Anda di halaman 1dari 63

REFERAT

GAMABARAN RADIOLOGI PENYAKIT COLON

Oleh:
NITA WIDJAYA
1102013212

Pembimbing:
dr. H Usep S A , Sp.Rad
dr. Rizqi Rosyidah Nur, Sp.Rad

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF RADIOLOGI RSUD DR. SLAMET GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI

2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis tunjukkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
 Referat dengan judul “Pemeriksaan R adiologi Pada penyakit K olon”. Referat ini
disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan bagian Radiologi di
RSUD Dr. Slamet Garut.
Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan  Referat  ini,
namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan dari
 banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:
1.   Dr. H Usep S A, Sp.Rad dan Dr. Rizqi Rosyidah Nur, Sp.Rad selaku dosen
 pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan Referat ini.
2.   Para radiografer di bagian Instalasi Radiologi RSUD Dr. Slamet Garut
3.   Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut Semoga
dengan adanya  Referat  ini dapat bermanfaat dan menambah
 pengetahuan bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa  Referat  ini jauh dari
sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai perbaikan
dalam penyusunan yang akan datang.

Akhir kata penulis mengaharapkan case report ini dapat memberikan manfaat
 bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan
menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Garut, Maret 2018

Penyusun

1
TUMOR COLON

A.   DEFINISI

 Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal
akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan.
 Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai
kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di
rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka
disebut kanker kolorektal.

B.   KLASIFIKASI
Tumor jinak pada kolon atau bisa disebut polip adalah petumbuhan jaringan

yang menonjol ke dalam lumen traktus gastrointestinal. Secara umum ,terdapat 2


tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan polip neoplastik. Polip non-
neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik dan polip inflamasi. Polip
neoplastik terdiri dari berbagai macam polip adenomatous dan poliposis coli
herediter.
Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di
dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805).
Karsinoma kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143). Kanker kolon

adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/ neoplasma yang muncul dari
 jaringan ephitalialdari kolon (Brooker, 2001 :72 ).

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karsinoma


kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA
dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Bisa mengenai organ apa saja di
tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai
di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka
disebut kanker kolorektal.
Letak
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.

Letak ` Persentase

Caecum dan colon ascendens 25


Colon transversum 10
Colon descendens 15
Rectosigmoid 50

Tabel 1. carcinoma colon


Perbandingan Klasifikasi TNM Staging System dengan klasifikasi Dukes

Stadium  T  N  M  Dukes
Stadium 
I Tis N0 M0 A

T1 N0 M0
T2 N0 M0
II T3 N0 M0 B
T4 N0 M0
III Any T N1 M0 C
Any T N2, M0
 N3
IV Any T Any N M1

Tabel 3. Perbandingan TNM & Dukes

C.   PATOFISIOLOGI
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan
karsinoma kolon merupakan interaksi anatara faktor lingkungan dan
genetik. Faktor lingkungan multiple beraksi terhadap predisposisi genetik
atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolon. Evolusi
dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana
 proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
 perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif
kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal
deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
 perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

D.  MANISFESTASI KLINIS

KOLON KOLON KIRI REKTUM


KANAN

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis


NYERI Karena Obstruksi Obstruksi
 penyusupan

DEFEKASI Diare/diare Konstipasi Tenesmi terus


 berkala  progresif menerus
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA Samar Samar/makroskopik Makroskopik


FESES
FESES
 Normal/diare  Normal Perubahan
 berkala  bentuk
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat


KEADAAN
UMUM

F. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a.  X-ray foto polos dan colon in loop

X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi.
Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop
dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih
 besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih

disukai untuk mengevaluasi massa colon yang non obstruksi.

Colon in loop memberikan keuntungan sebagai berikut :

  Sensitivitasnya untuk mendiagnosis karsinoma kolon-rektum: 65 – 95 %,


  Aman,
  Tingkat keberhasilan prosedur sangat tinggi,
  Tidak memerlukan sedasi,
  Telah tersedia di hampir seluruh rumah sakit.
Secara radiologik memberikan gambaran karsinoma :

  Penonjolan kedalam lumen ( Protuded lession) àà Polip


bertangkai ( pedunculated)  atau tidak bertangkai ( sesile)

  Deformitas dinding colon (colonic wall deformity) àà Simetris


(napkin ring)  atau asimetris (apple core sign)
 b.  CT scan

Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal,


karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.  Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk melihat kelainan-kelainan pada daerah kolon. Indikasi dari
 pemeriksaan CT colon adalah kolitis, polip, tumor, invaginasi, hemoroid sedangkan
kontra indikasinya adalah perforasi, keadaan umum pasien jelek, dan diare. Menjadi
standar untuk gambar modalitas abdomen pada pasien dengan karsinoma
kolorektal. Sensitifitas CT scan mencapai 55%.
Gambar : Pada CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon yang
sudah metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal
c.   Kolonoskopi

Kolonoskopi dianjurkan untuk memeriksa pasien lebih dari 50 tahun rata-rata


 berusia risiko kanker usus besar atau polip kolon. Kolonoskopi adalah tes yang
sangat spesifik untuk kanker kolon. Dengan alat ini dapat dilihat seluruh kolon
termasuk yang tidak terlihat pada foto rontgen dan dapat juga dipakai untuk biopsi
setiap jaringan yang mencurigakan.

d.   CT Colonografi (Virtual colonoscopy)

Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi


untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan
maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian kontras per oral dan rectal,
 pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk melihat carcinoma colorectal yang
 berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini
 berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah
terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak,
dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.

e.   MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam
mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma
colorectal. Penggunaan endorectal coil akan menambah sensitivitas.

Gambar: MRI dari karsinoma kolon

e.  PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
 jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET
digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.
Colon cancer. No metastases in preoperative imaging, but during surgery tumor tissue was removed from the
peritoneum. FDG-PET/CT scan was performed with regards to residual disease. MIP PET image (A) and fused axial
PET/CT images (B &; C) show multiple peritoneal metastases (red arrows) and pleural metastases (green arrows).

quivocal with no obvious metastases. FDG-PET/CT was performed to clarify stage post-operatively. MIP PET image (A) and fused axial PET/CT images (B
f.  Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi
carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound

dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan
submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor superficial T1-T2 dengan tumor
yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam mendeteksi kedalamam
invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi
 pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus
limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat
digunakan untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.
HIRSCHSPRUNG DISEASE

A.   DEFINISI
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan
disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan
meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak
adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast
dari usus proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada 75%
 penderita;pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion.
Anak yang menderita penyakit Hirschsprung sering mengalami
keterlambatan pasase mekonium. Pada bayi normal, 94 % akan
mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertamama kehidupannya,
dibandingkan dengan hanya 6% bayi yang menderita penyakit hirschsprung.
Penyakit hirschsprung , penyebab tersering obstruksi kolon.6 Bertamnbah
 banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan
kadar asetilkoline tinggi. Secara histologi, tidak didapatkan pleksus
Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi
dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara lapisan-lapisan
otot dan submukosa. Penyakit Hirschsprung mungkin disertai dengan cacat
 bawaan lain termasuk sindrom Down dan sindrom Waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler. 
B.   ETIOLOGI

Etiologi dari Hirschsprung berkembang dari abnormalitas seluller dan


molekuler dari sistem nervus enteric(ENS). Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan
submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal
merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease.Hal ini disebabkan oleh
karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke
anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.

C.   MANIFESTASI KNILIS

Gejala-gejala klinis penyakit hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir


dengan terlambatnya pengeluaran mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir.
Penyakit hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan (penyakit
ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan ) yang terlambat mengeluarkan tinja.
Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal, tetapi selanjutnya
memperlihatkan riwayat konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia
karena enteropati pembuang-protein sekarang adalah tanda yang kurang sering
karena penyakit hirschsprung biasanya sudah dikenali pada awal perjalanan
 penyakit. Bayi yang minum ASI tidak dapat menampakkan gejala separah bayi
yang minum susu formula.

Tabel Membedakan Tanda-tanda Hirschsprung dan konstipasi


fungsional 

VARIABLEFUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE

Riwayat

Mulai
Setelah umur 2 thn Saat lahir
konstipasi

Enkopresis Lazim Sangat jarang


VARIABLEFUNGSIONAL(Didapat) HIRSCHSPRUNG DISEASE

Gagal tumbuh Tidak lazim Mungkin

EnterokolitisTidak Mungkin

 Nyeri perut Lazim Lazim

Pemeriksaan

Perut
Jarang Lazim
Kembung

Penambahan
Jarang Lazim
BB Jelek

Tonus AnusNormalNormal

Pemeriksaan Tinja di ampula Ampula Kosong


Rektum

Laboratorium

ManometriRektum mengembang karena Tak ada sfingter atau relaksasi

Anorektal relaksasi sfinter interna  paradoks atau tekanan naik

Tidak ada sel gangglion,

Biopsi Rektum Normal Pewarnaan acetylcholinesterase


meningkat

Barium enema Jumlah tinja banyak , tidak ada Daerah peralihan, pengeluaran daerah peralihantertunda (>24

D.   PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1.   Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung
Hirscprung disease. Frontal abdominal radiograf ditandai dengan dilatasi usus kecil
tanpa gas di rectum

2.   Foto Kolon Barium Enema


Pada pemeriksaan barium enema, segmen yang terlihat biasanya memiliki
diameter yang normal (zona transisional) namun tampak menyempit , karena
terdapat pelebaran kolon diatansnya. Retensi barium setelah pemeriksaan
merupakan gambaran yang khas. 
Segera dilakukan pada neonatus dengan gejala :
a.  Keterlambatan pengeluaran mekonium
 b.  Disertai abdomen distensi

c.  Muntah hijau


Tanda-tanda khas pada pemeriksaan barium enema PH, didapatkan
gambaran :
a)   Segmen sempit dari sfinkter ani dengan panjang tertentu,
 b)  Segmen transisional yang spastik (terlihat sebagai saw-toothed
outline yang tidak beraturan)
c)  Segmen yang berdilatasi

Gambar Hirschsprung’s disease.Kelainan ini disebabkan tidak adanya sel


 pleksus myenteric dalam usus distal. Barium enema menunjukkan segmen
menyempit dalam rektum dan ditandai dengan dilatasi kolon sigmoid dan colon
descending 
Gambaran penyakit Hirschsprung dengan segmen aganglionik di bagian atas
rektum pada seorang pria muda berusia 19 tahun. AC = ascending colon, DC =
descending colon. Segmen kolon yang lain dalam batas normal.

Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas


dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak panah)
Penyebab utama penyakit Hirschsprung pada neonatus tertundanya muntah
mekonium. Ketika penyakit hirschsprung ditegakkan secara klinis barium enema
dapat membantu menegakkan diagnosis . Setiap anak yang di duga memiliki

 penyakit hirschsprung harusnya memeriksa biopsi dubur untuk menetukan ada atau
tidaknya sel ganglion. 

3.   CT Scan

Pada orang dewasa yang menderita penyakit ini, biasanya lesi hanya
terbatas pada bagian sigmoid kolon atau rektum. Pemeriksaan yang dilakukan pada
 penderita dewasa itu hampir sama seperti dengan pemeriksaan yang dilakukan ke
atas bayi, iaitu dengan pemeriksaan barium enema. Dalam suatu studi, didapatkan
 pemeriksaan dengan CT scan juga bermanfaat untuk menentukan letak zona transisi
dari penyakit ini. Hasil gambaran CT scan yang didapatkan juga sesuai dengan hasil
 pemeriksaan histopatologis pada biopsi rektum.

CT scan secara transversal pada wanita umur 31 tahun dengan HG usus


melebar karena feses colon ascendens (AC) dibandingkan usus dengan colon
descendens tidak dilatasi (DC) dengan zona transisi dari proksimal kolon
descendens.
Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian
 proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses.

Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
 penyempitan di bagian distal rektum. 
MANOMETRI ANOREKTAL

Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon


dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum
mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit
Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara
teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini
menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons
sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.

Gambar perbandingan

manometri anorektal
normal dan penyakit
hirschsprung 
INVAGINASI (INTUSUSEPSI)

A.   DEFINISI
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen
usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi
/ strangulasi. Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke
 bagian distal (intususepien).

Gambar Usus normal dan invaginasi (intususepsi)


B.   ETIOLOGI
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat
itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian
makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi
kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai
akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada
 bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya,
dimana pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam
feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati
 peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi.
C.   KLASIFIKASI

Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya invaginasi


merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segemen
yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori

 berdasarkan lokasi terjadinya: 


a.  Entero-Enterika atau ileo-ileal (6,7%): Usus halus masuk ke dalam usus
halus
 b.  Colo-Kolika (4,7%): Kolon masuk ke dalam kolon

c.  Ileo-Colica (31,5%): Ileum terminal yang masuk ke dalam kolon


asendens
d.  Ileo-Sekal (39,5%): Ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana
lokus minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi Ileo-Colica yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.  

Gambar 4 Invaginasi ileo-sekal Gambar 5 invaginasi


ileo-colica

Gambar 6 invaginasientero-enterica (ileo-ileal)


D.   PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat sekunder dari
ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding

intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang


 bertindak sebagai “lead point”  atau oleh pola yang tidak teratur dari
 peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit
 berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat
mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada
terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter
 penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan
mempredisposisi invaginasi ileocaecal.
E.   DIAGNOSIS

Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,


serta pemeriksaan penunjang.

Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:

1.    Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10
sampai 20 menit.
2.   Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang
sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan
tenang.
3.   Buang air besar bercampur darah dan lendir

Tanda dan gejala invaginasi 


invaginasi
Anak Dewasa

  Nyeri abdomen berat


  Tidak spesifik tetapi biasanya
yang hilang timbul (intermiten),
terdapat gejala :
 biasanya berlangsung tiap 15-20
   Nyeri abdomen intermiten / kronik
menit. Pada saat serangan, anak
(70-90%)
mengangkat kedua tungkainya
  Perubahan pola defekasi
sampai ke abdomen, disertai
  Urgency
hiperextensi 
  Perdarahan rektum (30%)
  Feses yang bercampur darah dan
  tegang pada abdomen (10-40%)
mukus (kadang-kadang
  Pembengkakan abdomen, teraba
 berbentuk sebagai feses “currant
massa ‘ shiffting mass’ atau sausage
 jelly”) 
 shape (2  4-42%)
  Perut kembung, Distended
   Nausea, vomit (80%)
abdomen 
  Penurunan Berat badan (10%)
  Muntah 
  Akut (24 jam), intermiten / kronik (5
  Diare 
tahun)
  Demam 
  Dehidrasi 
F.   Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi. Foto abdomen 3 posisi

 biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian proksimal


usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan bawah. Sedangkan
 pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda ileus obstruktif dan
 bayangan massa.

  Foto Polos Abdomen


Gambaran foto polos sebagai berikut:
1.   Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal, kadang-
kadang tampak sebagai bayangan meyerupai sosis dibagian
tengah abdomen. Multipel air fluid level dan tidak ada

 bayangan udara pada bagian distal usus.


2.   Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan
 bayangan dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain
Gambar 9 tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang
masuk ke lumen usus proksimal

Gambar 10 invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi

Gambar. Jaringan lunak yang berbentuk


sosis di tengah-tengah foto. X-ray
menunjukkan opasitas jaringan lunak
yang besar di kuadran kanan atas yang
tampaknya menonjol ke dalam suatu
intralumen (mungkin kolon
transversum).
Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa
multiple air fluid level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tanda
obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis

usus.

  Barium enema (Colon in loop)


Colon In loop berfungsi sebagai :


- Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi
- Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda
obstruksi dan kejadian <24 jam.
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium
keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan
intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya
adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi,
 pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan
 pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography
dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat
melakukan pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan
 pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium
enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan
obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance
 pada barium ditempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan
intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi,
mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik
untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu
masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan.

Gambar . colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga fleksura
lienalis. B. intususepsi di daerah colon asenden

CUPPING SIGN

Gambar. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium enema

  Ultrasonografi (USG) 
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan
untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan karena feces
 
yang prominen, Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran
target sign atau doughnut sign  pada potongan melintang invaginasi yang
menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo hipoechoic dihasilkan oleh
mesenterium dan dinding yang oedem dari intussuscipien. Hiperechoic di
sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa, submukosa, dan serosa dari
intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo kidney sign atau
sandwich
 sign  pada potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran
hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang

 bersambung dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh
intussusescpien yang hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang ditemukan.
Color Doppler sonografi dapat mendetksi lebih awal iskemia. Keterbatasan
 paling besar dari USG adalah adanya udara dalam usus yang mencegah

transmisi dari sinar. Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen,
Chron’s disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.

Longitudinal sonography menunjukkan gambaran sandwich sign 

Gambar Transverse sonography menunjukkan gambaran doughnut sign 


Gambar . Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign atau
 pseudokidney 
Gambar 13. Target’s appearance atau gambaran donat pada irisan melintang

invaginasi pemeriksaan USG

Gambar 14. A. irisan melintang dan B. irisan memanjang dari invaginasi pada
USG
  CT Scan

Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang
dewasa. Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai “gambaran

usus-dalam-usus”, di mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin


konsentris (CT setara dengan target sign pada ultrasonografi) ketika
dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan gambaran jaringan lunak seperti
sosis ketika dicitrakan longitudinal. 

Gambar . CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)


KOLITIS ULSERATIVA

A.   DEFINISI

Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar


mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut
dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya
dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa
tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai
usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung
 bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.
Sekitar 10% penderita hanya mendapat satu kali serangan. Proktitis ulserativa

merupakan peradangan dan perlukaan di rektum. Pada 10-30% penderita, penyakit


ini akhirnya menyebar ke usus besar. Jarang diperlukan pembedahan dan harapan
hidupnya baik.

B.   PENYEBAB

Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon
sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya
kolitis ulserativa.

C.   GEJALA 

Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam
tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita
tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram
ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini
terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan
kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir
yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika
 penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar
sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami kram perut yang berat,

kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar
yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak
encer dan
mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja
yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu
makannya menurun dan berat badannya berkurang.

D.   PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Gambaran laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat


dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan

 penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis
dengan pergeseran kekiri dan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien
demam yang sakit berat, kelainan elektrolit terutama hipokalemia mencerminkan
derajat diare, hipoalbumin umum terjadi pada penyakit yang ekstensif. Diagnosis
 pasti dari kolitis dengan barium enema in loop yang akan didapatkan hasil berupa
hilangnya haustra seperti pada gambar di bawah ini :
Pemeriksaan barium enema yang menunjukkan gambaran pipa pada Colitis
ulseratif

Gambaran colitis ulseratif stadium berat dimana haustra tidak terlihat hampir
menyeluruh di semua colon.
Gambaran penyakit Crohn dimana terlihat hilangnya arsitektur mukosa
sigmoid.

Gambaran colitis ulsertatif cronic

E.   KOMPLIKASI 

1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena


kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat,
dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus
terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak
menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya
mengalami pelebaran.

Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh.
Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita
tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah
sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4%
 penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di
usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.

3.   Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).

Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis
ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar
terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa
menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan
 pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada
 penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama
kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap
tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada
stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit
Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang mengenai bagian
tubuh lainnya.

Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga


mengalami :

- peradangan pada sendi (artritis)


- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)
- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan
-luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa

mengalami :
- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)

- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan


-peradangan di dalam mata (uveitis). Meskipun penderita kolitis ulserativa
sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya sekitar 1-3% yang memiliki
gejala penyakit hati ringan sampai berat.
Penyakit hati yang berat bisa berupa :
- peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif)
- peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi
sempit dan terkadang menutup, dan
-penggantian jaringan hati fungsional dengan jaringan fibrosa (sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum


gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko
kanker saluran empedu.

F.D IAGNOSA 

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan tinja.


Pemeriksaan darah menunjukan adanya:

- anemia
-  peningkatan jumlah sel darah putih
-  peningkatan laju endap darah.

Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan


memungkinkan dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan.
Bahkan selama masa bebas gejalapun, usus jarang terlihat normal.
Contoh jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu
 peradangan menahun.Rontgen perut bisa menunjukan berat dan penyebaran
 penyakit.

Barium enema dan kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum


 pengobatan dimulai, karena adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika
dilakukan pada stadium aktif penyakit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker.
Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena

itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau
 parasit.

Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa


dibawah mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah dianalisa untuk menentukan
apakah terdapat infeksi parasit. Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum dan
diperiksa dibawah mikroskop.
Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore,
virus herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria homoseksual.
Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah
yang buruk ke usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau
keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan
 penyebab diare berdarah.

G.  PENGOBATAN

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala


dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari
 buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar
yang meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa
menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja. Obat-
obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada
diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis
yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol,
loperamide atau codein. Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-
diare ini harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon
toksik.
Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk
mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya
gejala.

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema
(cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan
melalui dubur).Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani
 perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui
mulut), seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses
 penyembuhan. Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan
sulfasalazine, olsalazine ataumesalamine. Secara bertahap dosis prednisone
diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian kortikosteroid jangka panjang
menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan akan menghilang jika
 pengobatan dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus
 besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid
atau mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah
sakit dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita
dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan
cairan intravena. Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan
azathioprine dan merkaptopurin.

Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak
memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini,
akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

Pembedahan 

Kolitistoksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.Segera setelah


terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare
dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus
kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh
darah. Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau
 perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48
 jam, segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus
 besar diangkat. Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada

usus besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.

Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari


usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling
umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh,
sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan
menyembuhkan kolitis ulserativa. Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan
antara bagian terendah usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong
ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar
dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan
ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus.
KOLITIS ISKEMIK
A.   DEFINISI

Arteri yang memasok darah ke usus besar adalah seperti arteri lain di dalam
tubuh. Mereka memiliki potensi untuk sempit akibat aterosklerosis (seperti
 pembuluh darah di jantung, yang dapat menyebabkan angina , atau menyempit
 pembuluh di otak dapat menyebabkan stroke ). Ketika arteri sempit, usus besar
kehilangan suplai darah dan menjadi meradang.

Kolon juga bisa kehilangan suplai darah dengan penyebab mekanik.


Beberapa contoh termasuk volvulus dan hernia di mana sebagian dari usus besar
akan terjebak dalam outpouching dinding perut. Kolitis iskemik dapat terjadi jika
tekanan darah turun. Hal ini dapat terjadi dengan dehidrasi , anemia , atau shock.

Gambaran colitis iskemik


Kolitis iskemik adalah gangguan yang berkembang ketika aliran darah ke
suatu bagian dari usus besar (kolon) berkurang. Hal ini dapat menyebabkan

 peradangan pada daerah usus besar dan, dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan
kerusakan usus permanen. Kolitis iskemik dapat mempengaruhi setiap bagian dari
kolon, tapi kebanyakan orang yang terkena rasa sakit berkembang di sisi kiri perut.
Buang air besar yang mengedan dan diare berdarah juga umum terjadi pada kolitis
iskemik.Kebanyakan kasus kolitis iskemik adalah ringan dan dapat sembuh sendiri
dalam beberapa hari.
B.   ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Kolitis iskemik melibatkan suplai darah yang tidak memadai mencapai


kolon. Pada kasus akut, penyebab paling sering adalah bekuan darah dalam arteri
yang memasok darah ke usus. Sedangkan pada kasus kronis biasanya berhubungan
dengan penumpukan simpanan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah yang
menuju ke usus. Pada beberapa orang, kolitis iskemik dapat disebabkan oleh atau
 berhubungan dengan kondisi medis lainnya, termasuk:

   peradangan (vaskulitis) pembuluh darah


   penonjolan
 organ atau jaringan ke jaringan sekitarnya (hernia),

 berhubungan dengan suplai darah arteri serta suplai darah vena ke usus

   peningkatan gula (glukosa) dalam darah (diabetes)


  mudah terjadi pembekuan darah (hiperkoagulasi)


  radiasi abdomen

  kanker colon

   pembedahan perut, terutama ketika menyangkut perbaikan dinding arteri


yang menggembung (aneurisma) di wilayah tersebut

  infeksi, seperti shigella, Escherichia coli 0157: H7 dan Clostridium difficile


  dehidrasi

Peran
obat
Obat-obatan tertentu juga jarang menimbulkan kolitis iskemik sebagai efek
samping, seperti:
  obat anti-inflamasi steroid

  obat pengganti estrogen


  obat golongan ergotamint


  obat penurun tekanan darah


  obat-obatan antipsikotik tertentu


   pseudoefedrin (dekongestan yang ditemukan di banyak obat flu dan obat


alergi)

  obat iritasi bowel syndrome (Lotronex)


Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolitis iskemik meliputi:

 
 Umur. Kondisi ini terjadi dengan frekuensi terbesar pada orang dewasa
yang lebih tua. Jika itu terjadi pada orang dewasa muda, mungkin menjadi
tanda kelainan pembekuan darah atau suatu peradangan pembuluh darah
(vaskulitis).
  Faktor risiko penyakit jantung. Pengurangi aliran darah yang memberi

respon untuk kolitis iskemik, lebih cenderung terjadi pada orang yang
memiliki sifat-sifat atau kondisi yang umumnya terkait dengan penyakit
 jantung, seperti penggunaan tembakau dan tingkat kolesterol tinggi.

 
 Kondisi medis tertentu. Beberapa gangguan dianggap faktor predisposisi
yang menempatkan pada risiko yang lebih besar berkembangnya kolitis
iskemik, atau mereka dapat memperburuk kolitis iskemik saat kondisi itu
terjadi. Hal ini termasuk operasi abdomen sebelumnya, gagal jantung,
tekanan darah rendah dan syok.
Komplikasi
Dalam kebanyakan kasus, kolitis iskemik sembuh sendiri dalam waktu satu
sampai dua hari. Dalam kasus yang lebih lanjut dari kolitis iskemik,
komplikasi dapat mencakup:

  Gangren. Kolitis iskemik tidak diobati bisa mengakibatkan kematian


 jaringan (gangren) di kolon. Gangren dapat berkembang setelah penurunan


awal aliran darah ke kolon dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak
menerima pengobatan tepat waktu.

  Perforasi dan Perdarahan. Kolitis iskemik juga dapat menyebabkan sebuah


lubang (perforasi) pada usus atau perdarahan persisten.
   Nyeri dan obstruksi. Bahkan saat penyembuhan terjadi, kolitis iskemik
dapat menyebabkan jaringan parut pada dan penyempitan pada usus. Hal ini
dapat menyebabkan nyeri perut kronis dan obstruksi.
Gejala
Tanda-tanda umum dan gejala kolitis iskemik meliputi:

   Nyeri abdomen, nyeri atau kram, biasanya terlokalisasi ke sisi kiri bawah
 perut, dapat tiba-tiba atau bertahap

  Feses berwarna merah terang atau merah darah, suatu ketika dapat
keluar darah sendiri tanpa feses

  Perasaan ingin mengedan


  Diare
  Mual
  Muntah

Risiko komplikasi berat dari kolitis iskemik meningkat ketika tanda-tanda


dan gejala mempengaruhi sisi kanan abdomen. Hal itu dikarenakan arteri yang
memberi nutrisi sisi kanan usus juga member nutrisi pada bagian dari usus halus.

Ketika aliran darah tersumbat di sisi kanan usus besar, kemungkinan bahwa bagian
dari usus halus juga tidak menerima suplai darah yang cukup.

 Nyeri cenderung lebih parah dengan jenis kolitis iskemik. Terhambatnya


aliran darah ke usus halus dengan cepat dapat mengakibatkan kematian jaringan
usus (infark atau nekrosis). Jika situasi ini terjadi dapat mengancam jiwa, akan
memerlukan pembedahan untuk membersihkan sumbatan dan untuk
menghilangkan bagian dari usus yang telah hancur.Diagnosis dini dan pengobatan
dapat membantu mencegah komplikasi serius dari kondisi ini.
C.   DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Mendiagnosis penyebab gejala colitis iskemik adalah dengan cara sebagai


 berikut:

  Pemeriksaan fisik dan Riwayat penyakit.


  Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk mendiagnosa
kolitis iskemik. Dalam prosedur ini, tabung berlampu fleksibel dimasukkan
ke dalam rektum dan didorong ke dalam kolon. Sebuah kamera kecil di
ujung lingkup mengirimkan gambar usus ke layar video. Kita dapat melihat
lapisan interior kolon dan mendeteksi adanya jaringan inflamasi dan abses.

  Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita


dapat mengambil sebuah sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon untuk
analisis

laboratorium. Pada kolitis iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat


hadir di bawah lapisan usus (lapisan mukosa), dan dapat dideteksi di
laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan penyebab lain dari
 peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu, penyakit inflamasi usus,
radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker usus besar. Jika peradangan
 berat, kita mungkin tidak dapat melihat seluruh usus besar dengan baik atau
mendapatkan biopsi memadai.Jika hal ini terjadi, mungkin harus
colonoscopy perlu diulangi sekali lagi setelah peradangan telah mereda. Hal
ini memungkinkan kita untuk memastikan bahwa tidak ada peradangan

 persisten, jaringan parut atau kanker kolon.


Pemeriksaan penunjang lainnya

  X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi
 barium enema. Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan
ke dalam kolon melalui anus. Setelah kolon dilapisi dengan barium,
radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon. Gambar-gambar ini, yang
dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-kelainan dalam
usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi
 peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa

menunjukkan penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon.


  Abdomen arteriogram. Ini adalah X-ray dari arteri di abdomen. Cara

ini dapat menunjukkan penyempitan atau penyumbatan dalam pembuluh,


yang

mengindikasikan adanya kolitis iskemik. Sebuah pewarna kontras


disuntikkan ke arteri sebelum X-ray diambil untuk membantu menghasilkan
gambar yang jelas.

  USG. Tes pencitraan menggunakan gelombang suara untuk menyediakan


gambar kolon. Alat ini dapat membantu dalam mengesampingkan gangguan


lain, seperti penyakit inflamasi usus. Untuk prosedur, alat yang disebut
transduser yang memancarkan gelombang suara disepanjang abdomen.
Informasi yang ditangkap oleh transduser tersebut dikirim ke komputer
yang menghasilkan gambar.
 

Abdomen Computerized Tomography (CT) scan. Terkadang CT-Scan


digunakan untuk menyingkirkan kondisi-kondisi lain yang dapat
menyebabkan gejala yang mirip dengan kolitis iskemik. Tes ini
menggunakan teknologi canggih X-ray untuk menghasilkan gambar
 penampang kolon, dan mungkin dapat mendeteksi penebalan dinding
kolon.

 
 Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah
sel darah tinggi putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh
memerangi infeksi. Jika mencurigai adanya masalah pembekuan darah,

mungkin dilakukan pemeriksaan darah yang lebih spesifik.


  Sampel Feses. Analisis contoh feses di laboratorium dapat

mengungkapkan infeksi bakteri dan mikroorganisme lain yang terkait


dengan kolitis iskemik.

Gambaran X-Ray kolitis iskemik

Gambaran PA Kolitis iskemik


Perawatan dan pengobatan

Pilihan pengobatan untuk kolitis iskemik tergantung pada derajat keparahan.


Bila kolitis iskemik ringan, dapat diberikan obat untuk menjaga tekanan
darah pada tingkat normal, yang akan membantu memperlancar aliran darah
ke usus. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi. Dengan langkah-
langkah konservatif tersebut, gejala sering berkurang dalam 24 hingga 48
 jam dalam kasus-kasus ringan, tanpa perlu rawat inap.
 Namun, jika pasien mengalami dehidrasi, perlu diberikan cairan dan nutrisi
melalui pembuluh darah, mungkin juga perlu pembatasan asupan makanan
selama beberapa hari untuk mengistirahatkan usus. Pada kasus ringan,

 penyembuhan dapat terjadi dalam dua minggu atau kurang. Dalam kasus
yang lebih parah, pemulihan dapat memakan waktu lebih lama, dan
kekambuhan dapat terjadi.
Jika kolitis iskemik berkembang sebelum usia 50 atau pada pasien yang

memiliki riwayat hiperkoagulable atau gangguan yang meningkatkan


kecenderungan darah untuk membeku (faktor V Leiden) dapat diberi
warfarin (Coumadin), yang dapat membantu mencegah episode kolitis
iskemik.
Operasi
Beberapa orang dengan kolitis berat atau iskemik berkepanjangan
memerlukan tindakan bedah untuk mereseksi bagian kolon yang terkena.
Indikasi perlunya pembedahan untuk kolitis iskemik jika kondisinya
dikaitkan dengan:

  Kram abdomen dan demam yang berat dan persisten, bahkan setelah

 pengobatan awal dengan cairan dan obat-obatan.

  Perforasi pada kolon


  Gangren dan sepsis. Pengobatan untuk komplikasi yang berat ini


juga mencakup antibiotik spektrum luas dan penggantian darah.

Pencegahan
Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti
untuk mencegah gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang
memilikinya pulih dengan cepat dan tidak pernah memiliki episode lain.
Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan kolitis iskemik di masa
lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk penyakit
 jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya :

  Berhenti merokok

  Minum obat penurun kolesterol


  Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes


  Olah raga teratur



DIVERTIKULOSIS

A.   DEFINISI

Penyakit divertikular (atau diverticulosis) merupakan keadaan di mana


terdapat banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang
tumbuh dalam usus besar, khususnya kolon sigmoid tanpa adanya inflamasi.
Peradangan akut dari divertikulum menyebabkan divertikulitis,  
Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan Eropa.
Diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun memiliki
divertikula kolon. Kolon sigmoid adalah tempat yang paling sering terjadinya
divertikulosis. Diverticulosis colon merupakan penyebab yang paling umum dari
 perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga 40% sampai 55% dari
semua kasus perdarahan. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara
umum dari usus besar pada perut. 

Divertikulosis di kolon sigmoid

B.   ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab terjadinya divertikulosis ada 2 yaitu :

1.  Peningkatan tekanan intralumen


Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen
kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan dinding otot kolon
yang menebal dan memendek (sebuah kondisi yang disebut-mychosis).

Menurut  Painter dan  Burkitt  pada tahun 1960, penyebab terjadinya


divertikulosis adalah kurangnya serat dan rendahnya residu dalam makanan yang
dikonsumsi sehingga menyebabkan perubahan milieu interior dalam kolon.
Pendapat ini diperkuat oleh penelitian-penelitian selanjutnya dimana terbukti
 bahwa kurangnya serat dalam makanan merupakan faktor utama terjadinya
divertikular sehingga disebut sebagai penyakit defisiensi serat.
Terdapat 2 jenis serat :
-
  Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam bentuk yang
menyerupai agar-agar yang lembut. 

  Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa mengalami
-

 perubahan bentuk. 
Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak feses sehingga mudah
melewati usus. Serat juga mencegah konstipasi. Konsumsi makanan yang berserat
tinggi, terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalam biji-bijian,
sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada pembentukan tinja yang
 padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu transit feses dalam kolon dan
mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya divertikel.
2.  Kelemahan otot dinding kolon

Penyebab lain terjadinya divertikulosis adalah terdapat daerah yang lemah


 pada dinding otot kolon dimana arteri yang membawa nutrisi menembus
submukkosa dan mukosa. Biasanya pada usia tua karena proses penuaan yang dapat
melemahkan dinding kolon.
Faktor Resiko Divertikulosis
-  Pertambahan Usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya regang dinding
kolon sebagai akibat perubahan struktur jaringan kolagen dinding usus.
- Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang
terdapat di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik
lemah pada usus besar menonjol dan membentuk divertikula.

- Diet rendah serat


Pada mereka yang kurang mengkonsumsi makanan berserat, akan
menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu
transit kolon yang lebih lambat sehingga absorpsi air lebih banyak dan output
yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk mendorong
massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang berlebihan.
Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon
untuk mendorong isi lumen dan menahan pasase dari material dalam kolon
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit divertikular. Pada
segmentasi yang meningkat secara berlebihan terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.
- Gangguan jaringan ikat
Gangguan jaringan ikat seperti pada sindrom Marfan dan Ehlers Danlos
dapat menyebabkan kelemahan pada dinding kolon.
C.   GEJALA KLINIS
Kebanyakan penderita divertikulosis tidak menunjukkan gejala. Tetapi
 beberapa ahli yakin bila bahwa seseorang mengalami nyeri kram, diare, dan
gangguan pencernaan lainnya, yang tidak diketahui penyebabnya, bias
dipastikan penyebabnya adalah divertikulosis. Gejala klinis yang bisa
ditemukan
- Sebagian besar asimptomatik
- Divertikulosis yang nyeri :
a.   Nyeri pada fossa iliaka kiri
 b.  Konstipasi
c.  Diare.
- Divertikulosis akut :
a.  Malaise

 b.  Demam
c.   Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa teraba
massa.
d.  Distensi abdomen

- Perforasi : Peritonitis + gambaran diverticulitis


- Obstruksi usus besar :
a.  Konstipasi absolute
 b.  Distensi
c.   Nyeri kolik abdomen
d.  Muntah
- Fistula : ke kandung kemih, vagina, atau usus halus Perdarahan saluran
cerna bagian bawah : spontan dan tidak nyeri

D.   DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat sering sudah dapat menentukan diagnosis, harus
ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan konsistensi feses. 
Dalam anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri kolik dan
nyeri menetap, serta hubungannya dengan makan dan dengan defekasi. Perlu pula
ditanyakan warna tinja, terang atau gelap, bercampur lender atau darah, dan warna
darah segar atau tidak. Juga perlu ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah
defekasi, bagaimana nafsu makan, adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah.  
Gejalan dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia,
hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan. 
Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan
lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena adanya
gangguan motilitas dari sigmoid. 
Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid
sering dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun leukositosis
 bila tidak ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah, dapat teraba
massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena. Pada pemeriksaan fisis
dilakukan rectal touché ke dalam rectum untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
 penyumbatan, maupun darah. Didapatkan juga keadaan umum tidak terganggu dan
tanda sistemik juga tidak ada. 
Pada foto roentgen, barium tampak divertikel dengan spasme local dan

 penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen.  


Gejala Klinis Diverticulosis Gejala Klinis Diverticulitis

Konstipasi Nyeri akut pada kuadran kri bawah


(93-100%)

 Nyeri Abdomen : akibat kontraksi Demam (57-100%)


segmental yang berlebihan dari kolon
Tanda-tanda divertikulosis akut :  Nausea, Vomiting
Iregularitas usus dan interval diare,
nyeri dangkal dan kram pada kuadran
kiri bawah dari abdomen dan demam
ringan

Pada inflamasi local diverticula Teraba Massa


 berulang, usus besar menyempit pada
striktur fibrotic, yang menimbulkan
kram, feses berukuran kecil-kecil, dan
 peningkatan konstipasi.

Perdarahan samar dapat terjadi, Konstipasi


menimbulkan anemia defisiensi besi
Malaise Diare

E.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema dan
Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip kecil saja
dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai kolon secara
keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian distal yang

menghalangi masuknya kolonoskop retrograde. Sedangkan manfaat utama


kolonoskopi adalah dimungkinkannya pemeriksaan maupun intervensi kolon
secara menyeluruh. Pada saat ditemukan suatu tumor ataupun polip, dapat
dilakukan biopsy juga. 

(A) (B)
Gambar . (A) Barium Enema with Extensive Sigmoid Diverticulosis.
(B) Colonoscopy view of Diverticula

Barium Enema juga dapat menunjukkan adanya spasme segmental dan


 penebalan otot yang mempersempit lumen dan memberikan gambaran saw-toothed
appearance. Namun pemeriksaan barium enema kontraindikasi dilakukan pada fase

akut diverticulitis. Selain itu USG Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89%
dan spesifisitas sekitar 75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen dapat
ditemukan gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. USG Abdomen
 juga sangat berguna untk menyingkirkan kelainan pada pelvis dan ginekologi.  
Gambar . Gambaran USG Abdomen pada kasus diverticulitis :  Findings
reveal an outpouching arising from the descending kolon, with thickened
wall, and a echogenic halo around it.

Gambar . Hasilpemeriksaan kolonoskoopi pada divertikulosis dan


diverticulitis
CT-Scan dapat memberikan gambaran yang lebih definitive dengan
evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik dibandingkan
 pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan CT scan dapat ditemukan penebalan
kolon,  streaky mesenteric fat dan tanda abses/phlegmon.Tetapi CT-Scan tidak
memungkinkan untuk melakukan intervensi seperti saat dilakukannya
kolonoskopi.

. Gambar CT Scan yang menunjukkan diverticulitis


DAFTAR PUSTAKA

Arun Kumar Gupta and Bhuvnesh Guglani . Imaging of Congenital Anomalies of


the Gastrointestinal Tract . Indian J Pediatr.  2005; 72 (5) : 403-414]

Behrman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.2000. Jakarta: EGC.

Dam C., et all . 2017. Local staging of sigmoid colon cancer using MRI. Acta
Radiol Open.  6(7).

Ellias Nerad. 2015. Diagnostic Accuray Of CTfor Local stanging of Colon Cancer
A Systematic Reviewand Metaanalisis. AJR Am J Roentgeno. 207(5):984-995.

Ignacio RC, Fallat ME. 2010. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP,
editors. Ashcraft’s pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; p.2
Iskandar Z, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jakarta:EGC;2012.p.99-107.

Jemal A, Siegel R, Ward E, et al: Cancer statistics, 2007. CA Cancer J Clin  2007.
In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders. 2007. 

Mettler,Essentials of Radiology, 2nd ed.2005 Elsevier.hal 697

 N.E. Diamant, M.A. Kamm, A. Wald, W.E. Whitehead, AGA technical review on


anorectal testing techniques [cited 2012 3
november]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S00
16508599701952

Physiology Of The Colon. In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders.


2007. 

Pradip R. Patel. Radiologi Edisi Kedua.2005.Jakarta.hal 242-243

Ramanath N.Haricharan. Hirschsprung disease. Seminars in Pediatric Surgery


(2008). University of Alabama at Birmingham

Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi
ke 2. Jakarta : EGC. Hal 582-4.
Sjamsuhidajat, R., de Jong, W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta:
Hipokrates

Steven L Lee. Hirschsprung Disease. [cited 2018 13 maret ]; Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview

Won kim et all.2010. CT Findings of Colonic Complications Associated with


Colon Cancer. Korean Journal Of Radiology. 11(2): 211 –2  21.

Wyllie R. Ileus, adhesi, intususepsi dan obstruksi lingkar-tertutup. In: Nelson WE,
Behrman RE, Kliegman R dan Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Jakarta:
EGC;2012.p 1319-21.

Anda mungkin juga menyukai