Oleh:
NITA WIDJAYA
1102013212
Pembimbing:
dr. H Usep S A , Sp.Rad
dr. Rizqi Rosyidah Nur, Sp.Rad
2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis tunjukkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat dengan judul “Pemeriksaan R adiologi Pada penyakit K olon”. Referat ini
disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan bagian Radiologi di
RSUD Dr. Slamet Garut.
Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan Referat ini,
namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan dari
banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. H Usep S A, Sp.Rad dan Dr. Rizqi Rosyidah Nur, Sp.Rad selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan Referat ini.
2. Para radiografer di bagian Instalasi Radiologi RSUD Dr. Slamet Garut
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut Semoga
dengan adanya Referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa Referat ini jauh dari
sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai perbaikan
dalam penyusunan yang akan datang.
Akhir kata penulis mengaharapkan case report ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan
menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Garut, Maret 2018
Penyusun
1
TUMOR COLON
A. DEFINISI
Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal
akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan.
Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai
kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di
rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka
disebut kanker kolorektal.
B. KLASIFIKASI
Tumor jinak pada kolon atau bisa disebut polip adalah petumbuhan jaringan
adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/ neoplasma yang muncul dari
jaringan ephitalialdari kolon (Brooker, 2001 :72 ).
Letak ` Persentase
Stadium T N M Dukes
Stadium
I Tis N0 M0 A
T1 N0 M0
T2 N0 M0
II T3 N0 M0 B
T4 N0 M0
III Any T N1 M0 C
Any T N2, M0
N3
IV Any T Any N M1
C. PATOFISIOLOGI
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan
karsinoma kolon merupakan interaksi anatara faktor lingkungan dan
genetik. Faktor lingkungan multiple beraksi terhadap predisposisi genetik
atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolon. Evolusi
dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana
proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif
kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal
deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
F. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi.
Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop
dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih
besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih
e. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma
colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET
digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.
Colon cancer. No metastases in preoperative imaging, but during surgery tumor tissue was removed from the
peritoneum. FDG-PET/CT scan was performed with regards to residual disease. MIP PET image (A) and fused axial
PET/CT images (B &; C) show multiple peritoneal metastases (red arrows) and pleural metastases (green arrows).
quivocal with no obvious metastases. FDG-PET/CT was performed to clarify stage post-operatively. MIP PET image (A) and fused axial PET/CT images (B
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound
dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan
submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan tumor
yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi kedalamam
invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi
pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus
limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat
digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.
HIRSCHSPRUNG DISEASE
A. DEFINISI
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan
disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan
meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak
adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast
dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada 75%
penderita;pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion.
Anak yang menderita penyakit Hirschsprung sering mengalami
keterlambatan pasase mekonium. Pada bayi normal, 94 % akan
mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertamama kehidupannya,
dibandingkan dengan hanya 6% bayi yang menderita penyakit hirschsprung.
Penyakit hirschsprung , penyebab tersering obstruksi kolon.6 Bertamnbah
banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan
kadar asetilkoline tinggi. Secara histologi, tidak didapatkan pleksus
Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi
dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan
otot dan submukosa. Penyakit Hirschsprung mungkin disertai dengan cacat
bawaan lain termasuk sindrom Down dan sindrom Waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler.
B. ETIOLOGI
C. MANIFESTASI KNILIS
Riwayat
Mulai
Setelah umur 2 thn Saat lahir
konstipasi
EnterokolitisTidak Mungkin
Pemeriksaan
Perut
Jarang Lazim
Kembung
Penambahan
Jarang Lazim
BB Jelek
Tonus AnusNormalNormal
Laboratorium
Barium enema Jumlah tinja banyak , tidak ada Daerah peralihan, pengeluaran daerah peralihantertunda (>24
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung
Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus kecil
tanpa gas di rectum
penyakit hirschsprung harusnya memeriksa biopsi dubur untuk menetukan ada atau
tidaknya sel ganglion.
3. CT Scan
Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan pada
penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke
atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi, didapatkan
pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk menentukan letak zona transisi
dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil
pemeriksaan histopatologis pada biopsi rektum.
Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.
MANOMETRI ANOREKTAL
Gambar perbandingan
manometri anorektal
normal dan penyakit
hirschsprung
INVAGINASI (INTUSUSEPSI)
A. DEFINISI
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen
usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi
/ strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke
bagian distal (intususepien).
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10
sampai 20 menit.
2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang
sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan
tenang.
3. Buang air besar bercampur darah dan lendir
usus.
Gambar . colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga fleksura
lienalis. B. intususepsi di daerah colon asenden
CUPPING SIGN
Ultrasonografi (USG)
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan
untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan karena feces
yang prominen, Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran
target sign atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi yang
menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo hipoechoic dihasilkan oleh
mesenterium dan dinding yang oedem dari intussuscipien. Hiperechoic di
sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa, submukosa, dan serosa dari
intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo kidney sign atau
sandwich
sign pada potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran
hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang
bersambung dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh
intussusescpien yang hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang ditemukan.
Color Doppler sonografi dapat mendetksi lebih awal iskemia. Keterbatasan
paling besar dari USG adalah adanya udara dalam usus yang mencegah
transmisi dari sinar. Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen,
Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
Gambar 14. A. irisan melintang dan B. irisan memanjang dari invaginasi pada
USG
CT Scan
Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang
dewasa. Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai “gambaran
A. DEFINISI
B. PENYEBAB
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon
sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya
kolitis ulserativa.
C. GEJALA
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam
tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita
tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram
ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini
terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan
kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir
yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika
penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar
sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami kram perut yang berat,
kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar
yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak
encer dan
mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja
yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu
makannya menurun dan berat badannya berkurang.
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis
dengan pergeseran kekiri dan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien
demam yang sakit berat, kelainan elektrolit terutama hipokalemia mencerminkan
derajat diare, hipoalbumin umum terjadi pada penyakit yang ekstensif. Diagnosis
pasti dari kolitis dengan barium enema in loop yang akan didapatkan hasil berupa
hilangnya haustra seperti pada gambar di bawah ini :
Pemeriksaan barium enema yang menunjukkan gambaran pipa pada Colitis
ulseratif
Gambaran colitis ulseratif stadium berat dimana haustra tidak terlihat hampir
menyeluruh di semua colon.
Gambaran penyakit Crohn dimana terlihat hilangnya arsitektur mukosa
sigmoid.
E. KOMPLIKASI
Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh.
Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita
tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah
sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4%
penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di
usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis
ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar
terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa
menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada
penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama
kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap
tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada
stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit
Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang mengenai bagian
tubuh lainnya.
mengalami :
- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)
F.D IAGNOSA
- anemia
- peningkatan jumlah sel darah putih
- peningkatan laju endap darah.
itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau
parasit.
G. PENGOBATAN
Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema
(cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan
melalui dubur).Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani
perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui
mulut), seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses
penyembuhan. Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan
sulfasalazine, olsalazine ataumesalamine. Secara bertahap dosis prednisone
diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian kortikosteroid jangka panjang
menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan akan menghilang jika
pengobatan dihentikan.
Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus
besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid
atau mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah
sakit dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita
dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan
cairan intravena. Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan
azathioprine dan merkaptopurin.
Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak
memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini,
akhirnya memerlukan terapi pembedahan.
Pembedahan
Arteri yang memasok darah ke usus besar adalah seperti arteri lain di dalam
tubuh. Mereka memiliki potensi untuk sempit akibat aterosklerosis (seperti
pembuluh darah di jantung, yang dapat menyebabkan angina , atau menyempit
pembuluh di otak dapat menyebabkan stroke ). Ketika arteri sempit, usus besar
kehilangan suplai darah dan menjadi meradang.
peradangan pada daerah usus besar dan, dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan
kerusakan usus permanen. Kolitis iskemik dapat mempengaruhi setiap bagian dari
kolon, tapi kebanyakan orang yang terkena rasa sakit berkembang di sisi kiri perut.
Buang air besar yang mengedan dan diare berdarah juga umum terjadi pada kolitis
iskemik.Kebanyakan kasus kolitis iskemik adalah ringan dan dapat sembuh sendiri
dalam beberapa hari.
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
penonjolan
organ atau jaringan ke jaringan sekitarnya (hernia),
berhubungan dengan suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus
radiasi abdomen
kanker colon
dehidrasi
Peran
obat
Obat-obatan tertentu juga jarang menimbulkan kolitis iskemik sebagai efek
samping, seperti:
obat anti-inflamasi steroid
alergi)
Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolitis iskemik meliputi:
Umur. Kondisi ini terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang dewasa
yang lebih tua. Jika itu terjadi pada orang dewasa muda, mungkin menjadi
tanda kelainan pembekuan darah atau suatu peradangan pembuluh darah
(vaskulitis).
Faktor risiko penyakit jantung. Pengurangi aliran darah yang memberi
respon untuk kolitis iskemik, lebih cenderung terjadi pada orang yang
memiliki sifat-sifat atau kondisi yang umumnya terkait dengan penyakit
jantung, seperti penggunaan tembakau dan tingkat kolesterol tinggi.
Kondisi medis tertentu. Beberapa gangguan dianggap faktor predisposisi
yang menempatkan pada risiko yang lebih besar berkembangnya kolitis
iskemik, atau mereka dapat memperburuk kolitis iskemik saat kondisi itu
terjadi. Hal ini termasuk operasi abdomen sebelumnya, gagal jantung,
tekanan darah rendah dan syok.
Komplikasi
Dalam kebanyakan kasus, kolitis iskemik sembuh sendiri dalam waktu satu
sampai dua hari. Dalam kasus yang lebih lanjut dari kolitis iskemik,
komplikasi dapat mencakup:
Nyeri abdomen, nyeri atau kram, biasanya terlokalisasi ke sisi kiri bawah
perut, dapat tiba-tiba atau bertahap
Feses berwarna merah terang atau merah darah, suatu ketika dapat
keluar darah sendiri tanpa feses
Ketika aliran darah tersumbat di sisi kanan usus besar, kemungkinan bahwa bagian
dari usus halus juga tidak menerima suplai darah yang cukup.
X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi
barium enema. Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan
ke dalam kolon melalui anus. Setelah kolon dilapisi dengan barium,
radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon. Gambar-gambar ini, yang
dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-kelainan dalam
usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi
peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa
Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah
sel darah tinggi putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh
memerangi infeksi. Jika mencurigai adanya masalah pembekuan darah,
penyembuhan dapat terjadi dalam dua minggu atau kurang. Dalam kasus
yang lebih parah, pemulihan dapat memakan waktu lebih lama, dan
kekambuhan dapat terjadi.
Jika kolitis iskemik berkembang sebelum usia 50 atau pada pasien yang
Kram abdomen dan demam yang berat dan persisten, bahkan setelah
Pencegahan
Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti
untuk mencegah gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang
memilikinya pulih dengan cepat dan tidak pernah memiliki episode lain.
Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan kolitis iskemik di masa
lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya :
Berhenti merokok
A. DEFINISI
Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa mengalami
-
perubahan bentuk.
Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak feses sehingga mudah
melewati usus. Serat juga mencegah konstipasi. Konsumsi makanan yang berserat
tinggi, terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalam biji-bijian,
sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada pembentukan tinja yang
padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu transit feses dalam kolon dan
mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya divertikel.
2. Kelemahan otot dinding kolon
b. Demam
c. Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa teraba
massa.
d. Distensi abdomen
D. DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat sering sudah dapat menentukan diagnosis, harus
ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan konsistensi feses.
Dalam anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri kolik dan
nyeri menetap, serta hubungannya dengan makan dan dengan defekasi. Perlu pula
ditanyakan warna tinja, terang atau gelap, bercampur lender atau darah, dan warna
darah segar atau tidak. Juga perlu ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah
defekasi, bagaimana nafsu makan, adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah.
Gejalan dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia,
hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan.
Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan
lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena adanya
gangguan motilitas dari sigmoid.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid
sering dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun leukositosis
bila tidak ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah, dapat teraba
massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena. Pada pemeriksaan fisis
dilakukan rectal touché ke dalam rectum untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
penyumbatan, maupun darah. Didapatkan juga keadaan umum tidak terganggu dan
tanda sistemik juga tidak ada.
Pada foto roentgen, barium tampak divertikel dengan spasme local dan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema dan
Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip kecil saja
dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai kolon secara
keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian distal yang
(A) (B)
Gambar . (A) Barium Enema with Extensive Sigmoid Diverticulosis.
(B) Colonoscopy view of Diverticula
akut diverticulitis. Selain itu USG Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89%
dan spesifisitas sekitar 75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen dapat
ditemukan gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. USG Abdomen
juga sangat berguna untk menyingkirkan kelainan pada pelvis dan ginekologi.
Gambar . Gambaran USG Abdomen pada kasus diverticulitis : Findings
reveal an outpouching arising from the descending kolon, with thickened
wall, and a echogenic halo around it.
Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.2000. Jakarta: EGC.
Dam C., et all . 2017. Local staging of sigmoid colon cancer using MRI. Acta
Radiol Open. 6(7).
Ellias Nerad. 2015. Diagnostic Accuray Of CTfor Local stanging of Colon Cancer
A Systematic Reviewand Metaanalisis. AJR Am J Roentgeno. 207(5):984-995.
Ignacio RC, Fallat ME. 2010. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP,
editors. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; p.2
Iskandar Z, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jakarta:EGC;2012.p.99-107.
Jemal A, Siegel R, Ward E, et al: Cancer statistics, 2007. CA Cancer J Clin 2007.
In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders. 2007.
Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi
ke 2. Jakarta : EGC. Hal 582-4.
Sjamsuhidajat, R., de Jong, W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta:
Hipokrates
Wyllie R. Ileus, adhesi, intususepsi dan obstruksi lingkar-tertutup. In: Nelson WE,
Behrman RE, Kliegman R dan Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Jakarta:
EGC;2012.p 1319-21.