Anda di halaman 1dari 7

BAB III

DASAR TEORI

III.1 Perambatan Medan Elektromagnetik


Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E
= intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B =
induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik
(C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell
(persamaan II.1).

B
E
t
D
H i (III.1)
t
B 0
D c

Persamaan (III.1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-


hubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait
dengan medan E dan H saja (Grant dan West, 1965. p496). Apabila diasumsikan
medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh
persamaan vektorial sebagai;

2E iE 2E
(III.2)
2H iH 2E

dengan permitivitas dielektrik (F/m), permeabilitas magnetik (H,m), dan


kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan persamaan (III.2)
menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan
sumbangan arus pergeserannya.
Di dalam VLF (pada frekuensi <100kHz), arus pergeseran akan lebih kecil
daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil

13
(sekitar 100dengan 0sebesar 910-12 F/m) dan konduktivitas target VLF biasanya
10-2S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi
memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium
(Sharma, 1997).

III.2 Pelemahan (Atenuasi) Medan


Gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan
konduktivitas , dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada
sumbu y akan memberikan solusi;

(III.3)

dengan k adalah parameter/angka gelmbang (k2=-i(+i)). Parameter real


menunjukkan faktor fase (rad/m) dan parameter imaginer menunjukkan faktor
atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi
dengan permitivitas listrik dan frekuensi angulernya sangat lebih besar dari pada
satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama
(Kaikkonen, 1979).
Kedalaman pada saat amplitude menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitude
permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit (skind depth / ). Kedalaman ini
didalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang,
yaitu

(III.4)

Implementasi praktis pers di atas dapat dilihat pada tabel III.1.

14
Tabel III.1.Variasi skin depth dengan frekuensi gelombang bidang pada medium
homogen dengan resistivitas .

SkinDepth (m)
F (Hz) Resistivitas (Ohmm)

0.01 1 102 104

0.01 500 5000 5104 5105

10 16 160 1600 16000


103 1.6 16 160 1600
104 0.5 5 50 500
105 0.16 1.6 16 160

III.3 Fase dan Polarisasi Elipt


Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik
(ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya
tertinggal 90o. Gambar II.1 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P
dan ggl induksinya.

es

R S S cos
R sin
P
0
R cos S sin

Gambar III.1. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan primer

Andaikan Z(=R+iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan


tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar
dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki
fase tertinggal sebesar yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium.
15
Besarnya ditentukan dari persamaan tan = L/R. Total beda fase antara medan
P dan S akan menjadi 90o + tan-1(L/R).
Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat
konduktif (R0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat
resistif (R) maka beda fasenya mendekati 90o.
Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang
sefase dengan P (Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen
yang tegak lurus P (Rsin) disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen
kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam
persamaan;

Re
tan L / R (III.5)
Im

Persamaan (III.5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im


(semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin
kecil maka konduktor semakin buruk.
Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt
dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out phase medan magnet
vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama
dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya
eliptisitas (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya.
Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx
ei (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;

Hz
2 cos
H x
tan(2 ) 2 (III.6)
Hz
1
Hx

dan eliptisitasnya diberikan sebagai;

16
b H z H x sin


a H z e i sin H x cos 2 (III.7)

a
Hz
b
x

Hx

Gambar III.2. Parameter polarisasi elips

III.4 Rapat Arus Ekuivalen


Rapat arus ekuivalen terdiri dari arus yang menginduksi konduktor dan
arus yang terkonsentrasi dalam konduktor dari daerah sekelilingnya yang kurang
konduktif. Asumsi untuk menentukan rapat arus yang menghasilkan medan
magnetik yang identik dengan medan magnetik yang diukur. Secara teori,
kedalaman semu rapat arus ekuivalen memberikan gambaran indikasi tiap-tiap
kedalaman variasi konsentrasi arus.

(III.8)

Persamaan filter linear (Karous dan Hjelt) di atas adalah persamaan untuk
menentukan rapat arus ekuivalen dan merupakan filter terpendek yang
memberikan kesalahan kurang dari 8% untuk medan dari lintasan arus tunggal.

III.5 Very Low Frequency (VLF)

17
Medan elektromagnetik primer merupakan sebuah pemancar radio yang
memiliki komponen medan listrik vertical yaitu E Pz dan komponen medan
magnetic horizontal yaitu HPy, yang saling tegak lurus terhadap arah perambatan
sumbu x. Medan elektromagnetik yang dipancarkan oleh antenna pemancar akan
diterima stasiun penerima dalam 4 macam perambatan gelombang, yaitu:
gelombang langit, gelombang langsung, gelombang panttul, dan gelombang
terperangkap. Jika dibawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif,
maka komponen medan magnetic dari gelombang elektromagnetik primer akan
menginduksi medium tersebt sehingga menimbulkan arus induksi (Eddy Current).

Gambar III.3. Medan Elektromagnetik Metode VLF dalam polarisasi listrik.

Arus ini akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan
elektromagnetik sekunder (HS), yang mempunyai komponen horizontal dan
vertikal. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari
sifat konduktivitas benda di bawah permukaan. Respon elektromagnetik yang
terukur pada penerima akan memiliki beda fase yang berbeda antara medan
primer dan medan sekunder, secara matematis ditulis:

HR = HP + HS (III.9)

HR = |HP|eit+ |HS|ei(t ) (III.10)

18
Informasi ini dapat diolah untuk menentukan ukuran dan nilai konduktivitas dari
suatu kunduktor yang terdapat dibawah permukaan bumi.Hasil dari pengukuran
dengan menggunakan metode VLF-EM adalah inphase dan quadrature yang
merupakan resiko dari HR / HRy dan merefleksikan perubahan distribusi resistivitas
dibawah permukaan.
Ada dua jenis pengukuran VLF, yaitu
1. Mode tilt-angle

Gambar III.4. Pengukuran VLF mode tilt-angle

Mode tilt angle digunakan untuk mengetahui struktur konduktif dan kontak
geologi seperti zona alterasi, patahan, dan dikekonduktif. Dalam mode ini, arah
strike target memiliki sudut 45 dengan lokasi pemancar.

2. Mode resistivity

Gambar III.5. Pengukuran VLF mode resistivity

Mode ini digunakan untuk mengetahui dike resistif dan disisi lain untuk
membatasi satuan geologi melalui pemetaan tahanan jenisnya. Mode ini sangat
baik jika arah pemancar tegak lurus strike geologinya 45.

19

Anda mungkin juga menyukai