Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

STERILISASI

Disusun oleh :

Kelompok 3 dan 4

Ilham Fauzan (1804277019)


Kenken Aina Rahmawati (1804277020)
Lailatul Hikmatin Fauziah (1804277021)
Liberti Sutomo (1804277022)
Marco Sulis Samiaji (1804277023)
Metha Hendriana Putri (1804277024)
Nabila Syahrifah Zahra (1804277025)
Ndari Rahmadani (1804277026)
Neni Nurmayani (1804277027)
Rena Fitriani Rahayu (1804277028)
Reni Sri Rahmawati (1804277029)
Sandi Hasanul Furkon (1804277030)
Sari Aprianti (1804277031)
Sela Novelia Dwi (1804277032)
Sidiq Alimul Hakim (1804277033)

DOSEN PEMBIMBING
Anna L Yusuf, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H Ahmad Dahlan No. 20 Ciamis, Jawa Barat Tlp. 0265-773052
2020
PERCOBAAN I
STERILISASI

I. TUJUAN
a. Dapat melakukan berbagai macam metode sterilisasi panas kering,
panas basah/uap, radiasi/penyinaran dan sterilisasi menggunakan
alkohol.
b. Dapat melakukan evaluasi mutu sterilisasi panas kering, panas
basah/uap, radiasi/penyinaran dan sterilisasi menggunakan alkohol.
II. DASAR TEORI
Sterilisasi merupakan suatu proses yang menghancurkan semua
bentuk kehidupan mikroba, termasuk spora pada permukaan benda mati.
Prosesnya dapat berupa pemanasan, pemberian zat kimia, radiasi, atau
filtrasi. (Gruendemann dan Fernsebnr, 2006)
Suatu benda yang steril, dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya
bebas dari mikroorganisme hidup yang tidak diinginkan (Pelozar, 1988).
1. Cara sterilisasi dengan pemanasan
a. Panas Kering
Sering digunakan dalam sterilisasi alat-alat gelas seperti kaca
alroji, erlen meyer, beaker glass, pinset dan sendok poselen dimana bahan-
bahan tersebut tidak akan meleleh dan memuai karena adanya pemanasan.
Alat sterilisasi ini menggunakan oven dengan suhu sekitar 160-180º C
selama 1-2 jam dengan sistem udara statis. Oven terbuat dari kotak logam,
udara yang terdapat di dalamnya mendapat udara panas melalui panas dari
nyala listrik.
Keuntungannya yaitu :
1) Dapat digunakan untuk membunuh spora dan bentuk vegetatifnya
dari semua mikroorganisme (Lachman, 1986)
2) Umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan uap air panas (Ansel, 1989)
3) Metode pilihan bila dibutuhkan wadah yang kering seperti pada zat
kimia kering atau larutan bukan air (Ansel, 1989)
Kerugiannya yaitu :
1) Hanya digunakan untuk bahan-bahan yang tahan penguraian pada
suhu kira-kira di atas 140ºC (Lachman, 1986)
2) Diperlukan temperatur yang lebih tinggi dan waktu yang lebih
panjang (Ansel, 1989)
Mekanisme kerja :
Perubahan energi listrik menjadi energi panas dimana temperatur
dalam oven dijaga tetap konstan dengan alat kontrol termometer.
Prosedur penggunaan Oven :
1) Siapkan Alat-alat dan Bahan-bahan
2) Bersihkan alat-alat dengan sabun. Diamkan hingga kering
3) Buka tutup oven
4) Masukkan bahan dan Masukkan alat-alat
5) Tutup Oven, lalu kabel oven dicolokkan ke sumber listrik
6) Nyalakan oven dengan menekan tombol power
7) Tentukan suhu sampai waktu 1-2 jam
8) Tunggu hingga suhu 160-180C
9) Setelah suhu sesuai, tekan tombol power untuk mematikan oven
dan cabut kabel dari sumber listrik
10) Diamkan hingga suhu menjadi 00C, lalu buka tutup oven
11) Lalu keluarkan alat tersebut, simpan kertas uji sterilisasi ke dalam
alat, lalu bungkus menggunkan kertas payung
12) Simpan di dalam suhu ruang, lalu amati

c. Pemanasan Basah/Uap
Beberapa cara pemanasan basah dapat membunuh
mikroorganisme, karena panas basah dapat menyebabkan denaturasi
protein termasuk enzim-enzim dalam sel mikroorganisme. Sterilisasi
panas basah menggunakan autoklaf. Autoklaf adalah alat untuk
mensterilkan berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam
mikrobiologi menggunakan uap air panas bertekanan. Tekanan yang
digunakan pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu
1210C (2500F). Jadi tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda
adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15 pounds per square inch). Lama
sterilisasi yang dilakukan biasanya 15 menit untuk 1210C. Autoclave
yaitu alat serupa tangki minyak yang terdapat diisi dengan uap.
Medium yang disterilkan ditempatkan didalam autoclave ini selama 15
sampai 20 menit, hal ini tergantung pada banyak sedikitnya yang
diperlukan untuk sterilisasi (Black Sweet Ranger, 2008). Ketika ingin
menggunakan autoclave, harus diisi dengan air sampai batas atau dasar
yang berlubanglubang tempat meletakkan alat. Contoh pipet tetes,
corong, kertas saring, spuit injeksi, gelas ukur dan tutup karet.
Keuntungannya yaitu :
1) Waktu yang diperlukan sedikit
2) Dapat digunakan untuk sterilisasi larutan yang ditujukan untuk
infeksi pada tubuh, pembawa pada sediaan mata, bahan-bahan
gelas
3) Parameter seperti waktu dan suhu mudah dikontrol
4) Panasbasah lebih mematikan dibandingkan panas kering
5) Adanya uap air dalam sel mikroba menyebabkan kerusakan pada
temperatur yang relatif rendah daripada tidak ada kelembapan
(Ansel, 1989)
Kerugiannya yaitu :
1) Ada tetesan air uap pada alat dan bahan yang disterilkan
2) Uap air yang menetes dapat merusak media-media tertentu
3) Sangat bergantung pada adanya kelembapan dan temperatur yang
ditingkatkan
Mekanisme kerja :
Dimulai dengan pengeluaran udara, proses ini berlangsung selama
8-10 menit. Ketika keadaan vakum tercipta, uap dimasukkan ke dalam
autoklaf. Akibat kevakuman udara, uap segera berhubungan dengan
seluruh permukaan benda, kemudian terjadi peningkatan suhu sehingga
proses sterilisasi berlangsung.
Prosedur penggunaan Autoklaf :
1) Siapkan Alat-alat dan Bahan-bahan
2) Bersihkan alat-alat dengan sabun. Diamkan hingga kering
3) Isi air pada autoklaf hingga batas dasar, lalu masukkan panci nya
4) Masukkan alat-alat yang telah kering tadi, dan masukkan bahan
5) Tutup autoklaf, lalu putarkan sekrupnya dan tutup katupnya
6) Nyalakan autoklaf
7) Tunggu hingga suhu 1210C selama 15 menit
8) Setelah suhu 121C, putuskan aliran listrik dan buka katup
9) Diamkan hingga tidak keluar uap, lalu putarkan sekrup dan buka
penutup autoklaf
10) Keluarkan alat-alat dari autoklaf
11) Diamkan alat hingga dingin, Simpan kertas uji sterilisasi ke dalam
alat, lalu bungkus menggunkan kertas payung
12) Simpan dalam suhu ruang, lalu amati

2. Cara sterilisasi non pemanasan


a. Sterilisasi Radiasi/Penyinaran
Mikroorganisme dapat dibunuh dengan penyinaran ultraviolet yang
panjang gelombangnya 220-290 nm. Radiasi paling efektif adalah 253,7
nm. Sterilisais ini berguna untuk mensterilkan permukaan dan beberapa
benda transparan.
Keuntungannya yaitu :
1) Dapat membunuh mikroorganisme dengan lebih banyak dan lebih
detail/mikroorganisme akan hancur semua
2) Membutuhkan tenaga yang lebih sedikit
Kerugiannya yaitu :
1) Membutuhkan sumber listrik yang besar
2) Kurang efektif di area dengan kelembapan relatif tinggi
3) Sinar uv membutuhkan pembersiah secara berkala agar tetap efektif
4) Paparan terhadap uv dapat membakar kulit dan mata
Mekanisme kerja
Menghirup udara dari luar, dilakukan pemrosesan hingga bersih
dengan penyaringan, dan dihembuskan di dalam ruang LAF.
Prosedur penggunaan LAF :
1) Siapkan Alat-alat dan Bahan-bahan
2) Bersihkan alat-alat dengan sabun. Diamkan hingga kering
3) Sambungkan kabel ke sumber listrik, Tutup pintu LAF
4) Nyalakan lampu UV, diamkan selama 30 menit
5) Matikan lampu UV
6) Nyalakan lampu neon dan filer hepa, biarkan selama 5 menit
7) Usap meja dan dinding dalam LAF dengan alkohol 70%, Biarkan
menguap
8) Masukkan bahan ke Cawan Petri, lalu masukkan ke dalam LAF
9) Setelah 2-3 jam, buka tutup LAF, tempelkan kerts uji sterilisasi.
Keluarkan alat-alat, lalu bungkus menggunkan kertas payung
10) Matikan lampu neon dan filter hepa, cabut kabel dari sumber listrik
11) Simpan alat tersebut dalam suhu ruang

b. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospora bakteri pada benda mati dengan cara
merebus, mengukus atau penggunaan desinfektan kimiawi.
DTT dengan merebus :
1) Mulai menghitung waktu saat air mulai mendidih
2) Merebus 20 menit dalam panci tertutup
3) Seluruh alat harus terendam
4) Jangan menambah apapun ke air mendidih
5) Pakai alat sesegera mungkin atau simpan wadah tertutup dan kering
yang telah di DTT maksimal 1 minggu
DTT dengan kimia :
Desinfektan kimia untuk DTT klorin 0,5%, formaldehid 8%, glutaraldehid
2%
Langkah-langkah DTT kimia :
1) Rendam semua alat dalam larutan desinfektan selama 20 menit
2) Bilas dengan air yang telah direbus dan dikeringkan
3) Segera dipakai atau disimpan dalam kontainer yang kering dan telah
di DTT
DTT dengan Mengukus :
1) Kukus 20 menit dalam kukusan
2) Kecilkan api hingga air tetap mendidih
3) Waktu dihitung mukai saat keluarnya uap
4) Jangan pakai lebih dari 3 panci uap
5) Keringkan dalam kontainer DTT
Mekanisme kerja
Mengurangi dan membunuh mikroorganisme patogen.
Indikator kimia
Adalah indiktor yang menandai terjadinya paparan sterilitas (uap
panas atau gas ETO) pada objek yang disterilkan dengan adanya
perubahan warna.
1) Indikator kimia diproduksi dalam bentuk strip, kartu atau vial.
2) Indikator sensitif terhadap satu atau lebih parameter sterilisasi.
3) Indikator memberikzn informasi tercapainya kondisi steril.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Cara sterilisasi dengan pemanasan
a. Panas Kering

ALAT BAHAN OBJEK


Oven - Batang pengaduk
Kertas payung Spatel logam
Vaselin kuning

b. Pemanasan Basah/Uap

ALAT BAHAN OBJEK


Autoklaf Aquadest Batang pengaduk
Kertas payung Spatel logam
PEG

2. Cara sterilisasi non pemanasan


a. Sterilisasi Radiasi/Penyinaran

ALAT BAHAN OBJEK


LAF - Batang pengaduk
Tisu Spatel logam
Kertas payung Kloramfenikol

b. Disinfeksi Tingkat Tinggi (Rendaman Klorin 0,5%)

ALAT BAHAN OBJEK

Wadah Alkohol 70% Batang pengaduk

Klorin 0,5 % Spatel logam

 Uji Evaluasi

ALAT BAHAN

Kertas uji sterilisasi bahan yang akan diuji


sterilisasi (vaselin kuning
dan kloramfenikol)

Alat yang akan diuji


sterilisasi (batang
pengaduk dan spatel
logam)

3. PROSEDUR
1. Panas Kering
Siapkan alat dan bahan yang
akan disterilisasikan

Cuci objek menggunakan


sabun, lalu keringkan

Masukkan ke dalam oven suhu


160-180º C selama 1-2 jam

Keluarkan alat- alat dari oven

Dinginkan pada suhu kamar

2. Panas Basah

Siapkan bahan-bahan yang


akan disterilisasikan

Cuci objek menggunakan


sabun, lalu keringkan

Masukkan ke dalam autoklaf


121ºC selama 15 menit

Keluarkan alat- alat dari


oven

Dinginkan pada suhu


kamar

3. Sterilisasi radiasi/penyinaran
Dinginkan pada suhu kamar

Semprot sekitar meja LAF dengan


alkohol 70% atau spiruts beberapa
kali

Bilas menggunakan tisu yang sudah


dibasahi dengan alkohol 70%

Siapkan bahan-bahan yang akan


disterilisasikan

Masukkan ke dalam LAF

Setelah semua alat masuk, tutup LAF,


tunggu selama 2-3 jam

4. Disinfeksi Tingkat Tinggi (Rendaman Klorin 0,5%)


Siapkan alat yang akan
digunakan

Semprotkan alkohol 70% ke


seluruh permukaan objek

Rendam alat terebut dalam


larutan klorin 0,5 %

Kemudian dibilas dengan


aquadest yang sudah
dipanaskan dan keringkan

Lalu disemprot dengan alkohol


70%

5. Evaluasi

Siapkan objek yang


sudah disterilkan

Objek dibungkus
menggunakan
sterilization pouches

Tunggu selama 24 Jam,


kemudian amati apakah
ada perubahan kondisi

IV. HASIL
1. STERILISASI PANAS KERING
Alat : oven
Alat dan Bahan Waktu
Spatel Logam Oven, 170° C, 1 jam
Batang Pengaduk Oven, 170° C, 1 jam
Vaselin Flavum Oven, 170° C, 1 jam

Hasil : bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun noda

2. STERILISASI PANAS BASAH


Alat : Autoclave

Alat dan Bahan Waktu


Spatel Logam Autoklaf, 121° C, 15 menit
Batang Pengaduk Autoklaf, 121° C, 15 menit
PEG Autoklaf, 121° C, 15 menit

Hasil : bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun noda


3. STERILISASI NON PANAS
Alat : Laminar Air Flow (LAF)

Alat Waktu
Pipet 15 menit

Hasil : bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun noda

4. STERILISASI KIMIA (Disinfeksi Tingkat Tinggi / DTT )


Teknik : Menggunakan larutan klorin 0,5 %

Alat Waktu
Spatel Logam 20 menit
Pipet 20 menit

Hasil : bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun noda


V. PEMBAHASAN
Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini bertujuan untuk
membebaskan alat atau bahan dari berbagai macam mikroorganisme.
Suatu bahan atau alat bisa dikatakan steril apabila bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun tidak, baik dalam bentuk
vegetatif ataupun bentuk non-vegetatif (spora).
Praktikum sterilisasi kali ini menggunakan 4 metode yaitu;
sterilisasi panas kering, sterilisasi panas basah, sterilisasi non panas
( Radiasi), dan sterilisasi kimia.
Tahap sterilisasi panas kering diawali dengan mencuci semua alat
yang akan disterilkan menggunakan sabun kemudian baru dimasukkan
kedalam oven. Oven di setting dengan suhu 1700C dan dengan durasi
waktu 1 jam. Setelah 1 jam alat yang sudah sterilkan dikeluarkan dari alat
kemudian dikeringkan dalam keadaan suhu kamar. Alat yang sudah steril
dibungkus dengan menggunakan sterilization pouches untuk kemudian
diamati setelah kurun waktu 24 jam.
Sterilisasi panas basah dilakukan menggunakan alat yang bernama
autoklaf. Pertama-tama alat yang akan disterilkan dicuci menggunakan
sabun. Alat dimasukan ke dalam autoklaf dengan durasi waktu 15 menit
dan suhu 1210C . Alat yang sudah steril dikeringkan dalam suhu kamar
dan dibungkus menggunakan sterilization pouches untuk kemudian
diamati setelah kurun waktu 24 jam.
Sterilisasi radiasi (non panas) dilakukan menggunakan alat yang
bernama Laminar Air Flow (LAF). Pertama-tama dilakukan penkondisian
(sterilisasi) sekitar meja kerja LAF menggunakan alkohol 70%. Alat yang
akan disterilkan dimasukan ke dalam LAF dan diamkan selama 2 jam.
Alat yang sudah steril dibungkus menggunakan sterilization pouches
untuk kemudian diamati setelah kurun waktu 24 jam.
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan metode sterilisasi
yang mengandalkan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan dalam
praktikum kali ini adalah larutan klorin 0,5%. Larutan klorin yang
digunakan dalam praktikum ini dibuat dengan cara mengambil 2,9 ml
larutan Proclin yang kemudian dicampurkan dengan aquadest secukupnya.
Tahap awal metode DTT ini adalah menyemprotkan alkohol 70% ke
permukaan alat yang akan disterilkan (Objek). Setelah itu objek direndam
dalam larutan klorin 0,5% selama 20 menit. Objek yang telah direndam
kemudian dibilas menggunakan air panas dan dikeringkan.Untuk hasil
yang sempurna maka objek disemprot kembali menggunakan alkohol
70%. Alat yang sudah steril dibungkus menggunakan sterilization pouches
untuk kemudian diamati setelah kurun waktu 24 jam.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan yaitu Spatel Logam,
Batang Pengaduk, Vaselin Flavum yang disterilkan dengan metode panas
kering yaitu menggunakan Oven pada suhu 1700C selama satu jam
diperoleh hasil yaitu bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun
noda berarti alat – alat yang digunkan tidak terkontaminasi atau tidak
terdapat mikroba karena sudah disterilkan dengan baik
Dilakukan sterilisasi Spatel Logam, Batang Pengaduk, PEG
dengan menggunakan metode Panas Basah menggunakan Autoklaf pada
suhu 1210C selama 15 menit diperoleh hasil yaitu bersih dan tidak telihat
adanya kontaminasi maupun noda, proses sterilisasi dengan autoklaf
dilakukan untuk mempenetrasi objek dengan uap, kondensasi produk yang
menciptakan tekanan negatif dan uap, dan uap panas membunuh
mikroorganisme melalui koagulasi protein (UNC Environment Health and
Safety, 2014)
Dilakukan juga sterilisai Pipet dengan metode sterilisasi Non Panas
menggunaakan Laminar Air Flow selama 2 jam diperoleh hasil yaitu
bersih dan tidak telihat adanya kontaminasi maupun noda, berarti alat-alat
tersebut tidak ditumbuhi mikroba karena mikroorganisme dapat dibunuh
dengan penyinaran yang memakai sinar ultrraviolet pada LAF.
Dilakukan juga sterilisasi Spatel Logam, dan Pipet menggunkan
metode Sterilisasi Kimia (Disinfeksi Tingkat Tinggi / DTT ) menggunakan
larutan klorin 0,5 % selama 20 menit diperoleh hasil yaitu bersih dan tidak
telihat adanya kontaminasi maupun noda. Daya kerja antimikroba
disinfektan ditentukan oleh konsentrasi, waktu dan suhu (Lay,1982),
karena dari hasil praktikum yang telah dilakukan tidak terjadi berubahan
atau tidak ditumbuhi mikroba berarti DTT yang telah dibuat dapat
membunuh mikrioba yang terdapat pada alat-alat.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press


Gruenderman & Fernsebner. 2006
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig J.L., 1986
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Andi. Yogyakarta.
UNC Environment Health and Safety. 2014. Self Study Unit: Autoclave.
http://ehs.unc.edu/training/self_study/autoclave/container.php?page=4.
Diakses pada tanggal 10 November 2014.
Riayah,Putri Dewi,dkk.2016.CARA STERILISASI PERALATAN DAN
BAHAN.UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
GUTTAE OPHTHALMICAE (TETES MATA ATROPIN)

Disusun oleh :

Kelompok 3 & 4

Ilham Fauzan (1804277019)


Kenken Aina Rahmawati (1804277020)
Lailatul Hikmatin Fauziah (1804277021)
Liberti Sutomo (1804277022)
Marco Sulis Samiaji (1804277023)
Metha Hendriana Putri (1804277024)
Nabila Syahrifah Zahra (1804277025)
Ndari Rahmadani (1804277026)
Neni Nurmayani (1804277027)
Rena Fitriani Rahayu (1804277028)
Reni Sri Rahmawati (1804277029)
Sandi Hasanul Furkon (1804277030)
Sari Aprianti (1804277031)
Sela Novelia Dwi (1804277032)
Sidiq Alimul Hakim (1804277033)

Kelas 2A

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H Ahmad Dahlan No. 20 Ciamis, Jawa Barat Tlp. 0265-773052
2020
PRAKTIKUM II

GUTTAE OPHTHALMICAE (TETES MATA ATROPIN)

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat merancang preformulasi dan formulasi tetes mata
2. Mahasiswa dapat menghitung tonisitas tetes mata
3. Mahasiswa dapat membuat dan melakukan evaluasi mutu tetes mata.

II. DASAR TEORI


Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) adalah sediaan steril berupa larutan
atau suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput
lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata (FI.III, 1979).
Tetes mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik
lokal dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis yang terjadi
setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya
terdapat disekitar mata (Voight, 1994).
Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
1. Steril
2. Sedapat mungkin isohidris
3. Sedapat mungkin isotonis
Bentuk sediaan tetes mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas.
Beberapa penggunaan sediaan tetes mata harus mengandung zat yang sesuai
atau campuran zat untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroorganisme. Sediaan mata harus bebas dari partikel besar dan harus
memenuhi persyaratan untuk kebocoran dan partikel logam. Semua sediaan
tetes mata harus steril dan bila memungkinkan pengawet yang cocok harus
ditambahkan untuk memastikan sterilitas selama digunakan. Pembuatan
larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan
obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan
jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat (Depkes RI,
1995)
Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan
menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan
menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril.
Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut
yang cocok.
Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai :
1. Bahan-bahan yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman
pada selaput lender mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol,
basitrasina, dan sebagainya.
2. Bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender mata
(adstringentia), misalnya seng sulfat.
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai
kebersihannya, pH yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama
dengan tekanan osmose darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu
disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata harus disterilkan.
(Anief, 1999)
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut
air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang
harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formula larutan tetes mata
yaitu:
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan tetes mata adalah basa lemah.
Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan
nitrat.
Pelarut yang sering digunakan adalah :
1.   Larutan 2% Asam Borat (pH = 5)
2.   Larutan Boraks – Asam Borat (pH = 6,5)
3.   Larutan basa lemah Boraks – Asam Borat (pH = 8)
4.   Aquadestillata
5.   Larutan NaCl 0,9% (Widjajanti, 1989)
FORMULASI
• Atropine sulfat 1%
• Benzalkonium Chloridum 0,01%
• Natrii Chloridum 0,76%
• Dinatrii Edetas 0,05%
• Aquadest ad 10ml

USULAN FORMULASI
Bahan Satuan Dasar Volume Produksi
(10ml) (200ml)

Atropin Sulfat 100 mg 2g


NaCl 0,76 % 0,15 g
Dinatrii Edetas 5 mg 0,1 g
Benzalkonium chloridium 1 mg 0,02 g

MONOGRAFI ZAT
1. Atropin Sulfat
 Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih;tidak berbau;sangat
pahit;sangat beracun
 Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam lebih kurang 3
bagian etanol (90%) P; sukar larut dalam kloroform P; praktis tidak larut
dalam eter P dan dalam benzen P
 Khasiat dan penggunaan : Parasimpatolitikum
Atropin digunakan untuk melebarkan pupil sebelum pemeriksaan
mata. Obat ini juga digunakan untuk mengobati kondisi mata seperti
amblyopia (mata malas). Tetes mata atropin bekerja dengan memblokir
asetilkolin kimia, yang melemaskan otot siliaris mata dan menyebabkan
pupil melebar.
2. Benzalkonii Choloridum
 Pemerian : Gel kental atau potongan seperti gelatin; putih atau
kekuningan. Biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa
pahit,jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol; bentuk
anhidrat mudah larut dalam benzen dan agak sukar larut dalam eter
3. Natrii Chloridum
 Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur
putih;tidak berbau;rasa asin
 Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P;sukar larut dalam etanol(95%)
4. Dinatrium Edetat
 Pemerian : Serbuk hablur, putih.
 Kelarutan : Larut dalam air
5. Aqua pro injection
 Pemerian : Cairan jernih/tidak berwarna,tidak berbau,tidak berasa.
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
Pembuatan : Aqua destilasi dipanaskan sampai mendidih,kemudian dipanaskan
lagi selama 40 menit.

PEMBUATAN TETES MATA


Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik
dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang
diproses dulu dengan anti bakterial menjadi sangat penting artinya (Voight, 1995).
Salah satu cara pembuatan obat tetes mata, kecuali dinyatakan lain adalah
sebagai berikut (FI III, hal 10) :
1. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut diatas atau zat pengawet lain yang cocok, lalu larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup wadah dan
sterilkan dengan sterilisasi A/B yang tertera pada injections.
2. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet tersebut diatas atau zat pengawet lain yang cocok, kemudian
larutan disterilkan dengan cara sterilisasi C yang tertera pada injectiones,
masukkan kedalam wadah steril secara aseptik dan ditutup rapat.
3. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet tersebut diatas atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup rapat,
disterilkan dengan cara sterilisasi B yang tertera pada injectiones.

STANDAR EVALUASI TETES MATA


1. Uji Organoleptis.
a. Dievaluasi bau dan warna sediaan
b. Diuji tetesan sediaan dengan melihat konsistensi cairan apakah
dapat menetes atau tidak.
2. Uji pH
a. Celupkan pH meter ke dalam sediaan
b. Diamkan hingga 1 menit, lalu lihat angkanya
pH yang sesuai standar yaitu : 3,5 – 6,0 (Fornas,ed.kedua 1978)
3. Uji Kejernihan
a. Letakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam
kotak dengan latar hitam dan putih di bagian dalamnya
b. Sinari wadah dari arah samping
c. Pertama, dekatkan wadah pada lampu pada sisi latar putih, amat
kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran yang
berwarna gelap.
d. Kedua, didekatkan wadah pada lampu pada sisi latar hitam, amat
kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran yang
berwarna muda.
Parameter Kejernihan : suatu cairan dinyatakan jernih, jika
kejernihan sama dengan air atau pelarut yang digunakan.
4. Uji Viskositas
a. Masukkan larutan kedalam viskometer
b. Atur speed dan rotor
c. Tunggu, lalu lihat nilai yang muncul
d. Bandingkan dengan standar
Standar Viskositas : 25-50 cps
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
 Timbangan
 Oven
 Autoklaf
 Laminar Air Flow
 Kertas Perkamen
 Erlenmeyer
 Beaker glass
 Batang pengaduk
 Gelas ukur
 Corong
 Kertas perkamen
 Kertas saring
 Spatel logam
 Cawan
 Botol tetes mata
 Pipet tetes
 Kertas pH/pH meter
 Piknometer
 Viscometer Brookfield

B. Bahan
 Atropine sulfat
 Benzalkonium Chloridum
 Natrii Chloridum
 Dinatrii Edetas
 Aquadest
IV. PERHITUNGAN TONISITAS

ZAT TB C

Atropin Sulfat 0,073 1

Benzalkonium Klorida 0,091 0,01

Dinatrii Edetas 0,132 0,05

W=
W=

W =

W = 0,76 %
Untuk membuat supaya larutan tersebut isotonis, maka ditambahkan
NACl sebanyak 0,76 %

V. PROSEDUR

Siapkan Alat dan Bahan

Sterilisasi alat menggunakan sterilisasi uap/panas


basah (Autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit), untuk botol tetes mata menggunakan
sterilisasi radiasi/penyinaran (LAF).
Timbang bahan-bahan

Sterilisasi bahan :
a.Atropine sulfat menggunakan sterilisasi panas kering (Oven pada suhu
160-170°C selama 2-3 jam)
b.Benzalkonium chloridum, natrii chloridum, dinatrii edetas menggunakan
sterilisasi radiasi/penyinaran (LAF)
c.Aquades menggunakan sterilisasi uap/panas basah (Autoklaf pada suhu
121°C selama 15 menit)

Kalibrasi beker glass dan


botol tetes mata yang akan
digunakan (10ml)

Larutkan atropine sulfat


dalam sebagian a.p.i

Larutkan NaCl dalam


sebagian a.p.i

Campurkan keduanya
aduk ad homogen

Tambahkan larutan
benzalkonium chloridum

Tambahkan larutan
dinatrii edetas
Larutkan ditambahkan a.p.i ad 10 ml

Lakukan standar evaluasi obat tetes mata


Larutan disaring, kemudian masukkan ke dalam
VI. botol tetes mata secara aseptic (sterilisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL akhir)

No Uji Evaluasi Replikasi I Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Rata-rata


II III IV V VI
1. Organoleptis Warna : Warna :
Warna : Warna : Warna : Warna :
Bening Warna : Bening
Bening Bening Bening Bening
Bening
Bau : Bau :
Bau : Bau : Bau : Bau :
Khas Bau : Khas Obat
Khas obat Khas Khas Khas obat
obat Tidak (Benzal
(benzalko obat obat (benzalko
(benzalk berbau konium
nium (benzalk (benzalk nium
onium chlorid)
chlorid) onium onium chlorid)
chlorid) Dapat
chlorid) chlorid) menetes
Dapat Dapat Dapat
menetes Dapat menetes
Dapat Dapat menetes
menetes
menetes menetes
2. Uji pH 6 5 6 6 7 5 6

3. Uji Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih


Kejernihan karena karena karena karena karena karena karena
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat terdapat
partikel partikel partikel partikel partikel partikel partikel
4. Bobot Jenis
1,081 1,091 1,077 0,955
1,085 g/ml 1,085 g/ml 1,062 g/ml
g/ml g/ml g/ml g/ml
Ket Bobot Jenis

Rumus : × 1 g/ml
Ket : A = Berat piknometer kosong
A1 = Berat piknometer isi air
A2 = Berat piknometer isi sediaan

a. Replikasi I : × 1 g/ml = × 1 g/ml


= 1,085 g/ml

b. Replikasi II : × 1 g/ml = × 1 g/ml


= 1,081 g/ml

c. Replikasi III : × 1 g/ml = × 1 g/ml


= 1,091 g/ml

d. Replikasi IV : × 1 g/ml = × 1 g/ml


= 1,077 g/ml

e. Replikasi V : × 1 g/ml = × 1 g/ml


= 1,085 g/ml
70,19−20,26 49,93
f. Replikasi VI : × 1 g/ml = × 1 g/ml
72,50−20,26 52,24
= 0,955 g/ml

Uji Viskositas
a. ROTOR 1
SPEED : 6 RPM

DATA : 0 mPa.s

PERCENT : 0,0 %

SPEED : 12 RPM

DATA : 0 mPa.s

PERCENT : 0,0 %

SPEED : 30 RPM

DATA : 1,2 mPa.s

PERCENT : 0,7 %
SPEED : 60 RPM

DATA : 2,2 mPa.s

PERCENT : 2,2 %

b. ROTOR 2

SPEED : 6 RPM

DATA : 75 mPa.s

PERCENT : 1,5 %

SPEED : 12 RPM

DATA : 40,0 mPa.s

PERCENT : 1,6 %

SPEED : 30 RPM

DATA : 8 mPa.s

PERCENT : 0,8 %

SPEED : 60 RPM

DATA : 5,5 mPa.s

PERCENT : 1,1 %
c. ROTOR 3
SPEED : 6 RPM

DATA : 240 mPa.s

PERCENT : 1,2 %

SPEED : 12 RPM

DATA : 90 mPa.s

PERCENT : 0,9 %

SPEED : 30 RPM

DATA : 0 mPa.s

PERCENT : 0,0 %

SPEED : 60 RPM

DATA : 12 mPa.s

PERCENT : 0,6 %

d. ROTOR 4

SPEED : 6 RPM

DATA : 800 mPa.s

PERCENT : 0,8 %

SPEED : 12 RPM

DATA : 450 mPa.s

PERCENT : 0,9 %

SPEED : 30 RPM

DATA : 0 mPa.s

PERCENT : 0,0 %
SPEED : 60 RPM

DATA : 0 mPa.s

PERCENT : 0,0 %

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini telah melakukan pembuatan obat tetes mata
dengan menggunakan zat aktif atropin sulfat. Tujuan dari percobaan ini
adalah merancang preformulasi dan formulasi, menghitung tonisitas, dan
melakukan evaluasi mutu sediaan tetes mata.

Pada praktikum kali ini awalnya kami menyetrilkan semua bahan dan
alat. Sterilisasi alat menggunakan sterilisasi uap/panas basah (Autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit), untuk botol tetes mata menggunakan
sterilisasi radiasi/penyinaran (LAF). Lalu sebelum di sterilisasi bahan
ditimbang terlebih dahulu,atropine sulfat menggunakan sterilisasi panas
kering (Oven pada suhu 160-170°C selama 2-3 jam),benzalkonium
chloridum, natrii chloridum, dinatrii edetas menggunakan sterilisasi
radiasi/penyinaran (LAF),Aquades menggunakan sterilisasi uap/panas
basah (Autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit).
Setelah alat dan bahan disterilisasi,lalu kalibrasi beker glass dan botol
tetes mata yang akan digunakan,lalu larutkan atropine sulfat dalam
sebagian a.p.i lalu larutkan NaCl dalam sebagian a.p.i campukan keduanya
lalu ad homogen dan tambahkan larutan benzalkonium chloridum lalu
tambahkan larutan dinatrium edetas larutan ditambahkan a.p.i ad 10 ml
lalu larutan disaring,kemudian masukkan ke dalam botol tetes mata secara
aseptic lalu lakukan uji evaluasi standar obat tetes mata.
Pertama adalah melakukan preformulasi. Preformulasi bertujuan
untuk memilih bentuk bahan obat yang tepat, mengevaluasi sifat fisik
bahan obat dan menghasilkan pemahaman tentang stabilitas bahan dalam
berbagai kondisi yang akan menyebabkan sistem penyampaian obat yang
optimal.

Kedua adalah melakukan formulasi, yaitu melakukan perhitungan


bahan yang akan digunakan untuk membuat sediaan emulsi. Tujuan dari
formulasi ini adalah untuk menyesuaikan bahan-bahan yang akan saling
bercampur agar menjadi suatu sediaan yang sesuai dan baik

Pada pembuatan obat tetes mata terkait penggunaannya untuk mata


maka pembuatannya harus dilakukan secara steril yaitu dengan teknik
aseptis pada laminar air flow agar terbebas dari partikel asing dan
mikroorganisme sehingga sterilitas sediaan yang di hasilkan tetap
terjamin. Semua alat yang di gunakan harus sudah di sterilisasi terlebih
dahulu. Pada pembuatan obat tetes mata syaratnya harus isotonis agar
dapat di terima tanpa rasa nyeri maupun perih di mata sehingga tidak
menyebabkan keluarnya air mata yang mengakibatkan zat aktif obat
tersebut hilang karena ikut keluar dengan air mata, maka dari itu perlu
beberapa penambahan zat pengisotonis seperti Natrium Klorida karena
natrium klorida termasuk larutan garam (larutan elektrolit) yang
mempunyai kelarutan tinggi yang bersifat isotonis agar mempengaruhi
obat tetes mata yang di buat untuk bisa isotonis.

Obat tetes mata atropin sulfat di buat dengan menggunakan pelarut


air, karena menurut literatur farmakope, atropin sulfat sangat mudah larut
dalam air. Pelarut air yang di gunakan ialah aqua pro injection karena
aqua pro injection lebih steril di bandingkan dengan aquadest biasa dan
kemungkinan kontaminasinya lebih kecil. Dalam pembuatan khususnya
pencampuran bahan dengan zat aktif harus hati-hati karena mungkin akan
ada beberapa obat yang ott (obat tidak tercampur) yang akan
menyebabkan sediaan akhir akan keruh, sedangkan syarat obat tetes mata
salah satunya harus jernih, maka dalam pembuatannya seharusnya atropin
sulfat dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest barulah di campurkan
dengan bahan lainnya, hal ini untuk menghindari bahan yang ott.

Obat tetes mata penggunaannya berbeda dengan sediaan injeksi


yang digunakan untuk sekali pakai, karena tetes mata bisa di pakai sesuai
keperluan kapan saja, yang jika habis dibuka kemasannya bisa di simpan
lagi, maka perlu di tambahkannya pengawet sesuai perhitungan,
perhitungan yang di dapat ialah 0,0052, maka yang di ambil ialah 1 tetes
benzalkonium klorida yaitu sebagai antimikroba dalam sediaan
(mencegah atau memusnahkan bakteri yang mungkin masuk pada waktu
wadah di buka). Pada obat tetes mata atropin sulfat menggunakan
pengawet di karenakan bukan obat tetes mata untuk mengobati mata
iritasi, karena tetes mata atropin sulfat sifatnya midriatik yaitu obat yang
mempengaruhi ukuran pupil mata (membesar atau mengecil), jadi untuk
penambahan pengawet tidak akan berbahaya jika pada mata yang tidak
teriritasi, sebab jika untuk mata iritasi penggunaan obat tetes mata yang
mengandung pengawet akan membuat iritasi lebih dalam pada jaringan
mata. Pada obat tetes mata juga memerlukan pengikat zat kapur seperti
Dinatrium Etilen Diamin Tetra Asetat untuk melindungi mata dari infeksi.

Kemudian melakukan evaluasi pada sediaan tetes mata berupa uji


organoleptik dengan menggunakan panca indera yaitu berupa penglihatan
berupa warna, penciuman berupa bau dari sediaan tersebut. Dan hasil
evaluasi menunjukkan bahwa sediaan tetes mata yang dibuat dan setelah
dilakukan uji organoleptik sediaan tersebut berwarna bening, sedikit bau
benzalkonium. Secara teoritis, tetes mata tersebut sudah dikatakan baik
atau sesuai.

Kemudian melakukan uji pH guna mengetahui nilai konsentrasi


dari suatu sediaan apakah bersifat asam atau basa. Cara mengujinya yaitu
degan mengambil sampel tetes mata sebanyak 10 ml, lalu celupkan pH
universal ke dalam sampel selama 1 menit dan lihat perubahan warna.
Hasil menunjukkan bahwa sediaan tetes mata yang dibuat bersifat asam
lemah, karena pada saat sediaan di tes dengan pH universal dari replikasi
I, III, dan IV yaitu nilai pH menunjukkan angka 6, dari replikasi II dan VI
menunjukkan angka 5, sedangkan dari replikasi V menunjukkan pada
angka 7. Sediaan tetes mata yang dibuat secara teoritis dari replikasi I-IV
dan VI dapat dikatakan baik karena telah memenuhi atau sesuai dengan
standar pH, Sedangkan untuk replikasi V belum memenuhi standar pH.
Karena standar pH tetes mata 3,5-6,0. (Fornas, ed. Kedua 1978)
Evaluasi selanjutnya yaitu melakukan uji kejernihan. Cara
mengujinya yaitu wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata diletakkan
di dalam kotak dengan latar hitam, lalu sinari wadah dari arah samping.
Hasil menunjukkan bahwa sediaan tetes mata dari replikasi I-VI jernih.
Maka sediaan tetes mata tersebut dapat dikatakan baik karena telah
memenuhi atau sesuai standar. Karena suatu cairan dinyatakan jernih, jika
kejernihan sama dengan air atau pelarut yang digunakan.

Pada percobaan tetes mata ke 1 sampai 6 pada percobaan uji


organoleptik dan kejernihan memiliki hasil yang sama, sedangkan pada
uji pH percobaan ke 5 menunjukan hasil yang berbeda atau belum
memenuhi standar.

VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini telah memenuhi tujuan yaitu membuat dan
merancang obat tetes mata atropin sulfat.
1. PH yang diperoleh sesuai dengan ph normal air mata yaitu (5-6) karena
tetes mata yang dibuat sudah mengikuti teknik asepstis dan suhu ruangan
pun sesuai jadi pH nya juga sesuai.
2. Untuk uji kejernihan dari percobaan 1 sampai 6 telah memenuhi standar.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departeman Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim,1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta. 448, 515, 771, 1000

Voight, R., 1994. Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh


Soedani, N., Edisi V, Yogyakarta : UGM Press

Widjajanti, Nuraini. 1989. Obat-Obatan. Kanisius. Jakarta

Depkes RI. 1979.Farmakope Indonesia, Ed III.Jakarta.

Depkes RI. 1978.Formularium Nasional, Ed II. Jakarta


Anief,Moh. 2004.Ilmu Meracik Obat.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
http://eprints.umm.ac.id/23511/2/jiptummpp-gdl-mahartrisy-41279-2-
babi.pdf
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
SALEP MATA (OINTMENT)

Disusun oleh :

Kelompok 3 dan 4

Ilham Fauzan (1804277019)


Kenken Aina Rahmawati (1804277020)
Lailatul Hikmatin Fauziah (1804277021)
Liberti Sutomo (1804277022)
Marco Sulis Samiaji (1804277023)
Metha Hendriana Putri (1804277024)
Nabila Syahrifah Zahra (1804277025)
Ndari Rahmadani (1804277026)
Neni Nurmayani (1804277027)
Rena Fitriani Rahayu (1804277028)
Reni Sri Rahmawati (1804277029)
Sandi Hasanul Furkon (1804277030)
Sari Aprianti (1804277031)
Sela Novelia Dwi (1804277032)
Sidiq Alimul Hakim (1804277033)

DOSEN PEMBIMBING
Anna L Yusuf, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H Ahmad Dahlan No. 20 Ciamis, Jawa Barat Tlp. 0265-773052
2020
PERCOBAAN III
SALEP MATA (OINTMENT)

I. TUJUAN
a. Mahasiswa dapat merancang preformulasi dan formulasi sediaan salep
mata.
b. Mahasiswa dapat membuat sediaan salep mata.
c. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi mutu sediaan salep mata.

II. DASAR TEORI


Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata yang
mengandung dasar salep yang cocok. Pembuatan sediaan salep mata
dilakukan dengan menambahkan bahan obat sebagai larutan steril atau
sebagai serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, dan hasil akhir
dimasukkan secara aseptis dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep
disterilkan dengan cara yang cocok (Depkes RI, 1979).
Dasar salep pilihan untuk suatu salep mata harus tidak mengiritasi
mata dan harus memungkinkan bahan obat berdifusi ke seluruh mata yang
telah dibasahi oleh cairan mata. Dasar salep yang digunakan sebagai dasar
salep harus bertitik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh (Ansel,
1985).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi salep mata
antara lain:
a. Kekentalan dan rheologi salep mata harus optimal.
b. Harus dapat melebur atau mencair pada suhu kira-kira 32,90C.
c. Sifat basis salep mata harus bersifat hidrofil hingga dengan cepat dapat
bercampur atau tersuspensi dengan cairan lakrimal hanya dengan beberapa
kedipan kelopak mata.
Karakteristik Ideal Sediaan Mata:
a. Tidak mengiritasi jaringan ocular;
b. Homogen (partikel terdispersi merata, lembut, dan bebas dari gumpalan atau
aglomerat);
c. Tidak menyebabkan pandangan menjadi buram;
d. Tidak menyebabkan sensasi pada tubuh yang tidak dapat ditoleransi;
e. Steril, dan ditambahkan preservatif jika ditujukan untuk penggunaan ganda
(multiple use);
f. Stabil secara fisik dan kimia;
g. Berefikasi (memberikan sejumlah tertentu obat dalam durasi waktu tertentu).
(Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System, hal 357).
Dalam pembuatan salep mata, zat katif ditambahkan sebagai larutan
steril atau sebagai serbuk steril termikronisasi dalam basis salep mata steril.
Hasil akhir dimasukkan dalam tube steril secara aseptic.
Sterilisasi basis salep dikerjakan secara sterilisasi kering pada suhu
1200C selama 2 jam atau 1500C selama 1 jam tergantung pada sifat fisik dari
basis salep yang digunakan. Sterilisasi tube dilakukan dalam autoklaf pada
suhu 1150-1160C tidak kurang dari 30 menit.

TEKNIK ASEPTIK
Metode yang digunakan dalam pembuatan sediaan steril sehingga
dapat terjamin sterilisasinya. Seperti:
a. Bahan dan alat yang disterilisasikan terlebih dahulu sebelum digunakan
b. Saat akan membuka atau menutup wadah gelas disterilkan dengan pemijaran
c. Menjaga jarak antara mulut wadah yang satu dengan yang lain saat akan
memindahkan sediaan Dan biasanya dilakukan di Laminar Air Flow.

III. FORMULASI
Formulasi salep mata yang digunakan adalah:

R Eritromisin 0,55%
/
Metilparaben 0,1%
Propilparaben 0,01%
BHT 0,01%
Propilenglikol 2%
Gliserin 2%
Paraffin solid 2%
Vaselin flavum ad 100%

MONOGRAFI BAHAN

1. Eritromisin

o Pemerian: Sedikit putih atau sedikit kuning atau tidak berwarna


atau sedikit kristal kuning, sedikit higroskopis.

o Kelarutan: Sedikit larut dalam air (kelarutan meningkat dengan


meningkatnya suhu), mudah larut dalam alkohol, larut dalam metanol.

o Sterilisasi: Dengan autoklaf suhu 2100C selama 15 menit

2. Metilparaben

o Pemerian: Kristal tidak berwarna atau sebuk hablur berwarna


putih. Tidak berbau atau hampir tidak berbau dan mempunyai sedikit rasa
terbakar.

o Kelarutan: Kelarutan Metilparaben dalam pelarut berbeda: dalam


Etanol 1:2, dalam Etanol (95%) 1:3, dalam Etanol (50%) 1:6, dalam
Gliserin 1:60, dalam Propilen glikol 1:5, dalam Air 1:400, dalam air
bersuhu 50oC 1:50, dalam Air bersuhu 80oC 1:30.

o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

3. Propilparaben

o Pemerian: Berwarna putih; kristal; tidak berbau; dan serbuk tidak


berasa.

o Kelarutan: Larut pada suhu 200C C, kecuali dinyatakan lain.


Mudah larut dalam aseton, dalam etanol (95%); dalam etanol (50%);
mudah larut dalam eter ; dalam gliserin; dalam propilenglikol.

o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

4. BHT
o Pemerian: Putih atau kristal kuning pucat atau serbuk dengan
karakteristik bau seperti fenol.

o Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,


larutan alkali hidroksida dan larutan asam mineral. Larut dalam aseton,
benzena, etanol 95% eter, metanol, toluena, minyak. Lebih larut daripada
butil hidroksil anisol dalam minyak pada makanan dan lemak.

o Sterilisasi:

5. Propilenglikol

o Pemerian: Tidak berwarna, kental, tidak berbau, manis, rasa sedikit


pedas menyerupai gliserin.

o Kelarutan: Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin,


dan air.

o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

6. Gliserin

o Pemerian: Encer, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan


higroskopis, memiliki rasa yang manis, kira-kira 0,6 kali sukrosa.

o Kelarutan: Kelarutan gliserin dalam etanol (95%) larut dan dalam


air larut.

o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

7. Paraffin solid

o Pemerian: Tidak berbau dan tidak berasa, tembus cahaya, tidak


berwarna atau padatan putih. Sedikit berminyak ketika disentuh dan
rapuh.

o Kelarutan: Larut dalam kloroform, eter, minyak volatile, dan


kebanyakan minyak; sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
aseton, etanol (95%), dan air.
o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

8. Vaselin flavum

o Pemerian: Kuning pucat sampai kuning, tidak tembus cahaya,


massa lembek, tidak berbau, tidak berasa.

o Kelarutan: Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, etanol (95%)


dingin atau panas, gliserin, dan air; larut dalam benzen, karbon disulfida,
kloroform, heksana, dan kebanyakan minyak volatile.

o Sterilisasi: Oven 1700C selama 1 jam.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
 Gelas kimia 50 ml
 Cawan penguap
 Mortir & stamper
 Spatel
 Kaca arloji
 Batang pengaduk
 Pipet kaca
 Pinset
 Spuit
B. Bahan
 Eritromisin
 Metilparaben
 Propilparaben
 BHT
 Propilenglikol
 Gliserin
 Paraffin solid
 Vaselin flavum
V. PERHITUNGAN BAHAN

Total sediaan yang dibuat 6 tube @ 5 gr, maka 6 x 5 gr = 30 gr

Dilebihkan 10% = 30 gr + 10% = 33 gr (dibulatkan) ≈ 40 gr

0,55
1. Eritromisin = x 100=0,55+10 %=0,60 gram
100
0,1
2. Metilparaben = x 100=0,1+10% = 0,11 gram
100
0,01
3. Propilparaben = x 100=0,01+10 %  = 0,011 gram
100
0,01
4. BHT = x 100=0,01+10 %  = 0,011 gram
100
2
5. Propilenglikol = x 100=2+10 % = 2,2 gram
100
2
6. Gliserin = x 100=2+10 % = 2,2 gram
100
2
7. Paraffin solid = x 100=2+20 % = 2,4 gram
100
8. Vaselin flavum

= 40 gr – (0,6 gr + 0,11 gr + 0,011 gr + 0,011 gr + 2,2 gr + 2,2 gr + 2,4 gr)

= 40 gr – 7,532 gr
= 32,468 gr ≈ 32,5 gr + 20% = 39 gr

Total basis salep = (vaselin flavum + paraffin solid)

= 32,5 gr + 2 gr = 34,5 gr
VI. CARA KERJA
Vaselin flavum dan Paraffin solid
Siapkan alat dan bahan, lalu Hidupkan Laminar Air Flow masukan dalam cawan
lakukan sterilisasi awal 2-3 jam sebelum digunakan penguap, panaskan 60-70ºC
hingga melebur

Masukan Eritromisin dan


Masukkan BHT dan sedikit
sedikit basis ke dalam Timbang basis yang
basis gerus ad homogen,
mortir gerus homogen, dibutuhkan
sisihkan
sisihkan

Masukan Metilparaben dalam Masukan Propilparaben dalam


beaker glass dan sebagian beaker glass dan sisa Masukan Gliserin kedalam
Propilenglikol aduk ad larut, Propilenglikol aduk ad larut,
masukan dalam mortir tambah masukan dalam mortir tambah mortir tambahkan sedikit
sedikit basis gerus ad homogen sedikit basis gerus ad homogen basis gerus ad homogen
sisihkan sisihkan

Salep ditimbang diatas Masukan hasil sisihan


Masukan salep dalam spuit
perkamen steril, lalu kedalam mortir tambahkan
kedalam tube steril dengan
masukan kedalam spuit sisa basis gerus ad
cara aseptik
yang telah disterilkan homogen

Lakukan Evaluasi

EVALUASI SEDIAAN
Uji Organoleptik
Amati secara
Timbang 0,5 salep
kualitatif meliputi Amati dan catat hasil
mata
warna,bau, tekstur

Uji Homogenitas

Mengoleskan
Amati apakah ada
sediaan pada kaca Ujung kaca ditarik
butiran atau tidaknya
objek/kaca dengan benang
pada sediaan
transparan

Uji pH

Siapkan 0,05
Oleskan salep mata Amati dan catat
sediaan. Keluarkan
pada kertas pH hasil
isinya

Uji Daya Lekat

Oleskan pada kaca Letakan kaca objek


Timbang salep
objek yang telah lainnya pada bagian
sebanyak 0,05 gram
ditentukan luasnya atasnya

Catat waktu ketika Beri beban 20 gram


kaca objek lepas selama 5 menit

Uji Daya Sebar


Timbang salep Diletakan diatas Timpa dengan
sebanyak 0,05 kaca bulat kaca lainnya
gram diameter 15 cm selama 1 menit

Catat diameter Ukur diameter


yang di dapat salep

Uji Daya Proteksi

Basahi kertas Kertas saring lain


Siapkan 2 kertas saring dengan Oleskan sediaan basahi dengan
saring indikator pp lalu salep mata paraffin cair pada
keringkan bagian ujungnya

Kertas saring yang


Amati kertas saring telah di oleskan
Basahi dengan Basahi dengan sediaan ditempelkan
setiap 15, 30, 45,
NaOH 0,1 N NaOH 0,1 N dibawah kertas saring
60 detik, 3-5 menit yang telah diberi
paraffin cair

Uji Kebocoran Tube

Masukan tube salep


yang telah dibersihkan
Atur oven pada suhu Amati apabila ada noda
dan dilapisi dengan
600C, pada kertas saring
kertas saring kedalam
oven

VII. HASIL
A. Uji Organoleptik
Warna Bau Bentuk
R1 Kuning Khas basis Massa salep
R2 Kuning Khas basis Massa salep
R3 Kuning Khas basis Massa salep
R4 Kuning Khas basis Massa salep
R5 Kuning Khas basis Massa salep
R6 Kuning Khas basis Massa salep

B. Uji Homogenitas

R1 R2 R3 R4 R5 R6
Homoge Homogen Homogen Homoge Homoge Homogen
n n n

C. Uji pH

R1 R2 R3 R4 R5 R6
6 6 7,28 5 5 5

D. Uji Daya Lekat

R1 R2 R3 R4 R5 R6
Waktu 0,5 0,4 0,4 0,5 0,3 0,5
(s)

E. Uji Daya Sebar

Beban R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kaca 3,4 cm 3,6 cm 3,9 cm 2,25 cm 3,8 cm 3,7 cm
(3,03 gr)
+ 50 gr 3,9 cm 4,1 cm 4,2 cm 2,4 cm 4,1 cm 4,2 cm
+ 100 gr 4,1 cm 4,6 cm 4,7 cm 3,9 cm 4,6 cm 4,5 cm
+ 150 gr 4,5 cm 4,8 cm 4,9 cm 4 cm 4,8 cm 4,8 cm

F. Uji Daya Proteksi

Waktu R1 R2 R3 R4 R5 R6
15 detik TB TB TB TB TB TB
30 detik TB TB TB TB TB TB
45 detik TB TB TB TB TB TB
60 detik TB TB TB TB TB TB
3 menit TB TB TB TB TB TB
5 menit TB TB TB TB TB TB
(Ket: TB = Tidak Bernoda B = Bernoda)

G. Uji Kebocoran Tube

R1 R2 R3 R4 R5 R6
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
bocor bocor bocor bocor bocor bocor

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini melakukan praktikum “Formulasi Sediaan Salep Mata”


yang bertujuan mahasiswa diharapkan dapat memahami cara memformulasikan
sediaan salep mata, mengetahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan basis, serta aksi teraupetik dari bahan aktif. Oculenta atau yang biasa
disebut salep mata, adalah sediaan setengah padat. Salep mata adalah salep yang
digunakan pada mata. Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian
khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan
aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Perlu diketahui
bahwa Syarat oculenta atau salep mata seperti tidak boleh mengandung bagian-
bagian kasar, dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi
kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata, obat harus tetap
berkhasiat selama penyimpanan, salep mata harus steril dan disimpan dalam  tube
yang steril.

Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan adalah Eritromisin


Metilparaben, Propilparaben, BHT, Propilenglikol, Gliserin, Paraffin solid,
Vaselin flavum. Cara membuat salep mata yang pertama adalah melakukan
pendispersian eritromisin dalam paraffin lalu dipanaskan dalam suhu 30 C,
metilparaben, BHT, vaselin flavum dimasukkan kedalam cawan uap lalu dilebur
kedalam mortar, gerus ad homogen. Sediaan dimasukkan kedalam tube.

Setelah itu melakukan uji evaluasi pada sediaan salep mata yang pertama
yaitu melakukan uji organoleptic dengan menggunakan panca indra yang meliputi
penglihatan berupa warna dan penciuman berupa bau. Hasil dari evaluasi
menunjukkan bahwa warnanya kuning pucat, kemudian untuk bau mirip vaselin
flavum. Pada praktikum ini uji organoleptiknya sesuai dengan standar yang ada di
Farmakope Indonesia edisi IV yaitu warnanya kekuningan, baunya yang khas dan
bentuknya sesuai dengan masa salep.

Kemudian yang kedua melakukan uji PH untuk mengetahui tingkat


kesaman dan kebasaan sediaan salep mata. Pengujian dilakukan dengan cara
mengambil salep sebanyak 0,5 gram yang kemudian diencerkan menggunakan
aquadest sebanyak 50 ml, lalu kertas pH dicelupkan pada sediaan salep yang
diencerkan dan didapat nilai pH pada replikasi pertama dan kedua menunjukkan
pH 6, replikasi ketiga menunjukkan pH 7,28 dan replikasi ke empat dan kelima
menunjukkan pH 5. Dari hasil tersebut bahwa pH dapat dikatakan baik karena
nilai pH salep mata adalah 5-7,4 (Agues, 2009).
Kemudian ada uji homogenitas yaitu dengan cara mengambil sampel
sebanyak 0,5 gram dioleskan pada objek lalu diberikan pencahayaan yang cukup
sehingga terlihat ada atau tidaknya partikel atau butiran kasar (homogeny), dari
hasil dapat dikatakan bahwa uji homogenitas adalah baik.

Uji daya sebar yang bertujuan untuk melihat kemampuan sediaan


menyebar dengan baik dimana satu basis salep sebaiknya memiliki daya sebar
yang baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang baik. Pengujian dilakukan
dengan cara mengambil sampel sebanyak 0,5 gram yang kemudian diletakkan
pada tempat uji daya sebar salep dengam diberi penambahan beban dimulai dari
berat kaca (tanpa beban), 50 gram, 100gram, dan 150 gram. Bahwa uji daya sebar
yang dikatakan baik yaitu yang sesuai standar 5-7 cm. Pada hasil praktikum yang
kelompok kami kerjakan sesuai dengan standar maka hasilnya dikatakan baik.
Semakin besar daya menyebar salep mata ketersediaan obat untuk diabsorpsi
semakin besar (Maulidaniar dkk, 2012).

Selanjutnya uji daya lekat yang bertujuan mengetahui daya, daya lekat
salep mata. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 0,5
gram kemudian disimpan pada kaca slide yang ditutup dengan kapiler glass dan
diberi beban 1kg selama 5 menit, kemudian kaper glass ditarik dengan alat
penguji, lalu dicatat hasil yang didapat setelah pengujian. Dari hasil praktikum
dapat dikatakan kurang baik karena tidak sesuai standar. Daya lekat yang baik
menurut literature yaitu lebih dari 4 detik (Nevi,2006)

Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan


difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam
jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995).
Dasar salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau
titik melumer mendekati suhu tubuh, tidak menimbulkan alergi, serta tidak
bersifat hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air mata.

Uji kebocoran pada sediaan salep mata dimaksudkan agar mencegah


keluarnya sediaan salep mata dan menjadikan salep mata tidak steril/dapat
terkontaminasi. Alat yang digunakan adalah oven dan kertas penyerap. Pertama-
tama tube salep dibersihkan dengan tissue lalu dibungkus dengan kertas penyerap.
Lalu masukkan kedalam oven bersuhu 60o C sampai sediaan salep dalam tube
mencair. Lalu amati apakah ada noda yang terlihat pada kertas penyerap. Hasil
praktikum menunjukkan tidak ada nya kebocoran pada tube sediaan salep yang
dibuat.

Uji daya proteksi salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep


untuk melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu, polusi dan
sinar matahari. Dilakukan dengan menggunakan kertas saring yang dibasahi
dengan larutan pp untuk indikator lalu dikeringkan. Setelah kering oleskan salep
mata yang akan diuji lalu sisihkan. Siapkan kembali kertas saring yang lain lalu
diberi paraffin cair sebagai pembatas. Lalu tempelkan kertas saring yang sudah
diolesi salep ke kertas yang terdapat paraffin cair, lalu ditetesi dengan larutab
KOH 0,1 N. Amati timbulnya noda pada 15, 30, 45, 60 detik, 3 dan 5 menit. Pada
pengujian daya proteksi menggunakan KOH 0,1 N yang bersifat basa kuat dimana
mewakili zat yang dapat mempengaruhi efektivitas kerja salep terhadap kulit.
KOH 0,1 N akan bereaksi dengan pp yang akan membentuk warna merah muda,
yang berarti salep tidak mampu memberikan proteksi terhadap pengaruh luar.
Sediaan salep yang baik seharusnya mampu memberikan proteksi terhadap semua
pengaruh luar yang ditandai dengan tidak munculnya noda merah pada kertas
saring yang ditetesi dengan KOH 0,1 N. Dari hasil pengujian tidak ditemukan
noda pada semua kertas saring yang mana dapat disimpulkan bahwa sediaan salep
mata yang dibuat memenuhi persyaratan.

KESIMPULAN
1. Basis salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan
difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat
dalam jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat.
2. Pembuatan salep mata harus berlangsung pada kondisi aseptik untuk
menjamin kemurnian mikrobiologi yang disyaratkan. Hal itu
mensyaratkan, bahwa basis salep yang digunakan sedapat mungkin dapat
disterilkan.
3. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa sediaan salep yang dibuat
memenuhi persyaratan sediaan salep mata yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Ditjen POM, Jakarta

Ansel. H.C. 1989, Pengantar Bentuk-Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan:


Farida Ibrahim Edisi 4, UI Press, Jakarta.

British Pharmacopoeia Vol. I & II

Anda mungkin juga menyukai