Anda di halaman 1dari 5

DASAR TEORI

A. METODE MAGNETOTELLURIK
Metode magnetotellurik merupakan metede elektromagnetik pasif atau
metode yang memanfaatkan sumber dari alam, berupa gelombang
elektromagnetik dengan mengukur fluktuasi medan magnet B dan
medan listrik E pada arah tegak lurus di permukaan bumi untuk
mengetahui konduktivitas bawah permukaan dari puluhan meter
sampai ratusan kilometer ( Simpson dan Bahr, 2005 : dalam ).
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat listrik bahan pada
kedalaman yang relative besar ( termasuk mantel ) di dalam bumi,
yakni dengan menggunakan perbedaan pada sinyal yang tercatat
sehingga dapat memperkirakan distribusi resistivitas listrik bawah
permukaan. Hal ini disebabkan oleh tinggi rendahnya lebar frekuensi
yang digunakan. Frekeuensi yang lebih tinggi dapat memberikan
informasi pada kedalaman dangkal sedangnkan frekuensi yang lebih
rendah dapat memberikan informasi pada kedalaman dengan
penetrasi yang lebih dalam. Dengan cakupan penetrasi yang dalam,
metode ini sangat efektif untuk studi pendahuluan geologi dan
geofisika dalam mengetahui karakteristik lapisan bawah permukaan
penyusun system hidrokarbon.

B. Sumber sinyal
Medan elektromagnetik yang dimanfaatkan memilki fluktuasi
geomagnetic dengan rentang 10-3 s.d 105 s atau rentang frekuensi 10-
5 s.d 103 Hz. Sumber sinyal dari medan elektromagnetik terbagi
menjadi dua, yaitu :
1. Sinyal dengan frekuensi rendah ( < 1 Hz )
Sumber sinyal ini berasal dari solar wind ( interaksi angina matahari
dengan magnet bumi )
2. Sinyal dengan frekuensi tinggi ( > 1 Hz )
Sumber sinyal ini berasal dari aktivitas meteorology seperti adanya
petir ataupun badai.

C. Teori Dasar Elektromagnetik dalam Persamaan Maxwell


Untuk memamhami sifat dan atenuasi gelombang elektromagnetik
dibutuhkan persamanaan Maxwell dalam bentuk yang berkaitan
dengan medan listrik dan magnet :
B
xE= (Hukum Faraday)
t
D
xH =J + (Hukum Ampere)
t

. D=0 (Hukum Coulomb)

. B=0 (Hukum Kontinuitas Fluks Magnet)

Dimana J merupakan rapat arus (A/m2), E adalah intensitas medan


listrik (V/m), B adalah rapat fluks magnet ( tesla (T) ), H adalah
intensitas medan magnet ( A/m). dan D adalah pergeseran arus
( C/m2). Hukum faraday pada persamaan (2.1) menjelaskan bahwa
adanya perubahan medan magnet terhadap waktu akan menyebabkan
terbentuknya medan listrik. Hukum Ampere pada persamaan (2.2)
menjelaskan bahwa medan magnet tidak hanya terjadi karena adanya
sumber arus listrik, namun dapat terjadi juga karena pengaruh
perubahan medan listrik terhadap waktu sehingga menginduksi medan
magnet. Hukum Coulomb menjelaskan bahwa medan listrik disebabkan
oleh adanya muatan listrik yang berperan sebagai sumbernya,
sedangkan hukum kontinuitas fluks magnet menyatakan bahwa tidak
ada medan magnet yang bersifat monopol
( Telford,et al, 2004)

D. Impedansi ( Z )
Hubungan antara medan listrik dan medan magnet dapat dinyatakan
dalam Impendansi ( Z ). Menurut (Smirnov,2003) hubungan linear
medan listrik ( Ex, Ey), medan magnet ( Hx, Hy), dan Impedansi ( Z)
secara eksplisit dapat formulasikan sebagai berikut :

[ ][
Ex
Ey
Z
= xx
][ ]
Z xy H x
Z yx Z yy H y


E=Z
.H

Pada persamaan diatas, diman E dan H merupakan vector sedangkan Z


merupakan tensor impedansi penghubung medan listrik dan medan
magnet. Impendansi merupakan perbandingan antara medan listrik
dan medan magnet.
Menurut ( Simpson dan Bahr, 2005) nilai impendansi Z bergantung
pada dimensionalitas medium yang bervariasi terhadap system
kordinat x, y dan z. Pada kasus satu dimensi ( 1D ) berlaku : Zxx = Zyy
=0 , dimana nilai elemen diagonal tensor impendansi adalah nol yang
hanya berlaku terhadap kedalaman. Sedangkan untuk nilai elemen tak
diagonal berlaku Zxy = -Zyx, dimana mempunyai nilai yang sama
tetapi berlawanan tanda. Maka impendansi dapat dituliskan dalam dua
komponen medan listrik dan medan magnet yang berbeda :
E
Z xy= x =i 0 (3)
Hy

Ex
Z yx = = i 0 (4)
Hy

Dari persamaaan (3) dan (4) diatas, bahwa impendasi adalah bilangan
kompleks fungsi dari resistivitas medium dan frekuensi, yang dapat
dinyatakan dalam persamaan :

1 2
xy = |z |
0 xy (5)

1 2
xy = |z |
0 xy (6)

E. Resistivitas Semu, Fasa dan Skin depth


Impendansi bumi berlapis horizontal dapat dianggap sebagai
impedansi medium homogeny dengan tahanan jenis ekuivalen atau
tahanan-jenis semu sehingga berdasarkan analogi persamaan dasar
impendasi dapat dinyatakan sebagai tahanan jenis dan fasa,
1 2
xy =
0
|z 1| (7)

Z1
=tan1
( )
Z1 (8)

Skin depth didefinisikan sebagai kedalaman pada suatu medium


homogeny dimana amplitude gelombang EM telah tereduksi 1/e dari
amplitudonya di permukaan bumi. Besaran tersebut dirumuskan
sebagai berikut,
=

2
0 (9)
Dimana adalah tahanan jenis medium homogeny atau
ekivalensinya, =2 f . Besaran skin depth digunakan untuk
memperkirakan kedalaman penetrasi atau kedalaman investigasi gelombang
EM. Untuk keperluan praktis digunakan definisi kedalamn efektif yang lebih

keci dari skin depth yaitu 2

F. Akuisisi Data
Prinsip akuisisi data MT di lapangan adalah dengan merekam nilai Ex,
Ey, Hx, Hy dan Hz dengan menggunakan satu set alat ukur MT
( Unsworth,2008). Alat ukur ini terdiri dari 1 buah MT unit, 2 set
electrode, Ex, Ey dan 3 buah koil magnetometer, Hx, Hy dan Hz. Hasil
perekaman ini selanjutnya dapat diolah untuk mendapatkan nilai
resistivitas seperti pada persamaan di atas.
G. Pemrosesan Data
Nilai Ex, Ey, Hx, Hy dan Hz yang direkam di lapangan merupakan data
MT dalam bentuk
time series. Untuk dapat diubah menjadi kurva resistivitas MT, data
tersebut harus melalui beberapa tahap pemrosesan yang meliputi fast
fourier transform, robust processing dan seleksi cross power.
Fast fourier transform merupakan metode untuk merubah data
MT dari bentuk time series menjadi frequency domain. Robust
processing merupakan pemrosesan statistic terhadap data MT untuk
mereduksi data-data yang menyimpang dari pola data utama.
Sementara seleksi cross power adalah tahap untuk memodifikasi kurva
MT agar menjadi lebih smooth. Dalam suatu pengukuran MT sering
terjadi pergeseran statik, kurva yang mengalami pergeseran statik
harus dikoreksi dengan menggunakan data pendukung seperti TDEM.
Setelah itu digunakan 1-D forward modeling untuk mengetahui
distribusi nilai resistivitas di bawah permukaan ( Unsworth,2008)
H. Interpretasi Data
Hasil analisis berupa model MT 1D di suatu titik selanjutnya
dikombinasikan dengan model dari titik lain untuk menghasilkan
visualisasi 2D dalam bentuk penampang resistivitas pada lintasan A1
dan B2 Selain dalam bentuk penampang, distribusi nilai resistivitas
juga disajikan dalam bentuk peta resistivitas (substratum) pada elevasi
tertentu untuk mengetahui distribusi anomali resistivitas secara
lateral.
Studi MT menghasilkan gambaran resistivitas suatu batuan yang
dapat diintegrasikan dengan data pendukung lain seperti data geologi
untuk mendukung pembuatan model konseptual Petroleum System

Anda mungkin juga menyukai