Anda di halaman 1dari 21

1 Dasar Teori

1.1. Bandul Sederhana


Sebuah bandul sederhana terdiri atas sebuah beban bermassa (m) yang digantung di ujung tali
ringan (massanya dapat diabaikan) yang panjangnya l. Jika beban ditarik ke satu sisi dan
dilepaskan, maka beban berayun melalui titik keseimbangan menuju ke sisi yang lain. Jika
amplitudo ayunan kecil, maka bandul melakukan getaran harmonik. Periode dan frekuensi
getaran pada bandul sederhana sama seperti pada pegas. Artinya, periode dan frekuensinya
dapat dihitung dengan menyamakan gaya pemulih dan gaya sentripetal. (Rusianto Toto:
2021)

Gambar 1. 1 Gaya Bandul Sederhana

Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana adalah:

F=−mg sin θ ( 1.1)

Untuk sudut θ kecil (θ dalam satuan radian), maka sin θ = θ. Maka persamaannya dapat

dituliskan mejadi

F=−mg ( Xl ) (1.2)

Sedangkan gaya sentripetal dari bandul adalah


2 2
F=−4 π m f X (1.3)

Maka dengan menggabungkan Pers. (1.2) dan Pers. (1.3), maka didapatkan frekwensi (f) dan

periode (T) gerakan bandul sebagai berikut


− 4 𝜋 2𝑚 𝑓 2𝑋 = − 𝑚 𝑔 ( )
X
l

4 𝜋 2𝑓 2= ( gl )
𝑓2 =
1 g
4 π2 l ()
𝑓=
1

2 (√ gl ) (1.4)

𝑇=
1
f
= 2𝜋
l
g √ (1.5)

Periode dan frekuensi bandul sederhana tidak bergantung pada massa dan simpangan bandul,
tetapi hanya bergantung pada panjang tali dan percepatan gravitasi setempat.
(Rusianto Toto: 2021)

1.2. Konstanta Pegas


Bahan memiliki sifat elastisitas yang dibatasi oleh nilai Modulus. Hukum Hooke
menjelaskan tentang perbandingan gaya yang bekerja pada benda dengan perubahan panjang
benda pada daerah elastis. (Rusianto Toto: 2021)
Mengenai konstanta lepas tidak lepas dari getaran bebas. Getaran bebas juga berarti
bahwa massa terganggu dari posisi kesetimbangannya dan getaran terjadi pada frekuensi
natural, tetapi tidak ada gaya eksternal jangka panjang. Model parameter yang disamakan
biasanya digambarkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2 Di sini, pegas linier, k,
memberikan gaya, f, sebanding dengan perpindahan, x. Lihat Gambar 1.3, di mana
kemiringan garis mewakili konstanta pegas, k. Hubungan linier ini disebut sebagai hukum
Hooke. Satuan SI umum untuk k adalah N/m. (Tony L. Schmitz dan K. Scott Smith: 2012)

Gambar 1. 2 Parameter pegas-massa-peredam yang disamakan


(Tony L. Schmitz dan K. Scott Smith: 2012)

Gambar 1. 3 Hukum Hooke untuk pegas linier; konstanta pegas, k, adalah kemiringan garis

(Tony L. Schmitz dan K. Scott Smith: 2012)

1.2.1. Hukum Hooke


Hukum Hooke adalah hukum fisika yang menyatakan bahwa gaya (F) yang
diperlukan untuk memperpanjang atau mengkompres pegas dengan jarak tertentu (x)
skala secara linear sehubungan dengan jarak itu yaitu, F = - kx di mana k adalah
karakteristik faktor konstan pegas (yaitu, kekakuannya). Hukum ini dinamai sesuai
dengan fisikawan Inggris abad ke-17 Robert Hooke. Dia pertama kali menyatakan
hukum pada 1676.
“Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastis pegas, maka pertambahan panjang
pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya.”
Menurut Hukum Hooke, pada daerah elastis, yaitu daerah dimana sebuah
benda masih dapat kembali ke bentuk semula setelah diberi gaya. Perubahan panjang
benda akibat gaya luar sebanding dengan gaya luar yang bekerja. Untuk
mempermudah mempelajari teori hukum Hooke pada pegas mari kita tinjau sebuah
pegas.
Gambar 1. 4 Hukum Hooke pada pegas

(Rusianto Toto: 2021)

Pegas yang diberi gaya luar sebesar F maka, pegas akan memberi gaya yang
besarnya sama namun berlawanan arah. Gaya ini disebut dengan gaya pulih. Jika
sebuah pegas yang panjangnya dikenai gaya sehingga panjangnya berubah menjadi
x, maka besar gaya pulih dapat dituliskan sebagai berikut.

F=−kΔx (2.1)

k adalah konstanta pegas yaitu nilai yang menunjukkan gaya yang dibutuhkan untuk
mengubah panjang pegas tiap meter. Tanda negatif menunjukkan bahwa arah gaya
pulih berlawanan arah dengan vektor perubahan panjang pegas. Jika pegas ditekan
ke kanan maka gaya pulih pegas mendorong ke kiri dan sebaliknya.
Besar konstanta pegas adalah nilai yang spesifik untuk setiap bahan. Tentu hal
ini berkaitan erat dengan elastisitas bahan dan Modulus Young. Modulus Young
dinamai setelah ilmuwan Inggris abad ke-19 Thomas Young; tetapi konsep ini
dikembangkan pada 1727 oleh Leonhard Euler, dan eksperimen pertama yang
menggunakan konsep modulus Young dalam bentuknya dilakukan oleh ilmuwan
Italia Giordano Riccati pada 1782. Modulus Young adalah sifat mekanis yang
mengukur kekakuan material padat. Ini mendefinisikan hubungan antara tegangan
(gaya per satuan luas) dan regangan (deformasi proporsional) dalam suatu bahan
dalam rezim elastisitas linier dari deformasi uniaksial. Jika modulus Young sebuah
bahan adalah E dan luas penampangnya adalah A,
F ∆x
σ =E ℇ → =E (2.2)
A Lo
∆x
F= AE (2.3)
Lo

σ = sigma adalah tegangan uniaksial, atau gaya uniaksial per unit permukaan
E = modulus young
ε = regangan, (perubahan panjang dibagi dengan panjang awal) tidak berdimensi

Maka konstanta pegas bahan dapat ditentukan dengan persamaan.


AE
k= (2.4)
Lo

Berdasarkan persamaan ini jelas bahwa konstanta pegas dipengaruhi oleh panjang
bahan mula- mula, luas penampang dan bahan pegas. (Rusianto Toto: 2021)

1.3. Jembatan Wheastone


Pada gambar 1.5 merupakan prinsip dasar dari sistem jembatan Wheatstone. Dua
buah rangkaian seri dari dua buah hambatan diparalelkan dan diantara sambungan-
sambungan serinya dipasang sebuah galvanometer. Rangkaian itu kemudian dihubungkan
dengan sebuah sumber ggl dan sebuah hambatan geser atau rheostat.

Gambar 1. 5 Jembatan Wheastone

Pada rangkaian di atas R3 adalah sebuah variable resistor, yaitu hambatan yang
nilainya dapat diubah-ubah, gunanya untuk mengatur besar dan kecilnya kuat arus i2
sedemikian rupa sehingga rangkaian dapat mencapai keadaan keseimbangan. Keadaan
keseimbangan yang dimaksud adalah tidak adanya arus listrik (iG) yang melalui
galvanometer. Pada keadaan keseimbangan inilah rangkaian itu disebut sebagai jembatan
Wheatstone. Pada saat arus yang melalui galvanometer (iG) sama dengan nol, maka potensial
listrik di titik C sama dengan potensial listrik di titik D sehingga beda potensial listrik antara
keduanya (VC-VD)adalah nol, dengan demikian maka:
V AC =V AD dan V CB =V DB (3.1)
Atau
i 1 R1 =i2 R3 dan i 1 R2 =i2 R4 (3.2)

Jika kedua persamaan terakhir diatas kita bandingkan maka diperoleh

R1 R3
= (3.3)
R2 R4
Jika tiga dari keempat hambatan dalam persamaan itu sudah diketahui nilainya, maka
nilai hambatan keempat yang belum diketahui dapat dicari dengan menjabarkan persamaan
itu.
Selanjutnya hamtan R3 dan R4 dalam rangkaian jembatan wheatstone itu dapat diganti dengan
sebuah kawat konduktor homogen yang luas penampangnya konstan, sehingga rangkaiannya
menjadi seperti pada gambar 1.6.

Gambar 1. 6 Jembatan Wheatstone

Jika kawat hambatan itu memiliki panjang l, luas penampang A dan hambat jenisnya r
1
maka hambatannya adalah ρ . Bila keadaan keseimbangan rangkaian dicapat pada posisi
A
titik D sedemikian rupa sehingga arus yang melalui galvanometer nol, maka penerapan
persamaan 3 ke dalam situasi itu menjadi
l1
ρ
R A
= (3.4)
RX l2
ρ
A
Yang dapat disederhanakan menjadi
l2
RX= R (3.5)
l1

1.4. Hukum Ohm


George Simon Ohm (1789-1854) merumuskan hubungan antara kuat arus listrik (I),
hambatan (R) dan beda potensial (V) yang kemudian dikenal dengan hukum Ohm yang
penurunannya sebagai berikut :
Sekarang pandanglah sebuah kawat konduktor dengan panjang l dan luas penampang A

Gambar 1. 7 Kawat Konduktor Dengan Panjang L Dan Luas Penampang A

Arus didefinisikan sebagai banyaknya elektron yang melalui sebuah konduktor tiap waktu
(atau satu detik). Kita hitung kuat arus yang mengalir pada panampang dengan volum dV
seperti pada gambar.
Karena berbentuk silinder volume dari dV adalah :
dV = A ⋅ dl (4.1)
karena dl adalah jarak yang ditempuh elektron dengan kecepatan Vd dengan waktu 1 detik
maka :
dl=v d .1=v d (4.2)
sehingga:
dV =A .V d (4.3)
sehinnga banyaknya muatan yang mengalir pada dV adalah:
I = A . V d . n . qe (4.4)
jika kita substitusikan persamaan untuk Vd, maka diperoleh :

I=
( q 2e τ .n
me ) (4.5)

yang berada dalam kurung pada jual beli (10) merupakan sifat bahan dan sering disebut
konduktivitas σ, sehingga :
I =σAV (4.6)
karena E-V/1, maka:
σAV
I= (4.7)
1
karena konduktivitas σ merupakan kebalikan dari resistivitas ρ (σ=1/ρ), maka persamaan
11 menjadi :
AV
I= (4.8)
ρ.1

atau:
V
I=
( )
ρ .1
A
bagian di dalam kurung dari kita ketahui sebagai R (resistansi), sehingga :
V
I=
R
Jika dinyatakan dalam V = (1/R) I, dan disketsa dalam grafik hasilnya untuk berbagai jenis
bahan adalah seperti di samping. Namun perlu diingat bahwa dalm hal ini kita menganggap
temperatur tidak berpengaruh, walaupun pada kenyataannya hal ini mustahil. Maka tidak lain
ini merupakan hukum Ohm.
Gambar 1. 8 Hubungan antara V dan I
1. BANDUL SEDERHANA
Data pengamatan :

5 GETARAN t^rata-
No L (m) T
t1 t2 t3 rata
1 0,3 6 5,4 6 5,8 1,16
2 0,4 7 7 6,4 6,8 1,36
3 0,5 7,2 7,2 7,2 7,2 1,44
8,033333 1,60666
4 0,6 8,1 8 8
3 7
8,333333 1,66666
5 0,7 8,3 8,4 8,3
3 7
36,46666 7,29333
6 0,8 9,3 9,1 91
7 3
7 0,9 10 10 10 10 2
10,23333 2,04666
8 1 10,3 10,2 10,2
3 7
9 1,1 11 11 11 11 2,2
10 1,2 11,3 11,1 11,2 11,2 2,24

Tabel Pengolahan Data Percobaan:


No L(m) T (s) X Y XY X2 DT2 D2
1,19 11,831 14,10 0,6495
1 0,3 1,092 1,422 314,966
2 5 9 4
1,59 15,775 25,12 248,86
2 0,4 1,262 2,537 248,862
3 4 5 2
1,84 19,719 36,36 3,400 388,84
3 0,5 1,358 388,847
4 2 5 9 7
2,18 51,69 559,93
4 0,6 1,478 23,663 4,772 559,939
4 2 9
2,68 27,606 7,198
5 0,7 1,638 74,07 762,140 762,14
3 9 7
3,09 31,550 9,551 995,44
6 0,8 1,758 97,51 995,448
1 7 6 8
3,57 35,494 126,9 12,78 1259,8
7 0,9 1,891 1259,864
6 6 2 7 6
3,71 39,438 13,81 1555,3
8 1 1,928 146,6 1555,387
7 4 7 9
4,32 43,382 187,5 18,68 1882,0
9 1,1 2,079 1882,019
2 2 1 2 2
4,74 47,326 22,50 2239,7
10 1,2 2,178 224,5 2239,758
4 1 3 6
28,9 295,78 9892,9
 ∑ 6,3 16,662 984,4 96,67 10207,23
5 8 1
2,89 29,578 989,29
Rata" 0,63 1,6662 98,44 9,667 1020,723
5 8 1
Regresi Linier dan Standar Devasi:
B A R2 SX
9,95278 0,76912 0,17548 33,1543
3 2 1 8

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y


50

45 f(x) = 9.95278295864588 x + 0.769122119386893


R² = 0.994385237634684
40

35

30

25

20

15

10

0
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Kesimpulan:
Dari data percobaan diatas dapat dilihat bahwa Periode dan frekuensi bandul sederhana tidak
bergantung pada massa dan simpangan bandul, tetapi hanya bergantung pada panjang tali dan
percepatan gravitasi setempat.
2. KONSTANTA PEGAS
2.1 Statis
Tabel Pengolahan Data Percobaan:
No M(Kg) X Y XY X2 DT2 D2
0,098 0,0119
1 0,01 0,01 0,001 0,000 28,062
1 5
0,196 0,003 0,0384
2 0,02 0,02 0,000 0,038
2 9 9
0,02 0,294 0,008 0,000 0,0866
3 0,03 0,087
8 3 2 8 1
0,03 0,392 0,014 0,001 0,1539
4 0,04 0,154
8 4 9 4 8
0,04 0,490 0,023 0,002 0,2405
5 0,05 0,241
8 5 5 3 9
0,05 0,588 0,032 0,3464
6 0,06 0,003 0,346
5 6 4 5
0,06 0,686 0,044 0,004 0,4715
7 0,07 0,472
5 7 6 2 6
0,07 0,784 0,058 0,005 0,6159
8 0,08 0,616
5 8 9 6 1
0,08 0,882 0,073 0,006 0,7795
9 0,09 0,780
3 9 3 9 1
0,09 0,091 0,008 0,9623
10 0,1 0,981 0,962
3 2 6 6
0,51 5,395 0,033 31,75791 3,7074
∑  0,55
5 5
0,352
4 3 1

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
10,70632 0,93981 0,64182
-0,11826
7 9 1

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:


Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1

Kesimpulan:
Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastis pegas, maka pertambahan panjang pegas
berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya.
2.2 Dinamis
Tabel Pengolahan Data Percobaan:
Waktu
10 Period Sumb
m Sumbu
No. Getara e (T) uY XY X2 Dt2 D2
(kg) X (T2)
n (detik) (2π2m)
(Detik)
0,78
1. 0,01 5,28 0,528 0,279 0,197 0,055 0,078 0,00269386
7
0,47
2. 0,02 5,60 0,560 0,314 0,394 0,124 0,098 0,00149037
6
0,24
3. 0,03 5,88 0,588 0,346 0,592 0,205 0,120 0,00012533
3
0,08
4. 0,04 6,06 0,606 0,367 0,789 0,290 0,135 0,00525310
7
0,01
5. 0,05 6,37 0,637 0,406 0,986 0,400 0,165 0,00437483
0
0,01
6. 0,06 6,72 0,672 0,452 1,183 0,534 0,204 0,00045556
0
0,08
7. 0,07 7,00 0,700 0,490 1,380 0,676 0,240 0,00024417
7
0,24
8. 0,08 7,41 0,741 0,549 1,578 0,866 0,301 0,00984904
3
0,47 0,00073287
9. 0,09 7,50 0,750 0,563 1,775 0,998 0,316
6 9
0,78
10. 0,1 7,78 0,778 0,605 1,972 1,194 0,366 0,00000295
7
5,34163 3,20
∑ 0,55 65,60 6,560 4,370 10,846 2,023 0,02522209
5 8
rata
0,32
- 6,56 0,656 0,437 1,085 0,534 0,202 0,00252221
1
rata

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
5,28191 -1,22342 0,9921 0,0028

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y


2.500

2.000

1.500

1.000

0.500

0.000
0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 0.550 0.600 0.650

Kesimpulan:
Pegas yang diberi gaya luar sebesar F maka, pegas akan memberi gaya yang besarnya sama
namun berlawanan arah.

3. JEMBATAN WHEASTONE
3.1 Menentukan Rx1
Data Hasil Pengamatan:
Tabel Pengolahan Data Percobaan:
sumb sumbu
NO uy L1 L2 x xy x^2 DT^2 D
1 10 26,7 73,3 0,364 3,643 0,133 70,560 0,044
2 15 35,5 64,5 0,550 8,256 0,303 11,560 0,022
3 18 40,2 59,8 0,672 12,100 0,452 0,160 0,012
4 22 45,4 54,6 0,832 18,293 0,691 12,960 0,019
5 27 51,1 48,9 1,045 28,215 1,092 73,960 0,034
total 92 198,9 301,1 3,463 70,506 2,671 169,200 0,132
rata-rata 18,4 39,78 60,22 0,693        

Regresi Linier dan Standar Devasi:


b a R^2 SX
24,9350 1,12811 0,99922 0,181458
4 5 2 3

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Grafik hubungan sumbu X dengan sumbu Y


30

25

20

15

10

0
0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100

Kesimpulan:
Hubungan antara sumbu x dan y ialah linier akan tetapi sumbu x tergantung pada hasil L1
dan L2 yang di lakukan pada pengujian.

3.2 Menentukan Rx2


Data Hasil Pengamatan:
Tabel Pengolahan Data Percobaan:
sumbu sumbu
NO y x L1 L2 xy x^2 DT^2 D^2
1 10 0,364 26,7 73,3 3,643 0,133 70,560 0,044
2 15 0,550 35,5 64,5 8,256 0,303 11,560 0,022
3 18 0,672 40,2 59,8 12,100 0,452 0,160 0,012
4 22 0,832 45,4 54,6 18,293 0,691 12,960 0,019
5 27 1,045 51,1 48,9 28,215 1,092 73,960 0,034
total 92 3,463 198,900 301,100 70,506 2,671 169,200 0,132
rata- 18,4 0,693 39,780 60,220        
rata

Regresi Linier dan Standar Devasi:


b a R^2 SX
24,9350 1,12811 0,99922 0,18145
4 5 2 8

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Grafik hubungan sumbu X dengan sumbu Y


30

25

20

15

10

0
0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 1.100

Kesimpulan:
Sama dengan halnya RX1, hubungan antara sumbu x dan y ialah linier akan tetapi sumbu x
tergantung pada hasil L1 dan L2 yang di lakukan pada pengujian.
4. HUKUM OHM
3.1 Menentukan Menentukan Rangkaian Tunggal Lampu 1
Tabel Pengolahan Data Percobaan:

Rangkaian Tunggal Lampu 1


Sumbu X
(Kuat Arus ) Sumbu Y ( Kuat
No A Tegangan ) V XY X2 DT2 D2
1 0,1 0,42 0,042 0,1764 0,02372 0,00076
2 0,14 0,78 0,1092 0,6084 0,01300 0,00007
3 0,17 1,06 0,1802 1,1236 0,00706 0,00003
4 0,2 1,47 0,294 2,1609 0,00292 0,00015
5 0,23 1,81 0,4163 3,2761 0,00058 0,00051
6 0,26 2,41 0,6266 5,8081 0,00004 0,00033
7 0,28 3,11 0,8708 9,6721 0,00068 0,00000
8 0,32 3,78 1,2096 14,2884 0,00436 0,00000
9 0,35 4,81 1,6835 23,1361 0,00922 0,00087
10 0,49 6,58 3,2242 43,2964 0,05570 0,00008
Jumlah 2,54 26,23 8,6564 103,5465 0,11724 0,00281
Rata2 0,254 2,623 0,86564 10,35465 0,01172 0,00028

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
0,0574 0,1035 0,9760 0,0003

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Rangkaian Tunggal Lampu 1


0.6
0.5
f(x) = 0.0573886299723041 x + 0.103469623582646
0.4 R² = 0.976047256842161
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7

Kesimpulan:
Hubungan antara kuat arus listrik (I), hambatan (R) dan beda potensial (V) Rangkaian
Tunggal atau hukum Ohm pada Lampu 1 mengalami V yang tinggi terhadap A
3.2 Menentukan Menentukan Rangkaian Tunggal Lampu 2
Tabel Pengolahan Data Percobaan:

Rangkaian Tunggal Lampu 2


Sumbu X
(Kuat Arus ) Sumbu Y ( Kuat
No A Tegangan ) V XY X2 DT2 D2
1 0,12 0,68 0,0816 0,0144 9,10229 0,08677
2 0,17 1,39 0,2363 0,0289 5,32225 0,01533
3 0,22 2,07 0,4554 0,0484 2,64713 0,00591
4 0,28 3,02 0,8456 0,0784 0,45833 0,03378
5 0,32 3,58 1,1456 0,1024 0,01369 0,10783
6 0,34 4,02 1,3668 0,1156 0,10433 0,05792
7 0,36 4,58 1,6488 0,1296 0,77969 0,00109
8 0,39 5,00 1,95 0,1521 1,69781 0,02000
9 0,41 5,65 2,3165 0,1681 3,81421 0,02443
10,7780
10 0,47 6,98 3,2806 0,2209 9 0,18439
Jumla 34,7178 0,53745965
h 3,08 36,97 13,3272 1,0588 1 9
3,47178 0,05374596
Rata2 0,308 3,697 1,33272 0,10588 1 6

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
17,6147 -1,7283 0,9845 0,0597

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Rangkaian Tungggal Lampu 2


8
7
6 f(x) = 17.6147421931736 x − 1.72834059549746
5 R² = 0.984519194653168
4
3
2
1
0
0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

Kesimpulan:
Hubungan antara kuat arus listrik (I), hambatan (R) dan beda potensial (V) Rangkaian
Tunggal atau hukum Ohm pada Lampu 2 mengalami V yang rendah terhadap A.
3.3 Menentukan Rangkaian Tunggal Lampu 3
Tabel Pengolahan Data Percobaan:

Rangkaian Tunggal Lampu 3


Sumbu X
(Kuat Arus ) Sumbu Y ( Kuat
No A Tegangan ) V XY X2 DT2 D2
1 0,11 0,65 0,0715 0,0121 9,35136 0,03732
2 0,14 1,39 0,1946 0,0196 5,37312 0,00019
3 0,16 1,95 0,312 0,0256 3,09056 0,00723
4 0,18 2,57 0,4626 0,0324 1,29504 0,00928
5 0,21 3,55 0,7455 0,0441 0,02496 0,00401
6 0,23 4,20 0,966 0,0529 0,24206 0,00199
7 0,25 4,76 1,19 0,0625 1,10670 0,01343
8 0,26 5,22 1,3572 0,0676 2,28614 0,00081
9 0,28 5,97 1,6716 0,0784 5,11664 0,02165
10 0,31 6,82 2,1142 0,0961 9,68454 0,00252
Jumlah 2,13 37,08 9,0852 0,4913 37,57116 0,0984
Rata2 0,213 3,708 -0,90852 0,04913 3,75712 0,00984

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
31,5650 -3,0153 0,9974 225,5584

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Rangkaian Tungggal Lampu 3


8
7
6 f(x) = 17.6147421931736 x − 1.72834059549746
5 R² = 0.984519194653168
4
3
2
1
0
0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

Kesimpulan:
Hubungan antara kuat arus listrik (I), hambatan (R) dan beda potensial (V) Rangkaian
Tunggal atau hukum Ohm pada Lampu 3 mengalami V yang rendah terhadap A. Hampir
sama dengan lampu 2

3.4 Menentukan Rangkaian Tunggal Lampu 4


Tabel Pengolahan Data Percobaan:

Rangkaian Tunggal Lampu 4


Sumbu X
(Kuat Arus ) Sumbu Y ( Kuat
No A Tegangan ) V XY X2 DT2 D2
1 0,21 0,53 0,1113 0,0441 5,46157 0,14170
2 0,32 1,06 0,3392 0,1024 3,26525 0,00031
3 0,36 1,39 0,5004 0,1296 2,18153 0,00056
4 0,44 1,97 0,8668 0,1936 0,80461 0,01339
5 0,51 2,48 1,2648 0,2601 0,14977 0,03755
6 0,57 3,01 1,7157 0,3249 0,02045 0,02817
7 0,62 3,41 2,1142 0,3844 0,29485 0,03529
8 0,67 3,96 2,6532 0,4489 1,19465 0,00335
9 0,76 4,79 3,6404 0,5776 3,69793 0,00026
10,2592
6,07
10 0,87 5,2809 0,7569 1 0,13836
Jumla 27,3298 0,39893941
h 5,33 28,67 18,4869 3,2225 1 5
2,73298 0,03989394
Rata2 0,533 2,867 1,84869 0,32225 1 1

Regresi Linier dan Standar Devasi:


B A R2 SX
8,4007 -1,6106 0,9854 0,0443

Grafik hubungan sumbu X dan sumbu Y:

Rangkaian Tungggal Lampu 3


7
6
5 f(x) = 8.40069704672309 x − 1.61057152590341
4 R² = 0.985402773945901
3
2
1
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Kesimpulan:
Hubungan antara kuat arus listrik (I), hambatan (R) dan beda potensial (V) Rangkaian
Tunggal atau hukum Ohm pada Lampu 4 mengalami V yang tinngi terhadap A. Hampir sama
dengan lampu 1.

Anda mungkin juga menyukai