja diluar
CPB dalam rencana pelaksanaan konstruksi BSPS sesuai format;
6) identifikasi CPB yang berkebutuhan khusus atau keswadayaan rendah
untuk memberikan masukan terhadap forum rembuk warga dalam
pembentukan KPB berdasarkan karakteristik kemampuan bertukang;
7) pengisian format rekapitulasi hasil verifikasi dan identifikasi CPB;
8) berdasarkan isian format, selanjutnya dilakukan rekapitulasi data CPB
setiap lokasi dampingan (Format III-6). Rekap digunakan sebagai dasar
untuk melakukan penyepakatan CPB dalam forum rembuk warga.

c. Kesepakatan CPB
Kesepakatan CPB dilakukan untuk memenuhi akuntabilitas dalam penentuan CPB
berdasarkan prinsip tepat sasaran dan kegotongroyongan. Kesepakatan CPB BSPS
dilakukan melalui rembuk warga untuk:

1) menentukan CPB BSPS;


2) membentuk KPB dan bersepakat untuk tanggung renteng dalam pelaksanaan
kegiatan BSPS; dan
3) menentukan toko/penyedia bahan bangunan.

Kesepakatan CPB dilakukan setelah diverifikasi dan memperoleh daftar nama CPB
yang akan diusulkan. Kesepakatan ini diprakarsai oleh CPB dan difasilitasi oleh
TFL serta dihadiri oleh perangkat desa/kelurahan/kampung/nagari atau nama lain
sejenis dan dapat dihadiri oleh masyarakat bukan CPB. Berdasarkan daftar nama
CPB dilakukan pembentukan Kelompok Penerima Bantuan (KPB). Pembentukan
KPB dilakukan oleh CPB yang difasilitasi oleh TFL dan perangkat desa/kelurahan/
kampung/nagari atau nama lain sejenis dengan memperhatikan kedekatan lokasi
rumah, kemampuan bertukang, tingkat keswadayaan. KPB diberi nama sesuai
kesepakatan, melaksanakan fungsi gotong-royong, tanggung jawab tanggung
renteng, membuat kesepakatan sosial untuk bertanggung jawab secara

31
berkelompok dalam melaksanakan program BSPS sesuai format. KPB dilakukan
penetapan melalui Keputusan Kepala desa/lurah/kepala kampung/wali nagari
sesuai format. Kegiatan kesepakatan CPB didokumentasikan oleh TFL dalam
bentuk laporan sesuai dengan format.

KPB melakukan survey terhadap toko/penyedia bahan bangunan untuk ditetapkan


dalam kesepakatan. Survey toko/penyedia bahan bangunan meliputi ketersedian
dan harga satuan bahan bangunan, ketersediaan sarana angkutan serta persyaratan
administrasi sesuai Format III-9. Kesepakatan yang dilakukan oleh KPB sesuai
Format III-10 sebagai toko/penyedia bahan bangunan yang akan bekerjasama
dengan KPB.

d. Identifikasi Kebutuhan dan Penyusunan Proposal Berupa Uang


Calon Penerima Bantuan (CPB) didampingi TFL dalam melakukan identifikasi
rencana penanganan rumah dan menentukan kebutuhan PKRS atau PBRS. Hasil
identifikasi kebutuhan dituangkan dalam dokumen teknis yang menjadi bagian dari
proposal, yang terdiri dari dokumen teknis dan dokumen administrasi.

Proposal penerima bantuan selanjutnya disusun berdasarkan pengelompokkan


setiap KPB yang dilengkapi dengan:

1) Keputusan Kepala Desa/Lurah tentang KPB sesuai format;


2) pernyataan tanggung renteng dari KPB sesuai format.

Dokumen proposal Kelompok Penerima Bantuan (KPB) selanjutnya disusun dan


dikelompokkan setiap desa/kelurahan/kampung/nagari dan diperiksa oleh TFL
pendamping untuk memastikan kelengkapannya. Proposal yang sudah
diklasifikasikan berdasarkan desa/kelurahan/ kampung/nagari atau nama lain
sejenis disampaikan kepada Korfas untuk diverifikasi kelengkapan dan
kebenaranya, selanjutnya disampaikan kepada tim teknis untuk diverifikasi
kembali dan disahkan. Verifikasi dan pengesahan proposal menggunakan format.
Dokumen yang telah disahkan selanjutnya diajukan oleh Dinas kepada PPK dengan
melampirkan surat permohonan penetapan penerima bantuan sesuai format.

e. Penetapan CPB Berupa Uang


Proposal diajuhkan Dinas kepada PPK untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan
dokumen proposal. Proposal yang dinyatakan memenuhi persyaratan maka
penerima bantuan ditetapkan dengan Keputusan PPK yang dilampirkan Daftar
Penerima Bantuan (DPB) sesuai format dan disahkan oleh Kuasa Pengguna

32
Anggaran (KPA) atau Kepala Satuan Kerja. Keputusan PPK tentang penerima
bantuan disampaikan kepada bank/pos penyalur sebagai dasar bank/pos penyalur
membuka rekening atas nama penerima bantuan.

3. Penyaluran Bantuan
Proses penyaluran bantuan stimulan berupa uang secara umum terbagi menjadi tahap
pencairan bantuan, penyaluran dan pemanfaatan bantuan.

a. Pencairan Bantuan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyusun Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
berdasarkan Keputusan PPK tentang penerima bantuan dan diajukan kepada
Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM). PPSPM melakukan
kelengkapan dokumen dan setelah dinyatakan lengkap diterbitkan Surat Perintah
Membayar (SPM). Dokumen SPM disampaikan kepada KPPN untuk proses agar
dana bantuan dapat disalurkan ke rekening KPA pada bank/pos penyalur. Proses
penyaluran dana BSPS mengikuti ketentuan pencairan langsung (LS) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penyaluran Bantuan
PPK membuat surat perintah penyaluran dana (SPPn) yang ditujukan kepada
pejabat bank/pos penyalur sesuai format yang dilampirkan Daftar Penerima
Bantuan (DPB). Berdasarkan surat perintah penyaluran dana, maka bank/pos
penyalur menyalurkan bantuan dari rekening Satuan Kerja ke rekening penerima
bantuan.

c. Pemanfaatan Bantuan
Pemanfaatan bantuan dilakukan oleh penerima bantuan dengan ketentuan sebagai
berikut:

1) pemanfaatan bantuan dilakukan dalam II (dua) tahap dengan setiap tahap


sebesar 50 % (lima puluh persen) untuk membeli bahan bangunan dan
membayar upah kerja;
2) bantuan tahap II dapat dilakukan apabila pelaksanaan konstruksi mencapai
atau setara dengan pemasangan bahan bangunan sebesar paling sedikit 30 %
(tiga puluh persen);
3) pembelian bahan bangunan dilakukan dengan cara pemindahbukuan uang dari
rekening penerima ke rekening toko/penyedia bahan bangunan setelah bahan

33
bangunan dikirim oleh toko/penyedia bahan bangunan dan diterima oleh
penerima BSPS;
4) pembayaran upah kerja dilakukan dengan cara penarikan tunai dari rekening
penerima bantuan;
5) toko/penyedia bahan bangunan tempat pembelian bahan bangunan dipilih dan
ditunjuk oleh KPB berdasarkan survey dan kesepakatan kelompok sesuai
format, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
i. memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
ii. memiliki tempat/alamat sesuai dengan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU);
iii. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
iv. melakukan usaha perdagangan bahan bangunan yang diketahui oleh
masyarakat umum;
v. membuka rekening khusus untuk kegiatan BSPS di bank yang sama
dengan bank/pos penyalur;
vi. memiliki sarana angkutan pengiriman bahan bangunan;
vii. lokasi toko/penyedia bahan bangunan diutamakan dekat dengan penerima
BSPS;
viii. bersedia membayar pajak sesuai ketentuan perundangundangan; dan
ix. membuat perjanjian kerja sama dengan KPB.
Apabila toko/penyedia bahan bangunan tidak memiliki SIUP dan SITU dan
KPB bersepakat melakukan penunjukkan toko/penyedia bahan bangunan yang
dituangkan dalam Berita Acara maka KPB mengusulkan kepada KPA. KPA
berdasarkan surat permohonan KPB menetapkan penunjukkan toko/penyedia
bahan bangunan setelah melalui analisis kelayakan. Apabila toko/penyedia
bahan bangunan tidak dapat menyediakan seluruh kebutuhan bahan bangunan
bagi KPB, maka toko/penyedia bahan bangunan dapat bekerjasama dengan
penyedia bahan bangunan lain dengan syarat toko/penyedia bahan bangunan
yang kontrak kerjasama dengan KPB bertanggung jawab terhadap pemenuhan
kontrak kerjasama;
6) penerima bantuan melakukan pemanfaatan bantuan berdasarkan Daftar
Rencana Pemanfaatan Bantuan (DRPB) sesuai format dalam setiap tahap.
Apabila terjadi perubahan dokumen perencanaan yang meliputi Rencana
Anggaran Biaya (RAB) dan Daftar Rencana Pemanfaatan Bantuan (DRPB)
yang telah diajukan dalam dokumen proposal, maka dapat menggunakan
format;

34
7) Ketua KPB melakukan perjanjian kerja sama pembelian bahan bangunan
dengan pemilik toko bahan bangunan sesuai format;
8) toko/penyedia bahan bangunan mengirim bahan bangunan ke tempat penerima
bantuan sesuai DRPB dan perjanjian kerjasama dalam 2 (dua) tahap.
Apabila Toko/penyedia bahan bangunan dapat mengirim seluruh bahan
bangunan (Tahap 1 dan Tahap 2) sekaligus dalam rangka percepatan dan
kemudahan pengiriman berdasarkan kesepakatan dengan KPB dapat
dilakukan tetapi pembayaran tetap dalam 2 (dua) tahap. Apabila terjadi
kondisi tertentu seperti keterbatasan waktu pelaksanaan dan kesulitan akses ke
lokasi, maka pengiriman bahan bangunan dan pembayaran bahan bangunan
dapat dilakukan dalam 1 (satu) tahap berdasarkan Keputusan KPA
berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi di lokasi dan laporan Tim Teknis
kabupaten/kota;
9) bukti penerimaan uang untuk upah kerja berupa slip penarikan dan bentuk
pertanggungjawaban upah kerja berupa kuitansi sesuai format atau bukti lain
yang sah dari penerima bantuan kepada tukang atau pekerja dengan dibuktikan
dengan dipakainya bahan bangunan sesuai DRPB;
10) penerima bantuan menyusun laporan penggunaan dana Tahap 1 dan Tahap 2
didampingi oleh TFL, dan diverifikasi oleh Korfas dan Tim Teknis sesuai
Format IV-6, Format IV-7, Format IV-8 dan Format IV-9 serta melampirkan
dokumen pertanggungjawaban.

4. Pelaporan
a. Penerima BSPS didampingi TFL dalam menyusun dan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pemanfaatan BSPS kepada PPK.
b. Bank/Pos penyalur menyampaikan laporan pertanggung jawaban penyaluran BSPS
kepada PPK.
c. TFL menyampaikan laporan kepada PPK melalui Korfas tembusan kepada Dinas
(Format V-1, Format V-2, Format V-3, Format V-4).
d. Korfas menyampaikan laporan kepada PPK tembusan kepada Dinas (Format IV-5,
Format V-6, Format V-7, Format V-8).
e. PPK menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan BSPS kepada KPA.
f. KPA menyampaikan laporan kegiatan BSPS kepada Direktur Jenderal Penyediaan
Perumahan melalui Direktur Rumah Swadaya.

35
g. Penyedia jasa kontruksi menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pembangunan PSU kepada PPK.

A.5.3 DUKUNGAN OPERASIONAL BSPS


Dukungan operasional BSPS NAHP TA 2018 diberikan melalui perekrutan pihak ketiga,
untuk mendukung Satuan Kerja dalam:
1. mengelola pembayaran secara tepat waktu gaji Koordinator Fasilitator (Korfas) dan
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) di bawah kontrak Penyedia Jasa; dan
2. mengelola pembayaran secara tepat waktu kegiatan pengembangan kapasitas dan
biaya operasional penyelenggaraan BSPS.

Terdapat 2 (dua) Penyedia Jasa yang dikontrak di bawah arahan Satuan Kerja Penyediaan
Rumah Swadaya yang wilayah kerjanya dibagi menjadi Wilayah Barat (Jasa Manajemen
Pendampingan BSPS TA 2017/2018 Wiayah I) dan Wilayah Timur (Jasa Manajemen
Pendampingan BSPS TA 2017/2018 Wilayah II).

A.5.4 PENGANGGARAN
Untuk penyaluran BSPS NAHP TA 2018 telah dialokasikan anggaran dalam DIPA
Kementerian PUPR TA 2018 sebesar Rp240.000.000.000,00 dan telah dilaksanakan
percepatan penarikan (top-up) menjadi sebesar Rp596.000.000.000,00 dalam rangka
penambahan output BSPS dari 13.000 unit menjadi 35.000 unit.

A.5.5 REALISASI PENYALURAN


Dalam rangka penyaluran BSPS TA 2018, telah ditandatangani Perjanjian Kerjasama
(PKS) antara PPK Satuan Kerja dengan Bank Penyalur serta pembuatan rekening giro
pada masing-masing Bank Penyalur dengan daftar sebagai berikut.

Tabel 6
Daftar Perjanjian Kerjasama Penyaluran BSPS TA 2018

Tanggal
No Nama Satuan Kerja Nama Bank Nomor PKS
PKS

PT. Bank 01/PKS/SATKER-PRS/2018


Penyediaan Rumah 3 April
1 Tabungan
Swadaya 2018
Negara, Tbk
02/PKS/CMFD/IV2018

SNVT Penyediaan PT. Bank 1133/PKS/Rw/2018


2 Oktober
2 Perumahan Provinsi Tabungan
2018
Aceh Negara, Tbk 56/PKS/BNA/KC/X/2018

36
Tanggal
No Nama Satuan Kerja Nama Bank Nomor PKS
PKS

PT. Bank
SNVT Penyediaan 3
Pembangunan
3 Perumahan Provinsi PKS/099C/DIR/09-2013 September
Daerah Sumatera
Sumatera Barat 2018
Barat

01/PKS-BSPS/SNVT-
PPPJ/II2018 23 April
2018
034.04/KP.TDN/PKS/2018
SNVT Penyediaan PT. Bank
4 Perumahan Provinsi Pembangunan Adendum
Jambi Daerah Jambi 01/PKS-BSPS/SNVT-
PPPJ/II/2018 1 Oktober
2018
Adendum
068.10/PKS.BPDJ/2018

3 April
HK.02.03/PPK-RS/324/2018
2018
SNVT Penyediaan PT. Bank
5 Perumahan Provinsi Tabungan Adendum
Bengkulu Negara, Tbk 26
HK.02.03/ADDPPK.RS/SNVT September
.PP-BKL/823/2018 2018

HK.02.03/PP.02/SWADAYA/
36 12 Maret
PT. Bank
SNVT Penyediaan Pembangunan 2018
6 Perumahan Provinsi Daerah Jawa 020/PKS/DIR-DJK/2018
Jawa Barat Barat dan Banten,
Tbk Adendum 26
November
Nomor: 05 2018

025/SPK/PPK-BSPS/SNVT-
PT. Bank PP-SULTRA/IV/2018
SNVT Penyediaan
Pembangunan 11 April
7 Perumahan Provinsi
Daerah Sulawesi 2018
Sulawesi Tenggara 042/PKS/PKS.DIR/BDP/04/0
Tenggara
218

SNVT Penyediaan
PT. Bank Mandiri, 001/PKS/RUSWA- 14 Maret
8 Perumahan Provinsi
Tbk PPSS/II/2018 2018
Sulawesi Selatan

Tabel 7
Daftar Rekening Giro Penyaluran BSPS Tahun Anggaran 2018

Nomor Rekening
No Nama Bank Nama Rekening
Giro

1 BTN 00001.01.30.000838. RPL 139 UTK PENAMPUNGAN


4 DANA BANTUAN

2 BTN Cabang Banda 00040-01-30- RPL 001 DB SNVT PP PROV


Aceh 000336-6 ACEH UNTUK PENYALURAN
DB SNVT

3 BPD Sumatera Barat 21000101014757 RPL 010 SNVT DB PNPR SB


untuk BSPS

4 BPD Jambi 3001820949 RPL 012 DB SNVT PERUM JBI

5 BTN 00037-01-30- RPL 016 DB SNVT


000525-8 PENYEDIAAN PERUMAHAN

37
UNTUK MASYARAKAT

6 BJB Cabang Utama 0086278952001 RPL 095 KS SNVT PP JABAR


Bandung UTK BSPS

7 Bank Sultra 00101055002505 RPL 060 PS SNVT PP SULTRA


UTK BANTUAN SWADAYA

8 Bank Mandiri 152-00-1689186-9 RPL 045 DB SNVT


Cabang Pembantu PENYEDIAAN PERUMAHAN
Makassar PROVINSI SULAWESI
Cokoroaminoto SELATAN

Penyaluran BSPS TA 2018, yang berasal sumber dana pinjaman luar negeri NAHP,
dilakukan di 24 Provinsi melalui Satuan Kerja Penyediaan Rumah Swadaya dan 17
SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi. Per tanggal 31 Desember 2018, bantuan telah
tersalurkan untuk 34.949 unit atau 99,85% dari target 35.000 unit dengan progres fisik
keseluruhan sebesar 99,90%.
Tabel 1
Target dan Realisasi Penyaluran BSPS TA 2018 per Satker
Status 31 Desember 2018

SATKER PENYEDIAAN TARGET REALISASI PROGRES


NO
RUMAH SWADAYA (Unit) (Unit) FISIK (%)

SATKER PENYEDIAAN RUMAH


4.876 4.859 99,77
SWADAYA WILAYAH I

1 SUMATERA UTARA 1.405 1.394 99,48

2 RIAU 521 519 99,76

3 SUMATERA BARAT 1.730 1.723 99,85

4 BENGKULU 479 479 100,00

5 LAMPUNG 541 541 100,00

6 SUMATERA SELATAN 200 200 100,00

SATKER PENYEDIAAN RUMAH


10.049 10.035 99,87
SWADAYA WILAYAH II

7 BANTEN 200 200 100,00

8 JAWA BARAT 950 950 100,00

9 JAWA TENGAH 7.954 7.940 99,84

10 JAWA TIMUR 945 945 100,00

SATKER PENYEDIAAN RUMAH


3.628 3.626 99,96
SWADAYA WILAYAH III

11 GORONTALO 50 50 100,00

12 SULAWESI TENGAH 140 140 100,00

13 SULAWESI TENGGARA 280 280 100,00

38
SATKER PENYEDIAAN TARGET REALISASI PROGRES
NO
RUMAH SWADAYA (Unit) (Unit) FISIK (%)

14 SULAWESI SELATAN 319 319 100,00

15 SULAWESI BARAT 1.455 1.454 99,96

16 NUSA TENGGARA BARAT 640 640 100,00

17 NUSA TENGGARA TIMUR 350 349 99,79

18 MALUKU UTARA 394 394 100,00

SNVT PENYEDIAAN PERUMAHAN

1 ACEH 1.205 1.200 99,71

2 SUMATERA BARAT 2.565 2.564 99,88

3 JAMBI 1.280 1.280 100,00

4 SUMATERA SELATAN 1.414 1.412 99,90

5 BENGKULU 1.756 1.756 100,00

6 LAMPUNG 600 600 100,00

7 BANTEN 300 300 100,00

8 JAWA BARAT 792 792 100,00

9 JAWA TIMUR 2.164 2.164 100,00

10 BALI 200 200 100,00

11 KALIMANTAN BARAT 1.685 1.685 100,00

12 GORONTALO 200 200 100,00

13 SULAWESI TENGAH 677 670 99,38

14 SULAWESI TENGGARA 259 259 100,00

15 SULAWESI SELATAN 550 550 100,00

16 PAPUA 550 550 100,00

17 PAPUA BARAT 250 250 100,00

TOTAL 35.000 34.949 99,90

39
A.5.6 STRUKTUR PELAKSANA BSPS
Gambar 4
Struktur Pelaksana BSPS

A.6 PENDEKATAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Laporan Keuangan Pinjaman Luar Negeri National Affordable Housing Program Tahun
Anggaran 2018 ini merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang
bersumber dari belanja pinjaman luar negeri yang dikelola oleh Satuan Kerja Pembiayaan
Perumahan. Laporan Keuangan ini dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yaitu serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan dan pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.

SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan Sistem
Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI
dirancang untuk menghasilkan Laporan Keuangan Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
Sedangkan SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap,

40
persediaan, dan aset lainnya untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara
serta laporan manajerial lainnya.

A.7 BASIS AKUNTANSI

Laporan Keuangan Belanja Pinjaman Luar Negeri National Affordable Housing Program
Tahun Anggaran 2018 menerapkan basis akrual dalam penyusunan dan penyajian Neraca,
Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas serta basis kas untuk penyusunan
dan penyajian Laporan Realisasi Anggaran. Basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu
terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Sedangkan basis kas adalah basis akuntansi yang yang mengakui pengaruhi transaksi atau
peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Hal ini sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

A.8 DASAR PENGUKURAN


Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap
pos dalam laporan keuangan. Dasar pengukuran yang diterapkan dalam penyusunan dan
penyajian Laporan Keuangan adalah dengan menggunakan nilai perolehan historis.

Aset dicatat sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai
wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat
sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi
kewajiban yang bersangkutan.

Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang
menggunakan mata uang asing ditranslasi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata
uang rupiah.

A.9 KEBIJAKAN AKUNTANSI


Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Tahun 2017 telah mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kebijakan akuntansi merupakan prinsip-prinsip, dasar-
dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh
suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kebijakan
akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan ini adalah merupakan kebijakan yang

41
ditetapkan oleh Badan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Disamping itu, dalam
penyusunannya telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di
lingkungan pemerintahan.

Kebijakan-kebijakan akuntansi penting yang digunakan dalam penyusunan Laporan


Keuangan Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan adalah sebagai
berikut:

a. Pendapatan- LRA

1. Pendapatan-LRA diakui pada saat kas diterima pada Kas Umum Negara (KUN).
2. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
3. Pendapatan-LRA disajikan menurut klasifikasi sumber pendapatan.

b. Pendapatan- LO
1. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar
kembali.
2. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan dan/atau
Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. Secara
khusus pengakuan pendapatan-LO pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan adalah sebagai berikut:
i. Pendapatan Negara Bukan Pajak berasal dari Jasa Giro dari Rekening
Penampungan Lainnya (RPL) di Bank Pelaksana Penyaluran untuk
penyaluran Pinjaman Luar Negeri Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) dan Bantuan Uang Muka Perumahan;
ii. Pendapatan Denda diakui pada saat dikeluarkannya surat keputusan denda
atau dokumen lain yang dipersamakan;
3. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
4. Pendapatan disajikan menurut klasifikasi sumber pendapatan.
c. Belanja
1. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam peride tahun anggaran yang

42
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
2. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN.
3. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi
pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
4. Belanja disajikan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja dan selanjutnya
klasifikasi berdasarkan organisasi dan fungsi akan diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.

d. Beban
1. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
2. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban; terjadinya konsumsi aset;
terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
3. Beban disajikan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja dan selanjutnya
klasifikasi berdasarkan organisasi dan fungsi diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
e. Aset
Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar dan Aset Lainnya.
1. Aset Lancar
Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas dalam bentuk
valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs tengah BI pada
tanggal neraca.

2. Aset Lainnya
Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, aset tetap, dan piutang
jangka panjang. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan
penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset
kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi
penggunaannya

f. Kewajiban
1. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
2. Kewajiban pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan

43
kewajiban jangka panjang.
i. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan
setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak Ketiga, Belanja
yang Masih Harus Dibayar, Pendapatan Diterima di Muka, Bagian Lancar
Utang Jangka Panjang, dan Utang Jangka Pendek Lainnya.
ii. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika
diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua
belas bulan setelah tanggal pelaporan.
3. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban
pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung.
g. Ekuitas

Ekuitas merupakan merupakan selisih antara aset dengan kewajiban dalam satu
periode. Pengungkapan lebih lanjut dari ekuitas disajikan dalam Laporan Perubahan
Ekuitas.

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Anggaran pinjaman luar negeri untuk National Affordable Housing Program (NAHP)
terdapat pada DIPA 19 Satuan Kerja di lingkungan Kementerian PUPR.

Selama periode sampai dengan 31 Desember 2018, terkait pinjaman luar negeri NAHP,
dilakukan 2 (dua) kali revisi DIPA Kementerian PUPR TA 2018. Revisi pertama adalah
percepatan penarikan (top-up) pada DIPA Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan TA
2018 dari sebesar Rp240.000.000.000,00 menjadi sebesar Rp596.000.000.000,00 dalam
rangka penambahan output BSPS dari 13.000 unit menjadi 35.000 unit.

Sedangkan revisi kedua dilakukan pada DIPA Direktorat Jenderal Pembiayaan


Perumahan TA 2018 oleh Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan untuk menyesuaikan
dengan target realisasi. Revisi tersebut adalah dengan melakukan pengurangan anggaran
(drop loan) dari sebesar Rp10.000.000.000,00 menjadi Rp150.000.000,00 melalui Revisi
DIPA tanggal 13 Desember 2018.

44
B.1 PENDAPATAN
Tidak terdapat pendapatan terkait pinjaman luar negeri pada LRA Satuan Kerja pada
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan karena kegiatan ini bersifat penyaluran
bantuan.

B.2 BELANJA
Belanja yang digunakan guna dalam NAHP adalah: (i) Belanja Jasa Konsultan (522131);
(ii) Belanja Barang untuk Bantuan Lainnya yang Memiliki Karateristik Bantuan
Pemerintah (526312); dan (iii) Belanja Gedung Dan Bangunan Untuk Diserahkan Ke
Masyarakat/Pemda dalam Bentuk Uang (526123).

Realisasi Belanja sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar Rp586.710.455.120,00 atau


96,79% dari anggaran belanja sebesar Rp606.150.000.000,00.

Untuk penyaluran BP2BT, penyaluran atas 3 (tiga) debitur telah melalui proses
penyerahan daftar rekapitulasi pemohon yang lolos verifikasi dan perkiraan besaran Dana
BP2BT yaitu:
1. Bank Artha Graha 5 Pemohon
2. Bank BTN 3 Pemohon
3. Bank BJB 10 Pemohon

Setelah dilakukan Pemeriksaan dan Pengujian Permohonan Dana BP2BT oleh Satker
BP2BT sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/PRT/M/2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
18/PRT/M/2017 Tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
terdapat 5 pemohon yang dapat dinyatakan memenuhi persyaratan tersebut. Adapun pada
prosesnya hanya 3 pemohon (nasabah Bank Artha Graha) yang melanjutkan proses
sampai dengan akad kredit untuk dapat dilakukan pengajuan Permohonan Penetapan
Pemohon Dana Bantuan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) tersebut dan
dilaksanakan Pembayaran pinjaman luar negeri bantuan pembiayaan perumahan berbasis
pinjaman luar negeri untuk ketiga nasabah tersebut senilai Rp89.400.000,00 sesuai
dengan Surat Keputusan tentang Penerima Manfaat Bantuan Pembiayaan Nomor
411/KPTS/SATKER-PP/2018 sesuai hasil pengujian yang telah dilaksanakan oleh Tim
Pengujian Debitur/Nasabah Penerima BP2BT yang di ajukan oleh PT. Bank Artha Graha
Internasional, Tbk. ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2018 oleh Pejabat Pembuat
Komitmen Kebijakan Pembiayaan Perumahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan
Berbasis Tabungan yang disahkan oleh Kepala Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan.

45
Rendahnya penyaluran BP2BT ini disebabkan karena beberapa kendala yang dihadapi,
yaitu :
1. Terlambatnya penetapan perubahan atas Peraturan Menteri PUPR Nomor
12/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor
18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT). Penerapan perubahan PMK ini baru di undangkan pada tanggal 22 Mei
2018. Akibatnya, perjanjian kerja sama antara Satuan Kerja Pembiayaan dengan
Bank Pelaksana baru dilaksanakan pada bulan Juli 2018, sementara Bank Pelaksana
berkewajiban mengajukan permohonan besaran Dana BP2BT secara lengkap dan
benar paling lambat tanggal 30 Oktober tahun 2018 sebagaimana yang tercantum
dalam Perjanjian Kerja Sama. Sehingga Bank Pelaksana hanya memiliki waktu yang
singkat untuk membuat SOP dan sosialisasi ke cabang;
2. Belum selesainya pembangunan unit rumah yang mengajukan BP2BT. Penyelesaian
atas pembangunan unit rumah ini menjadi syarat penyaluran BP2BT sebagaimana
tercantum paada Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/PRT/M/2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) pasal 12. bahwa Fisik bangunan Rumah
baru dan lingkungannya harus telah siap dihuni.

Sedangkan untuk penyaluran BSPS, dilakukan melalui Bank Penyalur yang telah
melakukan Perjanjian Kerjasama dengan PPK di masing-masing Satuan Kerja. Adapun
kendala yang dialami dalam penyaluran adalah:

1. Adanya masyarakat yang belum siap (dalam konteks keswadayaan perbaikan rumah)
serta status tanah yang belum jelas sehingga dana BSPS yang telah tersalurkan ke
Bank Penyalur tidak termanfaatkan;

2. Adanya pemberhentian dana alokasi tahap ke-2 di lokasi paska bencana (Sulawesi
Tengah) berdasarkan Surat Ditjen Penyeduaan Perumahan Kementerian PUPR
Nomor PR.0103-Dr/1114 Tanggal 12 Oktober 2018 Tentang Pemberhentian
Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2018 Provinsi
Sulawesi Tengah di lokasi dampak gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten
Sigi, dan Kabupaten Donggala, dan pada penjelasan pada point 4, anggaran BSPS
yang tidak terserap dapat dialihkan untuk pelaksanaan BSPS di lokasi yang tidak
terkena dampak bencana.

46
C. PENJELASAN ATAS POS-POS NERACA

C.1 KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN


Tidak terdapat saldo kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017.

C.2 KAS LAINNYA DAN SETARA KAS


Saldo Kas Lainnya dan Setara Kas per tanggal 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
bernilai sama yaitu sebesar Rp0,00.

Kas lainnya dan setara kas ini berasal dari pendapatan jasa giro dalam kurun waktu
sampai dengan 31 Desember 2018 yang belum dilakukan penyetoran melalui simponi.

Kas Lainnya dan Setara Kas merupakan kas pada bendahara pengeluaran yang bukan
berasal dari UP/TUP, kas lainnya dan setara kas. Setara kas yaitu investasi jangka pendek
yang siap dicairkan menjadi kas dalam jangka waktu 3 bulan atau kurang sejak tanggal
pelaporan.

C.3 DANA YANG DIBATASI PENGGUNAANNYA


Dana yang dibatasi penggunaaannya adalah dana yg sudah terbit SP2D-nya per tanggal
pelaporan, akan tetapi belum disalurkan dan masih tercatat di rekening RPL 31 Desember
2018. Tidak terdapat saldo pada pos dana yang dibatasi penggunaannya per 31 Desember
2018.

C.4 KEWAJIBAN
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Tidak terdapat nilai
kewajiban pada neraca pinjaman luar negeri per 31 Desember 2018 maupun per 31
Desember 2017.

C.4.1 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK


C.4.1.1 UTANG
Tidak terdapat saldo utang yang tercatat pada Neraca per 31 Desember 2018 maupun per
31 Desember 2017.

47
C.4.2 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
C.4.3 Utang Jangka Panjang
Tidak terdapat saldo utang jangka panjang baik pada Neraca per 31 Desember 2018
maupun per 31 Desember 2017.

C.5 EKUITAS
Tidak terdapat nilai ekuitas per 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017.

Ekuitas adalah kekayaan bersih entitas yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban.

D. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN OPERASIONAL


D.1 KEGIATAN OPERASIONAL

D.1.1 PENDAPATAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Jumlah Pendapatan untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017 sebesar Rp0,00.

Pendapatan operasional berasal dari pendapatan jasa lembaga keuangan-jasa giro (akun
425764) tahun berjalan baik yang sudah dilakukan penyetoran ke rekening kas negara
maupun belum.

D.1.2 BEBAN BARANG DAN JASA


Beban barang dan jasa untuk periode sampai 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
masing-masing sebesar Rp41.551.055.120,00 dan Rp0,00.

D.1.3 BEBAN BARANG UNTUK BANTUAN LAINNYA YANG MEMILIKI


KARATERISTIK BANTUAN PEMERINTAH
Beban barang untuk bantuan lainnya yang memiliki karaterisrik bantuan pemerintah
untuk periode sampai 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017 masing-masing sebesar
Rp545.070.000.000,00 dan Rp0,00.

Beban barang untuk bantuan lainnya yang memiliki karateristik bantuan pemerintah
merupakan beban pemerintah dalam pembayaran bantuan ke masyarakat dalam bentuk

48
uang dan barang untuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni atau pembangunan
baru rumah swadaya.

D.1.4 BEBAN GEDUNG DAN BANGUNAN UNTUK DISERAHKAN KEPADA


MASYARAKAT/PEMDA DALAM BENTUK UANG
Beban gedung dan bangunan untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dalam bentuk
uang untuk periode sampai 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017 masing-masing
sebesar Rp89.400.000,00 dan Rp0,00.

Beban gedung dan bangunan untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dalam bentuk
uang merupakan beban pemerintah dalam pembayaran bantuan ke masyarakat/pemda
dalam bentuk uang tunai yang digunakan untuk dapat mengakses Kredit Pemilikan
Rumah.

D.2 KEGIATAN NON OPERASIONAL


D.2.1 PENDAPATAN
Pos Surplus dari Kegiatan Non Operasional terdiri dari pendapatan dan beban yang
sifatnya tidak rutin dan bukan merupakan tugas pokok dan fungsi entitas.

Tidak terdapat pendapatan dari kegiatan Non Operasional periode sampai dengan 31
Desember 2018 maupun sampau dengan 31 Desember 2017.

D.2.2 POS LUAR BIASA


Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena
kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau
rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.

Tidak terdapat saldo pada pos luar biasa laporan Operasional Satker Ditjen Pembiayaan
Perumahan terkait pinjaman luar negeri periode sampai dengan 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017.

D.3 SURPLUS/DEFISIT LO
Surplus/Defisit LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit
kegiatan operasional, kegiatan non operasional dan kejadian luar biasa.

49
Pada periode sampai dengan 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017 tercatat defisit
Rp586.710.455.120,00 dan Rp0,00 pada LO

E. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

E.1 EKUITAS AWAL


Nilai ekuitas periode sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar defisit Rp0,00

E.2 SURPLUS (DEFISIT) LO


Jumlah Defisit LO untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017 sebesar Rp586.710.455.210,00 dan Rp0,00.

Defisit LO merupakan selisih kurang antara surplus/defisit kegiatan operasional,


surplus/defisit kegiatan non operasional dan pos luar biasa.

E.3 KOREKSI YANG MENAMBAH/MENGURANGI EKUITAS YG AL.


BERASAL DARI DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN
AKUNTANSI/KESALAHAN MENDASAR

E.3.1 PENYESUAIAN NILAI ASET


Nilai Penyesuaian Nilai Aset untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017 bernilai sama sebesar Rp0,00. Penyesuaian Nilai Aset merupakan hasil
penyesuaian nilai persediaan akibat penerapan kebijakan harga perolehan terakhir

E.3.2 SELISIH REVALUASI ASET


Selisih Revaluasi Aset Tetap merupakan selisih yang muncul pada saat dilakukan
penilaian ulang aset tetap. Selisih Revaluasi Aset Tetap untuk periode yang berakhir pada
31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017 bernilai sama yaitu Rp0,00

E.3.3 KOREKSI ASET TETAP NON REVALUASI


Koreksi Aset Tetap Non Revaluasi untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2018
dan 31 Desember 2017 bernilai sama yaitu Rp0,.

Koreksi ini berasal dari transaksi koreksi nilai aset tetap dan aset lainnya yang bukan
karena revaluasi nilai.

E.3.4 KOREKSI LAIN-LAIN


Tidak terdapat saldo koreksi Lain-Lain untuk periode yang berakhir pada 31 Desember
2018 dan 31 Desember 2017.

E.4 TRANSAKSI ANTAR ENTITAS


Nilai Transaksi Antar Entitas untuk periode yang berakhir 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017 masing-masing sebesar Rp586.710.455.210,00 dan Rp0,00.

50
Transaksi antar Entitas adalah transaksi yang melibatkan dua atau lebih entitas yang
berbeda baik internal KL, antar KL, antar BUN maupun KL dengan BUN

E.5 KENAIKAN/PENURUNAN EKUITAS


Kenaikan/Penurunan Ekuitas adalah perbandingan ekuitas antara periode saat penyusunan
Laporan Keuangan dan Periode sebelumnya. NIlai penurunan ekuitas sebesar Rp0,00

E.6 EKUITAS AKHIR


Tidak terdapat nilai ekuitas pada tanggal 31 Desember 2018 maupun sampai dengan 31
Desember 2017

51
GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN

1. Dasar Hukum Pemeriksaan


a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
b. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
c. Loan Agreement of National Affordable Housing Program Project between
Republic of Indonesia and International Bank for Reconstruction and
Development (IBRD) No. 8717-ID
2. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LK) NAHP bertujuan untuk memberikan opini
atas Laporan Keuangan Loan IBRD No. 8717-ID NAHP per tanggal 31 Desember
2018 sesuai dengan loan agreement between Republic of Indonesia and International
Bank for Reconstruction and Development tanggal 30 November 2017 section 5.09 of
the General Conditions yang menyatakan antara lain bahwa pemeriksaan untuk
memberikan opini dilakukan dengan memperhatikan:
a. Penilaian atas sistem pengendalian intern dan kesesuaiannya dengan standar
akuntansi pemerintahan berkaitan dengan pengeluaran dan transaksi lainnya;
b. Penilaian atas kecukupan bukti yang mendukung pelaksanaan prosedur pencairan
dana; dan
c. Penilaian atas kepatuhan pelaksanaan proyek dengan perjanjian pinjaman dan
ketentuan yang ditetapkan oleh IBRD dan ketentuan yang berlaku lainnya.
3. Sasaran Pemeriksaan
Sasaran pemeriksaan ini adalah Laporan Keuangan Loan IBRD No. 8717-ID NAHP
per tanggal 31 Desember 2018, termasuk Sistem Pengendalian intern dan Kepatuhan
atas kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program NAHP pada
Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR sebagai Executing Agency (EA)
serta Ditjen Pembiayaan Perumahan dan Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian
PUPR sebagai Project Management Committee (PMC) melalui unit pelaksana /
Project Implementation Unit (PIU) dengan dua koordinator sebagai berikut:
a. Koordinator Pembiayaan Perumahan;
b. Koordinator Penyediaan Perumahan.
4. Standar Pemeriksaan
Pemeriksaan ini berpedoman pada Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Tahun 2017.
5. Metodologi Pemeriksaan
Pemeriksaan atas LK Loan IBRD No. 8717-ID NAHP Tahun 2018 dilakukan dengan
pendekatan sebagai berikut.
a. Pendekatan Risiko
Metodologi yang diterapkan dalam melakukan pemeriksaan terhadap LK Loan

BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 52
IBRD No.8717-ID NAHP Tahun 2018 menggunakan pendekatan risiko, yang
didasarkan pada pemahaman dan pengujian atas efektivitas sistem pengendalian
intern penyusunan Laporan Keuangan.
Hasil pemahaman dan pengujian tersebut akan menentukan tingkat keandalan
asersi manajemen dan pelaksanaan kebijakan, rencana serta prosedur yang
berlaku.
Penetapan risiko pemeriksaan (audit risk) simultan dengan tingkat keandalan
pengendalian risiko (control risk) serta tingkat risiko bawaan (inherent risk)
entitas yang akan diperiksa dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan
risiko deteksi (detection risk) yang diharapkan dan jumlah pengujian yang akan
dilakukan serta menentukan fokus pemeriksaan.
b. Materialitas
Penetapan tingkat materialitas (Planning Materiality / PM) yang merupakan
tingkat materialitas pada keseluruhan laporan keuangan yaitu sebesar 0,5% dari
Realisasi Belanja TA 2018 audited. Standar materialitas di atas tidak berlaku
atas penyimpangan yang mengandung unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme
(KKN) dan pelanggaran hukum.
c. Uji petik pemeriksaan (audit sampling)
Pemeriksaan ini dilakukan pada Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian
PUPR di Satuan Kerja Non vertikal tertentu Provinsi Jawa Timur dengan cara
melakukan pengujian secara uji petik atas transaksi dalam populasi yang akan
diuji. Kesimpulan pemeriksaan akan diperoleh berdasarkan hasil uji petik yang
dijadikan dasar untuk menggambarkan kondisi dari populasinya. Dalam
pemeriksaan ini, pemeriksa menentukan luas sampel berdasarkan hasil penilaian
risiko yang telah dilakukan dengan memperhatikan kecukupan jumlah sampel
yang dipilih baik dari segi nilai rupiah atau jenis transaksinya. Pengambilan
sampel menggunakan metode non statistical dengan mempertimbangkan risiko
dan waktu pemeriksaan.
6. Jangka Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan ini merupakan satu kesatuan dengan Pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Kementerian PUPR sesuai Surat Tugas Nomor 02/ST/VI/01/2019 tanggal
21 Januari 2019 dan Surat Tugas Nomor 36a/ST/XVII/05/2019 tanggal 20 Mei 2019,
selama 115 hari mulai 21 Januari 2019 sd 28 Juni 2019.
7. Objek Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan atas LK Loan IBRD NO. 8717-ID NAHP yang terdiri dari
Neraca per 31 Desember 2019, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta
Catatan atas Laporan Keuangan.
8. Batasan Pemeriksaan
Semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan tanggung jawab
manajemen. Oleh karena itu, BPK tidak bertanggung jawab terhadap salah

BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 53
interpretasi dan kemungkinan pengaruh atas informasi yang tidak diberikan baik yang
sengaja maupun tidak disengaja oleh manajemen.
Pemeriksaan BPK meliputi prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya kesalahan dan salah saji yang
berpengaruh material terhadap laporan keuangan. Pemeriksaan BPK tidak ditujukan
untuk menemukan kesalahan atau penyimpangan. Walaupun demikian, jika dari hasil
pemeriksaan ditemukan penyimpangan, akan diungkapkan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK juga menyadari kemungkinan adanya
perbuatan melanggar hukum yang timbul. Namun pemeriksaan BPK tidak
memberikan jaminan bahwa semua tindakan melanggar hukum akan terdeteksi dan
hanya memberikan jaminan yang wajar bahwa tindakan melanggar hukum yang
berpengaruh secara langsung dan material terhadap angka-angka dalam laporan
keuangan akan terdeteksi. BPK akan menginformasikan bila ada perbuatan-perbuatan
melanggar hukum atau kesalahan/penyimpangan material yang ditemukan selama
pemeriksaan.
Dalam melaksanakan pengujian kepatuhan atas peraturan perundang-undangan, BPK
hanya menguji kepatuhan entitas atas peraturan perundang-undangan yang terkait
langsung dengan penyusunan laporan keuangan pelaksanaan program NAHP. Hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat ketidakpatuhan pada peraturan
yang tidak teridentifikasi.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


INDONESIA

BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 54

Anda mungkin juga menyukai