Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

IDENTIFIKASI KETEBALAN LAPISAN KERAK


BUMI DI HALMAHERA MENGGUNAKAN
RECEIVER FUNCTION GELOMBANG P

IDENTIFICATION OF CRUSTAL THICKNESS IN


HALMAHERA USING P WAVE RECEIVER FUNCTION

YUSUF HAIDAR ALI

13.12.2789

PROGRAM SARJANA TERAPAN GEOFISIKA


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DANGEOFISIKA
TANGERANG SELATAN
2017
SKRIPSI

IDENTIFIKASI KETEBALAN LAPISAN KERAK BUMI DI


HALMAHERA MENGGUNAKAN RECEIVER FUNCTION
GELOMBANG P

IDENTIFICATION OF CRUSTAL THICKNESS IN HALMAHERA USING


P WAVE RECEIVER FUNCTION

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat


Sarjana Terapan Geofisika

YUSUF HAIDAR ALI


13.12.2789

PROGRAM SARJANA TERAPAN GEOFISIKA


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
TANGERANG SELATAN
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

IDENTIFIKASI KETEBALAN LAPISAN KERAK BUMI


DAN DI HALMAHERA MENGGUNAKAN RECEIVER
FUNCTION GELOMBANG P

Telah dipersiapkan dan disusun oleh:


YUSUF HAIDAR ALI
13.12.2789

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan lulus


pada tanggal 28 Agustus 2017

Susunan Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua Tim Penguji

Dr. Iman Suardi, M.Sc. Dr. I Putu Pudja, MM.


NIP. 196812111998031001 NIP. 195412121979011001
Anggota Tim Penguji

Drs. Ibnu Purwana, M.Sc.

Tangerang Selatan, September 2017


Ketua Sekolah Tinggi Meteorologi

Ketua Program Studi Geofisika Klimatologi dan Geofisika


Dr. Iman Suardi, M.Sc. Dr. Suko Prayitno Adi, M.Si.

NIP. 196812111998031001 NIP. 196303151985031001

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya, Yusuf Haidar Ali, NPT. 13.12.2789, menyatakan bahwa skripsi


dengan judul “Identifikasi Ketebalan Lapisan Kerak Bumi di Halmahera
Menggunakan Receiver function Gelombang P” merupakan karya asli. Seluruh ide
yang ada dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian yang saya susun sendiri dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini serta disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, tidak ada bagian dari skripsi
ini yang telah digunakan sebelumnya untuk memperoleh gelar kesarjanaan
maupun sertifikat akademik di suatu Perguruan Tinggi.
Jika pernyataan di atas terbukti sebaliknya, maka saya bersedia menerima
sanksi yang ditetapkan oleh Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika.
Tangerang Selatan, 17 Agustus 2017
Penulis,

Yusuf Haidar Ali


NPT. 13.12.2789

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Hidup di dunia hanya sekali, bukan soal materi tetapi soal berbagi.

Melalui sebuah tulisan, seseorang akan terus terkenang. Melalui sebuah


goresan, fikiran seseorang tidak akan terkekang.

“Kalau anda naik sepedah anda berhenti, anda jatuh. Jadi kalau
saya berhenti bekerja saya mati” B. J. Habibie

Maka teruslah mengayuh kehidupan di dunia ini. Agar hidup kita menjadi
bermanfaat bagi sesama.

iv
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Azza Wa Jalla yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadiratNya, karena atas
berkat rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Identifikasi Ketebalan Lapisan Kerak Bumi di Halmahera
Menggunakan Receiver function Gelombang P” dengan lancar. Sholawat serta
salam senantiasa tercurah kepada Rasullullah Muhammad shallallaahu
‘alaihiwasallam.
Penyelesaian skripsi ini tak lepas dari do’a, bantuan, dan dukungan dari
seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Orang tua tercinta, Ibunda Lilik Sumarni dan Ayahanda Ahmad Khudori yang
telah mendo’akan dan memberi dukungan moral dalam penyelesaian skripsi
ini. Untaian do’a penulis haturkan semoga Allah tetap mempertemukan dan
mengumpulkan kita sebagai keluarga di surga-Nya kelak.
2. Seluruh pejabat dan staf BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi, dan
Geofisika), STMKG (Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika), dan Stasiun Geofisika Klas I Ambon yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk belajar dan menimba ilmu bidang Geofisika di
STMKG.
3. Bapak Dr. Suko Prayitno Adi, M.Si. selaku Ketua STMKG yang telah
memberikan semangat kepada seluruh tingkat IV untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik selama menjalani kuliah di STMKG, semoga beliau
selalu diberi keberkahan oleh Allah.
4. Bapak Dr. Iman Suardi, M.Sc. selaku Kaprodi geofisika dan dosen
pembimbing utama skripsi yang telah membimbing dengan sabar, semoga
Allah menghitung segala kebaikan beliau sebagai amal sholeh.
5. Bapak Dr. I Putu Pudja, MM. dan Bapak Drs. Ibnu Purwana, M.Sc. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan yang teliti agar skripsi penulis
menjadi lebih baik, semoga selalu mendapat keberkahan umur dan ilmu dari
Allah.
6. Bu Ita Soegiarto selaku bintal kelas geofisika dari semester 5 hingga semester
8 yang telah memudahkan segala pengurusan berkas terkait tugas kuliah
termasuk skripsi, semoga urusannya selalu diperlancar Allah.
7. Herman Elias Fransisco Dala aka Bang Sisco dan Rezki Noviana Agus aka
Mba ki yang telah menemani bimbingan, semoga Allah mencatat kebaikan
kalian sebagai timbangan amal sholeh.
8. Seluruh temen ngaji, halaqoh, dan temen baik lainnya yang telah memberikan
semangat positif untuk menyelesaikan skripsi dengan baik. Semoga Allah
mempertemukan kita di surga kelak.
9. Seluruh Penghuni Kosan Bu Wariyo: muhlis, ilham, bu haji dkk. yang
memberikan dukungan moral maupun material untuk penyelesaikan skripsi
dengan cepat. Semoga senantiasa dalam lindungan rahmat Allah.
10. Semua tentang STMKG, Geofisika 48, Rohis, ITG, dan semuanya yang telah
memberikan pelajaran berharga dalam hidup, semoga Allah memberkahi
setiap langkah menuju kebaikan.

v
11. Semua pihak yang telah membantu dalam seluruh tugas selama masa kuliah
dan PKL yang tak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga Allah memberi
kebaikan bagi semua.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak
kekurangan baik dalam pengolahan maupun tata cara penulisannya. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tulisan di masa yang akan datang. Penulis mengharapkan hasil
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi dunia ilmu
pengetahuan di bidang geofisika dan semoga dapat dihitung sebagai bentuk amal
kebaikan di hadapan-Nya.

Tangerang Selatan,

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................................ii
PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................................iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xi
INTISARI..............................................................................................................................xii
ABSTRACT..........................................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Batasan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan.............................................................................................3

BAB II DASAR TEORI....................................................................................................5


2.1 Tinjauan Pustaka......................................................................................................6
2.1.1 Tektonik Daerah Halmahera dan Sekitarnya........................................8
2.1.2 Perkembangan Penelitian Receiver function........................................9
2.2 Landasan Teori..........................................................................................................14
2.2.1 Lapisan Moho.................................................................................................14
2.2.2 Gelombang Seismik.....................................................................................15
2.2.3 Gelombang Seismik pada Receiver function........................................16
2.2.4 Rotasi................................................................................................................18
2.2.5 Analisa Receiver function...........................................................................19
2.3 Hipotesis.....................................................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN................................................................................22


3.1 Jenis Penelitian..........................................................................................................22
3.2 Data Penelitian..........................................................................................................22
3.3 Perangkat Pengolahan Data..................................................................................24
3.4 Prosedur Pengolahan Data.....................................................................................24
3.5 Validasi........................................................................................................................26
3.6 Diagram Alir Penelitian.........................................................................................27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................29


4.1 Langkah Penentuan dan Analisa Receiver function.......................................29
4.2 Analisa Struktur Kecepatan..................................................................................32
4.3 Perbandingan ketebalan kerak bumi global.....................................................36

vii
4.4 Analisa tiga dimensi kecepatan gelombang S..................................................38

BAB V PENUTUP.............................................................................................................43
5.1 Kesimpulan................................................................................................................43
5.2 Saran.............................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................44
LAMPIRAN..........................................................................................................................48

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian receiver function di Indonesia 2011-2016............................12


Tabel 3.1 Data koordinat stasiun pengamatan............................................................23
Tabel 3.2 Data gempa bumi teleseismik......................................................................23
Tabel 3.3 Studi literatur ketebalan kerak bumi di Halmahera...............................26
Tabel 4.1 Hasil analisa struktur kecepatan gelombang S........................................34
Tabel 4.2 Koordinat titik irisan.......................................................................................39

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambaran tektonik antara Maluku dan Sulawesi..............................1


Gambar 2.1 Gambaran ketebalan kerak bumi............................................................5
Gambar 2.2 Anomali bouger dareah Halmahera.......................................................6
Gambar 2.3 Model kerak bumi di daerah Halmahera..............................................7
Gambar 2.4 Citra tomografi di daerah Halmahera....................................................7
Gambar 2.5 Kondisi tektonik disekitar Halmahera...................................................8
Gambar 2.6 Penampang lateral seismik profil............................................................9
Gambar 2.7 Seismogram stasiun LON.........................................................................10
Gambar 2.8 Kontur kedalaman lapisan Moho di daerah California....................11
Gambar 2.9 Penelitian receiver function menggunakan stasiun JISNET...........12
Gambar 2.10 Lapisan bumi dengan model kecepatannya.......................................14
Gambar 2.11 Lapisan – lapisan di dalam Bumi.........................................................15
Gambar 2.12 Gelombang badan.....................................................................................16
Gambar 2.13 Ilustrasi fase gelombang teleseismik...................................................16
Gambar 2.14 Ilustrasi rotasi komponen seismometer..............................................18
Gambar 3.1 Peta daerah penelitian dan sensor yang digunakan...........................22
Gambar 3.2 Peta sebaran episenter gempa bumi.......................................................24
Gambar 3.3 Contoh hasil restitusi seismogram..........................................................25
Gambar 3.4 Diagram alir penelitian..............................................................................27
Gambar 3.5 Diagram alir penelitian lanjutan..............................................................28
Gambar 4.1 Sinyal teleseismik gempa Fiji 3 Januari 2017....................................28
Gambar 4.2 Sinyal seismik ZRT stasiun GLMI........................................................30
Gambar 4.3 Jendela interaktif picking manual gelombang P................................31
Gambar 4.4 Receiver function stasiun GLMI.............................................................31
Gambar 4.5 Struktur kecepatan gelombang S dan receiver function...................33
Gambar 4.6 Penggalan kontur kecepatan gelombang S di stasiun TNTI...........35
Gambar 4.7 Kecepatan gelombang P dan S rata – rata............................................36
Gambar 4.8 Daerah penelitian untuk kontur ketebalan kerak bumi....................37
Gambar 4.9 Kontur ketebalan kerak bumi...................................................................37
Gambar 4.10 Daerah penelitian untuk model kecepatan tiga dimensi................38
Gambar 4.11 Kontur kecepatan gelombang S irisan AB.........................................39
Gambar 4.12 Peta irisan AB dengan Google Earth..................................................40
Gambar 4.13 Kontur kecepatan gelombang S irisan CD.........................................41
Gambar 4.14 Kontur kecepatan gelombang S irisan EF..........................................42

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Kecepatan gelombang S dan receiver function..................48


Lampiran 2 Kecepatan 1 D masing – masing stasiun..............................................52

xi
INTISARI

Identifikasi Ketebalan Lapisan Kerak Bumi di Halmahera menggunakan


Receiver function Gelombang P

Oleh

YUSUF HAIDAR ALI


13.12.2789

Penelitian mengenai struktur kecepatan lokal sekaligus lapisan kerak bumi


dengan receiver function masih jarang di lakukan di Indonesia. Penelitian ini
merupakan penelitian pertama tentang receiver function di daerah Halmahera yang
menggunakan 6 sensor broadband temporer dan 2 sensor broadband permanen.
Perhitungan receiver function menggunakan sinyal seismik 3 komponen yang
kemudian dirotasi ke komponen Z (vertikal), R (radial), T (tangensial). Receiver
function didapatkan dari pembagian komponen R dengan komponen Z dalam
domain frekuensi yang kemudian dibagi dengan algoritma water level dan dikali
dengan filter gaussian. Lebar window filter gaussian dalam penelitian ini
digunakan 0,5, 1 dan 2,5 detik. Setelah didapatkan hasil receiver function,
dilakukan inversi dengan model awal struktur kecepatan 1 dimensi dengan
perubahan kecepatan bertahap 2 km, 5 km, dan 10 km. Struktur kecepatan hasil
inversi digunakan dalam interpretasi ketebalan kerak bumi. Penelitian ini berhasil
mencitrakan ketebalan kerak bumi di Halmahera yang bervariasi antara 32 km
sampai 44 km. Ketebalan kerak bumi paling besar berada di sekitar stasiun GLMI
sedangkan ketebalan kerak bumi yang paling kecil berada pada daerah di sekitar
stasiun BB03. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan model kecepatan lokal
yang dapat digunakan sebagai referensi inversi geofisika lainnya.

Kata kunci: Receiver function, struktur kecepatan, ketebalan kerak bumi

xii
ABSTRACT

Identification Of Crustal Thickness In Halmahera Using P Wave Receiver


Function

By

YUSUF HAIDAR ALI


13.12.2789

Research on local velocity structures as well as layers of the earth's crust


with receiver function is still rarely done in Indonesia. This research is the first
study of the receiver function in Halmahera area using 6 temporary and 2
permanent broadband sensors. The calculation of the receiver function uses 3
component seismic signals which are then rotated to component Z (vertical), R
(radial), T (tangential). Receiver function is obtained from the division of
component R with component Z in frequency domain which then divided by water
level algorithm and multiplied by the gaussian filter. The width of the gaussian
filter window in this study used 0.5, 1 and 2.5 seconds. The inversion was
conducted using the initial model of the 1-dimensional velocity model with a
gradual change in velocity of 2 km, 5 km, and 10 km. The inversion velocity
structure is used in interpreting the thickness of the earth's crust. This study
successfully imaged the thickness of the earth's crust at Halmahera which varies
from 32 km to 44 km. The thickness of the thickest crust is located around the
GLMI station while the thinnest of the earth's crust is in the area around the station
BB03. In addition, this study also produces local velocity model that can be used
as references to other geophysical inversions.

Keywords : receiver function, velocity structure, crustal thickness

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tektonik Indonesia bagian Timur merupakan zona tektonik yang cukup


rumit, termasuk tektonik Halmahera yang dipengaruhi langsung oleh adanya
subduksi ganda Laut Maluku (Ibrahim dkk., 2010). Subduksi ganda ini secara
umum digambarkan oleh Hall dan Wilson (2000) (Gambar 1.1). Lempeng Laut
Maluku menunjam ke arah timur, tetapi tunjaman tersebut tidak sedalam tunjaman
ke arah baratnya. Dari data seismisitas yang dikumpulkan oleh Trevor Hatherthon
dan William R. Dickinson pada tahun 1959 dan 1960 katalog International
Seismological Summary dapat diperlihatkan bahwa tunjaman ke arah Pulau
Halmahera hanya sampai 250 km sedangkan tunjaman kearah Pulau Sulawesi
bagian Utara sampai kedalaman 650 km (Hamilton,1979).

Gambar 1.1 Gambaran tektonik antara Maluku dan Sulawesi.


Subduksi di Laut Maluku digambarkan di dalam jajar genjang warna
merah (dimodifikasi dari Hall dan Wilson, 2000).

1
2

Untuk menjelaskan kondisi terkini mengenai kondisi detail tektonik yang


sedang terjadi di suatu daerah dibutuhkan referensi struktur detail kedalaman
kerak bumi di daerah tersebut (Syuhada dkk, 2016; Zhu dan Kanamori, 2000).
Berbagai cara dilakukan untuk memetakan lapisan kerak bumi, seperti dengan
tomografi dan receiver function. Identifikasi kerak bumi menggunakan receiver
function memberikan hasil yang lebih mendetail dari pada menggunakan metode
tomografi (Ammon, 1991; Zhu dan Kanamori, 2000).

Receiver function merupakan time series yang digunakan untuk


mengetahui kondisi fisis gelombang teleseismik sebelum masuk ke receiver atau
sensor (Ammon, 1997). Time series ini selanjutnya mengalami proses inversi
sehingga mendapatkan struktur kecepatan atau model kecepatan di bawah sensor
tersebut (Herrmann, 2013). Batas kerak bumi dan mantel bumi yang biasa disebut
lapisan Mohororovicic atau lapisan Moho, didapatkan dari analisa kualitatif
dengan melihat kenaikan signifikan pada struktur kecepatan yang telah didapatkan
(Jarchow dan Thompson, 1989).

Pada penelitian ini, identifikasi kerak bumi menggunakan receiver


function diterapkan pada jaringan seismik kerjasama BMKG (Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika) dengan GFZ (GeoForschungsZentrum) Jerman
(Passarelli dkk., 2016). Terdapat 6 stasiun temporer dan 2 stasiun tetap yang
digunakan dalam penelitian ini. Diharapkan dengan kerapatan jaringan stasiun ini
dapat menjelaskan dengan baik kedalaman lapisan kerak bumi beserta inversi
kecepatan gelombang badannnya.

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu hanya menggunakan
gelombang teleseismik P. Dan untuk jarak stasiun pengamatannya berkisar antara
30 derajat sampai 90 derajat.
3

1.3 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan di jawab dalam penelitian ini adalah :
a. Berapakah kedalaman lapisan Moho di Halmahera ?
b. Di daerah manakah yang mempunyai ketebalan lapisan kerak bumi paling
tebal dan yang paling tipis ?
c. Bagaimana model kecepatan lokal di daerah Halmahera ?

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui kedalaman lapisan Moho di Halmahera.
b. Mengetahui daerah mana yang mempunyai ketebalan lapisan kerak bumi
paling tebal dan lapisan kerak bumi paling tipis.
c. Mengetahui model kecepatan lokal di daerah Halmahera.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam studi


mengenai kerak bumi di daerah Halmahera. Penelitian mengenai detail kedalaman
kerakbumi dapat menjelaskan beberapa interaksi geologi yang ada di sekitar
Halmahera. Struktur kecepatan gelombang badan, baik gelombang P dan
gelombang S yang dihasilkan dapat juga menjadi referensi dalam penelitian
geofisika yang lain di daerah Halmahera.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi beberapa sub bab antara lain : latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
b. BAB II DASAR TEORI
Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka dan landasan teori berkaitan
dengan receiver function.
4

c. BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini berisi beberapa sub bab antara lain : jenis penelitian, data penelitian,
perangkat pengolahan data, prosedur pengolahan data, validasi, dan
diagram alir penelitian.
d. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menerangkan hasil receiver function, analisa struktur kecepatan,
ketebalan kerak bumi dan perbandingannya dari penelitian sebelumnya.
e. BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran.
BAB II

DASAR TEORI

Bumi terdiri dari beberapa lapisan dengan lapisan teratas ialah lapisan
kerak Bumi. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara ketebalan kerak Bumi
di kerak samudera dan ketebalan kerak Bumi di kerak benua. Ketebalan lapisan
kerak benua lebih besar dibandingkan dengan kerak samudera. Sebagai contoh,
ketebalan kerak samudera di Pulau Hawaii yang diperlihatkan oleh Gambar 2.1
hanya sekitar 5 km dan ketebalan kerak samudera di daerah Sierra Nevada
berkisar antara 25 sampai 60 km (Robertson, 2011). Pada Gambar 2.1
diperlihatkan bahwa kerak bumi di Sierra Nevada paling tebal berada di bawah
Gunung Whitney. Hal ini merupakan akibat dari efek isostasi yang dijelaskan oleh
Airy (1855).

Gambar 2.1 Gambaran ketebalan kerak bumi antara Hawaii (representasi kerak
samudra) dan Sierra Nevada (representasi kerak benua) (Robertson, 2011).

Analisa Receiver function menggunakan data seismometer 3 komponen,


yaitu komponen utara-selatan, komponen timur-barat, dan komponen vertikal.
Untuk identifikasi lapisan di bawah tanah, receiver function hanya membutuhkan
satu stasiun penerima sinyal. Sedangkan, tomografi dalam analisisnya
membutuhkan rekaman beberapa stasiun untuk memetakan hal yang sama.
Sebagai gantinya sumber gempa bumi yang direkam harus banyak, walaupun satu
gempa bumi bisa memetakan struktur kerak bumi seperti halnya yang dilakukan
pada analisa receiver function stasiun Bkb dari data MERAMEX (Amukti dan
Suryanto, 2016).

5
6

2.1 Tinjauan Pustaka


Penelitian mengenai lapisan permukaan bumi di Halmahera sebelumnya
menggunakan metode seismik tomografi (Puspito dkk., 1993; Widiyantoro dan
Hilst, 1997; Hall dan Spakman, 2002; Widiyantoro, 2003; Triarso dkk., 2012)
maupun dengan data gravitasi (Milsom dkk., 1996) . Milsom dkk., (1996)
menggambarkan ketebalan kerak bumi dengan menggunakan anomali bouger
gravitasi (Gambar 2.2). Hasil yang didapatkan ialah ketebalan di daerah
Halmahera berkisar antara 21 sampai 27 km.

Gambar 2.2 Anomali bouger daerah Halmahera (Milsom dkk., 1996).

Model global ketebalan kerak bumi dapat menjelaskan ketebalan kerak


bumi di daerah Halmahera, walaupun dengan citra resolusi yang rendah (Mooney
dkk., 1998; Bassin dkk., 2000; Laske., 2013). Model dengan resolusi 2 derajat
menggambarkan ketebalan kerak bumi di Halmahera mencapai sekitar 25 sampai
35 km (Bassin dkk., 2000) (Gambar 2.3). Sedangkan model kerak bumi resolusi 1
derajat menjelaskan ketebalan keraknya 31 km (Laske dkk., 2013).
7

Gambar 2.3 Model kerak bumi di daerah Halmahera. Peta


ditampilkan dengan Google earth (Bassin dkk., 2000).

Gambar 2.4 Citra tomografi di daerah Halmahera. Garis kuning pada peta
Indonesia merupakan garis cross section tomografi (Triarso dkk., 2012).
8

Berbagai hasil tomografi di daerah Halmahera tidak memetakan dengan


baik kedalaman lapisan kerak bumi (Gambar 2.4). Metode nii lebih banyak
meneliti tentang subduksi ganda Lempeng Laut Maluku maupun analisis
tomografi regional. Citra yang dihasilkan hanya digunakan untuk melihat struktur
mantel maupun slab subduction yang mempunyai kedalaman ratusan kilometer di
bawah Halmahera.

2.1.1 Tektonik Daerah Halmahera dan Sekitarnya

Hamilton (1979) menyebutkan setidaknya ada empat seting tektonik yang


mengelilingi daerah Maluku Utara, yaitu di bagian selatan terdapat sesar sorong
yang berorientasi mengiri, di timur laut ada bagian selatan dari trench Filipina, di
bagian barat ada subduksi mikro Lempeng Laut Maluku, dan di sebelah timur
terdapat sistem Sorong yang berarah barat laut. Pulau Halmahera yang merupakan
pulau terbesar di Maluku Utara mempunyai barisan gunung berapi di bagian barat
akibat dari interaksi dengan subduksi Lempeng Laut Maluku ke bawah Pulau
Halmahera dan sekitarnya (Gambar 2.5). Juga terdapat kompleks melange akibat
subduksi tersebut.

Gambar 2.5 Kondisi tektonik disekitar Halmahera (Hamilton, 1979).


9

Pada gambar 2.5 terdapat penampang yang ditandai dengan persegi


panjang putus – putus. Analisa seismic profile dilakukan pada area penampang,
dan dihasilkan penampang vertikal pada gambar 2.6 (Hamilton, 1979). Gambar
2.6 memperlihatkan kedalaman lapisan Moho di bawah Gunung, baik Gunung
Dukono maupun Gunung Lokon lebih dalam daripada lapisan Moho di daerah
lainnya. Hal ini akan bisa terlihat jelas pada analisa receiver function jika terdapat
sensor yang diletakkan di sekitar gunung tersebut.

Gunung Lokon Gunung Dukono

Gambar 2.6 Penampang lateral seismik profil subduksi lempeng Laut Maluku
(dimodifikasi dari Hamilton, 1979).

2.1.2 Perkembangan Penelitian Receiver function

Penelitian receiver function pertama dilakukan oleh Langston (1977) dan


Langston (1979) ketika memperoleh bentuk seismogram yang unik saat
mendekonvolusi sinyal gempa bumi teleseismik dengan source time function dan
respon instrumen. Seismogram hasil dekonvolusi tersebut kemudian dirotasikan
ke komponen tangensial dan komponen radial. Gelombang konversi Ps dan Sp
dapat dilihat dengan baik pada kedua komponen ini.
10

Langston (1979) mengelompokkan seismogram hasil pengolahan receiver


function dari gempa bumi teleseisik yang mempunyai back azimuth yang hampir
sama (Gambar 2.7). Hal ini dikarenakan hasil dekonvolusi source time function
akan mempunyai bentuk yang hampir sama jika direkam dari arah gempa bumi
teleseismik yang sama, dan mempunyai bentuk seismogram yang berbeda jika
gempa bumi tersebut mempunyai perbedaan back azimuth yang besar antara
gempa bumi satu dengan lainnya.

Gambar 2.7 Seismogram stasiun LON yang direkam dari 4 gempa teleseismik
berbeda. Seismogram komponen Z, U-S, T-B, Radial, Tangensial diperlihatkan
berturut turut dari atas sampai bawah (Langston, 1979).

Kikuchi dan Kanamori (1982) menggunakan dekonvolusi iteratif yang


diterapkan pada gelombang badan. Inilah dasar penelitian untuk Liggoria dan
Ammon (1999) membuat dekonvolusi iteratif yang secara khusus diperuntukkan
untuk receiver function. Dekonvolusi iteratif membuat perbedaan back-azimuth
dari gempa tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil receiver function.

Pada tahun 2000, Zhu dan Kanamori mengenalkan metode stackinghk


untuk menghitung estimasi nilai Vp/Vs dan kedalaman lapisan diskontinuitas
Moho di daerah California, Amerika Serikat (Gambar 2.8). Metode ini
memanfaatkan waktu tiba fase gelombang P, Ps, PpPs, PpSs, dan PsPs. Selain
11

waktu tiba fase gelombang yang diperhitungkan, nilai amplitudo dari masing
masing fase juga berpengaruh untuk mendapatkan nilai Vp/Vs dan kedalaman
lapisan Moho yang di bawah sensor seismik yang diteliti.

Gambar 2.8 Kontur kedalaman lapisan Moho di daerah


California, Amerika Serikat. Skala pada gambar bagian bawah
menunjukkan kedalaman variasi kedalaman lapisan Moho (Zhu
dan Kanamori, 2000).

Sejak tahun 2002, penelitian mengenai receiver function mulai banyak


dilakukan di Indonesia. Saita dkk. (2002) meneliti tentang ketebalan zona transisi
di Indonesia menggunakan metode receiver function. Dalam penelitiannya,
receiver function digunakan untuk menghitung kedalaman diskontunuitas yang
ada di kedalaman 410 km dan 660 km, dan juga untuk menghitung ketebalan zona
transisi mantel di Indonesia menggunakan data dari jaringan JISNET (Japan
Indonesia Seismic Network) (Gambar 2.9). Dalam penelitian ini masih belum
menggunakan teknik stackinghk yang dikembangkan oleh Zhu dan Kanamori
(2000) sehingga belum mendapatkan nilai dari Vp/Vs dan kedalaman lapisan
Moho di bawah stasiun seismik yang digunakan.
12

a b

c d

Gambar 2.9 Penelitian receiver function menggunakan stasiun JISNET. (a)


Sebaran stasiun JISNET yang digunakan ditandai dengan segitiga hitam. (b)
Diskontinuitas kedalaman 410 km dengan lingkaran menunjukkan tempat dan
kedalaman diskontinuitas tersebut .(c) Kedalaman zona transisisi di Indonesia
dengan lingkaran menunjukkan tempat dan kedalaman zona transisi tersebut. (d)
Diskontinuitas kedalaman 660 km dengan lingkaran menunjukkan tempat dan
kedalaman diskontinuitas tersebut (Saita dkk. 2002).

Penelitian receiver function untuk menghitung ketebalan lapisan Moho di


Indonesia dimulai pada tahun 2010 (Suryanto dkk., 2010). Pusat penelitian dan
pengembangan BMKG berkerjasama dengan Universitas Gajah Mada
mengembangkan script untuk menghitung kedalaman lapisan Moho menggunakan
MATLAB. Tabel 2.1 memperlihatkan beberapa penelitian yang telah terpublikasi
mengenai receiver function dengan studi kasus daerah di Indonesia.

Tabel 2.1 Penelitian receiver function di Indonesia 2011-2016.

No Peneliti Stasiun yang digunakan Daerah


1 Kieling dkk., 2011 BSI, GSI, IPM, KOM, KUM, Sumatra dan
PSI Malaysian
Peninsula
13

2 Macpherson dkk., LHMI, GSI, BKNI, MNAI Sumatra


2012
3 Syuhada and CGJI, SKJI, CNJI, CISI, CMJI Banten dan Jawa
Anggono T., 2016 Barat
4 Yunartha., 2013 Jaringan MERAMEX Yogyakarta dan
Jawa Tengah
5 Amukti dkk., 2015 Jaringan MERAMEX Yogyakarta dan
Jawa Tengah
6 Wolbern and Jaringan MERAMEX Yogyakarta,
Rumpker, 2016 Jawa Tengah,
Jawa Timur
7 Amukti dan Suryanto, Bkb data MERAMEX Yogyakarta
2016
8 Syuhada dkk., 2016 PLAI, BMNI, DBNI, WBSI, Nusa Tenggara
WSI, BASI, LBFI, MMRI, Barat dan Nusa
LRTI, ATNI, SOEI, BATI Tenggara Timur

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa penelitian di Indonesia bagian Barat sudah


banyak dilakukan khususnya di Pulau Jawa dan Sumatra. Dan jaringan stasiun
yang sering dijadikan bahan penelitian adalah jaringan stasiun MERAMEX
(MERapi AMphibious EXperiment), yaitu jaringan stasiun temporer yang di
tempatkan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sebagian daerah Jawa Timur.
MERAMEX terdiri dari 99 sensor short period, 13 sensor broadband, dan 14
sensor OBS (Ocean Bottom Seismograph) (Bohm dkk., 2005).
14

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Lapisan Moho

Jarchow dan Thompson (1989) merangkum 5 konsep dari model


tradisional lapisan Moho. Yang pertama ialah lapisan ini merupakan salah satu
manifestasi dari heterogenitas lapisan yang ada di Bumi dan merupakan pembatas
antara kerak bumi dan mantel bumi. Yang kedua ialah lapisan Moho merupakan
lapisan pembatas paling atas untuk kecepatan gelombang seismik dan komposisi
batuan. Yang ketiga ialah lapisan Moho merupakan batas antara lapisan – lapisan
homogen mafic dan ultramafic. Yang keempat ialah lapisan Moho ada di seluruh
tempat di dunia, berkisar antara 5 sampai 8 km di bawah lantai basin samudra
dalam dan 20 sampai 70 km di bawah kerak benua. Yang kelima ialah kecepatan
gelombang P meningkat dari kecepatan kurang dari 7,6 km/s ke kecepatan lebih
dati 7,6 km/s seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Lapisan bumi dengan model kecepatannya. Gambar kanan, irisan
bumi dengan kecepatan gelombang P (Dziewonski dan Anderson, 1981). Gambar
kiri model kecepatan gelombang P dengan struktu kerak benua (atas) dan kerak
samudra (bawah) Jarchow dan Thompson (1989).
15

2.2.2 Gelombang Seismik

Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di


dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada
kerak bumi. Gelombang gempa bumi atau gelombang seismik merambat melalui
media elastik sehingga gelombang ini merupakan jenis gelombang elastik.
Gelombang ini menjalar kesegala arah dari hiposenter gempa bumi melalui
lapisan – lapisan yang ada di Bumi (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Lapisan – lapisan di dalam Bumi (Robertson, 2011).

Dalam perambatannya gelombang gempa bumi dibedakan menjadi


gelombang badan dan gelombang permukaan. Gelombang badan adalah
gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi, sedangkan gelombang
permukaan penjalarannya melalui permukaan bumi. Secara umum gelombang
badan dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Gelombang P

Gelombang P (Pressure) merupakan gelombang longitudinal atau


gelombang kompresional yang gerakan partikelnya sejajar dengan arah
16

perambatannya (Gambar 2.12). Kecepatan gelombang P paling tinggi diantara


gelombang yang lain dan tiba pertama kali.
2. Gelombang S
Gelombang S (shear) merupakan gelombang transversal atau gelombang
shear yang gerakan partikelnya tegak lurus dengan arah penjalarannya
(Gambar 2.12). Gelombang S tiba setelah gelombang P. Gelombang shear
terdiri dari dua komponen yaitu gelombang SH dengan gerakan partikel
horizontal dan gelombang SV dengan gerakan partikel vertikal.

Gambar 2.12 Gelombang badan. Gelombang P (kiri) dan gelombang S


(kanan) (Shearer, 2009).

2.2.3 Gelombang Seismik pada Receiver function


Salah satu diskontinuitas yang dekat dengan permukaan bumi adalah
Lapisan Mohorovicic. Adanya perbedaan fisis dan kimia antara mantel dan kerak
bumi, maka pada batas ini terjadi perubahan kecepatan gelombang seismik yang
signifikan. Pada lapisan Moho ini terjadi konversi dan pemantulan gelombang
seismik (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Ilustrasi fase gelombang teleseismik ketika melewati lapisan


Moho (Yunartha, 2013).
17

Receiver function menggunakan gelombang teleseismik dengan jarak


stasiun penerima dan hiposenter lebih dari 30 derajat dan kurang dari 90 derajat.
Hal ini untuk mendapatkan sudut kedatangan gelombang seismik ke stasiun
penerima relatif tajam hampir vertikal. Sedangkan jika lebih dari 90 derajat maka
fase-fase gelombang yang dibutuhkan untuk analisa receiver function akan kurang
terlihat. Pensimbolan fase – fase gelombang berikut ini ini berdasarkan konvensi
Bath dan Steffanson (1966).
1. Gelombang Pp merupakan gelombang P langsung tiba pertama di stasiun
seismik.
2. Gelombang Ps merupakan gelombang P langsung yang terkonversi
menjadi gelombang S.
3. Gelombang PpPs merupakan gelombang P langsung yang dibiaskan
sebagai gelombang P, kemudian direfleksikan sebagai gelombang P oleh
permukaan bumi, dan akhirnya direfleksikan oleh lapisan Moho sebagai
gelombang S.
4. Gelombang PpSs merupakan gelombang P langsung yang dibiaskan
sebagai gelombang P, kemudian direfleksikan sebagai gelombang S oleh
permukaan bumi, dan akhirnya direfleksikan oleh lapisan Moho sebagai
gelombang S.
5. Gelombang PsPs merupakan gelombang P langsung yang dibiaskan
sebagai gelombang S, kemudian direfleksikan sebagai gelombang P oleh
permukaan bumi, dan akhirnya direfleksikan oleh lapisan Moho sebagai
gelombang S.
6. Gelombang PsSs merupakan gelombang P langsung yang dibiaskan
sebagai gelombang S, kemudian direfleksikan sebagai gelombang S oleh
permukaan bumi, dan akhirnya direfleksikan oleh lapisan Moho sebagai
gelombang S.
18

2.2.4 Rotasi

Berbagai fase gelombang seismik (Pp,Ps, PpPs, PsPs, PpSs, PsSs) dapat
di lihat dengan jelas jika seismogram Z (vertikal), U-S (utara-selatan), T-B (timur-
barat) dirotasikan secara digital. Rotasi untuk mengamati gelombang seismik yang
dibutuhkan untuk perhitungan receiver function ada dua yaitu rotasi ke komponen
ZRT (vertikal, radial dan tangensial) dan komponen LQT, (komponen L
merupakan komponen dengan arah gelombang sama dengan gelombang Pp,
komponen Q merupakan komponen tegak lurus dengan komponen L dan
komponen T/ tangensial) (Gambar 2.14).

Gambar 2.14 Ilustrasi rotasi komponen seismometer. (a) tiga komponen


seismometer sebelum dirotasikan. (b) komponen seismometer setelah dirotasikan
ke radial, tangensial, dan z. (c) komponen seismometer setelah ditranformasikan
ke komponen L, Q, T, (Ozakin, 2008).
19

2.2.5 Analisis Receiver function

Clayton dan Wiggins (1976) menunjukkan persamaan umum untuk sebuah gelombang
seismik yang terakam di seismometer yang sudah terkoreksi instrumen.
()= ()∗ ()+ ()
(2.1)
Notasi (i) menunjukkan stasiun yang merekam gelombang seismik. xi(t)
merupakan time series dari gelombang seismik yang sampai seismometer. Untuk
time series sumber gempa bumi dan lintasannya masing – masing disimbolkan
dengan s(t) dan li(t). Sedangkan gi(t) merupakan gangguan atau noise seismik. (*)
merupakan operator konvolusi.
Time series receiver function biasanya digunakan simbol hi(t), tetapi dalam
penelitian ini digunakan simbol rfi(t) untuk time series receiver function agar
menghilangkan ambiguitas dengan simbol kedalaman (h). Dilakukan transformasi
fourier pada persamaan (2.1) untuk memperoleh persamaan (2.2). Time series dari
s(t) diwakilkan oleh komponen vertikal sedangkan time seriesx(t) diwakilkan oleh
komponen radial r(t). Sedangkan, time series li(t) diwakili oleh rf(t) (time series
dari receiver function). Nilai gangguan diasumsikan nol.
( )

()= ( )
(2.2)

Z(ω) pada persamaan (2.2) adalah bilangan kompleks. Maka untuk


mempermudah perhitungan dikalikan dengan kompleks konjugatnya menjadi persamaan (2.3).
´

(2.3)
( )( )

( )=
´

( )( )

Selanjutnya digunakan metode water level dari Clayton dan Wiggins


(1976) pada persamaan (2.3) dan menghasilkan persamaan (2.4).
´

(2.4)
( )( )

( )= ()
( )

dengan,
´ ´
(2.5)
()= [ ( ) ( ). { ( ) ( )}]

dan,
2

()= ( 4
2
)

(2.6)
20

Simbol c merupakan konstanta untuk mengatur amplitudo hasil receiver


function ketika proses water level dalam domain frekuensi. G(ω) merupakan filter
Gaussian, yang merupakan filter jenis low pass. Notasi ξ adalan konstanta
normalisasi. Notasi α adalah faktor untuk mengontrol lebar dari window filter.

a. Dekonvolusi Iteratif

Dekonvolusi iteratif merupakan metode yang menggunakan korelasi silang seismogram


komponen horizontal dan vertikal. Dasar dari metode ini dijelaskan oleh Kikuchi dan Kanamori
(1982). Metode ini mencari korelasi silang pada domain waktu dengan cara mengalikan konjugat
kompleks pada domain frekuensi (Persamaan 2.7).

2
(2.7)
−1
( )( ) ∗( ) ( ) ∗( ) ( )
⋆ + =ℱ ( ∗ )

=∫
− 1

R dan Z menggambarkan seismogram horizontal dan vertikal. ( ) adalah


time lag. Nilai maksimum dari korelasi silang ini kemudian dikonvolusikan
dengan seismogram komponen vertikal untuk mendapatkan seismogram sintetis
komponen horisontal. Selanjutnya dicari missfit antara komponen horizontal asli
dan sintetis. Proses diulangi atau diiterasikan dengan pembobotan berdasarkan
missfit sebelumnya sehingga mendapatkan nilai missfit terkecil (Liggoria dan
Ammon, 1999).

b. Perhitungan Kecepatan Gelombang P dan S

Perbedaan waktu tiba antara Pp dan Ps sangat dipengaruhi oleh model


kecepatan gelombang S di atas lapisan kerak bumi. Perhitungan ini menggunakan
pemodelan kedepan (forward modelling). Prosedur perhitungan model kecepatan yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur yang dilakukan oleh Julia dkk., (2000).
Persamaan pemodelan kedepannya sebagai berikut :
(2.8)
= [ ]
21

dengan y adalah vektor berdimensi N dari poin – poin data, x adalah vektor
berdimensi M yang menggambarkan model dan F[ ] adalah operator non linier
yang menjadikan vektor model menjadi vektor dengan domain yang sama dengan
domain y. Untuk receiver function, x adalah vektor dari kecepatan gelombang S
pada beberapa kedalaman lapisan di litosfer. Persamaan non linier 2.8 dapat dilinierkan pada
persamaan 2.9 dan 2.10.
(2.9)
= | . n

(2.10)
+ = +

δxn merupakan hasil pengurangan x dengan xn , yang merepresentasikan


vektor koreksi model. δy = y – F[xn] adalah vektor data residu (Menke, 1984).
Persamaan 2.9 dan 2.10 merupakan persamaan iteratif dengan menggunakan
model awal x0 dari model kecepatan global.

Receiver function sintesis dihasilkan dengan memodelkan kecepatan


gelombang S. Kecocokan terbaik dengan receiver function analog menunjukkan
model kecepatan gelombang S terbaik.

2.3 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori


antara lain :

a. Receiver function dapat digunakan untuk identifikasi ketebalan kerak bumi di


Halmahera
b. Receiver function dapat digunakan untuk mendapatkan model kecepatan
lokal di daeraah Halmahera
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang dilakukan dengan


menerapkan sebuah metode untuk beberapa sensor seismik yang merekam
beberapa gempa bumi teleseismik untuk mendapatkan estimasi nilai Vp/Vs dan
kedalaman lapisan Moho. Data penelitian yang digunakan merupakan data
sekunder.

3.2 Data Penelitian

Daerah penelitian dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.1.


Daerah ini mempunyai koordinat 127-128,5 BT dan 0,5-2 LU. Pada gambar 3.1
sensor disimbolkan dengan segitiga dan kota disimbolkan dengan persegi.

Gambar 3.1 Peta daerah penelitian dan sensor yang digunakan.

22
23

Data penelitian merupakan sinyal seismik dari 2 seismometer broadband


permanen jaringan GEOFON dan LIBRA, dan 6 seismometer broadband
temporer kerjasama GFZ dan BMKG. Data waveform diunduh melalui website
www.webdc.eu. Sinyal seismik merupakan rekaman gempa bumi teleseismik
dengan magnitudo lebih dari 6 (Tabel 3.1 dan Gambar 3.2). Semakin besar
magnitudo gempa bumi maka SNR (signal to noise ratio) rekaman seismiknya
semakin besar. Parameter gempa bumi didapatkan dari website webdc BMKG
dengan rentang waktu 1 Agustus 2016 sampai 10 Januari 2017. Rentang ini
dipakai berdasarkan ketersediaan data online stasiun temporer yang digunakan.

Tabel 3.1 Data koordinat stasiun pengamatan.

Kode Lintang Bujur Elevasi (m)


BB01 1,03999 127,41328 5
BB02 1,15998 127,44882 83
BB03 1,00361 127,64268 22
BB04 0,91403 127,51501 31
BB05 1,18655 127,89419 18
BB06 0,88944 127,32908 31
GLMI 1,8381 127,7879 130
TNTI 0,77180 127,36670 43

Tabel 3.2 Data gempa bumi teleseismik.

Tanggal Waktu Magnitudo Lintang Bujur Kedalaman


03/01/2017 21:52:31 6,9 -19,31 175,86 17
21/11/2016 20:59:49 6,9 37,34 141,37 18
13/11/2016 11:02:58 7,8 -42,57 173,01 10
24/09/2016 21:28:41 6,9 -19,76 -178,31 591
24/09/2016 21:07:14 6,4 -18,11 -175,1 185
23/09/2016 0:14:35 6,3 34,53 141,44 10
01/09/2016 16:38:01 7 -37,16 178,55 10
24/08/2016 10:34:55 6,8 20,92 94,64 91
12/08/2016 1:26:35 7,1 -22,53 172,98 10
24

Gambar 3.2 Peta lokasi daerah penelitian dengan sebaran episenter gempa bumi.

3.3 Perangkat Pengolahan Data

Secara umum pengolahan receiver function dalam penelitian ini


menggunakan program yang dijalankan dengan LINUX. Beberapa jenis perangkat
pengolahan antara lain :

a. CPS (Computer Program for Seismology), program pengolahan utama


untuk mengolah seismogram.
b. GMT (Generic Mapping Tools) untuk pemetaan.
c. Google earth untuk pemetaan.
d. RDSEED untuk mengekstrak data dalam format SEED.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data pada penelitian ini antara lain respon instrumen,
restitusi, rotasi, dekonvolusi iteratif, dan penentuan model kecepatan. Prosedur
pengolahan ini merupakan prosedur pengolahan yang dijelaskan secara umum.
Untuk pengolahan rinci dan hasilnya dijelaskan pada bab 4.
25

a. Restitusi

Penelitian ini menggunakan seismometer yang dipasang permanen dan


yang dipasang temporer. Jenis sensor yang berbeda akan menyebabkan perbedaan
standarisasi seismogram yang akan digunakan. Untuk itu seismogram dari masing
– masing sensor harus mempunyai range frekuensi yang sama. Sodoudi (2005)
digunakan range frekuensi 0,1-1 Hz. Range frekuensi ini cukup baik untuk
mendapatkan gelombang badan teleseismik yang ideal (Gambar 3.3).

Gambar 3.3 Contoh hasil restitusi seismogram stasiun ATH di


Yunani (Sodoudi, 2005).

b. Rotasi

Ada satu kali rotasi yang dilakukan, yang pertama dua komponen
horizontal U-S dan T-B dirotasikan ke radial (R) dan tangensial (T). Komponen
vertikal (Z) dan komponen R dapat merekam gelombang Pp dan gelombang Ps.
Rotasi dilakukan dengan memanfaatkan azimuth dari stasiun dan gempa bumi
teleseismik.
26

c. Dekonvolusi Iteratif

Setelah mendapatkan komponen ZRT hasil rotasi, dilakukan dekonvolusi


iteratif yang kemudian dilakukan stacking agar amplitudo pada receiver function
dapat teramati dengan jelas. Hasil dekonvolusi iteratif yang akan digunakan dalam
penentuan kedalaman lapisan Moho, Vp/Vs, dan model kecepatan lokal
gelombang badan.

d. Penentuan model kecepatan

Untuk menentukan model kecepatan lokal ini digunakan program CPS


untuk memodelkan receiver function sintetik yang kemudian dikomparasikan
dengan receiver function aslinya. Digunakan model kecepatan modul untuk
perhitungan awalnya. Model kecepatan ini merupakan model kecepatan yang
tersedia dalam panduan CPS.

3.5 Validasi

Validasi hasil penelitian akan dilakukan dengan dua referensi, antara lain
penelitian mengenai kerak bumi di daerah Halmahera dan sekitarnya dengan
berbagai metode, dan yang kedua dengan membandingkan hasil dari beberapa
pemodelan kerak bumi yang dibuat oleh Bassin dkk., (2000) dan Laske dkk.,
(2013) (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Studi literatur ketebalan kerak bumi di Halmahera.

No Peneliti Ketebalan Lapisan Kerak Buni

1 Milsom dkk., 1996 21-27 km


2 Bassin dkk., 2000 25-35 km

3 Laske dkk., 2013 31 km


27

3.6 Diagram Alir Penelitian

Gambaran umum tahapan pengolahan data dalam penelitian ini dapat


dilihat pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5.

Mulai

Sinyal seismik 3 komponen


(Z,N,E)

Model kecepatan 1 D

Rotasi (Z,R,T)
Water level
Filter gaussian (α = 0,5; 1,0; 2,5)
Dekonvolusi iteratif

Receiver function (α = 1,0


dan 2,5)
Model kecepatan 1 D

Inversi dengan 50 kali Ditambah receiver


iterasi function (α = 0,5)

Tidak
Bagus?

Ya

Struktur Kecepatan 1

Gambar 3.4 Diagram alir penelitian.


28

1. Penentuan ketebalan
kerak bumi dan
ketebalan lapisan Moho
2. Analisa lateral

1. Ketebalan kerak bumi


dan lapisan Moho
2. Struktur dua dimensi

Selesai

Gambar 3.5 Diagram alir penelitian lanjutan.


29

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Langkah Penentuan dan Analisa Receiver function

Data sinyal seismik diunduh dari halaman internet webdc.eu dengan kode
jaringan 7G+. Jaringan ini merupakan jaringan sensor yang dipasang oleh GFZ
dan BMKG yang dimulai pada pertengahan tahun 2016 sampai tahun 2018
(Passareli dkk., 2016). Data yang diunduh merupakan data sinyal gempa bumi dari
2 menit sebelum gelombang P dan 10 menit setelah gelombang P. Data ini
merupakan data restricted sehingga diperlukan kata sandi untuk membuka
datanya.

Pembahasan dalam subbab ini akan mengambil sampel sensor GLMI yang
merupakan sensor broadband permanen yang digunakan dalam penelitian ini.
Gempa bumi teleseismik yang dipakai ialah gempa bumi Fiji pada tanggal 3
Januari 2017 pukul 21:52:31, koordinat 19,31 LS dan 175,86 BT, kedalaman 17
km, dengan magnitudo 6,9. Sinyal seismik yang didapatkan dalam satuan count
digambarkan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Sinyal teleseismik gempa Fiji 3 Januari 2017 pada stasiun GLMI.

Terdapat 7 script utama dalam pengolahan receiver function menggunakan


CPS menurut Herrmann (2013) :

29
30

1. IDOMERGE. Script ini berguna untuk menyatukan sinyal – sinyal yang


terpotong menjadi satu sinyal seismik yang utuh.

2. IDORAWQC. Script ini berguna untuk memilih sinyal seismik mana yang akan
diproses dalam tahap selanjutnya, selain itu juga dapat melakukan picking
gelombang P manual dengan script ini, tetapi dalam penelitian ini picking tidak
dilakukan dengan script tersebut.

3. IDOEVT, script yang digunakan untuk mengubah header lovrok dan lcalda
menjadi true dan menghilangkan trend pada sinyal.

4. IDOROT, script yang digunakan untuk merotasikan komponen Z, Utara-


Selatan, Timur-Barat ke komponen Z, Radial, dan Tangensial. Sebelum
dirotasikan, sinyal di filter dengan filter high pass 0.003 Hz untuk stabilitas
sinyal. Gambar 4.2 merupakan hasil sinyal rotasi dari Gambar 4.1

Gambar 4.2 Sinyal seismik ZRT stasiun GLMI.

5. IDOGCARC, script yang digunakan untuk memilih sinyal dengan jarak


hiposenter dan stasiun penerima sinyal gempa dengan jarak 30 derajat hingga
90 derajat.

6. DORFTN1, script kedua yang digunakan untuk picking gelombang P (Gambar


4.3). Di dalam script ini sinyal akan dipotong 10 detik sebelum gelombang P
sampai 50 detik setelah gelombang P.
31

Gambar 4.3 Jendela interaktif picking manual gelombang P.

7. DORFTN2, script yang digunakan untuk menghasilkan receiver function.


Dengan menggunakan perhitungan Kikuchi dan Kanamori (1982) dan Liggoria
dan Ammon (1999) didapatkan receiver function dengan jendela filter gaussian
0,5 detik , 1,0 detik dan 2,5 detik.

Gambar 4.4. Receiver function stasiun GLMI . Label pada bagian kanan masing
– masing receiver function menunjukkan komponen denominator, kode stasiun,
julian day, jam, menit, dan lebar jendela.

Pada gambar 4.4 ditampilkan berurutan receiver function dengan lebar


jendela filter gaussian 0,5 detik, 1,0 detik, dan 2,5 detik. Perbedaan lebar
jendela yang digunakan dalam filter gaussian sangat mempengaruhi bentuk
receiver function yang dihasilkan (gambar 4.4). Semakin kecil lebar jendela
makan akan semakin halus receiver function yang dihasilkan.
32

Receiver function dengan denominator gelombang radial diperlihatkan


dengan awalan nama file sinyal R dan gelombang tangensial diperlihatkan
dengan awalan nama file sinyal T. Machperson dkk., (2012) menggunakan
kedua ini untuk ditampilkan dalam penelitian receiver function pada empat
stasiun seismik di Sumatera, kemudian hanya menggunakan receiver function
komponen radial untuk perhitungan inversi struktur kecepatannya. Hal ini
dikarenakan komponen tangensial tidak mendapatkan hasil yang baik dalam
perhitungan struktur kecepatan di keempat stasiun penelitiannya. Maka dalam
perhitungan penelitian di Jailolo ini hanya receiver function dari gelombang
radial yang digunakan.

4.2 Analisa Struktur Kecepatan

Penentuan struktur kecepatan didapatkan dari hasil receiver function yang


mempunyai nilai kecocokan lebih dari 90% (Herrman, 1987). Untuk melihat
nilai kecocokan dapat dilihat pada header user5, sedangkan untuk melihat
parameter slowness dapat dilihat pada header user4. Pengolahan ini
menggunakan perintah rftn96 pada paket software CPS. Model kecepatan awal
yang digunakan adalah model kecepatan yang tersedia dalam paket software
tersebut. Model kecepatan ini mempunyai resolusi bertahap, yaitu resolusi 2 km
untuk kedalaman 0 sampai 50 km, resolusi 5 km untuk kedalaman 55 sampai
100 km, dan 10 km untuk kedalaman 100 km ke bawah. Dengan resolusi yang
tinggi ini dapat diamati ketebalan lapisan Moho selain kedalaman lapisan itu
sendiri.

Tahapan inversi struktur kecepatan yang dijelaskan dalam script CPS


sebagai berikut :

1. Tahap pertama ialah menentukan awal dan akhir jendela waktu receiver
function yang digunakan. Waktu awal -5 dan waktu akhir 20 digunakan
untuk receiver function dengan lebar jendela filter gaussian 1,0 detik dan
2,5 detik. Sedangkan untuk receiver function dengan filter gaussian 0,5
detik digunakan waktu awal -10 dan waktu akhir 20.
33

2. Tahap kedua ialah menentukan pembobotan pada lapisan kecepatan.


3. Tahap ketiga ialah menentukan jumlah iterasi dalam inversi yang
dilakukan.
Struktur kecepatan yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar
penentuan ketebalan lapisan kerak bumi, ketebalan lapisan Moho dan zona
kecepatan rendah pada masing – masing stasiun. Dalam penentuan ketiga
struktur ini akan dibahas inversi struktur kecepatan dari stasiun GLMI.

Gambar 4.5 Struktur kecepatan gelombang S dan receiver function yang


digunakan dalam inversi pada stasiun GLMI

Keterangan angka di bawah kode stasiun pada Gambar 4.5 berturut – turut
ialah lebar jendela filter gaussian, prosentase kecocokan receiver function
sintetis dengan receiver function masukan, dan nilai slowness. Jumlah iterasi
yang digunakan ialah sebanyak 50 kali. Terlihat zona kecepatan rendah
pertama berada di kedalaman 14 km sampai 20 km dan zona kecepatan rendah
kedua berada di kedalaman 70 km sampai 80 km. Ketebalan kerak buminya
adalah 44 km, dengan ketebalan lapisan Moho 6 km. Struktur kecepatan
34

gelombang S dan inversi receiver function dari ketujuh stasiun lain dapat
dilihat pada Lampiran 1. Analisa lengkap struktur kecepatan gelombang
kedelapan stasiun diperlihatkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Hasil analisa struktur kecepatan gelombang S pada


masing – masing stasiun

No Kode Ketebalan Ketebalan Peningkatan


stasiun kerak bumi lapisan Moho kecepatan gelombang
(km) (km) S (km/s)

1 BB01 36 4 0,5435
2 BB02 36 8 0,6853
3 BB03 32 8 0,6808
4 BB04 40 8 0,9537
5 BB05 36 8 0,7692
6 BB06 42 8 0,9364
7 GLMI 44 6 0,7081
8 TNTI 36 - -

Daerah dengan ketebalan kerak bumi yang paling tipis terdapat di daerah
sekitar stasiun BB03, daerah Akelamo Kao distrik Kao Teluk. Sedangkan
daerah dengan ketebalan kerak bumi paling dalam yaitu pada daerah di sekitar
stasiun GLMI. Kemungkinan hal ini dikarenakan efek isostasi karena stasiun
GLMI mempunyai elevasi sensor yang paling tinggi yaitu 130 m.
Pada stasiun TNTI, ketebalan lapisan Moho sulit ditentukan secara
spesifik. Hal ini dikarenakan tidak adanya kenaikan kecepatan gelombang S
yang signifikan di kedalaman tertentu. Hanya ada kenaikan bertahap dari
kedalaman 36 km sampai 65 km (gambar 4.6).
Salah satu hasil dari inversi ini adalah kecepatan gelombang P. Steinhard
(1967) mendefinisikan lapisan Moho adalah lapisan dimana terjadi kenaikan
kecepatan gelombang P secara signifikan antara 7,6 dan 8,6 km/s. Pada
kedalaman 36 ke kedalaman 38 terjadi kenaikan nilai kecepatan gelombang P
35

dari 6,8867 km/s ke kecepatan 7,8076. Sehingga ditetapkan lapisan Moho


berada di kedalaman 36 km.

Gambar 4.6 Penggalan kontur kecepatan gelombang S di stasiun TNTI.

Dalam inversi seismologi sangat dibutuhkan model kecepatan lokal


yang baik. Penelitian ini menghasilkan 8 struktur kecepatan lokal pada masing
– masing stasiun. Tetapi hasil ini sangat lokal untuk dijadikan referensi
kecepatan lokal di daerah Halmahera. Untuk itu dibuat rata – rata kecepatan
gelombang P dan S dari data struktur – struktur kecepatan yang sudah
dihasilkan (gambar 4.7). Nilai rata – rata gelombang P dan S secara rinci dapat
dilihat pada lampiran.
Julia dkk. (2000) dan Herrmann (2013) menyatakan hasil inversi
dari receiver function menghasilkan struktur kecepatan yang mengalami over
estimate pada nilai kecepatannya. Hal ini dapat diredam dengan menggunakan
joint inversion dengan menambahkan data surface wave dispersion. Maka
untuk menggunakan rata – rata struktur kecepatan yang telah dibuat perlu
dilakukan uji perbandingan dengan struktur kecepatan lokal yang didapatkan
dengan metode lain untuk suatu kasus inversi seismologi.
36

Kecepatan gelombang seismik (km/s)


0 2 4 6 8 10 12
0

-100

Kedalaman (km) -200


Vp
Vs
-300

-400

-500

-600

Gambar 4.7 Kecepatan gelombang P dan S rata – rata.

Model kecepatan ini dibandingkan dengan model kecepatan global


mempunyai keunggulan yaitu untuk ketelitian model kecepatan pada
kedalaman dangkal. Model global yang kurang memperlihatkan heterogenitas
kecepatan di kedalaman dangkal. Model kecepatan AK135 hanya mempunyai
6 kecepatan berbeda untuk kedalaman 0 sampai 100 km (Kennett dkk., 1995).
Sedangkan, untuk model kecepatan dalam penelitian ini untuk rentang
kedalaman yang sama didapatkan 35 kecepatan berbeda.

4.3 Perbandingan ketebalan kerak bumi global

Daerah perbandingan hasil penelitian dibatasi pada koordinat


0,7718 sampai 1,8381 LU dan 127, 32908 sampai 127,89419 BT (Gambar 4.8).
Laske dkk., (2013) menggunakan tomografi seismik untuk memetakan
ketebalan kerak bumi di dunia dengan ketelitian per satu derajat. Hasil
penelitiannya memperbarui struktur ketebalan kerak bumi sebelumnya dengan
ketelitian per dua derajat (Mooney dkk., 1998; Bassin dkk., 2000). Struktur
ketebalan kerak bumi di Halmahera dipetakan bervariasi antara 27 sampai 32
km (Gambar 4.9 kanan).
37

Gambar 4.8 Daerah penelitian untuk kontur ketebalan kerak bumi.

Gambar 4.9 Kontur ketebalan kerak bumi. Gambar kiri hasil penelitian dan
gambar kanan model ketebalan kerak bumi 1 derajat (Laske dkk., 2013).

Kontur ketebalan kerak bumi Gambar 4.9 kiri merupakan kontur ketebalan
kerak bumi berdasarkan tabel 4.1. Dengan menggunakan receiver function yang
lebih akurat dalam pemetaan struktur kecepatan lokal di bawah stasiun, maka
penelitian ini memperbarui ketebalan kerak bumi yang dibuat oleh Laske dkk.,
(2013). Penelitian ini juga menggunakan jaringan sensor yang rapat sehingga
38

mendapatkan hasil yang lebih representatif jika dibandingkan dengan model


ketebalan kerak bumi global di daerah Halmahera dan sekitarnya.

4.4 Analisa tiga dimensi kecepatan gelombang S

Pada pembahasan lateral struktur kecepatan, dipetakan kontur kecepatan


sampai kedalaman 100 km beserta tiga irisan melintang. Daerah penelitian sama
seperti sub bab 4.3. Terdapat 35 lapis struktur kecepatan gelombang S dari delapan
stasiun penelitian yang digunakan untuk membuat kontur kecepatan. Kontur
kecepatan kedalaman 0 sampai 50 km mempunyai interval 2 km. Sedangkan,
kontur kecepatan untuk kedalaman 50 sampai 100 km mempunyai interval 5 km.

Gambar 4.10 Daerah penelitian untuk model kecepatan tiga dimensi. Kontur
kecepatan gelombang S di atas merupakan kontur kecepatan gelombang S di
kedalaman 2 km.
39

Tiga irisan dibuat untuk merepresentasikan model kecepatan gelombang S


vertikal pada kontur. Irisan pertama melintang dari arah utara ke selatan, irisan
kedua dari arah barat ke timur dan irisan ketiga yang melintasi jaringan stasiun
penelitian yang padat (Gambar 4.10). Koordinat ketiga irisan dapat dilihat pada
tabel 4.2.

Tabel 4.2 Koordinat titik irisan.

No Titik Lintang Bujur


1 A 1,84 LU 127,40 BT
2 B 0,77 LU 127,40 BT
3 C 1,10 LU 127,33 BT
4 D 1,10 LU 127,90 BT
5 E 0,77 LU 127,33 BT
6 F 1,18 LU 127,89 BT

Gambar 4.11 Kontur kecepatan gelombang S irisan AB.


40

Irisan AB melintasi daerah di sekitar Gunung Jailolo dan Gunung


Gamalama (gambar 4.11 dan gambar 4.12). Dari gambar 4.11 dapat diidentifikasi
adanya zona kecepatan tinggi pada kedalaman sekitar 10 km di bawah segitiga
biru yang menunjukkan daerah di sekitar Gunung Jailolo. Teridentifikasi juga
adanya zona kecepatan tinggi pada kedalaman sekitar 20 km di bawah segitiga
merah yang menunjukkan daerah di sekitar Gunung Gamalama.

Amukti dkk., 2015 memperlihatkan adanya zona anomali kecepatan di


bawah gunung api aktif di Jawa Tengah dengan menggunakan receiver function
jaringan MERAMEX. Maka zona kecepatan tinggi di daerah sekitar Gunung
Jailolo dan Gamalama tersebut kemungkinan merepresentasikan dapur magma.
Tetapi hal ini perlu validasi maupun penelitian lebih lanjut.

Gambar 4.12 Peta irisan AB dengan Google Earth. Segitiga kuning menunjukkan
letang Gunung Jailolo dan Gunung Gamalama
41

Gambar 4.13 Kontur kecepatan gelombang S irisan CD. Daerah kontur yang di
batasi garis putus – putus warna kuning diidentifikasi terdapat lapisan Moho.

Irisan CD memperlihatkan adanya lapisan Moho di antara kedalaman 35


sampai 42 km (gambar 4.13). Hal ini mengkonfirmasi kontur ketebalan kerak
bumi pada gambar 4.7 kiri. Irisan EF pada gambar 4.14 juga mengkonfirmasi hal
yang sama. Teridentifikasi adanya lapisan Conrad di sekitar kedalaman 10 km,
tetapi hal ini perlu adanya penelitian lebih lanjut. Lapisan Conrad merupakan
lapisan di tengah kerak bumi yang membatasi daerah granit dan basalt (Jeffreys,
1926).
42

Gambar 4.14 Kontur kecepatan gelombang S irisan EF. daerah diantara garis
putus – putus hitam diidentifikasi terdapat lapisan Moho.

Irisan EF merupakan irisan dengan ketelitian paling besar di antara irisan


yang lain, karena melewati 3 stasiun langsung pencatat yaitu stasiun BB05, BB03,
dan BB04 serta melewati daerah antara stasiun TNTI dan stasiun BB06. Pada
irisan ini terlihat jelas adanya zona kecepatan rendah (low velocity zone)
43

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Telah berhasil dipetakan ketebalan kerak bumi dan model kecepatan pada
8 stasiun seismik dengan receiver function di daerah Halmahera. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Terdapat 2 poin hal penting antara lain :

a. Ketebalan kerak bumi di Halmahera bervariasi antara 32 km sampai 44 km.


Ketebalan kerak bumi paling besar berada di sekitar stasiun GLMI sedangkan
ketebalan kerak bumi yang paling kecil berada pada daerah di sekitar stasiun
BB03.
b. Model kecepatan lokal di daerah Halmahera. Model ini merupakan rata – rata
dari model kecepatan pada 8 stasiun seismik di daerah Halmahera

5.2 Saran

Struktur kecepatan lokal ini perlu diuji dan dibandingkan dengan struktur
kecepatan lokal dari metode penentuan struktur kecepatan lainnya. Untuk
memperbaiki hasil yang telah ada diperlukan tambahan pencatatan gempa
teleseismik yang lebih banyak, penggunaan joint inversion dengan surface wave
dispersion, dan penambahan stasiun dengan penelitian receiver function
menggunakan stasiun short period di dalam projek penelitian Jailolo.

43
44

Daftar Pustaka

Airy, G.B., 1855. On the computation of the effect of the attraction of mountain
masses, as disturbing the apparent astronomical latitude of stations in
geodetic surveys. Phil. Trans. R. Soc., Lond., Ser. B, 145: 101-104

Ammon, C.J., Randall, G.E., dan Zandt, G., 1990, On The Nonuniqueness of
Receiver function Inversion, J. geopys. Res.,95, pp. 15303-15318.
Ammon, C.J., 1991, The Isolation of Receiver Effects From Teleseismic P
Waveforms, Bull. Seismol. Soc. Am., 81, 2504-2510.
Ammon, C.J., 1997, An Overview of Receiver-Function Analysis [online]
http://eqseis.geosc.psu.edu/~cammon/HTML/RftnDocs/rftn01.html,
diakses 31 Agustus 2017.

Amukti, R., Suryanto, W., dan Suharno, 2015, Subsurface Structure Model of
Merapi Using Receiver function, Proceeding World Geothermal
Congress.

Amukti, R., dan Suryanto, W., 2016, Analisa Receiver function Teleseismic untuk
Mendeteksi Moho pada Stasiun Bkb Data MERAMEX, Indonesian Journal
of Applied Physics, 3 No. 2.
Bassin, C., Laske G., dan Masters, G., 2000, The Current Limits of Resolution for
Surface Wave Tomography in North America, EOS Trans AGU, 81, F897.
Bath, M., dan Steffanson, R., 1966, S-P conversion from the base of the crust,
Ann. Geophys., 19, 119-130.

Bohm, M., Asch, G., Fauzi, P., Flueh, E., Brotopuspito, K., Kopp, H., Luehr,
B.G., Puspito, N.T., Rabbel, W., Wagner, D., dan MERAMEX Group,
2005. The MERAMEX project – a seismological network in Central Java,
Indonesia, In: Sonderkolloquium ‘‘Geotechnologien”. GFZ, Potsdam, pp.
6–9.

Clayton, R., dan Wiggins, R., 1976, Source Shape Estimation and Deconvolution
of Teleseimic Body Waves, Geophys. JR Astron. Soc.,47, 151-177.
Dziewonski, A. M., Anderson, D. L., 1981, Preliminary reference earth model.
Phys. Earth Planet. Inter. 25: 297-356

Hall, R. dan Wilson, M.E.J., 2000, Neogene Sutures in eastern Indonesia, Journal
of Asian Earth Sciences, 18, pp. 787–814.

Hall, R., dan Spakman, W., 2002, Subducted slabs beneath the eastern Indonesia-
Tonga region: insights from tomography, Earth and Planetary Science
Letters,201, 321-336,
45

Hamilton, W., 1979, Tectonics of Indonesian Region, U. S. Geological Survey


Professional Paper 1078.

Hatherton, T., dan Dickinson, W. R., 1969, The Relationship between Andesitic
Volcanism and Seismicity in Indonesia, the Lessen Antilles, and Other
Island Arcs, J. Geophys. Res., 74, No. 22.
Herrmann, R. B., 2013, Computer programs in seismology: An evolving tool for
instruction and research, Seism. Res. Lettr. 84, 1081-1088,
Ibrahim, G., Subardjo, dan Sendjaja, P., 2010, Tektonik dan Mineral di Indonesia,
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Jarchow, C. M., dan Thompson, G. A., 1989, The nature of mohorovicic


discontinuity, Ann. Rev Earth Planet Sci., 17: 475-506.

Jeffreys, H., 1926, On near earthquakes, Monthly Not. Roy. Ast. Soc. Geophys.
Suppl., 1, 385

Julia, J., Ammon, C. J., Herrman, R. B., dan Correig, A. M., 2000, Joint inversion
of receiver function and surface wave dispersion onservations, Geophys. J.
Int. 143, 99-112.
Kennett B.L.N., Engdahl E.R. dan Buland R., 1995, Constraints on seismic
velocities in the earth from travel times, Geophys. J. Int, 122, 108-124.

Kieling, K., Roessler, D., Krueger, F., 2010, Receiver function Study in Northern
Sumatra and The Malaysian Peninsula, J. Seismol.,15,235-259.

Kikuchi, M., dan Kanamori, H., 1982, Inversion of Complex Body Waves, Bull.
Seism. Soc. Am.,72, 491-506.

Kind, R. dan Vinnik, L. P., 1988, The upper mantle discontinuities underneath the
GRF array from P-to-S converted phases, J. Geophys., 62,138-147.
Langston, C. A., 1977, Corvallis, Oregon, crustal and upper mantle receiver
structure from teleseismic P and S waves, Bull. Seismol. Soc. Am., 67, 713-
724.
Langston, C., 1979, Structure Under Mount Rainier, Washington, Inferred From
Teleseismic Body Waves,J. Geophys. Res., 84, 4749- 4762.
Ligorria, J., dan Ammon, C., 1999, Iterative Deconvolution and Receiver-
Function Estimation, Bull. Seism. Soc. Am.,89, 1395- 1400.

Laske, G., Masters., G., Ma, Z., dan Pasyanos, M., 2013, Update on CRUST1.0-A
1- degree Global Model of Earth’s Crust, Geophys. Res. Abstracts, 15,
Abstract EGU2013-2658.
46

Macpherson, K. A., Hidayat, D., dan Goh, S. H., 2012, Receiver function structure
beneath four seismic stations in Sumatra region, Journal of Asian Earth
Science, 46, 161-176.

Menke, W., 1984, Geophysical Data Analysis: Discrete Inverse Theory,


Academic Press, Orlando.

Milsom, J., Hall, R., dan Padmawidjaja, T., 1996, Gravity fields in eastern
Halmahera and the Bonin Arc: Implication for ophiolite origin and
emplacement, Tectonics, 15, 84-93.

Mooney, W. D., Laske, G., dan Masters, G., 1998, CRUST 5.1: A global crustal
model at 5ox5o, J. Geophys. Res.,103, 727-747.
Özakin, Y., 2008, Crustal Structure of Southwestern Anatolia Using P-Receiver
Function Analysis, Thesis, Boğaziçi University.

Passarelli, L., Heryandoko, N., Rasmid, Zimmer, M., Cesca, S., Rivalta, E.,
Rohadi, S., Merdianto, U., Dahm, T., Milkereit, C., 2016, Jailolo network,
West Halmahera - Indonesia 2016/2018. GFZ Data Services.
Other/Seismic Network.

Puspito, N. T., Yamanaka, Y., Miyake, T., Shimazaki, K., dan Hirahara, K., 1999,
Three-dimensional P-wave velocity structure beneath the Indonesian
region, Tectonophysics, 220, 175-192.

Robertson, E. C., 1966, The Interior of The Earth, Geological Survey Circular
532.

Saita, T., Suetsugu, D., Ohtaki, T., Takenaka, H., Kanjo, K., dan Purwana, I.,
2002, Transition zone thickness beneath Indonesia as inferred using the
receiver function method for data from JISNET regional broadband
seismic network,Geophysical Research Letters, 29, No. 7, 1115.

Shearer, P. M., 2009, Introduction to Seismology Second Edition, Cambridge


University Press, New York.

Sodoudi, F., 2005, Lithospheric structure of the Aegean obtained from P and S
receiver functions, Disertasi, Universitat Berlin.
Steinhard, J. S., 1967, Mohorovicic discontinuity. In International Dictionary of
Geophysics, ed. S. K. Runcorn, 2: 991-94 Oxford: Pergamon

Suryanto, W., Nurdiyanto, B., dan Pakpahan, S., 2010. Implementasi Perhitungan
Receiver function Untuk Gempa Jauh (Teleseismic) Menggunakan
Matlab, Jurnal Meteorologi Dan Geofisika, 11, 67-73.

Syuhada, S., Hananto, N.D., Puspito, N.T., Anggono, T., Handayani, L., dan
Yudistira, T., 2015, Crustal structure beneath two seismic stations in the
47

Sunda-Banda arctransition zone derived from receiver function analysis.


AIP Conf. Proc., 1658, 030008-1–030008-7.

Syuhada dan Anggono, T., 2016, Crustal Structure in the Southern Part of West
Java Based on Analysis of Teleseismic Receiver function, AIP Conf.
Proc.,1711, 070001.

Syuhada, Hananto, N. D., Abdullah, C. I., Puspito, N. T., Anggono, T., dan
Yudistira, T., 2016, Crustal Structure Along Sunda-Banda Arc Transition
Zone from Teleseismic Receiver function, Acta Geophysica, 64, 2020-
2050.

Triarso, E., Permana, H., Troa, R. A., dan Prihantono., 2012, Analisis
morfostruktur dan tomografi untuk identifikasi keterdapatan aktivitas
hidrotermal bawah laut di kawasan perairan Halmahera, J. Segara, 8: 89-
96.

Widiyantoro, S., 2003, Complex Morphology of Subducted Lithosphere in the


Mantle below the Molucca Collision Zone from Non-linier Seismic
Tomography, PROC. ITB Eng. Science, 35 B, No. 1, 2003, 1-10.

Widiyantoro, S., dan Hilst, R. V. D., 1997, Mantle structure beneath Indonesia
inferred from high-resolution tomographic imaging, Geophys. J. Int.,130,
167-182.

Wolbern, I., dan Rumpker, G., 2016, Crustal thickness beneath Central and East
Java (Indonesia) inferred from P receiver functions. Journal of Asian
Earth Sciences,115, 69-79.

Yunartha, N. A., 2013, Variasi kedalamam diskontinuitas Moho di jawa tengah


dan yogyakarta berdasarkan data receiver function, Skripsi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada.

Zhu, L., dan Kanamori, H., 2000, Moho depth variation in southern California
from teleseismic receiver functions, Journal of Geophysical Research,
105, B2, pp. 2969-2980.
48

LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Kecepatan gelombang S dan receiver function.

Gambar L.1 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB01.

Gambar L.2 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB02.


49

Gambar L.3 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB03.

Gambar L.4 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB04.


50

Gambar L.5 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB05.

Gambar L.6 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun BB06.


51

Gambar L.7 Inversi receiver function dan struktur Vs stasiun TNTI.


52

Lampiran 2. Kecepatan 1 D masing – masing stasiun.

Tabel L.1 Kecepatan 1 dimensi stasiun BB01 dan BB02.

BB01 BB02
H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S) H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S)
2 7,0648 3,9407 2 3,425 1,9105
2 8,1963 4,5716 2 4,5273 2,5251
2 8,6046 4,7994 2 5,7774 3,2226
2 9,1132 5,0829 2 6,0783 3,3903
2 9,4679 5,2811 2 6,99 3,8987
2 8,9987 5,0191 2 7,5535 4,2133
2 8,4929 4,7371 2 8,3867 4,6782
2 7,7437 4,3194 2 8,3033 4,6315
2 8,4801 4,7298 2 8,0559 4,4935
2 8,6801 4,8412 2 7,9217 4,4186
2 8,7893 4,9024 2 8,1899 4,5682
2 8,6529 4,8262 2 8,5715 4,7811
2 8,6494 4,8246 2 8,3467 4,6557
2 9,0075 5,0244 2 8,2085 4,5785
2 9,0514 5,048 2 8,4061 4,6887
2 8,9777 5,0075 2 8,2238 4,5872
2 9,0553 5,0505 2 7,7493 4,3222
2 8,7567 4,8846 2 7,5639 4,2188
2 8,9696 5,0029 2 7,7305 4,312
2 9,7318 5,4281 2 8,0639 4,4977
2 9,5962 5,3526 2 8,6508 4,8254
2 9,2294 5,1476 2 8,792 4,9041
2 9,1491 5,1033 2 8,5019 4,742
2 9,3514 5,2158 2 8,2625 4,6087
2 9,5636 5,3346 2 8,3826 4,6757
5 10,0829 5,624 5 8,0002 4,4621
5 9,9378 5,5441 5 7,9099 4,4132
5 9,615 5,3652 5 8,1349 4,5395
5 9,2738 5,1755 5 7,394 4,1267
5 9,2449 5,1609 5 7,4052 4,1334
5 9,5059 5,2964 5 7,8659 4,3828
5 9,7436 5,441 5 8,2824 4,6258
5 9,8257 5,488 5 8,5443 4,7719
5 9,8305 5,4893 5 8,6068 4,8063
5 9,8271 5,4904 5 8,6305 4,8228
53

10 9,8397 5,4948 10 8,6132 4,8103


10 9,7865 5,4708 10 8,5907 4,8025
10 9,7041 5,4166 10 8,6422 4,8238
10 9,6323 5,3604 10 8,7053 4,844
10 9,6024 5,3269 10 8,701 4,8268
10 9,5547 5,2857 10 8,6426 4,7809
10 9,4812 5,2297 10 8,6219 4,7562
10 9,4168 5,1782 10 8,7048 4,7869
10 9,4025 5,1559 10 8,7991 4,8246
10 9,4322 5,1564 10 8,8226 4,8234
10 9,4564 5,155 10 8,8262 4,8111
10 9,4492 5,1427 10 8,8333 4,8072
10 9,4188 5,1245 10 8,8428 4,8112
10 9,3886 5,1062 10 8,8516 4,8145
10 9,3606 5,0892 10 8,8621 4,8183
10 9,3371 5,075 10 8,8719 4,8218
10 9,3208 5,0637 10 8,8799 4,8246
10 9,304 5,0524 10 8,888 4,8262
10 9,2827 5,0379 10 8,897 4,8282
10 9,2603 5,023 10 8,9043 4,8303
10 9,2359 5,007 10 8,912 4,8316
10 9,2118 4,9914 10 8,9204 4,8331
10 9,1863 4,9751 10 8,9281 4,8353
10 9,1603 4,9584 10 8,9341 4,8361
10 9,134 4,9415 10 8,9397 4,8367
10 9,1057 4,9243 10 8,9477 4,8386
10 9,076 4,9054 10 8,9561 4,8407
10 9,0433 4,8854 10 8,9632 4,8424
10 9,009 4,8648 10 8,9692 4,8427
10 8,9754 4,8442 10 8,9754 4,8442
10 9,0119 4,8615 10 9,0119 4,8615
10 9,3769 5,0911 10 9,3769 5,0911
10 9,4105 5,1123 10 9,4105 5,1123
10 9,4438 5,1336 10 9,4438 5,1336
10 9,4777 5,1546 10 9,4777 5,1546
10 9,5112 5,1758 10 9,5112 5,1758
10 9,5449 5,197 10 9,5449 5,197
10 9,5785 5,2181 10 9,5785 5,2181
10 9,6119 5,2394 10 9,6119 5,2394
10 9,6458 5,2604 10 9,6458 5,2604
10 9,6794 5,2816 10 9,6794 5,2816
54

10 9,713 5,3029 10 9,713 5,3029


10 9,7466 5,3242 10 9,7466 5,3242
10 9,7799 5,3454 10 9,7799 5,3454
10 9,8137 5,3669 10 9,8137 5,3669
10 9,8473 5,3883 10 9,8473 5,3883
10 9,8808 5,4094 10 9,8808 5,4094
0 9,9144 5,4306 0 9,9144 5,4306
Tabel L.2 Kecepatan 1 dimensi stasiun BB03 dan BB04.

BB03 BB04
H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S) H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S)
2 5,6794 3,1678 2 3,2189 1,7954
2 7,2119 4,0226 2 5,6762 3,166
2 7,7059 4,2981 2 6,4132 3,5768
2 7,5147 4,1919 2 7,5943 4,2357
2 7,9063 4,4098 2 7,7755 4,3369
2 8,0135 4,4696 2 8,1823 4,5635
2 8,2081 4,5787 2 8,032 4,48
2 8,1844 4,5651 2 7,5647 4,2193
2 8,149 4,545 2 6,6039 3,6834
2 8,105 4,5208 2 6,0198 3,3575
2 8,3637 4,665 2 6,1745 3,444
2 8,0757 4,5043 2 6,1159 3,4109
2 8,2327 4,5921 2 6,1021 3,4033
2 8,7848 4,9 2 6,7453 3,7624
2 8,0466 4,4882 2 7,3558 4,1031
2 7,5978 4,2378 2 7,6857 4,2867
2 8,0082 4,4674 2 8,0099 4,4679
2 8,4048 4,6883 2 8,1766 4,5608
2 8,296 4,6274 2 8,1323 4,5361
2 8,8181 4,9186 2 8,0299 4,4784
2 8,5841 4,788 2 8,5533 4,771
2 8,5103 4,7471 2 9,2994 5,1871
2 8,7211 4,8645 2 9,5662 5,3361
2 8,8014 4,9089 2 9,7389 5,4321
2 8,9618 4,9989 2 9,5044 5,3015
5 8,9734 5,0053 5 9,2009 5,132
5 8,9223 4,9775 5 9,4048 5,2464
5 8,009 4,4692 5 9,3693 5,2279
55

5 8,471 4,7277 5 9,2215 5,1466


5 8,4349 4,7085 5 8,9429 4,992
5 8,1132 4,5203 5 8,2954 4,6221
5 8,0468 4,4942 5 7,6525 4,2729
5 7,9364 4,4329 5 7,3306 4,0947
5 7,9969 4,4657 5 7,2675 4,0581
5 8,1908 4,5766 5 7,2306 4,0403
10 8,4331 4,7098 10 7,1997 4,0208
10 8,4918 4,7466 10 7,1185 3,9795
10 8,5449 4,7695 10 7,0551 3,9384
10 8,6124 4,7924 10 7,1302 3,9677
10 8,6482 4,7976 10 7,294 4,0462
10 8,7063 4,8163 10 7,4545 4,124
10 8,6866 4,7917 10 7,6287 4,2084
10 8,8484 4,8658 10 7,7764 4,2766
10 9,1007 4,9899 10 7,8474 4,3033
10 9,105 4,978 10 7,8965 4,3172
10 9,0881 4,9538 10 7,9414 4,329
10 9,0785 4,9411 10 7,9919 4,3494
10 9,0717 4,9357 10 8,0484 4,3791
10 9,0657 4,9308 10 8,107 4,4094
10 9,0596 4,9258 10 8,1632 4,4382
10 9,0521 4,9198 10 8,2196 4,4673
10 9,0445 4,9136 10 8,2768 4,4968
10 9,0374 4,9076 10 8,3329 4,5252
10 9,03 4,9007 10 8,3867 4,5515
10 9,0231 4,8945 10 8,4425 4,5794
10 9,0167 4,888 10 8,4969 4,6067
10 9,0104 4,8826 10 8,5481 4,6316
10 9,0045 4,8769 10 8,6008 4,658
10 8,9999 4,8719 10 8,6554 4,6852
10 8,9965 4,8674 10 8,7068 4,7106
10 8,9908 4,8621 10 8,7597 4,7373
10 8,9872 4,8571 10 8,8107 4,7618
10 8,9844 4,854 10 8,8628 4,7881
10 8,9797 4,8488 10 8,9188 4,8161
10 8,9754 4,8442 10 8,9754 4,8442
10 9,0119 4,8615 10 9,0119 4,8615
10 9,3769 5,0911 10 9,3769 5,0911
10 9,4105 5,1123 10 9,4105 5,1123
10 9,4438 5,1336 10 9,4438 5,1336
56

10 9,4777 5,1546 10 9,4777 5,1546


10 9,5112 5,1758 10 9,5112 5,1758
10 9,5449 5,197 10 9,5449 5,197
10 9,5785 5,2181 10 9,5785 5,2181
10 9,6119 5,2394 10 9,6119 5,2394
10 9,6458 5,2604 10 9,6458 5,2604
10 9,6794 5,2816 10 9,6794 5,2816
10 9,713 5,3029 10 9,713 5,3029
10 9,7466 5,3242 10 9,7466 5,3242
10 9,7799 5,3454 10 9,7799 5,3454
10 9,8137 5,3669 10 9,8137 5,3669
10 9,8473 5,3883 10 9,8473 5,3883
10 9,8808 5,4094 10 9,8808 5,4094
0 9,9144 5,4306 0 9,9144 5,4306
Tabel L.3 Kecepatan 1 dimensi stasiun BB05 dan BB06.

BB05 BB06
H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S) H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S)
2 2,7225 1,5184 2 7,6204 4,2504
2 4,2186 2,3534 2 8,1317 4,5355
2 6,3157 3,5227 2 8,1176 4,5276
2 7,4687 4,1657 2 8,4362 4,7056
2 7,4111 4,1337 2 8,9308 4,9815
2 7,3455 4,0973 2 8,4702 4,7245
2 8,1747 4,5596 2 8,262 4,6084
2 9,2313 5,149 2 7,9862 4,4545
2 10,1259 5,6477 2 8,4081 4,6897
2 10,634 5,9311 2 7,7493 4,3229
2 10,7737 6,0093 2 8,2936 4,6259
2 10,3993 5,8008 2 9,1991 5,1309
2 9,7368 5,4311 2 8,6465 4,8227
2 9,0005 5,02 2 9,0063 5,0234
2 8,527 4,756 2 9,0758 5,0624
2 8,432 4,7029 2 9,374 5,2288
2 8,2636 4,6089 2 9,666 5,3915
2 8,1467 4,5441 2 9,25 5,1599
2 8,3977 4,6838 2 9,5908 5,3497
2 8,8951 4,9613 2 9,7269 5,4254
2 9,3185 5,1975 2 8,8404 4,9305
57

2 9,5263 5,3133 2 9,1021 5,0772


2 9,4766 5,286 2 9,6049 5,3571
2 9,0608 5,0538 2 10,0289 5,594
2 7,8809 4,3956 2 10,5177 5,8669
5 7,1696 3,9993 5 9,8296 5,4823
5 8,5465 4,7682 5 8,988 5,0146
5 8,9294 4,9826 5 8,9445 4,9907
5 9,0082 5,0272 5 8,5745 4,7856
5 9,1418 5,1033 5 7,827 4,3691
5 9,504 5,2956 5 8,1342 4,5318
5 9,8202 5,4843 5 8,0414 4,4907
5 10,0015 5,5861 5 8,0837 4,5153
5 10,0478 5,6105 5 8,1235 4,5361
5 10,0867 5,636 5 8,2122 4,5884
10 10,1232 5,6532 10 8,3035 4,6372
10 10,1138 5,6539 10 8,2719 4,6239
10 10,0893 5,6316 10 8,3181 4,643
10 10,0167 5,574 10 8,5158 4,739
10 9,8979 5,4907 10 8,6093 4,7759
10 9,7931 5,4177 10 8,602 4,7586
10 9,7203 5,362 10 8,6766 4,7862
10 9,6452 5,304 10 8,8227 4,8516
10 9,5714 5,2487 10 8,9964 4,933
10 9,52 5,2046 10 9,0085 4,9254
10 9,482 5,1688 10 9,0105 4,9117
10 9,4518 5,1441 10 9,0077 4,9021
10 9,4246 5,1276 10 9,0073 4,9002
10 9,3976 5,1114 10 9,0057 4,8983
10 9,3709 5,0949 10 9,0052 4,8959
10 9,3446 5,0788 10 9,0026 4,8927
10 9,3177 5,0623 10 9,001 4,8897
10 9,2911 5,0451 10 8,9985 4,8862
10 9,2654 5,0283 10 8,9945 4,8813
10 9,2386 5,0113 10 8,9904 4,8767
10 9,2123 4,9943 10 8,9867 4,872
10 9,1868 4,9777 10 8,985 4,8685
10 9,1607 4,961 10 8,9828 4,865
10 9,1337 4,9441 10 8,9817 4,8622
10 9,107 4,9271 10 8,9814 4,8592
10 9,0798 4,91 10 8,9793 4,856
10 9,0535 4,8929 10 8,9774 4,8521
58

10 9,028 4,877 10 8,9762 4,8492


10 9,0025 4,8612 10 8,9755 4,8467
10 8,9754 4,8442 10 8,9754 4,8442
10 9,0119 4,8615 10 9,0119 4,8615
10 9,3769 5,0911 10 9,3769 5,0911
10 9,4105 5,1123 10 9,4105 5,1123
10 9,4438 5,1336 10 9,4438 5,1336
10 9,4777 5,1546 10 9,4777 5,1546
10 9,5112 5,1758 10 9,5112 5,1758
10 9,5449 5,197 10 9,5449 5,197
10 9,5785 5,2181 10 9,5785 5,2181
10 9,6119 5,2394 10 9,6119 5,2394
10 9,6458 5,2604 10 9,6458 5,2604
10 9,6794 5,2816 10 9,6794 5,2816
10 9,713 5,3029 10 9,713 5,3029
10 9,7466 5,3242 10 9,7466 5,3242
10 9,7799 5,3454 10 9,7799 5,3454
10 9,8137 5,3669 10 9,8137 5,3669
10 9,8473 5,3883 10 9,8473 5,3883
10 9,8808 5,4094 10 9,8808 5,4094
0 9,9144 5,4306 0 9,9144 5,4306
Tabel L.4 Kecepatan 1 dimensi stasiun GLMI dan TNTI.

GLMI TNTI
H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S) H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S)
2 3,6523 2,0373 2 4,4782 2,4977
2 6,1157 3,4111 2 5,9238 3,3038
2 7,4632 4,1626 2 6,8964 3,8465
2 8,5582 4,7732 2 7,5246 4,1968
2 8,4979 4,7399 2 8,6676 4,8344
2 8,2104 4,58 2 10,0737 5,6191
2 8,0717 4,502 2 11,4872 6,4071
2 7,4615 4,1615 2 12,403 6,918
2 6,7406 3,7599 2 12,6049 7,0305
2 6,4974 3,6241 2 11,9899 6,6872
2 6,5404 3,6481 2 10,0132 5,5851
2 6,876 3,8348 2 7,7675 4,3328
2 7,1741 4,0014 2 6,354 3,5445
2 7,7095 4,3002 2 6,7458 3,7629
59

2 8,0061 4,4655 2 7,7517 4,3242


2 8,1915 4,5689 2 7,8895 4,4006
2 8,491 4,736 2 7,2152 4,0243
2 8,6854 4,8445 2 6,8867 3,8407
2 8,7824 4,8988 2 7,8076 4,3548
2 8,6241 4,8102 2 8,9162 4,9731
2 8,15 4,5459 2 9,8898 5,5165
2 8,0902 4,5124 2 10,697 5,9668
2 9,0089 5,0246 2 11,2255 6,2612
2 9,3595 5,2205 2 11,617 6,4803
2 9,243 5,1554 2 11,9963 6,6917
5 9,3417 5,2105 5 12,2864 6,8531
5 9,325 5,2018 5 12,6276 7,0439
5 9,7522 5,4418 5 12,7669 7,1243
5 9,4191 5,257 5 12,3941 6,9175
5 8,8852 4,9595 5 12,0258 6,7125
5 8,6376 4,813 5 11,883 6,6211
5 8,6501 4,8305 5 11,7949 6,5869
5 8,6824 4,8493 5 11,7093 6,5407
5 8,6543 4,8324 5 11,6621 6,5119
5 8,5815 4,7951 5 11,5848 6,4731
10 8,5003 4,7469 10 11,5009 6,4223
10 8,4253 4,7098 10 11,391 6,3676
10 8,4317 4,7063 10 11,2999 6,3073
10 8,4623 4,7087 10 11,1887 6,2266
10 8,4901 4,7094 10 11,0973 6,156
10 8,4688 4,685 10 11,0595 6,1184
10 8,4256 4,6476 10 11,0166 6,0769
10 8,4434 4,643 10 10,8958 5,9914
10 8,5419 4,6837 10 10,7176 5,8767
10 8,5739 4,6873 10 10,5649 5,7759
10 8,5868 4,6804 10 10,4464 5,6942
10 8,6026 4,6818 10 10,3402 5,628
10 8,6219 4,691 10 10,2507 5,5771
10 8,6418 4,6998 10 10,171 5,5319
10 8,6621 4,7094 10 10,0957 5,4888
10 8,6823 4,7187 10 10,0208 5,4465
10 8,7027 4,7275 10 9,946 5,4036
10 8,7224 4,7364 10 9,8718 5,36
10 8,7438 4,7447 10 9,7971 5,3165
10 8,7644 4,7539 10 9,7223 5,2735
60

10 8,7848 4,7625 10 9,6473 5,23


10 8,8055 4,7714 10 9,5721 5,1864
10 8,8262 4,7801 10 9,4966 5,1431
10 8,8467 4,7889 10 9,4222 5,1003
10 8,8681 4,7979 10 9,3477 5,0574
10 8,8874 4,8063 10 9,274 5,0151
10 8,9109 4,8161 10 9,1993 4,9716
10 8,9323 4,8257 10 9,1251 4,9298
10 8,9507 4,8334 10 9,0505 4,8872
10 8,9754 4,8442 10 8,9754 4,8442
10 9,0119 4,8615 10 9,0119 4,8615
10 9,3769 5,0911 10 9,3769 5,0911
10 9,4105 5,1123 10 9,4105 5,1123
10 9,4438 5,1336 10 9,4438 5,1336
10 9,4777 5,1546 10 9,4777 5,1546
10 9,5112 5,1758 10 9,5112 5,1758
10 9,5449 5,197 10 9,5449 5,197
10 9,5785 5,2181 10 9,5785 5,2181
10 9,6119 5,2394 10 9,6119 5,2394
10 9,6458 5,2604 10 9,6458 5,2604
10 9,6794 5,2816 10 9,6794 5,2816
10 9,713 5,3029 10 9,713 5,3029
10 9,7466 5,3242 10 9,7466 5,3242
10 9,7799 5,3454 10 9,7799 5,3454
10 9,8137 5,3669 10 9,8137 5,3669
10 9,8473 5,3883 10 9,8473 5,3883
10 9,8808 5,4094 10 9,8808 5,4094
0 9,9144 5,4306 0 9,9144 5,4306

Tabel L.5 Kecepatan 1 dimensi rata – rata seluruh stasiun.

H(KM) VP(KM/S) VS(KM/S)


2 4,732688 2,639775
2 6,250188 3,486138
2 7,16175 3,994538
2 7,786025 4,342763
2 8,205888 4,577
2 8,355975 4,6608
2 8,639413 4,818888
61

2 8,609763 4,802288
2 8,64605 4,822438
2 8,44965 4,712925
2 8,392288 4,681
2 8,207238 4,577725
2 7,905288 4,409425
2 8,151025 4,546475
2 8,277563 4,617013
2 8,2965 4,62755
2 8,307313 4,633588
2 8,23385 4,592713
2 8,463363 4,720688
2 8,85075 4,9366
2 8,947888 4,990925
2 9,155838 5,10695
2 9,406775 5,24685
2 9,52755 5,314263
2 9,506288 5,302538
5 9,360588 5,221075
5 9,457738 5,276213
5 9,44015 5,26765
5 9,219525 5,145475
5 8,988463 5,0174
5 8,9924 5,010388
5 9,003988 5,028288
5 9,014238 5,034863
5 9,023675 5,038788
5 9,043025 5,052838
10 9,0642 5,061913
10 9,023688 5,044325
10 9,010663 5,029563
10 9,032963 5,0266
10 9,042525 5,016188
10 9,035188 4,998325
10 9,032188 4,982338
10 9,069188 4,987188
10 9,122125 5,001975
10 9,11545 4,983525
10 9,104725 4,963
10 9,0944 4,94955
10 9,085775 4,9433
62

10 9,078625 4,937788
10 9,072425 4,932563
10 9,066375 4,927575
10 9,061175 4,922725
10 9,055763 4,917388
10 9,04965 4,911138
10 9,043238 4,905325
10 9,036575 4,899013
10 9,030013 4,892838
10 9,02325 4,886813
10 9,01675 4,880888
10 9,01015 4,874725
10 9,00305 4,868713
10 8,996388 4,862213
10 8,989413 4,85645
10 8,981988 4,850113
10 8,9754 4,8442
10 9,0119 4,8615
10 9,3769 5,0911
10 9,4105 5,1123
10 9,4438 5,1336
10 9,4777 5,1546
10 9,5112 5,1758
10 9,5449 5,197
10 9,5785 5,2181
10 9,6119 5,2394
10 9,6458 5,2604
10 9,6794 5,2816
10 9,713 5,3029
10 9,7466 5,3242
10 9,7799 5,3454
10 9,8137 5,3669
10 9,8473 5,3883
10 9,8808 5,4094

Anda mungkin juga menyukai