2
7
v
ii
RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN
Laporan Keuangan Proyek NAHP TA 2018 telah disiapkan dan disusun sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP) Berbasis Akrual, dan berdasarkan prinsip pengelolaan keuangan proyek yang baik
dalam pemerintahan. Laporan Keuangan Proyek Konsolidasi meliputi :
A. CASH BASIS
I. LAPORAN REALISASI ANGGARAN TAHUN 2018
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya, yang mencakup unsur-unsur Pendapatan-LRA dan Belanja selama
periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2018.
Realisasi Pendapatan Negara pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember
2018 adalah berupa realisasi pendapatan negara bukan pajak sebesar Rp0,00.
Realisasi Belanja Negara adalah sebesar Rp586.710.455.120,00 atau mencapai
96,79% dari alokasi anggaran sebesar Rp606.150.000.000,00.
B. ACCRUAL BASIS
I. NERACA
Neraca per 31 Desember 2018 menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai
aset, kewajiban dan ekuitas. Nilai Aset per 31 Desember 2018 dicatat dan disajikan
sebesar Rp0,00 yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp0,00 dan Aset Lainnya
sebesar Rp0,00.
Nilai Kewajiban sebesar Rp0,00 dan Nilai Ekuitas sebesar Rp0,00.
1
Ekuitas awal pada tanggal 1 Januari 2018 sebesar Rp0,00 ditambah Defisit-LO
Rp586.710.455.120,00, lalu ditambah/dikurangi koreksi-koreksi senilai Rp0,00 dan
Transaksi Antar Entitas sebesar Rp586.710.455.120,00 sehingga ekuitas akhir pada
tanggal 31 Desember 2018 tercatat senilai Rp0,00/.
2
I. LAPORAN REALISASI ANGGARAN
PENDAPATAN
A NEGARA DAN B.1
HIBAH
PENERIMAAN
NEGARA BUKAN - - - -
PAJAK
JUMLAH
PENDAPATAN DAN - - - -
HIBAH
B BELANJA B.2
BELANJA PEGAWAI - - - -
3
II. NERACA
Neraca
Per 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
(dalam Rupiah)
URAIAN Catatan 31 Desember 2018 31 Desember 2017
ASET
ASET LANCAR
Kas Lainnya dan Setara Kas - -
Jumlah Aset Lancar - -
ASET LAINNYA
Aset Tak Berwujud - -
Aset Lain-Lain - -
Akumulasi Penyusutan dan Amortisasi Aset
- -
Lainnya
Jumlah Aset Lainnya - -
JUMLAH ASET - -
KEWAJIBAN C.4
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK C.4.1
Utang Subsidi - -
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek - -
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG C.4.2
Utang Subsidi - -
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang - -
JUMLAH KEWAJIBAN - -
EKUITAS C.5
Ekuitas - -
JUMLAH EKUITAS - -
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS - -
4
III. LAPORAN OPERASIONAL
Laporan Operasional
Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017
(dalam Rupiah)
URAIAN Catatan
31 Desember 2018 31 Desember 2017
JUMLAH PENDAPATAN - -
BEBAN
Beban Pegawai - -
Beban Persediaan - -
D.1.2 41.551.055.120 -
Beban Barang dan Jasa
Beban Pemeliharaan - -
-
Pendapatan dari Kegiatan Non Operasional Lainnya -
SURPLUS /DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL -
Beban Persediaan - -
[catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan
Keuangan]
5
IV. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
JUMLAH - -
EKUITAS AKHIR - -
6
A. PENJELASAN UMUM
A.1. NATIONAL AFFORDABLE HOUSING PROGRAM (NAHP)
A.1.1 LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, dan
terjangkau merupakan bagian dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025. Lebih lengkap, arah kebijakan perumahan di dalam
dokumen tersebut adalah untuk terselenggaranya: (a) pembangunan perumahan yang
berkelanjutan, memadai, layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung
oleh prasarana-sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara
professional, kredibel, mandiri dan efisien; (b) terselenggaranya pembangunan
perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang mandiri, mampu membangkitkan
potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan
lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan (c)
terselenggaranya pembangunan perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang
memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
7
Tabel 1
Perkiraan Keterjangkauan Rumah di Kota-Kota Metropolitan
Tahun 2016
3 3,6 0,9 74 93
2 3,1 0,6 20 21
1 2,3 0,4 8 9
Di Indonesia, salah satu solusi penyediaan rumah terjangkau adalah pembangunan rumah
secara swadaya yang dapat memangkas biaya delivery kepada pengguna akhir.
Diperkirakan 71% rumah di Indonesia dibangun secara swadaya dalam artian
pembangunan dilakukan melalui bantuan kontraktor kecil dan/atau memanfaatkan pekerja
lokal untuk proses pembangunan . Namun, pembangunan rumah swadaya murni tanpa
bantuan dari pemerintah hanya dapat dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan
menengah ke atas. Sementara rumah swadaya untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) membutuhkan fasilitasi dari pihak lain baik pemerintah, pemerintah daerah, dan
8
sektor swasta. Fasilitasi yang diberikan utamanya bertujuan meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam hal teknis membangun rumah dan menciptakan lingkungan yang layak
huni dengan memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan bangunan serta tata letak
rumah dan perumahan. Selain itu, fasilitasi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan finansial penghuni baik untuk pembangunan/perbaikan rumahnya maupun
untuk meningkatkan kesejahteraan jangka panjang.
Belum adanya satu peta jalan perumahan nasional sebagai acuan bersama membuat
program masing-masing lembaga berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik. Hal
ini terjadi baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Terbatasnya anggaran negara;
belum optimalnya kinerja pemangku kepentingan dan hasil (output dan outcome) yang
dicapai; serta masih besarnya selisih/kesenjangan penyediaan rumah untuk MBR, pekerja
9
informal, dan masyarakat miskin menjadi latar belakang proyek National Affordable
Housing Program (NAHP). NAHP bermaksud untuk membantu MBR agar dapat
memiliki rumah dan meningkatkan kualitas hunian yang mereka miliki melalui
pengembangan skema pembiayaan perumahan, penguatan sistem pelaksanaan program
perumahan swadaya, dan mendorong pengembangan program dan kebijakan perumahan
layak huni dan terjangkau di Indonesia. Manfaat NAHP selain membantu MBR dalam
memiliki rumah, juga membantu Pemerintah dan pihak terkait untuk menyelesaikan
permasalahan utama penyelenggaraan perumahan di Indonesia.
10
Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman, Bappenas; Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan; dan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan,
Kementerian PUPR.
Setelah proses negosiasi, pada tanggal 21 Maret 2017 Country Director for Indonesia
IBRD mengirimkan surat Board Approval sebagai persetujuan IBRD untuk
memberikan pinjaman luar negeri kepada Pemerintah Indonesia.
d. Loan Signing
Penandatanganan loan agreement dilakukan setelah seluruh persyaratan loan effective
terpenuhi. Hal ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan untuk menjamin kepastian
pelaksanaan proyek pinjaman. Persyaratan yang membutuhkan waktu paling panjang
adalah diratifikasinya Peraturan Menteri PUPR tentang BP2BT, mengingat bahwa
prosedur dan tahapan suatu usulan permen menjadi rapermen hingga diundangkannya
melibatkan banyak pihak dan tahapan prosedural yang harus dilalui.
Setelah seluruh persyaratan terpenuhi, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan
menyampaikan dokumen kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko, Kementerian Keuangan, untuk dapat dilakukan loan signing. Loan signing
dilakukan pada tanggal 30 November 2017.
11
Untuk kelengkapan pelaksanaan proyek, dilakukan juga koordinasi pembukaan dan
pengisian initial depot Rekening Khusus (Reksus) yang melibatkan Kementerian
Keuangan. Pembukaan Reksus terlaksana pada tanggal 5 Maret 2018 dengan nomor
rekening 601.332411980.
12
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Negara/Lembaga
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1340) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kementerian
Negara/Lembaga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1745);
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 18/PRT/M/2017
tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
12/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan
Berbasis Tabungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 671);
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 07/PRT/M/2018
tentang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 403);
13
15. Keputusan Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, selaku Kepala PMC NAHP,
Nomor 269/KPTS/Dp/2017 tentang Pembentukan Koordinator, Pelaksana, dan
Sekretariat Komite Pengelola Proyek (PMC) Program Perumahan Terjangkau
(NAHP);
18. Loan Agreement National Affordable Housing Program Project Nomor 8717-ID
antara Pemerintah Indonesia dan International Bank for Reconstruction and
Development tanggal 30 November 2017;
19. Project Appraisal Document National Affordable Housig Program Project Nomor
PAD 1788;
20. Guidelines Procurement of Goods, Works, and Non-consulting Services under IBRD
Loans and IDA Credits & Grants by World Bank Borrowers, Januari 2011 (yang
telah direvisi pada Juli 2014)
14
membutuhkan susbsidi untuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni (RTLH).
Kategori ini mencakup Komponen 2.a yaitu Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS),
Gambar 1
Komponen NAHP
Ketiga kategori di atas akan terintegrasi satu sama lain untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam upaya memiliki rumah layak dan terjangkau (demand-side) dan
membantu pemerintah dalam meningkatkan pasokan rumah layak huni dan terjangkau
melalui pembangunan baru maupun peningkatan kualitas (supply-side).
15
A.3.2 JANGKA WAKTU
Mengacu pada loan agreement, pelaksanaan proyek dimulai tahun 2018 sampai dengan
31 Maret 2021.
Tabel 2
Alokasi Anggaran NAHP
Alokasi
Kategori (Juta
USD)
TOTAL 450
Pada pelaksanaannya, anggaran sebesar USD 450,000,000.00 dibagi sama rata untuk
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan (sebesar USD 225,000,000.00) dan
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan (sebesar USD 225,000,000.00).
16
A.3.4 STRUKTUR ORGANISASI
Gambar 2
Struktur Organisasi Project Management Committee (PMC) dan Project Implementation Unit
(PIU) NAHP
17
A.4 BANTUAN PEMBIAYAAN PERUMAHAN BERBASIS TABUNGAN (BP2BT)
A.4.1 LATAR BELAKANG PROGRAM
Dalam rangka perolehan rumah atau penyediaan biaya membangun rumah, Bank
menyediakan dana untuk dipinjamkan melalui skema kredit. Namun tidak seluruh
kebutuhan dana perolehan rumah atau biaya membangun rumah dapat disediakan atau
disetujui oleh Bank. Untuk pembelian rumah bank mensyaratkan adanya uang muka
sebagaimana diatur dengan Peraturan Bank Indonesia dan juga Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
Pemenuhan uang muka untuk memperoleh rumah tapak atau satuan rumah susun yang
dibangun oleh pengembang menjadi kendala bagi MBR. Demikian juga halnya dengan
MBR yang telah memiliki lahan masih memerlukan bantuan dana untuk mencukupi
kebutuhan biaya pembangununan rumahnya secara swadaya. Dalam rangka menyiapkan
kebutuhan uang muka dan mencukupi biaya membangun, MBR menyisihkan sebagian
penghasilannya untuk ditabung di bank. Namun oleh karena penghasilan terbatas
sehingga untuk memenuhi ketentuan uang muka dan meringankan angsuran sesuai
dengan kemampuan mengangsur membutuhkan waktu yang cukup lama. Di sisi lain, jika
permasalahan perumahan tidak segera ditanggulangi, maka backlog perumahan akan
semakin tinggi karena gap antara kemampuan MBR dengan harga rumah akan semakin
tinggi sehingga MBR tidak akan mampu menempati tempat tinggal yang layak. Oleh
karena itu Pemerintah memandang perlu memberi bantuan bagi MBR berupa uang muka
dan tambahan dana untuk membangun rumah swadaya untuk memenuhi ketentuan KPR.
18
A.4.2 MEKANISME PENYALURAN BP2BT
1. Tahap Persiapan
Pemilihan Bank Pelaksana dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Bank Umum, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah mengajukan surat
pernyataan minat menjadi Bank Pelaksana yang ditandatangani oleh direktur utama
dalam rangka penyaluran Dana BP2BT kepada Direktur Jenderal; (Format A)
b. Direktur Jenderal menugaskan pejabat atau pegawai di unit organisasinya untuk
melakukan seleksi Bank Pelaksana;
c. Pejabat atau pegawai yang ditugaskan menyampaikan laporan hasil seleksi Bank
Pelaksana kepada Direktur Jenderal;
d. Direktur Jenderal memilih Bank Umum, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha
Syariah untuk menjadi Bank Pelaksana;
e. Direktur utama atau direktur yang berwenang berdasarkan anggaran dasar pada Bank
Umum, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah menandatangani Kesepakatan
Bersama dengan Direktur Jenderal;
f. Kesepakatan Bersama paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
1) maksud dan tujuan;
2) ruang lingkup;
3) pelaksanaan;
4) biaya;
5) jangka waktu;
6) perubahan atas isi kesepakatan bersama; dan
7) penutup.
g. Bank Pelaksana yang telah menandatangani Kesepakatan Bersama, ditindaklanjuti
dengan Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani oleh Direktur utama atau direktur
yang berwenang berdasarkan anggaran dasar pada Bank Pelaksana dengan PPK
Kebijakan Pembiayaan Perumahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis
Tabungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Perjanjian
kerjasama operasional paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut:
1) hak dan kewajiban;
2) pelaksanaan;
3) pembiayaan;
4) pengendalian dan pengawasan;
5) pelaporan;
6) kerahasiaan;
19
7) perubahan;
8) berakhirnya perjanjian kerjasama;
9) keadaan kahar (force majeure);
10)penyelesaian perselisihan;
11)pemberitahuan; dan
12)penutup.
h. Satker membuka Rekening Penyaluran Dana BP2BT pada Bank Pelaksana sesuai
ketentuan mengenai Rekening Penyaluran Dana Bantuan Sosial dalam Peraturan
Menteri Keuangan mengenai rekening milik Kementerian Negara/Lembaga
/Kantor/Satuan Kerja.
2. Tahap Pelaksanaan
20
k. Satker menuangkan hasil pengujian dalam lembar hasil pengujian Pemohon Dana
BP2BT dilampiri dengan daftar hasil pengujian Pemohon Dana BP2BT.
l. Pejabat Perbendaharaan Satker membuat dan menandatangani surat keputusan
tentang Penerima Manfaat BP2BT.
m. Satker mengirimkan surat keputusan tentang Penerima Manfaat BP2BT kepada Bank
Pelaksana.
n. Bank Pelaksana menyampaikan pemberitahuan persetujuan Dana BP2BT kepada
Penerima Manfaat.
o. Bank Pelaksana menyesuaikan pokok KPR dengan besaran Dana BP2BT yang
diterima Penerima Manfaat.
p. Bank Pelaksana melakukan penandatanganan perjanjian KPR dengan Penerima
Manfaat setelah Rumah Tapak atau Sarusun telah mendapatkan Sertifikat Laik
Fungsi dari Pemerintah Kabupaten/Kota.
21
i. Bank Pelaksana memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Satker pada Bank
Pelaksana ke rekening masing-masing Penerima Manfaat dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) untuk kepemilikan Rumah Tapak atau Sarusun, Bank Pelaksana
memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Penerima Manfaat ke rekening
Pelaku Pembangunan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan yang
ditandatangani Penerima Manfaat.
2) untuk pembangunan rumah swadaya:
Bank Pelaksana memindahbukukan Dana BP2BT ke rekening Penerima
Manfaat; atau
jika Penerima Manfaat menggunakan jasa kontraktor, Bank Pelaksana
memindahbukukan Dana BP2BT dari rekening Penerima Manfaat ke
rekening kontraktor berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan yang
ditandatangani Penerima Manfaat setelah Rumah Swadaya selesai dibangun
kontraktor yang dilaporkan oleh Penerima Manfaat dan diperiksa Bank
Pelaksana. Bank Pelaksana menyampaikan bukti pemindahbukuan kepada
Satker.
A.4.3 PENGANGGARAN
Untuk penyaluran BP2BT pada Tahun Anggaran 2018 dialokasikan dalam DIPA sebesar
Rp10.000.000.000,00. Namun pada tanggal 13 Desember 2019 kami merevisi DIPA
Satker Pembiayaan Perumahan dengan melakukan drop loan sehingga alokasi anggaran
untuk pinjaman luar negeri (BP2BT) menjadi sebesar Rp150.000.000,00. Hal ini
dilakukan karena dalam penetapan Surat Keputusan penerima bantuan (tahap verifikasi
pertama) hanya ada 5 debitur yang berpotensi untuk dapat dilakukan pencairan, dengan
asumsi untuk bantuan kepada debitur kurang lebih sebesar masing-masing senilai
Rp30.000.000,00.
22
Tabel 3
Daftar Perjanjian Kerjasama antara Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan dengan Bank
Pelaksana
Tanggal Target
Nama Nomor Tanggal Adendu
No Adendu Penyalura
Bank PKS PKS m
m n
01/PKS/P
K- 12 Juli
300 Unit
KPPBPPB 2018
T/2018
PKS/006/
PT. Bank 12 Juli
DIRUT/VII/
Artha 2018
2018
1 Graha
Internasion
09/PKS/
al, Tbk. 8
ADD/PK-
Oktober 300 Unit
KPPBPP
2018
BT/2018
PKS/004 8
/DIRUT/ Oktober
X/2018 2018
04/PKS/P
PT. Bank K- 12 Juli
Tabungan 300 Unit
KPPBPPB 2018
6 Negara T/2018
(Persero)
Tbk 71/PKS/DI 12 Juli
R/2018 2018
Jumlah 1.470 Unit
23
Tabel 4
Target dan Realisasi Penyaluran BP2BT per Bank
Status 31 Desember 2018
Nomor Rekening
No Nama Bank Nama Rekening
Giro
24
A.4.5 STRUKTUR PELAKSANA BP2BT
Gambar 3
Struktur Pelaksana BP2BT
Berdasarkan kondisi ini, terdapat 2 (dua) potensi yang menjadi perhatian dalam
pengembangan perumahan di Indonesia, yaitu tingginya potensi keswadayaan masyarakat
dalam pengembangan sektor perumahan dan permasalahan rumah tidak layak huni
(RTLH) yang timbul dari adanya pembangunan rumah secara swadaya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) mengupayakan solusi terhadap permasalahan RTLH dengan menggali
potensi keswadayaan masyarakat melalui kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS). Melalui kegiatan BSPS, masyarakat diberikan stimulan berupa uang
25
atau barang dan pendampingan melalui peningkatan kualitas rumah atau pembangunan
rumah baru, sehingga rumah yang dibangun memenuhi kriteria rumah layak huni.
Kegiatan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) telah terlaksana sejak Tahun
2006 dan berhasil meningkatkan kualitas 1,2 juta unit RTLH menjadi rumah layak huni
atau sekitar 85.000 unit penanganan RTLH tiap tahunnya. Namun, dengan pertumbuhan
RTLH yang mencapai ± 140 ribu unit setiap tahunnya, kegiatan BSPS dinilai belum
efektif dalam penanganan RTLH. Oleh karena itu, dibutuhkan perluasan cakupan dan
pengembangan kebijakan terkait Program Rumah Swadaya sebagai salah satu upaya
dalam penanganan RTLH.
Inisiasi kegiatan National Affordable Housing Program (NAHP) oleh Kementerian PUPR
bertujuan untuk mendukung rencana pemerintah dalam penanganan Rumah Tidak Layak
Huni (RTLH). Dengan adanya dukungan NAHP terhadap Kegiatan BSPS, diharapkan
jumlah penyediaan kebutuhan rumah layak huni melalui peningkatan kualitas dan
pembangunan baru unit rumah yang ditargetkan pemerintah dapat tercapai dan
implementasi kegiatan yang dilaksanakan menjadi lebih efektif dan mencakup kelompok
masyarakat yang lebih luas.
26
Bentuk stimulan kegiatan BSPS dapat berupa uang yang disalurkan kepada perseorangan
penerima stimulan melalui Bank/Pos Penyalur. Dimulai pada Tahun 2018, bantuan
stimulan berupa uang selain dimanfaatkan untuk membeli bahan bangunan untuk
peningkatan kualitas rumah atau pembangunan rumah baru, dan juga untuk membayar
upah tukang. Ilustrasi mengenai mekanisme pelaksanaan BSPS dapat dilihat pada
Peraturan Menteri PUPR Nomor 7/PRT/M/2018 tentang Bantuan Stimulan Perumahan
Swadaya (BSPS), acuan pelaksanaan setiap proses tahapan BSPS juga dapat mengacu
pada buku saku dan petunjuk teknis pendampingan oleh Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL).
1. Persiapan
Tahap ini terdiri dari penyusunan rencana dan persiapan dokumen administrasi
pelaksanaan BSPS, meliputi penyusunan dan penyempurnaan kebijakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan (jika diperlukan) sampai penetapan lokasi dan
alokasi kegiatan. Berikut ini adalah tahapan umum berbagai proses persiapan BSPS:
27
DKI Jakarta, usulan disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri PUPR (c.q. Dirjen
Penyediaan Perumahan). Usulan lokasi BSPS harus dilengkapi dengan data jumlah
rumah tidak layak huni (RTLH) dan jumlah kebutuhan kekurangan Rumah
Swadaya.
28
mengacu pada pada Permen PUPR No. 7/PRT/M/2018 dan segala perubahannya di
kemudian hari.
29
persyaratan pada lokasi BSPS. Verifikasi dilakukan oleh TFL didampingi oleh
perangkat desa/ kelurahan/ kampung/ nagari atau nama lain sejenis dengan cara
mendatangi rumah masyarakat berdasarkan data rumah tidak layak huni setelah
kegiatan sosialisasi.
30
1) penilaian keswadayaan CPB melalui kegiatan memeriksa dan menilai
kemampuan masyarakat dalam melakukan penanganan rumah atau
menyelesaikan rumah;
2) pengisian hasil identifikasi keswadayaan dan kebutuhan penanganan
rumah;
3) pengumpulan dokumen administrasi;
4) pemetaan lokasi rumah untuk pembentukan KPB;
5) identifikasi kemampuan CPB bertukang atau calon tukang/pekerja diluar
CPB dalam rencana pelaksanaan konstruksi BSPS sesuai format;
6) identifikasi CPB yang berkebutuhan khusus atau keswadayaan rendah
untuk memberikan masukan terhadap forum rembuk warga dalam
pembentukan KPB berdasarkan karakteristik kemampuan bertukang;
7) pengisian format rekapitulasi hasil verifikasi dan identifikasi CPB;
8) berdasarkan isian format, selanjutnya dilakukan rekapitulasi data CPB
setiap lokasi dampingan (Format III-6). Rekap digunakan sebagai dasar
untuk melakukan penyepakatan CPB dalam forum rembuk warga.
c. Kesepakatan CPB
Kesepakatan CPB dilakukan untuk memenuhi akuntabilitas dalam penentuan CPB
berdasarkan prinsip tepat sasaran dan kegotongroyongan. Kesepakatan CPB BSPS
dilakukan melalui rembuk warga untuk:
Kesepakatan CPB dilakukan setelah diverifikasi dan memperoleh daftar nama CPB
yang akan diusulkan. Kesepakatan ini diprakarsai oleh CPB dan difasilitasi oleh
TFL serta dihadiri oleh perangkat desa/kelurahan/kampung/nagari atau nama lain
sejenis dan dapat dihadiri oleh masyarakat bukan CPB. Berdasarkan daftar nama
CPB dilakukan pembentukan Kelompok Penerima Bantuan (KPB). Pembentukan
KPB dilakukan oleh CPB yang difasilitasi oleh TFL dan perangkat desa/kelurahan/
kampung/nagari atau nama lain sejenis dengan memperhatikan kedekatan lokasi
rumah, kemampuan bertukang, tingkat keswadayaan. KPB diberi nama sesuai
kesepakatan, melaksanakan fungsi gotong-royong, tanggung jawab tanggung
renteng, membuat kesepakatan sosial untuk bertanggung jawab secara
31
berkelompok dalam melaksanakan program BSPS sesuai format. KPB dilakukan
penetapan melalui Keputusan Kepala desa/lurah/kepala kampung/wali nagari
sesuai format. Kegiatan kesepakatan CPB didokumentasikan oleh TFL dalam
bentuk laporan sesuai dengan format.
32
Anggaran (KPA) atau Kepala Satuan Kerja. Keputusan PPK tentang penerima
bantuan disampaikan kepada bank/pos penyalur sebagai dasar bank/pos penyalur
membuka rekening atas nama penerima bantuan.
3. Penyaluran Bantuan
Proses penyaluran bantuan stimulan berupa uang secara umum terbagi menjadi tahap
pencairan bantuan, penyaluran dan pemanfaatan bantuan.
a. Pencairan Bantuan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyusun Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
berdasarkan Keputusan PPK tentang penerima bantuan dan diajukan kepada
Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM). PPSPM melakukan
kelengkapan dokumen dan setelah dinyatakan lengkap diterbitkan Surat Perintah
Membayar (SPM). Dokumen SPM disampaikan kepada KPPN untuk proses agar
dana bantuan dapat disalurkan ke rekening KPA pada bank/pos penyalur. Proses
penyaluran dana BSPS mengikuti ketentuan pencairan langsung (LS) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Penyaluran Bantuan
PPK membuat surat perintah penyaluran dana (SPPn) yang ditujukan kepada
pejabat bank/pos penyalur sesuai format yang dilampirkan Daftar Penerima
Bantuan (DPB). Berdasarkan surat perintah penyaluran dana, maka bank/pos
penyalur menyalurkan bantuan dari rekening Satuan Kerja ke rekening penerima
bantuan.
c. Pemanfaatan Bantuan
Pemanfaatan bantuan dilakukan oleh penerima bantuan dengan ketentuan sebagai
berikut:
33
bangunan dikirim oleh toko/penyedia bahan bangunan dan diterima oleh
penerima BSPS;
4) pembayaran upah kerja dilakukan dengan cara penarikan tunai dari rekening
penerima bantuan;
5) toko/penyedia bahan bangunan tempat pembelian bahan bangunan dipilih dan
ditunjuk oleh KPB berdasarkan survey dan kesepakatan kelompok sesuai
format, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
i. memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
ii. memiliki tempat/alamat sesuai dengan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU);
iii. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
iv. melakukan usaha perdagangan bahan bangunan yang diketahui oleh
masyarakat umum;
v. membuka rekening khusus untuk kegiatan BSPS di bank yang sama
dengan bank/pos penyalur;
vi. memiliki sarana angkutan pengiriman bahan bangunan;
vii. lokasi toko/penyedia bahan bangunan diutamakan dekat dengan penerima
BSPS;
viii. bersedia membayar pajak sesuai ketentuan perundangundangan; dan
ix. membuat perjanjian kerja sama dengan KPB.
Apabila toko/penyedia bahan bangunan tidak memiliki SIUP dan SITU dan
KPB bersepakat melakukan penunjukkan toko/penyedia bahan bangunan yang
dituangkan dalam Berita Acara maka KPB mengusulkan kepada KPA. KPA
berdasarkan surat permohonan KPB menetapkan penunjukkan toko/penyedia
bahan bangunan setelah melalui analisis kelayakan. Apabila toko/penyedia
bahan bangunan tidak dapat menyediakan seluruh kebutuhan bahan bangunan
bagi KPB, maka toko/penyedia bahan bangunan dapat bekerjasama dengan
penyedia bahan bangunan lain dengan syarat toko/penyedia bahan bangunan
yang kontrak kerjasama dengan KPB bertanggung jawab terhadap pemenuhan
kontrak kerjasama;
6) penerima bantuan melakukan pemanfaatan bantuan berdasarkan Daftar
Rencana Pemanfaatan Bantuan (DRPB) sesuai format dalam setiap tahap.
Apabila terjadi perubahan dokumen perencanaan yang meliputi Rencana
Anggaran Biaya (RAB) dan Daftar Rencana Pemanfaatan Bantuan (DRPB)
yang telah diajukan dalam dokumen proposal, maka dapat menggunakan
format;
34
7) Ketua KPB melakukan perjanjian kerja sama pembelian bahan bangunan
dengan pemilik toko bahan bangunan sesuai format;
8) toko/penyedia bahan bangunan mengirim bahan bangunan ke tempat penerima
bantuan sesuai DRPB dan perjanjian kerjasama dalam 2 (dua) tahap.
Apabila Toko/penyedia bahan bangunan dapat mengirim seluruh bahan
bangunan (Tahap 1 dan Tahap 2) sekaligus dalam rangka percepatan dan
kemudahan pengiriman berdasarkan kesepakatan dengan KPB dapat
dilakukan tetapi pembayaran tetap dalam 2 (dua) tahap. Apabila terjadi
kondisi tertentu seperti keterbatasan waktu pelaksanaan dan kesulitan akses ke
lokasi, maka pengiriman bahan bangunan dan pembayaran bahan bangunan
dapat dilakukan dalam 1 (satu) tahap berdasarkan Keputusan KPA
berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi di lokasi dan laporan Tim Teknis
kabupaten/kota;
9) bukti penerimaan uang untuk upah kerja berupa slip penarikan dan bentuk
pertanggungjawaban upah kerja berupa kuitansi sesuai format atau bukti lain
yang sah dari penerima bantuan kepada tukang atau pekerja dengan dibuktikan
dengan dipakainya bahan bangunan sesuai DRPB;
10) penerima bantuan menyusun laporan penggunaan dana Tahap 1 dan Tahap 2
didampingi oleh TFL, dan diverifikasi oleh Korfas dan Tim Teknis sesuai
Format IV-6, Format IV-7, Format IV-8 dan Format IV-9 serta melampirkan
dokumen pertanggungjawaban.
4. Pelaporan
a. Penerima BSPS didampingi TFL dalam menyusun dan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pemanfaatan BSPS kepada PPK.
b. Bank/Pos penyalur menyampaikan laporan pertanggung jawaban penyaluran BSPS
kepada PPK.
c. TFL menyampaikan laporan kepada PPK melalui Korfas tembusan kepada Dinas
(Format V-1, Format V-2, Format V-3, Format V-4).
d. Korfas menyampaikan laporan kepada PPK tembusan kepada Dinas (Format IV-5,
Format V-6, Format V-7, Format V-8).
e. PPK menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan BSPS kepada KPA.
f. KPA menyampaikan laporan kegiatan BSPS kepada Direktur Jenderal Penyediaan
Perumahan melalui Direktur Rumah Swadaya.
35
g. Penyedia jasa kontruksi menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pembangunan PSU kepada PPK.
Terdapat 2 (dua) Penyedia Jasa yang dikontrak di bawah arahan Satuan Kerja Penyediaan
Rumah Swadaya yang wilayah kerjanya dibagi menjadi Wilayah Barat (Jasa Manajemen
Pendampingan BSPS TA 2017/2018 Wiayah I) dan Wilayah Timur (Jasa Manajemen
Pendampingan BSPS TA 2017/2018 Wilayah II).
A.5.4 PENGANGGARAN
Untuk penyaluran BSPS NAHP TA 2018 telah dialokasikan anggaran dalam DIPA
Kementerian PUPR TA 2018 sebesar Rp240.000.000.000,00 dan telah dilaksanakan
percepatan penarikan (top-up) menjadi sebesar Rp596.000.000.000,00 dalam rangka
penambahan output BSPS dari 13.000 unit menjadi 35.000 unit.
Tabel 6
Daftar Perjanjian Kerjasama Penyaluran BSPS TA 2018
Tanggal
No Nama Satuan Kerja Nama Bank Nomor PKS
PKS
36
Tanggal
No Nama Satuan Kerja Nama Bank Nomor PKS
PKS
PT. Bank
SNVT Penyediaan 3
Pembangunan
3 Perumahan Provinsi PKS/099C/DIR/09-2013 September
Daerah Sumatera
Sumatera Barat 2018
Barat
01/PKS-BSPS/SNVT-
PPPJ/II2018 23 April
2018
034.04/KP.TDN/PKS/2018
SNVT Penyediaan PT. Bank
4 Perumahan Provinsi Pembangunan Adendum
Jambi Daerah Jambi 01/PKS-BSPS/SNVT-
PPPJ/II/2018 1 Oktober
2018
Adendum
068.10/PKS.BPDJ/2018
3 April
HK.02.03/PPK-RS/324/2018
2018
SNVT Penyediaan PT. Bank
5 Perumahan Provinsi Tabungan Adendum
Bengkulu Negara, Tbk 26
HK.02.03/ADDPPK.RS/SNVT September
.PP-BKL/823/2018 2018
HK.02.03/PP.02/SWADAYA/
36 12 Maret
PT. Bank
SNVT Penyediaan Pembangunan 2018
6 Perumahan Provinsi Daerah Jawa 020/PKS/DIR-DJK/2018
Jawa Barat Barat dan Banten,
Tbk Adendum 26
November
Nomor: 05 2018
025/SPK/PPK-BSPS/SNVT-
PT. Bank PP-SULTRA/IV/2018
SNVT Penyediaan
Pembangunan 11 April
7 Perumahan Provinsi
Daerah Sulawesi 2018
Sulawesi Tenggara 042/PKS/PKS.DIR/BDP/04/0
Tenggara
218
SNVT Penyediaan
PT. Bank Mandiri, 001/PKS/RUSWA- 14 Maret
8 Perumahan Provinsi
Tbk PPSS/II/2018 2018
Sulawesi Selatan
Tabel 7
Daftar Rekening Giro Penyaluran BSPS Tahun Anggaran 2018
Nomor Rekening
No Nama Bank Nama Rekening
Giro
37
UNTUK MASYARAKAT
Penyaluran BSPS TA 2018, yang berasal sumber dana pinjaman luar negeri NAHP,
dilakukan di 24 Provinsi melalui Satuan Kerja Penyediaan Rumah Swadaya dan 17
SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi. Per tanggal 31 Desember 2018, bantuan telah
tersalurkan untuk 34.949 unit atau 99,85% dari target 35.000 unit dengan progres fisik
keseluruhan sebesar 99,90%.
Tabel 1
Target dan Realisasi Penyaluran BSPS TA 2018 per Satker
Status 31 Desember 2018
11 GORONTALO 50 50 100,00
38
SATKER PENYEDIAAN TARGET REALISASI PROGRES
NO
RUMAH SWADAYA (Unit) (Unit) FISIK (%)
39
A.5.6 STRUKTUR PELAKSANA BSPS
Gambar 4
Struktur Pelaksana BSPS
Laporan Keuangan Pinjaman Luar Negeri National Affordable Housing Program Tahun
Anggaran 2018 ini merupakan laporan yang mencakup seluruh aspek keuangan yang
bersumber dari belanja pinjaman luar negeri yang dikelola oleh Satuan Kerja Pembiayaan
Perumahan. Laporan Keuangan ini dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
yaitu serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan dan pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga.
SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) dan Sistem
Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI
dirancang untuk menghasilkan Laporan Keuangan Satuan Kerja yang terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
Sedangkan SIMAK-BMN adalah sistem yang menghasilkan informasi aset tetap,
40
persediaan, dan aset lainnya untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara
serta laporan manajerial lainnya.
Laporan Keuangan Belanja Pinjaman Luar Negeri National Affordable Housing Program
Tahun Anggaran 2018 menerapkan basis akrual dalam penyusunan dan penyajian Neraca,
Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas serta basis kas untuk penyusunan
dan penyajian Laporan Realisasi Anggaran. Basis akrual adalah basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu
terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Sedangkan basis kas adalah basis akuntansi yang yang mengakui pengaruhi transaksi atau
peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Hal ini sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Aset dicatat sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai
wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat
sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi
kewajiban yang bersangkutan.
Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang
menggunakan mata uang asing ditranslasi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata
uang rupiah.
41
ditetapkan oleh Badan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Disamping itu, dalam
penyusunannya telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di
lingkungan pemerintahan.
a. Pendapatan- LRA
1. Pendapatan-LRA diakui pada saat kas diterima pada Kas Umum Negara (KUN).
2. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
3. Pendapatan-LRA disajikan menurut klasifikasi sumber pendapatan.
b. Pendapatan- LO
1. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar
kembali.
2. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan dan/atau
Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. Secara
khusus pengakuan pendapatan-LO pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal
Pembiayaan Perumahan adalah sebagai berikut:
i. Pendapatan Negara Bukan Pajak berasal dari Jasa Giro dari Rekening
Penampungan Lainnya (RPL) di Bank Pelaksana Penyaluran untuk
penyaluran Pinjaman Luar Negeri Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS) dan Bantuan Uang Muka Perumahan;
ii. Pendapatan Denda diakui pada saat dikeluarkannya surat keputusan denda
atau dokumen lain yang dipersamakan;
3. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
4. Pendapatan disajikan menurut klasifikasi sumber pendapatan.
c. Belanja
1. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara yang
mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam peride tahun anggaran yang
42
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
2. Belanja diakui pada saat terjadi pengeluaran kas dari KUN.
3. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran, pengakuan belanja terjadi
pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
4. Belanja disajikan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja dan selanjutnya
klasifikasi berdasarkan organisasi dan fungsi akan diungkapkan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan.
d. Beban
1. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
2. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban; terjadinya konsumsi aset;
terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
3. Beban disajikan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja dan selanjutnya
klasifikasi berdasarkan organisasi dan fungsi diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
e. Aset
Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar dan Aset Lainnya.
1. Aset Lancar
Kas disajikan di neraca dengan menggunakan nilai nominal. Kas dalam bentuk
valuta asing disajikan di neraca dengan menggunakan kurs tengah BI pada
tanggal neraca.
2. Aset Lainnya
Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, aset tetap, dan piutang
jangka panjang. Termasuk dalam Aset Lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan
penjualan angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset
kerjasama dengan pihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi
penggunaannya
f. Kewajiban
1. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
2. Kewajiban pemerintah diklasifikasikan kedalam kewajiban jangka pendek dan
43
kewajiban jangka panjang.
i. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan
setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka pendek meliputi Utang Kepada Pihak Ketiga, Belanja
yang Masih Harus Dibayar, Pendapatan Diterima di Muka, Bagian Lancar
Utang Jangka Panjang, dan Utang Jangka Pendek Lainnya.
ii. Kewajiban Jangka Panjang
Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika
diharapkan untuk dibayar atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari dua
belas bulan setelah tanggal pelaporan.
3. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai kewajiban
pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung.
g. Ekuitas
Ekuitas merupakan merupakan selisih antara aset dengan kewajiban dalam satu
periode. Pengungkapan lebih lanjut dari ekuitas disajikan dalam Laporan Perubahan
Ekuitas.
Anggaran pinjaman luar negeri untuk National Affordable Housing Program (NAHP)
terdapat pada DIPA 19 Satuan Kerja di lingkungan Kementerian PUPR.
Selama periode sampai dengan 31 Desember 2018, terkait pinjaman luar negeri NAHP,
dilakukan 2 (dua) kali revisi DIPA Kementerian PUPR TA 2018. Revisi pertama adalah
percepatan penarikan (top-up) pada DIPA Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan TA
2018 dari sebesar Rp240.000.000.000,00 menjadi sebesar Rp596.000.000.000,00 dalam
rangka penambahan output BSPS dari 13.000 unit menjadi 35.000 unit.
44
B.1 PENDAPATAN
Tidak terdapat pendapatan terkait pinjaman luar negeri pada LRA Satuan Kerja pada
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan karena kegiatan ini bersifat penyaluran
bantuan.
B.2 BELANJA
Belanja yang digunakan guna dalam NAHP adalah: (i) Belanja Jasa Konsultan (522131);
(ii) Belanja Barang untuk Bantuan Lainnya yang Memiliki Karateristik Bantuan
Pemerintah (526312); dan (iii) Belanja Gedung Dan Bangunan Untuk Diserahkan Ke
Masyarakat/Pemda dalam Bentuk Uang (526123).
Untuk penyaluran BP2BT, penyaluran atas 3 (tiga) debitur telah melalui proses
penyerahan daftar rekapitulasi pemohon yang lolos verifikasi dan perkiraan besaran Dana
BP2BT yaitu:
1. Bank Artha Graha 5 Pemohon
2. Bank BTN 3 Pemohon
3. Bank BJB 10 Pemohon
Setelah dilakukan Pemeriksaan dan Pengujian Permohonan Dana BP2BT oleh Satker
BP2BT sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/PRT/M/2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
18/PRT/M/2017 Tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
terdapat 5 pemohon yang dapat dinyatakan memenuhi persyaratan tersebut. Adapun pada
prosesnya hanya 3 pemohon (nasabah Bank Artha Graha) yang melanjutkan proses
sampai dengan akad kredit untuk dapat dilakukan pengajuan Permohonan Penetapan
Pemohon Dana Bantuan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) tersebut dan
dilaksanakan Pembayaran pinjaman luar negeri bantuan pembiayaan perumahan berbasis
pinjaman luar negeri untuk ketiga nasabah tersebut senilai Rp89.400.000,00 sesuai
dengan Surat Keputusan tentang Penerima Manfaat Bantuan Pembiayaan Nomor
411/KPTS/SATKER-PP/2018 sesuai hasil pengujian yang telah dilaksanakan oleh Tim
Pengujian Debitur/Nasabah Penerima BP2BT yang di ajukan oleh PT. Bank Artha Graha
Internasional, Tbk. ditetapkan pada tanggal 25 Oktober 2018 oleh Pejabat Pembuat
Komitmen Kebijakan Pembiayaan Perumahan dan Bantuan Pembiayaan Perumahan
Berbasis Tabungan yang disahkan oleh Kepala Satuan Kerja Pembiayaan Perumahan.
45
Rendahnya penyaluran BP2BT ini disebabkan karena beberapa kendala yang dihadapi,
yaitu :
1. Terlambatnya penetapan perubahan atas Peraturan Menteri PUPR Nomor
12/PRT/M/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor
18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan
(BP2BT). Penerapan perubahan PMK ini baru di undangkan pada tanggal 22 Mei
2018. Akibatnya, perjanjian kerja sama antara Satuan Kerja Pembiayaan dengan
Bank Pelaksana baru dilaksanakan pada bulan Juli 2018, sementara Bank Pelaksana
berkewajiban mengajukan permohonan besaran Dana BP2BT secara lengkap dan
benar paling lambat tanggal 30 Oktober tahun 2018 sebagaimana yang tercantum
dalam Perjanjian Kerja Sama. Sehingga Bank Pelaksana hanya memiliki waktu yang
singkat untuk membuat SOP dan sosialisasi ke cabang;
2. Belum selesainya pembangunan unit rumah yang mengajukan BP2BT. Penyelesaian
atas pembangunan unit rumah ini menjadi syarat penyaluran BP2BT sebagaimana
tercantum paada Peraturan Menteri PUPR Nomor 12/PRT/M/2018 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri PUPR Nomor 18/PRT/M/2017 tentang Bantuan Pembiayaan
Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) pasal 12. bahwa Fisik bangunan Rumah
baru dan lingkungannya harus telah siap dihuni.
Sedangkan untuk penyaluran BSPS, dilakukan melalui Bank Penyalur yang telah
melakukan Perjanjian Kerjasama dengan PPK di masing-masing Satuan Kerja. Adapun
kendala yang dialami dalam penyaluran adalah:
1. Adanya masyarakat yang belum siap (dalam konteks keswadayaan perbaikan rumah)
serta status tanah yang belum jelas sehingga dana BSPS yang telah tersalurkan ke
Bank Penyalur tidak termanfaatkan;
2. Adanya pemberhentian dana alokasi tahap ke-2 di lokasi paska bencana (Sulawesi
Tengah) berdasarkan Surat Ditjen Penyeduaan Perumahan Kementerian PUPR
Nomor PR.0103-Dr/1114 Tanggal 12 Oktober 2018 Tentang Pemberhentian
Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun 2018 Provinsi
Sulawesi Tengah di lokasi dampak gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Kabupaten
Sigi, dan Kabupaten Donggala, dan pada penjelasan pada point 4, anggaran BSPS
yang tidak terserap dapat dialihkan untuk pelaksanaan BSPS di lokasi yang tidak
terkena dampak bencana.
46
C. PENJELASAN ATAS POS-POS NERACA
Kas lainnya dan setara kas ini berasal dari pendapatan jasa giro dalam kurun waktu
sampai dengan 31 Desember 2018 yang belum dilakukan penyetoran melalui simponi.
Kas Lainnya dan Setara Kas merupakan kas pada bendahara pengeluaran yang bukan
berasal dari UP/TUP, kas lainnya dan setara kas. Setara kas yaitu investasi jangka pendek
yang siap dicairkan menjadi kas dalam jangka waktu 3 bulan atau kurang sejak tanggal
pelaporan.
C.4 KEWAJIBAN
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Tidak terdapat nilai
kewajiban pada neraca pinjaman luar negeri per 31 Desember 2018 maupun per 31
Desember 2017.
47
C.4.2 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
C.4.3 Utang Jangka Panjang
Tidak terdapat saldo utang jangka panjang baik pada Neraca per 31 Desember 2018
maupun per 31 Desember 2017.
C.5 EKUITAS
Tidak terdapat nilai ekuitas per 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017.
Ekuitas adalah kekayaan bersih entitas yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban.
Jumlah Pendapatan untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017 sebesar Rp0,00.
Pendapatan operasional berasal dari pendapatan jasa lembaga keuangan-jasa giro (akun
425764) tahun berjalan baik yang sudah dilakukan penyetoran ke rekening kas negara
maupun belum.
Beban barang untuk bantuan lainnya yang memiliki karateristik bantuan pemerintah
merupakan beban pemerintah dalam pembayaran bantuan ke masyarakat dalam bentuk
48
uang dan barang untuk peningkatan kualitas rumah tidak layak huni atau pembangunan
baru rumah swadaya.
Beban gedung dan bangunan untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dalam bentuk
uang merupakan beban pemerintah dalam pembayaran bantuan ke masyarakat/pemda
dalam bentuk uang tunai yang digunakan untuk dapat mengakses Kredit Pemilikan
Rumah.
Tidak terdapat pendapatan dari kegiatan Non Operasional periode sampai dengan 31
Desember 2018 maupun sampau dengan 31 Desember 2017.
Tidak terdapat saldo pada pos luar biasa laporan Operasional Satker Ditjen Pembiayaan
Perumahan terkait pinjaman luar negeri periode sampai dengan 31 Desember 2018 dan 31
Desember 2017.
D.3 SURPLUS/DEFISIT LO
Surplus/Defisit LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit
kegiatan operasional, kegiatan non operasional dan kejadian luar biasa.
49
Pada periode sampai dengan 31 Desember 2018 dan 31 Desember 2017 tercatat defisit
Rp586.710.455.120,00 dan Rp0,00 pada LO
Koreksi ini berasal dari transaksi koreksi nilai aset tetap dan aset lainnya yang bukan
karena revaluasi nilai.
50
Transaksi antar Entitas adalah transaksi yang melibatkan dua atau lebih entitas yang
berbeda baik internal KL, antar KL, antar BUN maupun KL dengan BUN
51
GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN
BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 52
IBRD No.8717-ID NAHP Tahun 2018 menggunakan pendekatan risiko, yang
didasarkan pada pemahaman dan pengujian atas efektivitas sistem pengendalian
intern penyusunan Laporan Keuangan.
Hasil pemahaman dan pengujian tersebut akan menentukan tingkat keandalan
asersi manajemen dan pelaksanaan kebijakan, rencana serta prosedur yang
berlaku.
Penetapan risiko pemeriksaan (audit risk) simultan dengan tingkat keandalan
pengendalian risiko (control risk) serta tingkat risiko bawaan (inherent risk)
entitas yang akan diperiksa dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan
risiko deteksi (detection risk) yang diharapkan dan jumlah pengujian yang akan
dilakukan serta menentukan fokus pemeriksaan.
b. Materialitas
Penetapan tingkat materialitas (Planning Materiality / PM) yang merupakan
tingkat materialitas pada keseluruhan laporan keuangan yaitu sebesar 0,5% dari
Realisasi Belanja TA 2018 audited. Standar materialitas di atas tidak berlaku
atas penyimpangan yang mengandung unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme
(KKN) dan pelanggaran hukum.
c. Uji petik pemeriksaan (audit sampling)
Pemeriksaan ini dilakukan pada Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian
PUPR di Satuan Kerja Non vertikal tertentu Provinsi Jawa Timur dengan cara
melakukan pengujian secara uji petik atas transaksi dalam populasi yang akan
diuji. Kesimpulan pemeriksaan akan diperoleh berdasarkan hasil uji petik yang
dijadikan dasar untuk menggambarkan kondisi dari populasinya. Dalam
pemeriksaan ini, pemeriksa menentukan luas sampel berdasarkan hasil penilaian
risiko yang telah dilakukan dengan memperhatikan kecukupan jumlah sampel
yang dipilih baik dari segi nilai rupiah atau jenis transaksinya. Pengambilan
sampel menggunakan metode non statistical dengan mempertimbangkan risiko
dan waktu pemeriksaan.
6. Jangka Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan ini merupakan satu kesatuan dengan Pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Kementerian PUPR sesuai Surat Tugas Nomor 02/ST/VI/01/2019 tanggal
21 Januari 2019 dan Surat Tugas Nomor 36a/ST/XVII/05/2019 tanggal 20 Mei 2019,
selama 115 hari mulai 21 Januari 2019 sd 28 Juni 2019.
7. Objek Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan atas LK Loan IBRD NO. 8717-ID NAHP yang terdiri dari
Neraca per 31 Desember 2019, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, serta
Catatan atas Laporan Keuangan.
8. Batasan Pemeriksaan
Semua informasi yang disajikan dalam laporan keuangan merupakan tanggung jawab
manajemen. Oleh karena itu, BPK tidak bertanggung jawab terhadap salah
BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 53
interpretasi dan kemungkinan pengaruh atas informasi yang tidak diberikan baik yang
sengaja maupun tidak disengaja oleh manajemen.
Pemeriksaan BPK meliputi prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam mendeteksi adanya kesalahan dan salah saji yang
berpengaruh material terhadap laporan keuangan. Pemeriksaan BPK tidak ditujukan
untuk menemukan kesalahan atau penyimpangan. Walaupun demikian, jika dari hasil
pemeriksaan ditemukan penyimpangan, akan diungkapkan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK juga menyadari kemungkinan adanya
perbuatan melanggar hukum yang timbul. Namun pemeriksaan BPK tidak
memberikan jaminan bahwa semua tindakan melanggar hukum akan terdeteksi dan
hanya memberikan jaminan yang wajar bahwa tindakan melanggar hukum yang
berpengaruh secara langsung dan material terhadap angka-angka dalam laporan
keuangan akan terdeteksi. BPK akan menginformasikan bila ada perbuatan-perbuatan
melanggar hukum atau kesalahan/penyimpangan material yang ditemukan selama
pemeriksaan.
Dalam melaksanakan pengujian kepatuhan atas peraturan perundang-undangan, BPK
hanya menguji kepatuhan entitas atas peraturan perundang-undangan yang terkait
langsung dengan penyusunan laporan keuangan pelaksanaan program NAHP. Hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat ketidakpatuhan pada peraturan
yang tidak teridentifikasi.
BPK LHP OPINI – LK LOAN IBRD NO. 8717-ID NAHP TAHUN 2018 54