Email: candra86mecca@gmail.com
Abstract.
Metode elektromagnetik VLF memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan pemancar-
pemancar gelombang radio. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode
VLF, seperti persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere,
Gauss, Coulomb. Medan magnetik dan medan listrik yang dibangkitkannya disebut sebagai medan primer
VLF berdaya besar yang dioperasikan untuk kepentingan militer. Medan primer membangkitkan medan
sekunder sebagai akibat adanya arus induksi yang mengalir pada benda-benda konduktor di dalam tanah.
Medan sekunder yang timbul bergantung pada sifat-sifat medan primer, sifat listrik benda-benda di dalam
tanah dan medium sekitarnya, serta bentuk dan posisi benda-benda tersebut. Pengambilan data
lapangannya yaitu memanfaatkan tilt angle α yaitu sudut utama dalam polarisasi ellip dari horisontal, dan
eliptisitas ε yang merupakan perrbandingan sumbu kecil terhadap sumbu besarnya. Target mencari
anomali konduktivitas yang berada dibawah permukaan. Pada keadaan sebenarnya metode
elektromagnetik VLF ini dapat diintepretasikan kuantitatif dan kualitatif. Intepretasi kualitatif
menggunakan filter fraser dan K-Hjelt filter untuk menestimasi lokasi lateral dari zona resistitif dan
konduktif, sedangkan intepertasi kuantitatif digunakan metode inversi untuk mengetahui resistivitas
bawah permukaan.
1. Pendahuluan
Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan salah satu metode geofisika yang memanfaatkan
komponen magnetik dari medan elektromagnet yang ditimbulkan oleh pemancar gelombang radio
berfrekuensi sangat rendah yaitu berkisar antara 15-30 kHz. Terdapat dua teknik pada pengukuran
medan elektromagnet, yaitu teknik pengukuran aktif dan teknik pengukuran pasif. Dalam teknik
pengukuran aktif medan elektromagnet sengaja dibangkitkan di sekitar daerah observasi. Gelombang
menjalar melalui permukaan bumi sebagai gelombang tanah (ground wave) dan melalui lapisan
ionosfer sebagai gelombang angkasa (sky wave) yang mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga
gelombang VLF mampu merambat sampai tempat yang jauh dari pemancar. Medan magnet dan
medan listrik yang dipancarkan berperan sebagai medan primer. Medan primer ini membangkitkan
medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada konduktor di dalam tanah. Medan
sekunder yang timbul tergantung sifat listrik benda-benda di dalam tanah dan sekitarnya. Pada daerah
observasi yang terukur adalah resultan dari medan primer dan medan sekunder. Medan primer
dianggap serbasama (homogen). Perubahan resultan kedua medan hanya bergantung pada perubahan
medan sekunder, sehingga sifat kelistrikan benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan [9].
Metode VLF-EM adalah salah satu metode geofisika yang banyak digunakan dalam studi
tentang lingkungan [1], [2], studi arkeologi [3], studi geoteknik [4], untuk mengidentifikasi sesar [5],
dan sungai bawah tanah [6]. Metoda VLF-EM ini dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan hanya
menggunakan sinyal dari satu frekuensi saja(single frequency). Medan EM yang diukur oleh alat ukur
VLF-EM adalah medan kompleks total (HR) yang terdiri dari komponen real (inphase), imajiner
(quadrature), total-field, dan tilt-angle. Besar nilai yang terukur keempat komponen tersebut akan
sangat tergantung kepada nilai konduktivitas benda bawah permukaannya. Metode elektromagnetik
biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen medan akibat
variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawa permukaan. Medan
elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan
elektromagnetik di sekitar daerah observasi. Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif.
Metode ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarannya sumber yang dibuat. Teknik
pengukuran lain adalah teknikpengukuran pasif. Tenik ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang
berasal dari sumber yang tidak sengaja dibangkitkan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal
dari alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 kHz) adalah yang biasa disebut VLF (Very Low
Frequency). Teknik ini lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas.
Metode elektromagnetik VLF ini bertujuan untuk mengukur harga daya konduktivitas batuan
berdasarkan pengukuran gelombang elektormagnetik skunder. Metode ini memanfaatkan gelombang
hasil induksi elektomagnetik yang berfrekuensi sangat rendah. Karena frekuensinya yang cukup
rendah, gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam. Gelombang ini juga menjalar ke seluruh
dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.
Karena induksi gelombang tersebut, maka di dalam medium oleh batuanakan timbul arus induksi.
Arus induksi inilah yang menimbulkan medan skunder yang dapat ditangkap di permukaan bumi.
Besarnya kuat medan elektromagnetik skunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik
batuan (𝜌), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, maka secara tidak langsung kita
dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya [9].
2. Teori Dasar
1.1. Persamaan Elektrodinamika
A Konsep Dasar
Medan EM dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan, yaitu : E = intensitas medan listrik (V/m),
H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m 2 atau tesla)
dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat vektor medan dituliskan dalam persamaan Maxwell [7] :
B
xE
t (1)
D
xH J
t (2)
∇⋅B=0 (3)
∇⋅D= ρc
(4)
Dimana J adalah rapat arus (A/m2). Selain itu B H , J E dan D E
B. Persamaan Penjalaran Gelombang
Dengan melakukan rotasi terhadap persamaan (1) dan (2) menghasilkan :
( ∂B∂ t )=0
∇×(∇ ×E )+∇ ×
(5)
∂D
∇×(∇ ×H )−∇×( )=∇ ×J
∂t (6)
Persamaan diatas dapat juga ditulis dengan menggunkan hubungan konstitutif.
2 ∂2 H ∂H
∇ H−με 2 −μσ =0
∂t ∂t
(14)
Secara eksplisit dalam domain frekuensi kita dapatkan
2 E i E 2 E (15)
2 H i H 2 H (16)
Dengan permitivitas dielektrik (F/m), μ permeabilitas magnetik (H/m), dan σ kondiktivitas listrik
(S/m). Bagian kiri pada persamaan (5) dan (6) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian
kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya.
2
Pada persamaan (15) dan (16), μεω << μεω untuk material bumi pada frekuensi yang lebih kecil
dari 105 Hz (frekuensi VLF 15-30 KHz), arus perpindahan jauh lebih kecil dari arus konduksi
sehingga persamaan (13) dan (14) berubah menjadi
∂E
∇ 2 E−μσ =0
∂t (17)
∂H
∇ 2 H−μσ =0
∂t (18)
Sedangkan dalam domain frekuensi,persamaan (17) dan (18) menjadi
2
∇ E−i μσω E=0 (19)
2
∇ H−i μσω H =0 (20)
Pada keadaan di atas bilangan gelombang diberikan oleh
1
2
k =(−i μσω ) (21)
Permasalahan elektromagnetik bumi lazimnya menggunakan asumsi berikut untuk penyederhanaan
analisa:
(1) medium bersifat linear, isotropik, homogen, dan memiliki sifat – sifat listrik yang tidak
bergantung pada waktu, temperatur,atau tekanan,dan
(2) permeabilitas magnetik μ diasumsikan berharga sama dengan yang di udara bebas, μ = μ 0.
C. Pelemahan (Atenuasi) medan
Gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas σ, dimana
medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi :
Ex E0 e ikz E0 e i ( i ) z (22)
Dengan k adalah parameter/angka gelombang ( k i ( i ) ). Parameter real β menunjukkan
2
faktor fase (rad/s) dan parameter imajiner α menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m)
gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas dan frekuensi angularnya
sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai
sama[10].
Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dikenal sebagai kedalaman kulit
(skin depth / σ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering dikenal sebagai kedalaman penetrasi
gelombang, yaitu :
2
1/ 504 ( / f )
0 (23)
2.1 Metode VLF
A. Prinsip Dasar Metode VLF
Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal
PzE dan komponen medan magnetik horizontal PyH tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x.
Medan elektromagnetik yang dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun
penerima dalam empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang langsung,
gelombang pantul dan gelombang terperangkap. Yang paling sering ditemui pada daerah survey
adalah gelombang langit. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan
elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara horizontal. Jika di
bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnetik dari
gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan
arus induksi (Eddy Current), SxE. Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang
disebut medan elektromagnetik sekunder, SH, yang mempunyai komponen horizontal dan komponen
vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (in-phase) dan berbeda fase (out-of-
phase) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari
sifat konduktivitas benda di bawah permukaan[2].
Gambar 1 Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF dalam polarisasi listrik dengan
sinyal di atas sebuah dike konduktif vertikal[2]
Lapisan Ionosfer
Gelombang Terperangkap
Gambar 4. Perambatan Gelombang VLF dalam medium[9]
K12 K23
K13
Gambar 6 Analogi sirkuit elektronik untuk sistem VLF[9]
Kij menyatakan koefisien kopling antara sistem ke-i dan sistem ke-j yang bergantung pada
geometri kedua sistem serta pelemahan gelombang elektromagnetik dalam perambatannya antara
kedua sistem. Medan magnetik primer di sekitar rangkaian 2 akibat adanya arus listrik AC yang
mengalir dalam rangkaian 1 dinyatakan sebagai
H 2 ( p ) K12 I 2 K12 I10 eit
(24)
Sedangkan medan magnetik primer di sekitar rangkaian 3 akibat arus AC pada rangkaian 1 dinyatakan
oleh :
K13 H 2 ( p )
H 3 ( p ) K13 I1 K12 I10 eit
K12 (25)
Sesuai dengan hukum Faraday, ggl induksi yang timbul pada rangkaian di sekitar medan magnetic
diberikan oleh :
dI j i M jk H k
k M jk i M jk I joeit
dt K jk
(26)
Oleh karena itu, ggl induksi pada rangkaian 3 adalah :
i M 13 H 3( p )
3( p )
K13 (27)
Dan ggl induksi pada rangkaian 2 adalah :
i M 12 H 2 ( p )
2( p )
K12 (28)
Arus listrik induksi pada rangkaian 2 dapat dinyatakan sebagai :
2( p ) 2( p )
I2
z2 ( R2 i L2 ) (29)
Z2 menyatakan impedansi efektif rangkaian 2. Arus listrik pada rangkaian 2 ini menimbulkan medan
magnetik pada rangkaian 3
i K 23 M 12 H 2 ( p )
H2 (s)
K 23 I 2
K12 ( R2 i L2 )
K 23 M 12 H 2 ( p ) Q 2 iQ
2
K13 L2 1 Q (30)
Q L / R
Dengan 2 2 . Perbandingan antara medan magnetik sekunder dan medan magnetik primer
Ф
Gambar 8. Diagram vektor medan primer, sekunder dan resultannya [9].
Gambar 9 Polarisasi Medan VLF (a) Medan sekunder terorientasi dalam ruang dengan sudut sebesar
β terhadap medan primer (b) Komponen vertikal dan horisontal R x dan Ry yang merupakan resultan
dari penjumlahan medan primer dan sekunder. (c) Bentuk polarisasi elips dengan sudut kemiringan θ
(tilt-angle) terhadap horisontal. [9]
F. Anomali VLF
Anomali yang terjadi pada metode VLF disebabkan karena adanya variasi nilai konduktivitas yang ada
di dalam bumi. Anomali ini diluar variasi yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di luar seperti
perubahan dalam ionosfer, kondisi cuaca atau perubahan operasional dari stasiun pemancar
(transmitter). Yang menjadi dasar terjadinya anomali adalah adanya respon dari sesuatu yang
konduktif dalam bumi dengan medan VLF primer.
Gelombang VLF yang menjalar melalui permukaan bumi cenderung dibiaskan secara vertikal
ke bawah permukaan. Ada empat hal penting dari hasil proses ini, yaitu:
1. Gelombang elektromagnetik berjalan ke bawah secara langsung tanpa adanya pengaruh
sudut datang dengan arah kedua medan (medan magnet dan medan listrik) sejajar dengan
permukaan bumi. Arah medan magnetik tegak lurus dengan garis yang menghubungkan
transmiter dengan titik pengukuran, sedangkan medan listriknya sejajar (lihat gambar).
2. Kedua medan baik medan magnet maupun medan listrik akan semakin berkurang (terjadi
atenuasi) pada saat berjalan melewati permukaan bumi.
3. Medan listrik akan mendahului medan magnet sebesar π/4 radian atau 45 derajat.
4. Medan magnet dan medan listrik akan selalu memiliki beda fasa dengan besar yang sama
ketika berjalan masuk ke dalam bumi. Hal ini dapat dikuantifikasi dengan
merepresentasikannya ke dalam bentuk persamaan matematika.
z
H H 0e z / cos(t )
(34)
dan
0 1/ 2 z
( ) H 0 e z / cos(t )
4 (35)
dimana
2 1/ 2
( )
0 (36)
Faktor δ disebut sebagai skin depth, yaitu kedalaman dimana amplitudo dari gelombang yang
diberikan nilainya akan berkurang sebesar 0,368 (1/e). Gelombang akan kehilangan hampir seluruh
energinya ketika mencapai satu skin depth[2].
(36)
dimana: k adalah jumlah pengurangan data yang hilang akibat dilakukan filtering dan N adalah
panjang interval smoothing atau lebar jendela.
3. Filter Fraser
Titik dimana tilt-angle mengalami persilangan dari polaritas positif menjadi negatif diinterpreatasi
sebagai posisi konduktor yang menyebabkan anomali. Dalam satu profil, persilangan ini terlihat
cukup jelas, namun ketika diplot kedalam bentuk peta, letak dari semua titik nol (inflection point)
tidak dapat diidentifikasi dengan mudah. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan
menggunakan filter yang ditemukan oleh Fraser (1969) yang dinamakan filter Fraser. Filter ini
didesain untuk membagi data tilt angle dengan 90 0, sehingga persilangan menjadi maksimum
(peak). Filter ini juga melemahkan panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek
topografi. Selain itu, filter ini mengurangi efek pelemahan dari variasi temporal kuat sinyal
pemancar. Prinsip dasar dari filter Fraser adalah menggunakan 4 buah titik yang berurutan,
dengan cara mengurangkan jumlah dari nilai data ke-3 dan ke-4 terhadap jumlah dari nilai data
ke-1 dan ke-2. Kemudian diplot pada titik tengah antara data ke-2 dan data ke-3. Atau secara
matematis filter Fraser dapat dilakukan sebagai berikut:
(37)
Contoh penerapan filter Fraser dapat dilihat pada Gambar 12
Gambar 12. Respon pengukuran dari model sintetik dengan mengaplikasian filter Fraser. Titik-
titik hijau memperlihatkan posisi benda pada sumbu–x, untuk : a) Data sintetik VLF-EM, terdiri
dari data real (merah) dan imaginer (biru), b) Data terfilter Fraser dan (c) Model benda resistivitas
dengan harga 100 ohm-m [11].
4. Filter Karous-Hjelt
Filter Karous-Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep medan magnetik yang
berhubungan dengan aliran arus listrik. Filter ini dikembangkan dari filter statistika linear
berdasarkan atas filter Fraser dan teori medan linear dari Bendat dan Piersol. Filter ini
menghasilkan profil kedalaman dari rapat arus yang diturunkan dari nilai komponen vertikal
medan magnetik pada setiap titik pengukuran. Adapun profil kedalaman dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
(38)
Dimana Mn = Hz / Hx adalah nilai yang terukur pada alat.
Filter Karous-Hjelt menghitung sumber arus akivalen pada kedalaman tertentu yang
umumnya dikenal sebagai rapat arus. Posisi rapat arus ini dapat menjadi alat untuk
menginterpreatasi lebar dan kemiringan sebuah benda anomali dengan kedalaman tertentu.
Contoh penerapan filter Karous-Hjelt dapat dilihat pada Gambar 13
Gambar 13 Rapat arus ekivalen yang dihitung dengan menggunakan filter Karous-Hjelt: (a)
inphase dan (b) quadrature. Kotak bergaris hitam adalah posisi benda anomali sebenarnya.[11]
5. Pemodelan
Pemodelan ke depan (forward modelling) dan ke belakang (inverse modelling) adalah adalah
proses yang saling berkebalikan satu sama lain. Pemodelan ke depan menggambarkan respon
penyebaran gelombang dari model yang kita buat. Pemodelan ke belakang mencoba
mengembalikan pengaruh dari perambatan gelombang untuk menghasilkan suatu gambaran
bawah permukaan bumi.
Pada penelitian ini baik pemodelan ke depan, maupun pemodelan ke belakang dilakukan dengan
algoritma elemen hingga (finite element). Finite elemen adalah suatu cara untuk menyusun solusi
pendekatan dari masalah nilai batas. Ide dasarnya adalah memperoleh solusi pendekatan suatu
masalah yang kompleks dengan mengubahnya menjadi masalah yang sederhana terlebih dahulu.
Dengan ide ini dimungkinkan untuk melakukan perubahan bentuk persamaan model dari bentuk
persamaan differensial ke bentuk persamaan linear, dengan kata lain mengubah suatu masalah
dengan derajat kebebasan tak hinggga menjadi masalah yang memiliki derajat kebebasan
berhingga[12].
Pada metode finite elemen, daerah pengamatan dibentuk menjadi sebuah matriks yang dibagi
menjadi elemen-elemen berbentuk kotak. Oleh karena itu nilai spasi pada arah vertikal dan
horisontal dan pembagian blok dari zona interest harus ditetapkan (Gambar 14). Pada daerah yang
memiliki perubahan konduktivitas dilakukan diskretisasi yang tinggi karena disekitar daerah ini
terjadi variasi nilai medan yang besar.
Gambar 14. Mesh finite elemen (garis biru ) untuk pengukuran dari 0-460. Pada daerah konduktif
(kotak bergaris merah) dilakukan pendiskretisasian yang lebih rapat karena disekitar ini terjadi
variasi nilai medan yang besar. [12]
Setelah melakukan pengolahan data, maka terlihat bahwa pada grafik filter real feaser maupun
filter imaginer freaser, terdapat anomali pada semua lintasan. Pada lintasan 1, terdapat harga yang
saling berbeda tiap titik pengukurannya, terdapat yang bernilai konduktif, juga yang bernilai resistif.
Pada lintasan 2, dari jarak 0-100 meter, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki harga
konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga konduktivitas yang lainnya pada satu line.
Pada lintasan 3, pada jarak 100-200 bernilai resistif, tetapi pada jarak 200-250, bernilai konduktif.
Sedangkan pada lintasan 4, pada jarak 100- 200, terdapat benda bawah permukaan yang memiliki
harga resistivitas yang tinggi, sedangkan pada jarak 200-300 benda bawah permukaan yang memiliki
harga konduktivitas yang tinggi, dibandingkan harga resistivitas yang lainnya pada lintasan yang
sama. Keempat lintasan tersebut harus dibuktikan dengan filter yang lain untuk melihat bagaimana
pola persebaran konduktivitasnya. Dengan filter freaser, kita hanya dapat mengetahui persebaran nilai
konduktivitas di permukaan saja. Untuk mengetahui persebaran harga konduktivitas dibawah
permukaan, maka dilakukan filter KH-Jelt pada pengolahan data [8].
Setelah dilakukan pengolahan menggunakan filter KH-Jelt, didapatkanlah hasil penampang
untuk masing-masing lintasan. Pada lintasan 1, terlihat dari penampang bahwa pada kedalaman 0-20
meter, benda yang terkandung memiliki sifat lebih konduktif, yaitu berkisar berkisar antara 6-24.
Sedangkan paa kedalaman 20- 40m, memiliki harga sebesar (-10) – (-16) yang berarti material yang
terkandung bersifat lebih resistif. Hal ini berarti bahwa, terdapat perbedaan materi pada lintasan 1 pada
kedalaman 0-20 m dan 20-40 m.
Walaupun demikian, perbedaan materi ini tidak terlalu mencolok, sebab perbedaan nilainya tidak
terlalu besar, dan dapat dikatakan bahwa pada lintasan 1 memiliki jenis lapisan yang sama hingga
kedalaman 40 meter, yaitu lapisan top soil. Pada daerah pengukuran juga, secara geologi dikatakan
bahwa memiliki lapisan top soil yang cukup tebal. Hanya saja, pada lintasan 1, pada permukaannya
memiliki harga konduktivitas yang lebih besar, sebab pada lintsan 1 pengukurannya dilakukan pada
jalanan beraspal, dan karena komposisi dari jalan aspal adalah aspal dan batuan beku, maka harga
konduktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan materi yang berada dibawahnya.
Pada lintasan 2, terdapat anomali pada jarak 0-100 meter, dimana pada jarak tersebut, disekitar
permukaan terdapat materi yang memiliki harga konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan harga
sekitarnya, yaitu berkisar 12-20. Hal ini mungkin saja terjadi, sebab pada daerah pengukuran, terdapat
objek yang dikubur. Hal tersebut terlihat dari terdapatnya berangkal yang tersebar disekitar titik
pengukuran. Hal inilah yang membuat harga konduktivitas pada jarak 0-100 m di lintasan 2 menjadi
berbeda dengan yang lainnya. Secara umum, pada lintasan 2, material yang terkandung memiliki harga
bernilai (-10)-(-16), yang berarti bahwa pada lintasan 2, materialnya memiliki sifat resistif. Ini
menunjukkan bahwa pada lintasan 2, material yang terkandung dapat berupa top soil ataupun batuan
sedimen. Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat diinterpretasikan bahwa pada lintasan 2, sama
halnya dengan lintasan 1, hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat 1 lapisan saja, yaitu lapisan top soil.
Pada lintasan 3, pada jarak 200-280 m, pada permukaannya, memiliki material yang lebih
resistif, yaitu bernilai (-10)-(-16). Sedangkan pada daerah yang lainnya, cenderung bernilai 0-16. Hal
ini berarti pada jarak 200-280, terdapat material resistif. Namun, bila diamati, mungkin saja anomali
ini terjadi bukan alami, tetapi akibat adanya aktivitas manusia. Sedangkan secara umum, sama seperti
lintasan sebelumnya, pada lintasan 3 hingga kedalaman 40 m, hanya terdapat satu lapisan saja. Hanya
saja untuk lintasan 3, terlihat dari penampang bahwa pada lintasan ini berbeda dengan kedua lintasan
sebelumnya, yaitu pada lintasan ini bersifat lebih konduktif sebab lebih berwarna merah, sedangkan
lintasan lainnya berwarna biru. Hal ini diakibatkan terlalu banyaknya noise pada saat melakukan
akuisisi data pada lintasan 3, sehingga data yang didapat pun kurang baik [8].
Untuk lintasan 4, pada jarak 180-200 memiliki sifat lebih resistif, sedangkan pada jarak 220-250
memiliki sifat lebih konduktif. Hal ini diakibatkan kualitas sinyal VLF yang kurang baik pada titik
pengukuran yang dimaksud. Sama seperti lintasan-lintasan sebelumnya, terlihat dari penampang
bahwa pada lintasan 4, hingga kedalaman 40 m hanya terdiri dari 1 lapisan saja. Hanya saja, pada
lintasan 4 harga konduktivitasnya yaitu memiliki rentang 4-(-6). Secara keseluruhan dari keempat
lintasan yang ada, terlihat bahwa tidak ada anomali yang signifikan pada daerah pengukuran, dan pada
daerah pengukuran hingga kedalaman 40 m, hanya terdiri dari satu lapisan saja [8].
4. Kesimpulan
1. Terdapat beberapa hukum dan prinsip fisika yang digunakan dalam metode VLF, seperti
persamaan Maxwell dan fenomena listrik magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere, Gauss,
Coulomb.
2. Terdapat beberapa teknik akuisisi data untuk metode VLF, seperti pengkalibrasian alat sehingga
baik untuk diopasikan, dan arah hadap operator pada saat melakukan akuisisi data.
3. Metode VLF dapat digunakan untuk eksplorasi di daerah-daerah yang memiliki konduktivitas yang
cukup kontras seperti pada daerah patahan.
4. Terdapat beberapa teknik pengolahan data dan interpretasi metode VLF, seperti filter freaser dan
filter KH-Jelt.
Daftar Pustaka
[1] E. Al-Tarazi, J. Abu Rajab, A. Al-Naqa, and M. El-Waheidi, “Detecting leachate plumes and
groundwater pollution at Ruseifa municipal landfill utilizing VLF-EM method,” J. Appl. Geophys.,
vol. 65, no. 3–4, pp. 121–131, Sep. 2008.
[2] F. P. Bosch and I. Müller, “Continuous gradient VLF measurements: a new possibility for high
resolution mapping of karst structures,” First Break, vol. 19, no. 6, pp. 343–350, Jun. 2001.
[3] A. M. Abbas, M. A. Khalil, U. Massoud, F. M. Santos, H. A. Mesbah, A. Lethy, M. Soliman, and
E. S. A. Ragab, “The implementation of multi-task geophysical survey to locate Cleopatra Tomb at
Tap-Osiris Magna, Borg El-Arab, Alexandria, Egypt ‘Phase II,’” NRIAG J. Astron. Geophys., vol. 1,
no. 1, pp. 1–11, Jun. 2012.
[4] S. P. Sharma, K. Anbarasu, S. Gupta, and A. Sengupta, “Integrated very low-frequency EM
[5] A. Gürer, M. Bayrak, and Ö. F. Gürer, “A VLF survey using current gathering phenomena for
tracing buried faults of Fethiye–Burdur Fault Zone, Turkey,” J. Appl. Geophys., vol. 68, no. 3, pp.
437–447, Jul. 2009.
[6] A. S. Bahri, D. Santoso, W. G. A. Kadir, D. D. Puradimedja, R. M. Tofan, and F. A. Monteiro
Santos, “Penerapan metoda Very Low Frequency-vertical Gradient (VLF-EMvGRAD) untuk
memetakan Sungai bawah permukaan di daerah karst,” HAGI. [Online]. Available:
http://www.hagi.or.id/paper/penerapanmetoda-very-low-frequency-vertical-gradientvlf-em-vgrad-
untuk-memetakan-sungaibawah- permukaan-di-daerah-karst/. [Accessed: 1-Desember 2019].
[7] Griffiths, David J, Introduction to Electrodinamics, Prentice Hall Upper Saddle River. 1999
[8] Ramos, Arif. “Metode Elektromagnetik Very Low Frequency (Vlf) Untuk Pendugaan Struktur
Bawah Permukaan Lapangan Merah”. UNPAD. 2016
[9] Reynolds, John, An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics, John Wiley & Sons.
1997
[10] Kaikkonen, P.,”Some Points of View Concering Interpretation of VLF and VLF-R
Measurements, Publ Univ. Of Miskolo, Series A Mining, Vol. 52 pp. 81–101. 1997.
[11] McNeill, J.D, and Labson, V.F., “Geological Mapping Using VLF Radio Fields”,
Electromagnetic methods in Applied geophysics. V2. 612. 1987
[12] Burhan, I., “Two Dimension VLF Electromagnetic Wave Response on a Cave In Kars Area
Model Using Thefinite Elemen Method”, Thesis Prodi Fisika UGM. 2005